KELOMPOK 4
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kelompok untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kelompok
dapat menyelesaikan makalah gagal nafas untuk memenuhi tugas keperawatan kritis dengan
tepat waktu.
Kelompok menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan kelompok terima demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
Daftar Isi
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Pengertian Gagal Napas
Gagal napas merupakan suatu sindroma pada sistem respirasi yang gagal melakukan
fungsinya yaitu pada salah satu atau kedua mekanisme pertukaran gas, yaitu oksigenasi dan
eliminasi karbondioksida.
Gagal Nafas adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan terjadinya pernafasan
yang pendek secara berat dan tiba-tiba yang biasanya timbul dalam waktu 12-48 jam setelah
adanya faktor pencetus, seperti trauma, sepsis dan aspirasi (masuknya hasil sekresi lambung
atau benda asing ke dalam paru-paru) kerena menurunnya kadar oksigen dalam darah
oksigen untuk masuk kedalam darah dengan secukupnya. Gagal nafas dapat menyebabkan
komplikasi seperti memiliki resiko yang lebih tinggi untuk gagal jantung kongesif, memiliki
resiko tinggi pneumonia dan menderita kegagalan organ.
Gagal napas (respiratory failure) timbul ketika pertukaran oksigen dengan
karbondioksida pada paru-paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan
produksi karbondioksida pada sel tubuh. Akibatnya adalah tekanan oksigen arterial menjadi
kurang dari 50 mmHg (hipoksemia) dan tekanan karbondioksida arterial meningkat menjadi
lebih dari 45 mmHg (hiperkapnia). Gagal napas masih merupakan penyebab angka kesakitan
dan kematian yang tinggi di instalasi perawatan intensif walaupun kemajuan teknik
diagnosis dan terapi intervensi telah berkembang pesat. Hal yang membedakan antara gagal
napas akut dengan gagal napas kronis adalah:
a. Gagal napas akut (acute respiratory failure): kegagalan pernapasan/napas terhenti yang
ditunjukkan pada pasien di mana struktur dan fungsi paru- paru pada awalnya bisa saja
dalam keadaan normal sebelum timbulnya penyakit.
b. Gagal napas kronis (chronic repiratory failure): kegagalan pernapasan yang terlihat pada
pasien dengan penyakit paru-paru kronis seperti bronkhitis kronis, emfisema, dan 'black
lung diseases (Coal miner's diseases)
2.3. Patofisiologi
Kegagalan Ventilasi, Gagal napas pada umumnya disebabkan oleh kegagalan ventilasi
yang ditandai dengan terjadinya retensi CO2, disertai dengan penurunan pH yang abnormal,
penurunan PaO2, dengan nilai perbedaan tekanan O2 alveoli-arteri (A-a) DO2 meningkat
atau normal. Kegagalan ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan
ekstrapulmoner dan ketidaksepadanan V/Q yang berat pada kelainan intrapulmoner atau
terjadi kedua-duanya secara bersamaan. Hiperkapnik yang terjadi karena kelainan
ekstrapulmoner disebabkan karena terjadinya penurunan aliran udara antara atmosfir dengan
paru tanpa kelainan pertukaran gas di parenkim paru. Dengan demikian akan didapatkan
peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dan nilai (A-a) DO2, normal. Kegagalan ventilasi pada
penderita penyakit paru terjadi sebagai berikut: sebagian alveoli mengalami penurunan
ventilasi relatif terhadap perfusi, sedangkan sebagian lagi terjadi peningkatan ventilasi relatif
terhadap perfusi. Mula-mula daerah dengan ventilasi rendah dapat dikompensasi dengan
daerah terventilasi tinggi sehingga tidak terjadi peningkatan PaCO 2. Tapi kalau
ketidaksepadanan ventilasi perfusi ini sudah demikian beratnya maka mekanisme
kompensasi tadi gagal sehingga terjadi kegagalan ventilasi yang ditandai oleh peningkatan
PaCO2, penurunan PaO2, dengan peningkatan (A-a) DO2 yang bermakna. Kombinasi dari
kedua keadaan ini dapat terjadi misalnya pada penderita asma atau PPOM yang telah
mengalami kelelahan otot pernapasan, di mana disamping terjadi ketidaksepadanan
ventilasi-perfusi karena kelainan intrapulmoner juga akan terjadi penurunan jumlah aliran
udara antara atmosfir dan paru karena kelelahan otot pernafasan.
Kegagalan Oksigenasi, Pada gagal napas tipe hiposekmik/non hiperkapnia, PaCO 2
adalah normal atau menurun, PaO2 menurun dan disertai dengan peningkatan nilai (A-a)
DO2. Gagal napas tipe ini terjadi pada kelainan pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan
ekstrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia, terutama akibat ketidaksepadanan
ventilasi-perfusi dan pintasan darah kanan-kiri, sedangkan gangguan difusi dapat merupakan
faktor penyerta bukan sebagai faktor yang dominan. Penderita dengan gagal napas tipe
hipoksik dapat dibagi kedalam 3 grup yaitu (1) gangguan pumolner non spesifik akut,
ARDS, (2) penyakit paru spesifik akut, (3) penyakit paru proggresif kronik.
2.4. DIAGNOSIS
Gagal napas akut merupakan suatu keadaan yang betul-betul mengancam jiwa
penderita, diagnosis harus cepat dapat ditegakkan sehingga tindakan dapat segera dilakukan.
Diagnosis dan terapi umumnya dilakukan secara simultan, melibatkan suatu tim yang sudah
terampil di dalam menghadapi kasus demikian.
Pada umumnya diagnosis dibuat berdasarkan pada:
- Riwayat penyakit
- Pemeriksaan fisik
- Analisis gas darah arteri
- Pemeriksaan lainnya seperti: EKG, spirometri.
a. Riwayat Penyakit
Pada umumnya penderita datang dalam keadaan sangat sesak atau malah henti napas
sehingga anamnesis tidak dapat dilakukan. Tanyakan pada keluarga atau mereka yang
mengetahuinya, tentang penyakit-penyakit atau keadaan yang mendasari terjadinya gagal
napas akut seperti penyakit jantung, penyakit paru, pemakaian obat sedatif dan lainnya,
atau riwayat tindakan medik, bedah dan obstetri sebelumnya (pada ARDS).
b. Pemeriksaan Fisik
Penderita umumnya tampak sangat gelisah dan sesak. Kesadaran bervariasi dari
sedikit berubah sampai koma. Pada tipe hiperkapnik, penderita mengalami sakit kepala,
kebingungan, mengantuk, tertidur sampai koma. Kadang- kadang didapatkan gangguan
penglihatan terutama pada asidosis berat, juga dapat terjadi tremor. Pada tipe hipoksik
tampak sianosis di bibir dan jari-jari. Pada sistem pernapasan, biasanya didapatkan
frekuensi napas menurun, normal atau meningkat, pemapasan mungkin sukar atau
tenang, sehingga pola pemapasan perlu diamati dengan baik, misalnya napas cepat dan
dangkal menandakan depresi permapasan, takipnea menunjukkan adanya hipoksemia.
Pada sistem kardiovaskuler biasanya tekanan sedikit meningkat. Pada kasus berat
didapatkan hipotensi, bradikardi yang bervariasi sampai aritmia. Pada pemeriksaan fisik
toraks dicari penyakit-penyakit yang kemungkinan mendasarinya. Adanya murmur, irama
gallop, disertai dengan ronki menunjukkan adanya gagal jantung: bising mengi yang
keras menunjukkan adanya asma berat, ronki basah disertai dengan demam ditemukan
pada kasus infeksi pulmoner. Kalau ada tanda-tanda gangguan neurologis perlu
dipikirkan kemungkinan terjadi stroke, miastenia gravis, atau sindrom Guillain-Barre.
c. Analisis Gas Darah
Arteri Merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan secara pasti diagnosis gagal
napas akut, dilakukan segera setelah penderita diterima. Nilai PaCO2, PaO2, pH dan (A-a)
DO2, ditentukan sebagai dasar penatalaksanaan selanjutnya. Foto Toraks Adanya gagal
jantung, penyakit paru atau pleura seperti infeksi, pneumotoraks dapat dengan mudah
dilihat. Adanya gambaran edema paru apalagi yang homogen menyeluruh mengarah pada
diagnosis ARDS.
d. Pemeriksaan Lainnya
EKG dapat mengkonfirmasikan infark miokard, aritmia jantung atau hipertensi
pulmonal (pada PPOM). Perlu juga diperiksa hemoglobin, leukosit, pemeriksaan faal hati
dan ginjal, dan elektrolit.
2.5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita gagal napas akut bertujuan untuk penyelamatan jiwa penderita
dengan jalan memperbaiki keadaan klinis melalui perbaikan pertukaran gas dan pengobatan
penyakit untuk mengatasi perubahan patofisiologik yang terjadi karena penyakit tersebut."
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Gagal Nafas
Seorang laki-laki berusia 70 tahun bernama Tn. H diantar oleh keluarga ke RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru dengan keluhan sesak nafas. Sebelum masuk RS klien terjatuh di kamar
mandi dan mengalami demam, nafas sesak nafas kemudian dibawa lewat IGD, di IGD klien
diberikan tindakan pasang ETT, periksa darah lengkap, pasang infuse, kemudian dirawat di ICU.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan TD: 147/86 mmHg, HR: 100 x/mnt, MAP: 94, suhu: 36,5 oC,
edema ekstremitas atas dan bawah, capillary refill 2. Dari hasil inspeksi pergerakan dinding dada
tidak simetris, nadi teraba takikardi, PaO2 40 mmHg. GCS7E2V2M3, pasien bernafas dengan
menggunakan otot asesoris pernafasan, pasien tampak sulit berbicara dan pasien tampak gelisah.
Memakai ET no 7,5 dengan ventilator mode CPAP, FiO2: 30 %, nafas mesin:10, nafas klien: 28
x/mnt, SaO2: 96, bunyi ronchi kasar seluruh area paru. Dari hasil laboratorium didapatkan
Darah Urin
Hb : 8,7 gr% PH : 6
Bakteri : positif
PH : 7,36
HCO3 : 24,5
BE : 0,7
BE ecf : - 0,5
AaDO2: 143
SaO2 : 93 %
1. Identitas Klien
Nama : Tn. H
Umur : 70 tahun
Agama : Islam
2. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama: klien tidak sadar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk RS klien terjatuh terpeleset di kamar mandi terus tidak sadar,
setelah beberapa jam klien mengalami demam, nafas sesak kemudian dibawa ke
RSDK lewat IGD. Di IGD diberikan tindakan pasang ET, periksa darah lengkap,
pasang infuse, kemudian dirawat di ICU sampai pengkajian dilakukan
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit jantung sudah 5 tahun, riwayat Parkinson sudah 2 tahun,
riwayat Hemiparese sudah 2 tahun
3. Pengkajian Primer
1. Airway : Jalan nafas secret kental produktif, ada reflek batuk bila
dilakukan isap lendir
4. Pengkajian sekunder
2. Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak icterik, pupil isokor 2 mm,
tidak ada hematom kelopak mata
3. Hidung : Terpasang NGT, ada lendir kental saat dilakukan isap lendir
6. Thorak :
a. Paru
Inspeksi : Pengembangan paru simetris kanan dan kiri
b. Jantung
7. Abdomen
Inspeksi : Datar
Perkusi : Timpani
9. Data Penunjang:
1. Laboratorium:
Darah Urin
Hb : 8,7 gr% PH : 6
Bakteri : positif
PH : 7,36
HCO3 : 24,5
BE : 0,7
BE ecf : - 0,5
AaDO2: 143
SaO2 : 93 %
2. Foto Rontgen
CT Scan
Perdarahan subarachnoid
Subdural higroma region fronto temporal kanan, temporo parietal kiri dan
interhemisfer serebri
Foto Thorak
Terapi
TGL
DP IMPLEMENTASI & RESPON KLIEN EVALUASI TTD
JAM
12/10/ 1 Mencatat karakteristik bunyi nafas 12/10/2020
2020 R: ronchi (+) paru kanan dan kiri jam 07.00 WIB
21.00 Mencatat karakteristik batuk, dan lendir S: -
24.00 R: reflek batuk (+) bila isap lendir, lendir O:
05.00 keluar Ronchi (+)
4.1 Analisa Kesenjangan Teori dan Kasus pada Pasien Gagal Nafas
Gagal nafas merupakan suatu sindroma pada system respirasi yang gagal melakukan
fungsinya yaitu pada salah satu atau kedua mekanisme pertukaran gas, yaitu oksigenasi dan
eliminassi karbondioksida. Didalam kasus tersebut pasien mengalami sesak nafas dan demam
Klasifikasi dari gagal nafas yaitu terdiri dari hipoksemia dan hiperkapnea. Gagal nafas tipe I
dihubungkan dengan defek primer pada oksigenasi sedangkan gagal nafas tipe II dihubungkan
dengan defek primer ventilasi. Manisfestasi gagal nafas hiposemia (Tipe I) ditandai dengan
tekanan oksigenasi akterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg dengan kadar tekanan karbondioksida
arterial (PaCO2) normal atau rendah, sedangkan gagal nafas hiperkapnea (Tipe II) ditandai
dengan PaCO2 lebih tinggi dari 50 mmHg, etiiologi tersering dari tipe II yakni overdosis obat,
penyakit neuromuscular, kelainan dinding dada, serta kelainan saluran nafas. Didalam kasus
tersebut dari hasil inspeksi Tn. H bernafas menggunakan otot asesoris pernafasan, PaO2 40
mmHg, pergerakan dinding dada tidak simetris yang menunjukan bahwa pasien mengalami gagal
nafas
Dari analisa diatas memberikan gambaran bahwa ada beberapa perbedaan yang ada didalam
teori maupun yang terjadi didalam kasus, seperti manifestasi menurut teori bahwa gagal nafas
hiposemia (Tipe I) ditandai dengan tekanan oksigenasi akterial (PaO2) kurang dari 60 mmHg
dengan kadar tekanan karbondioksida arterial (PaCO2) normal atau rendah, sedangkan gagal
nafas hiperkapnea (Tipe II) ditandai dengan PaCO2 lebih tinggi dari 50 mmHg, etiiologi
tersering dari tipe II yakni overdosis obat, penyakit neuromuscular, kelainan dinding dada, serta
kelainan saluran nafas. Dibandingkan dalam kasus pasien hanya mengalami demam, sesak nafas,
pergerakan dinding tidak simetris, nafas wheezing dan pada kasus juga menunjukan bahwa
pasien menglami gagal nafas tipe 1 yang dimana ditunjukan bahwa PaO2 pasien kurang dari 60
mmHg.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Gagal napas terjadi saat tubuh kehilangan kemampuan menyalurkan oksigen dari paru ke
darah dan/ atau mengangkut karbondioksida dari darah. Bila oksigen tidak lagi mampu
diedarkan, fungsi dan kerja sel yang akan menjadi korbannya. Begitu pula bila karbondioksida
tidak lagi mampu diangkut untuk dibuang dari darah.Kegagalan pernapasan merupakan salah
satu indikasi pasien dirawat di ruangan intensive care unit (ICU). Kegagalan pernapasan
merupakan salah satu penyebab meningkatnya mortalitas dan morbiditas. Manajemen gagal
napas memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan cermat, sesuai dengan kondisi klinis pasien
sehingga membutuhkan monitoring ketat. Gagal nafas merupakan suatu sindroma pada system
respirasi yang gagal melakukan fungsinya yaitu pada salah satu atau kedua mekanisme
pertukaran gas, yaitu oksigenasi dan eliminassi karbondioksida.
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, Made. Suastika, Ketut. Gawat Darurat Di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC, 1999.
Karmiza. Muharriza. Huriani, Emil. Posisi Lateral Kiri Ekevasi 30 Derajat Terhadap Nilai Tekan
Parsial Oksigen (PO2) Pada Pasien Dengan Ventilasi Mekanik. Jurnal Ners. Vol. 9 No. 1.
Padang, 2014.
Deliana, et al. Indikasi Perawatan Pasien dengan Masalah Respirasi di Instalasi Perawatan
Intensif. J Respir Indo Vol 33 No 4. Surabaya, 2013.
Hanif. Pujo, Bambang S. Utariani, Arie. Laporan Kasus: Perawatan Gagal Napas Akut Akibat
PneumonitisLupus di Unit Perawatan Intensif Dengan Fasilitas Terbatas. Volume 7 Nomor
1, maret 2020.
Fitri, Riri S. Fauzan, Suhaimi. Budiharto, Ichsan. Pengaruh Open Suction Terhadap Tidal
Volume pada Pasien Yang Menggunakan Ventilator Di Ruang ICU RSUD dr. Soedarso
Pontianak. Tanjung Pura.