Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

HIPERTENSI

Oleh:

Aulia Rahmi 1210312039


Endah Setyaningsih 1210313066
Leo Mahardika 1010312011

Preseptor:

dr. Sayang

KEPANITERAAN KLINIK FOME III


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS AIR TAWAR
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan

telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan prevalensinya

hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.1 Hipertensi

merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan jantung. Selain mengakibatkan

gagal jantung, hipertensi dapat berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit

serebrovaskular. Penyakit ini bertanggung jawab terhadap tingginya biaya

pengobatan dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di

rumah sakit dan / atau penggunaan obat jangka panjang.2

Makin meningkatnya harapan hidup makin kompleks penyakit yang diderita

oleh orang lanjut usia, termasuk lebih sering terserang hipertensi. Hipertensi pada

lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), dan pada

umumnya merupakan hipertensi primer. Adanya hipertensi, baik HST maupun

kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas dan mortalitas

pada pasien usia lanjut.2

Hipertensi pada usia lanjut mempunyai beberapa kekhususan, umumnya

disertai dengan faktor risiko yang lebih berat, sering disertai penyakit-penyakit lain

yang mempengaruhi penanganan seperti dosis obat, pemilihan obat, efek samping

atau komplikasi karena pengobatan lebih sering terjadi, terdapat komplikasi organ

target, kepatuhan berobat yang kurang, sering tidak mencapai target pengobatan dan

2
lain-lain. Kesemua ini menjadikan hipertensi usia lanjut tergolong dalam risiko

kardiovaskular yang tinggi atau sangat tinggi. Oleh karena itu penanganan hipertensi

pada usia lanjut membutuhkan perhatian yang besar.3

Hipertensi khususnya pada usia lanjut sangat sering dijumpai. Dari hasil riset

dasar kesehatan nasional (RISKESDAS) 2007 didapatkan prevalensi hipertensi di

Indonesia sebesar 31,7% yang meningkat semakin banyak, sehingga di atas 55 tahun

melebihi 50%. Data dari negara maju tak jauh berbeda, di Amerika Serikat prevalensi

hipertensi pada usia diatas 65 tahun adalah 72%. Dalam penelitian Framingham, pada

yang mempunyai tekanan darah normal di usia 50 tahun, hampir seluruhnya (90%),

kemudian menjadi hipertensi. Komplikasu hipertensi yang utama adalah penyakit

kardiovaskular, yang dapat berupa penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke,

penyakit ginjal kronik, kerusakan retina mata, maupun penyakit vaskuar perifer.4

Hipertensi atau tekanan darah tinggi masih menjadi masalah pada hampir semua

golongan masyarakat baik di Indonesia maupun diseluruh dunia. Di seluruh dunia ,

peningkatan tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar

12,8% dari total kematian di seluruh dunia. Di Indonesia, prevalensi masyarakat yang

terkena hipertensi berkisar antara 6-15% dari total penduduk.2

Hipertensi merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi kinerja

berbagai organ. Hipertensi juga menjadi suatu factor resiko penting terhadap

terjadinya penyakit seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke.

Apabila tidak ditanggulangi secara tepat, akan terjadi banyak kerusakan organ tubuh.

Hipertensi disebut sebagai silent killer karena dapat menyebabkan kerusakan berbagai

organ tanpa gejala yang khas.1

3
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke dalam

keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut

menjadi “krisis hipertensi” dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Namun,

krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa

penyebab sebelumnya.Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden

krisis hipertensi maupun komplikasi lainnya menjadi kurang dari 1%.5

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Semua definisi hipertensi adalah angka kesepakatan berdasarkan bukti klinis

(evidence based) atau berdasarkan konsensus atau berdasarkan epidemiologi studi

meta analisis. Bila tekanan darah lebih tinggi dari angka normal yang disepakati,

risiko morbiditas dan mortalitas kejadian kardiovaskular akan meningkat. Hipertensi

adalah adanya persistensi tekanan darah di atas atau sama dengan 140/90 mmHg.5

Beberapa pasien hanya meningkat tekanan sistoliknya saja, disebut isolated

systolic hypertension (ISH), atau tekanan diastoliknya saja, disebut isolated diastolic

hypertension (IDH). Ada juga yang disebut white coat hypertension, yaitu tekanan

darah yang meningkat waktu diperiksa di tempat praktek, sedangkan tekanan darah

yang diukur sendiri (home blood pressure measurement/HBPM) ternyata terukur

normal.White coat hypertension dianggap tidak aman.5

Hipertensi persisten (sustained hypertension) adalah hipertensi, baik diukur di

klinik maupun di luar klinik, termasuk di rumah, dan juga selama menjalankan

aktivitas harian yang biasa dilakukan.Walaupun sama-sama meningkat, seringkali

tekanan darah di klinik lebih tinggi daripada di luar klinik.Hipertensi resisten adalah

tekanan darah yang tidak mencapai target normal meskipun sudah mendapat 3 kelas

obat anti hipertensi yang berbeda dan sudah dengan dosis optimal (salah satunya

kelas diuretik).5

5
2.2 Epidemiologi

Hipertensi ditemukan pada semua populasi dengan angka kejadian yang

berbeda-beda, sebab ada faktor-faktor genetik, ras, regional, sosiobudaya yang juga

menyangkut gaya hidup yang juga berbeda. Hipertensi akan makin meningkat

bersama dengan bertambahnya umur.4

Hasil analisa The Third National Health and Nutrition Examination Survey

(NHANES III) blood pressure data, hipertensi dapat dibagi menjadi dua kategori :

26% pada populasi muda (umur ≤50 tahun), terutama pada laki-laki (63%) yang

biasanya didapatkan lebih banyak IDH disbanding ISH dan 74% pada populasi tua

(umur > 50 tahun), utamanya pada wanita (58%) yang biasanya didapatkan lebih

banyak ISH dibanding IDH.4

Hipertensi menyebabkan sekitar 60% dari seluruh kematian dunia. Pada anak-

anak yang tumbuh kembang hipertensi meningkat mengikuti dengan pertumbuhan

badan.Dengan bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga makin meningkat,

sehingga di atas umur 60 tahun prevelansinya mencapai 65,4%. Obesitas, sindroma

metabolic, kenaikan berat badan adalah faktor risiko independen untuk kejadian

hipertensi. Faktor asupan NaCl pada diet juga sangat erat hubungannya dengan

kejadian hipertensi. Mengkonsumsi alcohol, rokok, stress kehidupan sehari-hari,

kurang olah raga juga berperan dalam kontribusi kejadian hipertensi.5

Bila pada anamnesis keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka sebelum

umur 55 tahun risiko menjadi hipertensi diperkirakan sekitar empat kali dibandingkan

dengan anamnesa keluarga yang tidak didapatkan hipertensi. Setelah umur 55 tahun,

6
semua orang akan menjadi hipertensi (90%).Menurut NHANES 1999-2000,

prevelansi tekanan darah tinggi pada populasi dewasa yang berumur di atas 20 tahun

di Amerika Serikat, adalah sebagai berikut: normal 8%, pre hipertensi 31%,

hipertensi 31%.5

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7

Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program

merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan, dan

agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on Prevention,

Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada tabel 1, yang

dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat

Gambar 1 Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,


Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)

2.4 Etiologi

Hipertensi disebut hipertensi primer atau hipertensi esensial bila penyebabnya


tidak diketahui (90%). Ketika tidak ada penyebab yang dapat di identifikasi, sebagian

7
besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetic dan interaksi lingkungan.
Biasanya hipertensi esensial terjadi pada usia antara 25-55 tahun dan jarang pada usia
di bawah 20 tahun. Bila ditemukan penyebabnya, disebut sebagai hipertensi sekunder
(10%). Penyebabnya, antara lain:

a. penyakit: penyakit ginjal kronik, sindroma Cushing, koarktasi aorta,

obstructive sleep apnea, penyakit paratiroid, feokromositoma, aldosteronism

primer, penyakit renovaskular, penyakit tiroid.

b. Obat-obatan, antara lain: prednison, fludrokortison, triamsinolon, estrogen

(biasanya kontrasepsi oral), NSAID, COX-2 inhibitor, dll.

c. Makanan: sodium, etanol, licorice


d. Obat jalanan yang mengandung bahan-bahan berikut: kokain, nicotine

withdrawal, narcotic withdrawal, anabolic steroid, ergot-containing herbal

products, ketamine

2.5 Patofisiologi

Aktivitas angiotensin kedua menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks

adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting

pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus

ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara

meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan

volume dan tekanan darah.4

8
Renin

Angiotensin I

Angiotensin I Converting Enzyme (ACE)

Angiotensin II

↑ Sekresi hormone ADH rasa haus


Stimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal

Urin sedikit → pekat & ↑osmolaritas


↓ Ekskresi NaCl (garam) dengan
mereabsorpsinya di tubulus ginjal

Mengentalkan

↑ Konsentrasi NaCl
di pembuluh darah
Menarik cairan intraseluler → ekstraseluler

Diencerkan dengan ↑ volume


Volume darah ↑ ekstraseluler

↑ Tekanan darah
↑ Volume darah

↑ Tekanan darah

Gambar 2. Patofisiologi hipertensi.3

9
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi

dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiacoutput/CO) dan dukungan dari

arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah

ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi

sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai

dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.4

Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah4

Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output


secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload)
atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat
mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaiutu dengan cara
10
meningkatkan resistensi perifer. Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat

10
menyebabkan hipertensi karena peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah
dan preload, sehingga meningkatkan cardiac output. 4

2.6 Manifestasi Klinis

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala

walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya

berhubungan dengan tekanan darah tinggi. Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang

bisa saja terjadi baik padapenderita hipertensi maupun pada seseorang dengan

tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala

berikut:

 Sakit kepala

 Kelelahan

 Mual-muntah

 Sesak napas

 Gelisah

 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,

mata, jantung, dan ginjal

11
 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan

bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati

hipertensif yang memerlukan penanganan segera

2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Anamnesis yang perlu ditanyakan kepada seorang penderita hipertensi

meliputi:

a. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

b. Indikasi adanya hipertensi sekunder

c. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)

d. Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih hematuri, pemakaian

obat-obatan analgesic dan obat/ bahan lain.

e. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan palpitasi

(feokromositoma).

f. Faktor-faktor resiko (riwayat hipertensi/ kardiovaskular pada pasien

atau keluarga pasien, riwayat hiperlipidemia, riwayat diabetes

mellitus, kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan, insentitas

olahraga)

g. Gejala kerusakan organ

 Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,

transient ischemic attacks, defisit neurologis

12
 Jantung: Palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak di kaki

 Ginjal: Poliuria, nokturia, hematuria

h. Riwayat pengobatan antihipertensi sebelumnya

2. Pemeriksaan Fisik

1. Memeriksa tekanan darah

 Pengukuran rutin di kamar periksa

 Pasien diminta duduk dikursi setelah beristirahat selam 5

menit, kaki di lantai dan lengan setinggi jantung

 Pemilihan manset sesuai ukuran lengan pasien (dewasa:

panjang 12-13, lebar 35 cm)

 Stetoskop diletakkan di tempat yang tepat (fossa cubiti

tepat diatas arteri brachialis)

 Lakukan penngukuran sistolik dan diastolic dengan

menggunakan suara Korotkoff fase I dan V

 Pengukuran dilakukan 2x dengan jarak 1-5 menit, boleh

diulang kalau pemeriksaan pertama dan kedua bedanya

terlalu jauh.

 Pengukuran 24 jam (Ambulatory Blood Pressure Monitoring-

ABPM)

 Hipertensi borderline atau yang bersifat episodic

 Hipertensi office atau white coat

 Hipertensi sekunder

13
 Sebagai pedoman dalam pemilihan jenis obat antihipertensi

 Gejala hipotensi yang berhubungan dengan pengobatan

antihipertensi

 Pengukuran sendiri oleh pasien

2. Evaluasi penyakit penyerta kerusakan organ target serta

kemungkinanhipertensi sekunder

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari:

1. Tes darah rutin (hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit)

2. Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein, glukosa

3. Profil lipid (total kolesterol (kolesterol total serum, HDL serum, LDL

serum, trigliserida serum)

4. Elektrolit (kalium)

5. Fungsi ginjal (Ureum dan kreatinin) Asam urat (serum)

6. Gula darah (sewaktu/ puasa dengan 2 jam PP)

7. Elektrokardiografi (EKG)

8. Beberapa anjurantest lainnya seperti:

9. Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ sasaran seperti adanya

LVH

10. Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin urin

11. Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan femoral)

12. Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal

14
13. Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan pada otak

14. Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata

15. Mikroalbuminuria atau perbandingan albumin/kreatinin urin

16. Foto thorax

2.8 Tatalaksana

Berikut ini merupakan bagan algoritma penanganan hipertensi menurut JNC

VIII:

Gambar 4 Alur penatalaksanaan hipertensi berdasarkan JNC VIII10

15
Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan

darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam menurunkan risiko

permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa

faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola hidup sehat merupakan

tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila

setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang

diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat

dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :

Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak

asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan manfaat yang lebih selain

penurunan tekanan darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.

Mengurangi asupan garam. Di negara kita, makanan tinggi garam dan lemak

merupakan makanan tradisional pada kebanyakan daerah. Tidak jarang pula pasien

tidak menyadari kandungan garam pada makanan cepat saji, makanan kaleng, daging

olahan dan sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga bermanfaat untuk

mengurangi dosis obat antihipertensi pada pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan

untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari

Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60 menit/ hari,

minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien

yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya harus tetap

dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau menaiki tangga dalam

aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.

16
Mengurangi konsumsi alcohol. Walaupun konsumsi alcohol belum menjadi pola

hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi alcohol semakin hari semakin

meningkat seiring dengan perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota

besar. Konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per hari

pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi atau

menghentikan konsumsi alcohol sangat membantu dalam penurunan tekanan darah.

Berhenti merokok. Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek

langsung dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu

faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk

berhenti merokok.11

Berikut merupakan strategi terapi dan obat berdasarkan JNC VIII:

Gambar 5 Strategi terapi farmakologi berdasarkan JNC VIII10

17
Gambar 6 Obat yang digunakan sebagai terapi hipertensi berdasarkan JNC VIII10

Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien

hipertensi adalah:

 CCB dan BB

18
 CCB dan ACEI atau ARB

 CCB dan diuretika

 AB dan BB

 Kadang diperlukan 3 atau 4 kombinasi obat

Diuretika

Angiotensin II
Β Blocker Receptor
Blocker

α Blocker Calcium
Channel Blocker

Angiotensin
Converting
Enzyme Inhibitor

Gambar 7 Kemungkinan Kombinasi obat antihipertensi11

2.9 Komplikasi

2.9.1 Jantung

Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian


pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan

19
struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri disfungsi diastolik,
dan gagal jantung. 8

2.9.2 Otak

Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan


hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena
hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan
peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan pada
hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke hemorgik. 8

2.9.3 Ginjal

Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi


pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus
130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria. 8

2.11Prognosis

Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum yang akan

berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan target organ

(TOD). Berawal dari tekanan darah 115/75 mmHg, setiap kenaikan sistolik/diastolik

21/10 mmHg risiko morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular akan

meningkat dua kali lipat. Hipertensi yang tidak diobati meningkatkan: 35% semua

kematian kardiovaskular, 50% kematian stroke, 25% kematian PJK, 50% penyakit

jantung kongestif, 25% semua kematian prematur (mati muda), serta menjadi

penyebab tersering untuk terjadinya penyakit ginjal kronis dan penyebab gagal ginjal

terminal.8

20
Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi akan diikuti penurunan

insiden strok 35% sampai 40%; infark miokard 20% sampai 25%; dan lebih dari 50%

gagal jantung. Diperkirakan penderita dengan hipertensi stadium 1 (TDS, 140-159

mmHg dan/atau TDD, 90-99 mmHg) dengan faktor risiko kardiovaskular tambahan,

bila berhasil mencapai penurunan TDS sebesar 12 mmHg yang dapat bertahan selama

10 tahun, maka akan mencegah satu kematian dari setiap 11 penderita yang telah

diobati. Namun, belum ada studi terhadap hasil terapi pada penderita pre hipertensi

(120-139/80-89 mmHg). Meskipun diketahui bahwa dari studi TROPHY pemberian

terapi pada prehipertensi dapat menurunkan terjadinya hipertensi sesungguhnya,

walaupun obat telah dihentikan selama satu tahun.11

21
BAB III

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK FOME III
STATUS PASIEN

1. Identitas Pasien
a. Nama/Kelamin/Umur : Ny.T / Perempuan/ 50 tahun
b. Pekerjaan/pendidikan : Ibu Rumah Tangga
c. Alamat : Jalan Hamka, Padang

2. Latar Belakang sosial-ekonomi-demografi-lingkungan keluarga


a. Status Perkawinan : Menikah
b. Jumlah Anak : 4 orang
c. Status Ekonomi Keluarga : Cukup, penghasilan keluarga Rp 2.500.000
d. KB : Tidak ada
e. Kondisi Rumah :
- Rumah permanen, perkarangan cukup luas, luas bangunan 80 m2
- Listrik ada
- Sumber air: air sumur
- Jamban ada 1 buah, di dalam rumah
- Sampah di angkut petugas
- Jumlah penghuni 6 orang, pasien, suami, 4 orang anak
- Kesan : higiene dan sanitasi baik
f. Kondisi Lingkungan Keluarga
- Pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat penduduk

22
3. Aspek Psikologis di keluarga
- Pasien tinggal bersama suami dan 4 orang anaknya
- Hubungan dengan keluarga baik
- Faktor stress dalam keluarga (-)

4. Keluhan Utama
Nyeri kepala dan tengkuk yang semakin meningkat sejak 2 minggu
yang lalu.

5. Riwayat Penyakit Sekarang


 Nyeri kepala dan tengkuk yang semakin meningkat sejak 2 minggu
yang lalu, terutama malam hari sehingga pasien sulit untuk tidur,
pasien baru bisa tertidur sekitar pukul 00.00 WIB. Pasien sudah sering
mengeluhkan hal ini sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Nyeri
kepala dirasakan di bagian depan dan atas kepala, tidak terasa terikat,
tidak disertai mual, muntah, atau pandangan silau
 Jantung berdebar-debar (+) tidak terus menerus
 Sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), bengkak di kaki (-)
 Pandangan mata kabur (-)
 Mudah lelah (-)
 BAK jumlah dan warna biasa
 BAB tidak ada keluhan
 Riwayat makan makanan yang banyak mengandung garam dan lemak
ada
 Riwayat kebiasaan merokok tidak ada
 Riwayat kebiasaan berolah raga tidak ada
 Riwayat pengobatan sebelumnya untuk keluhan yang sama tidak ada

6. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga


- Riwayat hipertensi, DM, dislipidemia, dan PJK tidak ada

23
- Riwayat keluarga dengan hipertensi, DM, dislipidemia, dan PJK
disangkal
7. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : CMC
Nadi : 84x/ menit
Nafas : 22x/menit
TD : 150/90 mmHg
Suhu : 36,80 C
BB : 69 Kg
TB : 154 cm
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Kulit : Turgor kulit baik

Dada

Paru Inspeksi : simetris ki=ka

Palpasi : fremitus ki=ka

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, wheezing (-), ronkhi (-)

Jantung Inspeksi : iktus tidak terlihat

Palpasi : iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V

Kanan: LSD

Atas : RIC II

Auskultasi : bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

24
Abdomen Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit
Palpasi : Hati dan lien tidak teraba, Nyeri Tekan ( - )
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) N
Anggota gerak : Reflex fisiologis ++/++, reflex patologis -/-, Oedem
tungkai -/-

8. Pemeriksaan Penunjang : -

9. Diagnosis Kerja
Hipertensi Grade I ec Essensial

10. Diagnosis Banding : -

11. Manajemen
a. Preventif :
- Menghindari makan makanan yang banyak mengandung garam dan
lemak
- Olahraga teratur
- Jangan merokok
- Hindari meminum minuman beralkohol
- Hindari stress
- Istirahat yang cukup
b. Promotif :
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya tidak dapat
disembuhkan, akan tetapi dapat dikontrol dengan membiasakan
dengan pola hidup sehat dan rutin mengkonsumsi obat
- Mengurangi konsumsi garam dan meningkatkan konsumsi buah dan
sayur.

25
c. Kuratif :

- Amlodipin 1 x 5 mg ( Malam)

d. Rehabilitatif :
- Kontrol teratur ke Puskesmas setiap 2 minggu sekali, untuk

mengecek tekanan darah apakah terkontrol dengan obat yang

diberi atau tidak

- Edukasi mengenai:

 Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat

dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat

memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan

darah, seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.

 Mengurangi asupan garam termasuk kandungan garam pada

makanan cepat saji, makanan kaleng, daging olahan dan

sebagainya. Tidak jarang, diet rendah garam ini juga

bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada

pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam

tidak melebihi 2 gr/ hari

 Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak

30 – 60 menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu.

26
Dinas Kesehatan Kodya Padang

Puskesmas Air Tawar

Dokter : Leo

Tanggal : 19 Januari 2018

R/ Amlodipin tab 10 mg No. VIII

S1 dd tab ½ (Malam) £

R/ Diazepam tab 2 mg No. III

S1 dd tab 1 (malam) £

R/ Ibuprofen 400 mg tab No. X

S2 dd tab 1 £

Pro : Ny. T

Umur : 50 tahun

Alamat : Jalan Hamka, Padang.

27
BAB IV
DISKUSI

Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke Puskesmas Air Tawar dengan

keluhan utama nyeri kepala dan tengkuk yang semakin meningkat sejak 2 minggu

yang lalu. Nyeri kepala dan tengkuk sudah dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang

lalu. Nyeri kepala merupakan keluhan tersering pasien yang datang ke praktik

layanan kesehatan yang merupakan keluhan dari berbagai macam penyakit dasar.

Menurut International Headache Society, nyeri kepala diklasifikasikan menjadi 2,

yaitu nyeri kepala primer (seperti: tension-type, migraine, dan cluster) dan nyeri

kepala sekunder yang disebabkan oleh gangguan eksogen. Dalam mendiagnosis suatu

penyakit dari keluhan utama, perlu mengeksplor secara mendalam dari anamnesis dan

pemeriksaan fisik, serta apabila diperlukan, pemeriksaan penunjang. Pada pasien

didapatkan nyeri kepala disertai tengkuk, pada nyeri kepala primer, terutama tension-

type, dapat ditemukan keluhan seperti ini, namun, berdasarkan kriteria diagnosisnya

tidak memenuhi. Keluhan lain yaitu jantung berdebar-debar, pasien mengatakan

bahwa keluhan ini tidak berlangsung terus menerus. Berdasarkan riwayat penyakit

dahulu dan keluarga, riwayat hipertensi, DM, PJK, dan dislipidemia disangkal.

Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan tekanan darah 2 kali pengukuran

yaitu 150/90 mmHg dan nadi 84x/menit, pemeriksaan lainnya dalam batas normal.

BMI pasien yaitu 29 kg/m2. Berdasarkan temuan tersebut, tekanan darah pasien

meningkat, namun menurut keluhan pasien yaitu jantung berdebar-debar, pada saat

28
pemeriksaan nadi pasien dalam batas normal. Berdasarkan kriteria diagnosis

hipertensi menurut JNC VII, pasien didiagnosis dengan hipertensi stage I. Saat ini,

telah dikeluarkan panduan terbaru dari American Heart Association dan American

Stroke Association mengenai Guideline for The Prevention, Detection, Evaluation

and Management of High Blood Pressure in Adults 2017, yang menyebutkan kriteria

untuk hipertensi stage 1, yaitu apabila sistolik 130-139 mmHg atau diastolic 80-89

mmHg. Penatalaksanaan berdasarkan panduan terbaru tersebut yaitu, dilakukannya

penilaian terhadap 10-year risk for heart disease and stroke dengan menggunakan

atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD) risk calculator, dengan interpretasi

sebagai berikut:

 Jika risiko < 10%, mulai dengan rekomendasi perubahan gaya hidup dan nilai

ulang dalam 3 – 6 bulan

 Jika risiko > 10% atau pasien dikenal dengan penyakit kardiovaskular, DM,

atau PGK, direkomendasikan perubahan gaya hidup dan dengan obat

antihipertensi; nilai ulang dalam 1 bulan

o Jika target tercapai dalam 1 bulan, nilai ulang 3-6 bulan

o Jika target tidak tercapai dalam 1 bulan, pertimbangkan obat lain atau

lakukan titrasi pada obat tersebut

o Lanjutkan follow up perbulan hingga target tercapai.

Namun panduan ini belum dipakai dalam praktik layanan primer. Saat ini panduan

untuk penatalaksanaan hipertensi masih berdasarkan panduan dari PMK.

29
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, dapat dijelaskan

bahwa nyeri kepala dan tengkuk pada pasien disebabkan oleh peningkatan tekanan

darah. Mekanisme dasar terjadinya nyeri kepala dan tengkuk pada hipertensi tidak

diketahui. Dua aspek hipertensi yang terlihat berhubungan dengan nyeri kepala yaitu:

hipertensi dengan TD > 180/110 dan terjadinya peningkatan yang tiba-tiba. Selain itu,

hipertensi merupakan etiologi tersering dari nyeri kepala sekunder akibat kelaiann

sistemik selain demam dan sinusitis. Nyeri kepala dan tengkuk termasuk ke dalam

distribusi persarafan NV-1. Pada manusia, serabut nyeri dan suhu dari NV-1 memiliki

daerah dermatom untuk bagian frontal dan tengkuk.

Hipertensi menurut klasifikasinya dibedakan menjadi hipertensi esensial dan

sekunder. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan gejala

dan tanda untuk hipertensi sekunder, yangmana hipertensi esensial memang memiliki

data epidemiologi yang tinggi yaitu 90%. Pasien yang telah didiagnosis dengan

hipertensi, perlu dilakukan tatalaksana sesuai dengan panduan yang berlaku.

Berdasarkan PMK No 5 Tentang Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasyankes Primer,

penatalaksanaan dimulai dengan modofikasi gaya hidup, aktivitas fisik, dan

farmakologi. Pemberian obat antihipertensi merupakan pengobatan jangka panjang.

Kontrol pengobatan dilakukan setiap 2 minggu atau 1 bulan untuk mengoptimalkan

hasil pengobatan. Pada pasien diberikan obat antihipertensi golongan calcium

channel blocker, yaitu amlodipin. Hal ini sesuai dengan PMK No 5 dan juga panduan

terbaru dari JNC VIII. Panduan dari JNC VIII menyebutkan dewasa yang berusia

diatas 18 tahun dengan hipertensi, penatalaksanaannya dengan modifikasi gaya hidup,

30
lalu tentukan nilai target tekanan darah pada pasien tersebut berdasarkan usia dan ada

atau tidaknya DM dan PGK. Pada pasien, pengobatan dapat dimulai dengan golongan

thiazide, ACEI, ARB, atau CCB, tunggal ataupun kombinasi berdasarkan strategi

yang dipilih (A,B, atau C). Amlodipin merupakan golongan CCB dihydropyridines,

dosis awal yaitu 5-10 mg. Obat-obatan golongan CCB bekerja dengan cara

menghambat influks transmembran ion Ca pada miokard dan otot polos vaskuler

sehingga akan menyebabkan dilatasi. Apabila tekanan darah sudah mencapai target,

terapi dan monitoring dilanjutkan, namun bila belum mencapai target, titrasi obat

sampai dosis maksimum atau pertimbangkan untuk menambahkan golongan obat lain

(ACE, ARB, atau thiazide).

31
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO) / International Society of Hypertension Statement


on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992
2. Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of
Hypertension In The United States, 1998 – 2000. JAMA2003;290:199-206
3. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture Note: kardiologi. Edisi ke-
4. Jakarta: Erlangga; 2003.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.2009
5. WHO. Raised Blood Pressure.
http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/.
Accessed 21 Januari 2018
6. Nafrialdi. Antihipertensi. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: FKUI; 2007.p.
341-60. Ganiswarna, S. G. (2003). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI.
7. The Seventh Repot of the Joint national Comitte on Prevention, detection, evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure. 2004
8. Yogiantoro M. Hipertensi Esensial. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiatii S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.p. 1079-85
9. Ringkasan Eksekutif Penanggulangan Hipertensi. Perhimpunan Hipertensi Indonesia.
Jakarta;2007.
10. James PA et al. Evidence based guideline for management of high blood prpessure in
adults: JNC 8. JAMA. 2014; 311(5):507-20
11. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pendoman Tatalaksana
Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. PERKI. 2015

32

Anda mungkin juga menyukai