Anda di halaman 1dari 26

Meet The Expert

Trauma Palpebra

Oleh :
Diflayzer 1210313028
Putri Juita Khairatih 1210313052

Expert :
dr. Hendriati, Sp.M(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah SWT karena berkat karunia-Nya

lah penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Trauma palpebra. Salawat

beriring salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,

sahabat, dan pengikutnya.

Terima kasih kepada dr. Havriza Vitresia, Sp.M(K) sebagai preseptor yang

telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga karya tulis ini dapat

dirampungkan penulisannya. Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada dr.

Hendriati, Sp. M (K) sebagai expert. Kepada para residen, rasa terima kasih sebesar-

besarnya disampaikan atas bimbingannya selama mengikuti kepaniteraan klinik pada

bagian Mata RSUP Dr. M. Djamil ini, serta rekan-rekan dokter muda mata, rasa terima

kasih penulis berikan atas masukan dan sarannya dalam penulisan karya tulis ini.

Penulis menyadari karya tulis ini masih jauh dari sempurna, mengingat

keterbatasan kemampuan penulis. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari semua pihak

sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan karya tulis ini. Mudah-mudahan karya

tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi penulis yang masih

dalam proses pembelajaran.

Padang, Juli 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ................................................................................................ i

Daftar Isi ......................................................................................................... ii

Bab I. Pendahuluan ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Batasan Masalah ............................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................... 2

1.4 Metoda Penulisan .............................................................................. 2

Bab II. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 3

2.1. Anatomi dan Fisiologi Palpebra dan Aparatus Lakrimalis ................ 3

2.2. Epidemiologi ..................................................................................... 7

2.3. Klasifikasi dan etilogi Trauma palpebra ............................................ 7

2.4. Diagnosis .......................................................................................... 9

2.5. Tatalaksana ........................................................................................ 11

2.6. Prognosis ............................................................................................ 22

Daftar Pustaka ................................................................................................. 23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pada masa ini di mana lalu lintas dan industrilisasi sangat padat, insidens

trauma juga mengalami peningkatan secara signifikan. Sama seperti bagian tubuh

yang lain, mata juga juga sering mengalami trauma. Secara anatomi mata dilindungi

oleh kelopak mata, dibatasi di dalam rongga orbita, hidung, dan lapisan lemak dari

belakang, sehingga bila terjadi trauma pada mata, bagian tersebutlah yang akan

terkena terlebih dahulu.1

Trauma okuli merupakan penyebab utama kebutaan unilateral pada anak-

anak dan dewasa muda, orang-orang pada kelompok umur ini umumnya mengalami

trauma okuli berat. Dewasa muda, khususnya laki-laki adalah korban yang paling

sering mengalami trauma okuli penetrans. Kecelakaan di rumah, kekerasan, trauma

terkait olahraga, dan kecelakaan kendaraan bermotor adalah kondisi-kondisi di

mana trauma okuli sering terjadi. Berbagai trauma okuli dapat menyebabkan

berbagai perlukaan pada palpebra, bola mata, dan jaringan lunak orbita.2

Berbagai mekanisme trauma tumpul atau trauma penetrasi pada wajah

dapat menyebabkan laserasi pada palpebra. Benda-benda tumpul yang tampaknya

tidak berbahaya di tempat kerja dapat menyebabkan laserasi palpebra bahkan pada

pekerja yang berpengalaman.3

1
1.2. Batasan masalah

Karya tulis ini membahas tentang Anatomi dan fisiologi kelopak mata dan

aparatus lakrimal, epidemiologi, Klasifikasi dan etiologi trauma, manifestasi klinis,

diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis trauma palpebra

1.3. Tujuan Penulisan

Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui Anatomi dan fisiologi kelopak

mata dan aparatus lakrimal, epidemiologi, Klasifikasi dan etiologi trauma,

manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis trauma

palpebra

1.4. Metoda penulisan

Karya tulis ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai kepustakaan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Palpebra dan Aparatus Lacrimalis

2.1.1 Anatomi Palpebra

Struktur mata yang berfungsi sebagai proteksi lini pertama adalah palpebra. Palpebra

adalah lipatan tipis yang terdiri atas kulit, otot, dan jaringan fibrosa yang berfungsi sebagai

pelindung struktur mata. Pada palpebra terdapat rambut halus yang hanya tak dengan

pembesaran. Didaerah kulit terdapat jaringan areolar longgar yang bisa mengembang pada

edema masif. Pembukaan dan penutupan palpebra diperantarai oleh muskulus orbikularis okuli

dan muskulus levator palpebra. Muskulus orbikularis okuli pada kelopak mata atas dan bawah

mampu mempertemukan kedua kelopak mata secara tepat pada saat menutup mata. Pada saat

membuka mata, terjadi relaksasi dari muskulus orbikularis okuli dan kontraksi dari muskulus

levator palpebra di palpebra superior.

Otot polos pada palpebra superior atau muskulus palpebra superior (Mller muscle)

juga berfungsi dalam memperlebar pembukaan dari kelopak tersebut. Sedangkan, palpebra

inferior tidak memiliki muskulus levator sehingga muskulus yang ada hanya berfungsi secara

aktif ketika memandang. Selanjutnya adalah lapisan superfisial dari palpebra yang terdiri dari

kulit, kelenjar Moll dan Zeis, muskulus orbikularis okuli dan levator palpebra. Lapisan dalam

terdiri dari lapisan tarsal, muskulus tarsalis, konjungtiva palpebralis dan kelenjar meibom.4

3
Gambar 2.1. Potongan Sagital Palpebra Superior

Fisiologi Mengedip

A. Refleks Mengedip

Banyak sekali ilmuan mengemukakan teori mengenai mekanisme refleks kedip

seperti adanya pacemaker atau pusat kedip yang diregulasi globus palidus atau adanya

hubungan dengan sirkuit dopamin di hipotalamus. Refleks kedip mata dapat disebabkan

oleh hampir semua stimulus perifer, namun dua refleks fungsional yang signifikan

adalah :

(1) Stimulasi terhadap nervus trigeminus di kornea, palpebra dan konjungtiva yang

disebut refleks kedip sensoris atau refleks kornea. Refleks ini berlangsung cepat

yaitu 0,1 detik.

(2) Stimulus yang berupa cahaya yang menyilaukan yang disebut refleks kedip optikus.

Refleks ini lebih lambat dibandingkan refleks kornea.

B. Ritme Normal Kedipan Mata

Pada keadaan terbangun, mata mengedip secara reguler dengan interval dua

sampai sepuluh detik dengan lama kedip selama 0,3-0,4 detik. Hal ini merupakan
4
suatu mekanisme untuk mempertahankan kontinuitas film prekorneal dengan cara

menyebabkan sekresi air mata ke kornea. Selain itu, mengedip dapat membersihkan

debris dari permukaan okuler. Sebagai tambahan, mengedip dapat mendistribusikan

musin yang dihasilkan sel goblet dan meningkatkan ketebalan lapisan lipid

Frekuensi mengedip berhubungan dengan status mental dan juga diregulasi

oleh proses kognitif. Kara Wallace (2006) pada Biennial International Conference on

Infant Studies XVth di Jepang (Abelson, 2007) menyatakan bahwa berbicara,

menghapal, dan perhitungan mental (mental arithmatic) dihubungkan dengan

peningkatan frekuensi mengedip. Sedangkan melamun, mengarahkan perhatian dan

mencari sumber stimulus diasosiasikan dengan penurunan frekuensi mengedip mata.

Namun, kedipan mata dapat bervariasi pada setiap aktivitas seperti membaca,

menggunakan komputer, menonton televisi, mengendarai alat transportasi, dan

memandang.5

2.1.2 Anatomi Apratus Lakrimalis

Aparatus lakrimalis dibagi menjadi dua bagian yaitu sistem sekresi dan sistem ekskresi

air mata.

Gambar 2.2. Anatomi Sistem Lakrimalis

5
Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai unsur pembentuk

cairan air mata yang disebarkan diatas permukaan mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus

lacrimal, dan ductus nasolacrimal merupakan komponen ekskresi yang mengalirkan sekret ke

dalam hidung.

Sistem Sekresi Air Mata

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Volume terbesar air mata

dihasilkan oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran temporal

di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak didalam palpebra

superior. Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita

yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap lobus memiliki saluran

pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai dua belas duktus yang bermuara di

forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik

dan menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).

Persarafan pada kelenjar utama berasal nukleus lakrimalis pons melalui nervus

intermedius dan menempuh jalur kompleks dari cabang maksilaris nervus trigeminus. Kelenjar

lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa utama, mempunya peranan

penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama yang menghasilkan

cairan serosa namun tidak memiliki sistem saluran. Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam

konjungtiva, terutama forniks superior.4

Sistem Ekskresi Air Mata

Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus

nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting mulai di lateral,

menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke dalam sistem

6
ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali mengedip, muskulus orbicularis okuli akan

menekan ampula sehingga memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air

mata dihasilkan sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit

yang sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan masuk ke

punkta sebagian karena hisapan kapiler.4

2.2 Epidemiologi

Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per 100.000 populasi

seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada kelompok dewasa rata-rata di sekitaran usia

30-an tahun, remaja < 20 tahun dan orang tua usia >70. Studi lainnya menyebutkan angka

kejadian trauma tembus berkisar 3.1 dari 100.000 orang. 70-80 % terjadi pada kaum pria,

kecuali pada lansia dan bayi. Bisa dikatakan perbandingannya 3:1 antara pria dengan wanita,

ini dikarenakan laki-laki lebih sering berhadapan dengan aktivitas beresiko terhadap paparan

trauma okular. Kecenderungan pada anak-anak terutama yang tumbuh dalam keluarga miskin

atau pendidikan rendah atau pengawasan yang buruk lebih sering terpapar dengan trauma. Dari

penelitian yang dilakukan oleh oleh Daza A.B Larque,dkk pada 92 pasien rawatan open globe

trauma (trauma terbuka) di Hospital de Poniente sebanyak 72% trauma intraokular ini

disebabkan oleh trauma tembus.6

2.3 Klasifikasi dan etilogi Trauma palpebra

Trauma palpebra dapat diklasifikasi menjadi trauma Tumpul (Blunt Trauma), trauma

penetrasi (Penetrating Trauma), Trauma akibat gigitan hewan dan manusia dan Luka Bakar.

Trauma penetrasi dapat dibagi lagi berdasarkan laserasi yang tidak mengenai tepi kelopak

mata, laserasi yang mengenai tepi kelopak mata dan trauma yang mengenai jaringan lunak

kantus mata.7

7
Kelainan mata akibat trauma tumpul seperti terkena tinju, bola, gabus sampanye,

batu, jatuh pada posisi mata, atau tanduk sapi sangat umum. Kerusakan pada bola mata yang

bermakna terjadi akibat diameter dari objek tumpul lebih kecil dari pada diameter struktur

tulang pada orbit bola mata. Perubahan pada bola mata dapat menyebabkan tarikan pada

struktur intraokular sehingga dapat menjadi robek. Sering akan ada perdarahan di ruang

anterior, yang pada awalnya akan menyulitkan pemeriksa mengevaluasi struktur intraokular

posterior.6

Trauma robek dan remuk dapat terjadi akibat gigitan manusia atau anjing. Laserasi

yang melibatkan separuh dan seluruh ketebalan kelopak mata, luka avulsi kantus mata, dan

laserasi kanalikulus sering terjadi. Trauma pada wajah dan intrakranial mungkin terjadi

,terutama pada bayi, karena gigitan menghasilakn ratusan pon kekuatan per inci persegi. irigasi

dan perbaikan luka segera harus dilakukan, dan protokol tetanus dan rabies harus di observsi.

antibiotik sistemik direkomendasikan.7

Luka bakar kelopak mata jarang terjadi dan umumnya terlihat pada pasien yang

mengalami luka bakar yang signifikan di area tubuh yang luas. Seringkali, pasien ini bersifat

setengah sadar atau dalam keadaan sedasi dan memerlukan perlindungan permukaan okular

untuk mencegah terpapar kornea, ulserasi, dan infeksi. obat tetes antibiotik dan salep,

kelembaban, dan evaluasi yang sering pada kedua bola dan kelopak mata adalah bagian dari

perawatan awal pasien ini.7

Setelah perubahan sikatrik dimulai di kelopak mata, kemunduran status okular

pasien yang tak henti-hentinya dan cepat sering terjadi akibat retraksi sikatrik kelopak mata,

lagofthalmos, dan paparan kornea. Di masa lalu, pencangkokan kulit biasanya tertunda sampai

perubahan sikatrikial stabil, namun penggunaan dini cangkokan kulit penuh, membran amnion,

dan berbagai jenis flaps dapat secara efektif mengurangi morbiditas okular pada pasien.7

8
2.4 Diagnosis

2.4.1 Anamnesis

Riwayat penyakit yang harus termasuk di dalamnya yaitu fungsi penglihatan dan

mekanisme trauma. Penting untuk diperhatikan apakah hilangnya fungsi penglihatan terjadi

secara progresif atau tiba-tiba. Benda asing intraocular harus dicurigai jika ada riwayat

menempa, menggerinda, atau ledakan, dan pemeriksaan radiologis yang sesuai harus

dilakukan. Trauma pada anak dengan riwayat yang tidak sesuai dengan jenis perlukaan

mendukung kecurigaan terhadap tindak kekerasan pada anak.2

2.4.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisis dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman penglihatan. Jika

hilangnya penglihatan sangat berat, maka diperiksa light projection, diskriminasi dua titik, dan

adanya defek aferen pupil. Pemeriksaan motilitas ocular dan sensasi kulit periorbital, dan

palpasi untuk melihat defek pada sekeliling tulang orbita. Adanya enophthalmus dapat

diperiksa dengan melihat profil cornea dari atas suprasilia. Jika slit lamp tidak tersedia di ruang

gawat darurat, penlight, loupe, atau direct ophthalmoscope yang diatur pada +10 (black

numbers) dapat digunakan untuk memeriksa perlukaan lainnya pada permukaan tarsus

palpebra dan segmen anterior.2

Permukaan cornea diperiksa untuk melihat adanya benda asing, luka, dan abrasi.

Konjunctiva bulbaris diinspeksi untuk melihat adanya perdarahan, benda asing, atau laserasi.

Kedalaman dan kejelasan bilik mata depan juga harus diperhatikan. Ukuran, bentuk, dan reflex

cahaya pupil harus dibandingkan antara kiri dan kanan untuk memastikan jika defek aferen

pupil ada pada mata yang mengalami trauma. Bola mata yang lunak, penglihatan hanya dapat

melihat pergerakan tangan (atau lebih buruk), defek aferen pupil, atau perdarahan vitreus

9
mengindikasikan adanya ruptur bola mata. Jika bola mata tidak rusak, palpebra, konjunctiva

palpebralis, dan fornix dapat diperiksa lebih mendalam, termasuk inspeksi dengan eversi

palpebra superior. Oftalmoskopi direk dan indirek digunakan untuk melihat lensa, vitreus, papil

N.II, dan retina. Dokumentasi pemeriksaan berguna untuk tujuan medikolegal pada semua

kasus trauma eksternal. Pada semua kasus trauma okuli, mata yang tidak terluka juga diperiksa

dengan cermat,2

Trauma palpebra dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma penetrasi. Aturan

utama dalam manajemen trauma palpebra yaitu sebagai berikut.7

Anamnesis yang lengkap

Pencatatan fungsi penglihatan tiap mata

Evaluasi menyeluruh pada bola mata dan orbita

Melakukan pemeriksaan radiologis yang sesuai

Memiliki pengetahuan rinci tentang anatomi palpebra dan orbita

Memastikan perbaikan primer terbaik yang paling mungkin dilakukan

Trauma Tumpul

Ecchymosis dan edema merupakan tanda klinis tersering pada trauma tumpul. Trauma

intraocular harus dievalusi pada pasien melalui pemeriksaan biomikroskopis dan pemeriksaan

fundus. Computed tomography, baik potongan aksial maupun koronal mungkin diperlukan

untuk menilai apakah terdapat fraktur orbita.7

Trauma Penetrasi

Laserasi tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis

10
Laserasi palpebra superficialis hanya melibatkan kulit dan muskulus orbicularis oculi.

Adanya lemak orbita pada luka berarti septum orbita telah terganggu. Benda asing superficial

atau profunda harus dicari dengan teliti sebelum laserasi palpebra yang lebih dalam diperbaiki.7

Laserasi dengan Keterlibatan Margo Palpebralis

Palpebra yang memiliki banyak vaskularisasi dan textur jaringan yang longgar

menyebabkan perdarahan sedalam-dalamnya ketika mengalami trauma. Tusukan, terpotong,

atau avulsi seluruh palpebra akibat benda tumpul seringnya melibatkan semua lapisan.6

Trauma dengan Keterlibatan Jaringan Lunak Canthus

Trauma pada canthus medialis atau lateralis biasanya merupakan hasil traksi horizontal

palpebra, yang menyebabkan avulsi palpebra pada titik terlemahnya, tendon canthus medialis

atau lateralis. Anamnesis yang cermat pada riwayat penyakit pasien seringnya mengonfirmasi

bahwa objek atau jari bertautan dengan jaringan lunak palpebra pada bagian tengah palpebra,

dilanjutkan dengan traksi horizontal pada palpebra. Oleh karena itu, laserasi daerah canthus

medialis memerlukan evaluasi terhadap drainase apparatus lacrimalis, yang seringnya

menyebabkan avulsi. Keterlibatan canaliculus biasanya dikonfirmasi dengan inspeksi dan

penyelidikan yang hati-hati. Pemeriksa dapat menilai integritas dan tendon canthus medialis

atau lateralis dengan memegang setiap palpebra dengan toothed forceps dan menjauhkannya

dari luka sementara mempalpasi insersio tendon. Bahkan trauma canthus medialis yang ringan

dapat menyebabkan laserasi canaliculus.7

2.5 Tatalaksana

Pengetahuan yang rinci mengenai anatomi palpebra membantu dokter dalam

memperbaiki trauma penetrasi palpebra dan seringnya mengurangi perlunya perbaikan

sekunder. Secara umum, penanganan laserasi palpebra tergantung pada kedalaman dan lokasi

trauma.7
11
Untuk penanganan segera pada trauma mata, bila jelas terjadi ruptur bola mata,

manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai perbaikan secara bedah dalam kondisi steril

dapat dilakukan; biasanya dengan anastesi umum. obat sikloplegik atau antibiotik topikal tidak

boleh diberikan sebelum pembedahan karena potensi toksisitas pada jaringan intraokular yang

terpajan. pakailah pelindung Fox ( atau sepertiga bagian bawah gelas kertas) pada mata, dan

mulailah pemberian antibiotik sistemik spektrum luas (mis., ciprofloxacin oral, 500 mg dua

kali sehari). analgetik, antiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan. induksi

anastesia umum tidak boleh menggunakan obat-obatan penghambat depolarisasi

neuromuskular karena obat-obatan ini dapat meningkatkan tekanan di dalam bola mata secara

transien sehingga meningkatkan kecendrungan herniasi isi intraokular. anak kecil sebaiknya

sejak awal diperiksa dengan bantuan anastetik umum yang bekerja singkat.

Pada cedera berat, orang yang bukan ahli oftalmologi harus selalu mengingat

kemungkinan timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu

berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Perlu menjadi perhatian bahwa, anastetik

topikal, zat warna, dan obat lain yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.2

Trauma pada kelopak mata dapat dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma penetrasi/tembus.

prinsip utama dalam menangani trauma palpebra adalah sebagai berikut7:

- anamnesis pasien dengan teliti

- periksa visus terbaik untuk kedua mata

- periksa mata secara keseluruhan

- lakukan pemeriksaan radiologi yang sesuai

- seseorang harus memiliki pengetahuan anatomi yang detail mengenai kelopak mata

dan bola mata

- Usahakan untuk mendapatkan perbaikan primer sebaik mungkin

12
Rekonstruksi palpebra dilakukan pada defek yang timbul akibat reseksi tumor, kelainan

kongenital, dan juga defek traumatik. Pilihan prosedur operasi tergantung pada usia pasien,

kondisi palpebra, ukuran dan posisi defek, serta pengalaman dan preferensi dokter sendiri.

Tujuan utama dalam rekonstruksi palpebra yaitu:7

Margo palpebralis menjadi stabil

Tinggi palpebra yang adekuat

Penutupan palpebra yang adekuat

Permukaan internal yang halus dan berepitel

Kepentingan kosmetik maksimal dan simetris

Berikut merupakan panduan prinsip umum pada rekonstruksi palpebra.7

1. Rekonstruksi baik pada lamella anterior maupun lamella posterior palpebra, tidak

keduanya, digunakan graft; salah satu lapisan harus menyediakan suplai darah (pedicle

flap). Graft ditempatkan pada graft yang memiliki angka kegagalan yang tinggi

2. Maksimalkan tekanan horizontal dan minimalkan tekanan vertical

3. Pasangkan yang sesama jaringan (like tissue to like tissue)

4. Perkecil defek sebanyak mungkin sebelum mengukur graft

5. Gunakan teknik yang paling sederhana

6. Minta bantuan dari ahli subspesialis jika dibutuhkan

Defek Palpebra tanpa Keterlibatan Margo Palpebralis

Benda berbentuk partikel harus dikeluarkan dari palpebra yang mengalami abrasi

untuk mengurangi risiko pembentukan tato (tattooing) pada kulit. Luka kemudian diirigasi

13
dengan saline dan ditutup dengan salep antibiotik dan kasa steril. Jaringan yang terlepas

dibersihkan dan dilekatkan kembali. Karena vaskularitas palpebra sangat baik, besar

kemungkinan tidak terjadi nekrosis iskemik.2

Laserasi palpebra superficialis biasanya hanya memerlukan jahitan kulit, sama halnya

dengan laserasi kulit lainnya. Jaringan parut dapat dihindari dengan mengikuti prinsip dasar

plastic repair, yaitu debridement luka konservatif, penggunaan needle berkaliber kecil, eversi

tepi luka, dan pelepasan jahitan dini.7

Irigasi yang banyak akan menyingkirkan bahan-bahan terkontaminasi pada luka.

Adanya prolaps lemak orbita pada palpebra superior merupakan indikasi dilakukannya

eksplorasi levator. Laserasi pada muskulus levator palpebra atau aponeurosis-nya harus

diperbaiki untuk mengembalikan fungsi levator senormal mungkin. Lagophthalmus dan

tambatan ke rima orbitalis superior umum terjadi bila septum orbital tidak digabungkan dengan

hati-hati pada perbaikan palpebra. Laserasi septum orbita tidak boleh dijahit. Penutupan yang

cermat pada kulit palpebra dan muskulus orbicularis dilakukan secara adekuat pada seluruh

kasus untuk menghindari pemendekan vertical septum orbita.2,7

Defek yang tidak melibatkan margo palpebralis dapat diperbaiki dengan penutupan langsung

jika prosedur ini tidak mengubah margo palpebralis. Jika defek tidak memungkinkan

penutupan langsung, transposisi flap kulit dapat dilakukan. Tekanan penutupan palpebra harus

diarahkan ke arah horizontal sehingga deformitas sekunder dapat dihindari; tekanan secara

vertikal dapat menyebabkan retraksi palpebra atau ectropion. Untuk menghindari tekanan

secara vertikal ini diperlukan penempatan garis insisi berorientasi secara vertial.7

Jika defek terlalu besar untuk ditutup secara primer, beberapa teknik transposisi flap

kulit lokal dapat digunakan. Flap yang sering digunakan yaitu bentuk rectangular, rotasional,

dan transposisi. Flap biasanya memberikan hasil jaringan terbaik yang cocok dan estetik tetapi

memerlukan perencanaan untuk meminimalkan deformitas sekunder. Meskipun prosedur skin


14
graft secara umum mudah dilakukan, tetapi tekstur, kontur, dan kosmetik akhir dengan flap

memberikan hasil yang lebih baik. Defek palpebra superior pada lamella anterior paling baik

diperbaiki dengan full-thickness skin graft dari palpebra superior kontralateral. Skin graft

preaurikular atau postaurikular dapat digunakan tapi dengan ketebalan yang lebih besar dapat

membatasi mobilitas palpebra superior. Defek palpebra inferio paling baik ditangani dengan

skin graft preaurikular atau postaurikular. Jika kulit tidak tersedia dari palpebra superior atau

area auricular, full -thickness graft dapat diperoleh dari fossa supraclavicular atau brachium

superior bagian medial.7

Laserasi dengan Keterlibatan Margo Palpebralis (Full-thickness)

Perbaikan laserasi margo palpebralis memerlukan penempatan jahitan yang tepat dan

tekanan jahitan yang kritis untuk meminimalisasi takik pada margo palpebralis atau komplikasi

lanjutan seperti cicatricial entropin. Edema palpebra paling baik ditangani dengan wool pads

atau kompres dingin. Berbagai teknik telah digunakan, tetapi prinsip paling penting yaitu

perkiraaan tarsus harus dilakukan secara hati-hati (Gambar 5).6,7

Gambar 5. Perbaikan Margo Palpebralis

(dikutip dari kepustakaan 7)

15
Penutupan margo palpebralis dapat dilakukan dengan menempatkan 2 atau 3 jahitan

untuk menyatukan garis silia, plana glandula Meibom, dan (bisa juga) gray line. Setiap dokter

memiliki perbedaan dalam menentukan apakan tarsus atau margo palpebralis yang akan dijahit

pertama kali. Menempatkan margo palpebralis dan penutupan tarsus dalam suatu jajaran

anatomis yang tepat merupakan tujuan penanganan, dan berbagai teknik dapat diterima. Untuk

menghindari disrupsi epitel cornea, penjahitan tarsus tidak boleh meluas hingga permukaan

konjunctiva. Penutupan margo palpebralis harus memberikan hasil eversi sedang pada tepi

luka. Salep antibiotik kemudian diberikan pada jaringan palpebra yang telah diperbaiki.2,7

Jika perbaikan primer tidak tercapai dalam 24 jam, edema dapat menunda penutupan.

Luka harus dibersihkan secara mendalam dan diberikan antibiotik. Setelah edema mereda,

perbaikan dapat dilakukan. Debridement harus diminimalkan, terutama jika kulit tidak lemah.2

Defek Palpebra Superior

a. Defek Kecil Palpebra Superior

Defek kecil yang melibatkan margo palpebra superior dapat diperbaiki dengan

penutupan langsung jika teknik ini tidak mengambil tekanan yang terlalu besar pada luka.

Penutupan langsung biasanya dilakukan pada defek yang berukuran 33% pada margo

palpebralis; jika melibatkan area yang lebih besar, graft dari jaringan yang lebih jauh mungkin

diperlukan. Dokter dapat memotong bagian superior tendon canthus lateral untuk

memungkinkan mobilisasi medial sekitar 3-5 mm dari margo palpebralis lateral yang tersisa,

menghindari ductules lacrimalis pada sepertiga lateral margo palpebralis. Pengangkatan atau

destruksi ductules ini dapat menyebabkan masalah mata kering. Setelah operasi, palpebra

tampak menjadi tegang dan menonjol karena traksi, tetapi akan relaksasi kembali setelah

beberapa minggu.7

16
b. Defek Sedang Palpebra Superior

Defek sedang pada margo palpebralis (keterlibatan 33%-50%) dapat diperbaiki dengan

memajukan segmen lateral palpebra. Tendon canthus medialis diinsisi dan semicircular skin

flap dibuat di bawah porsio lateral suprasilia dan canthus untuk memungkinkan mobilisasi

palpebra lebih lanjut.7

c. Defek Besar Palpebra Superior

Defek palpebra superior yang melibatkan >50% margo palpebralis membutuhkan

jaringan yang berdekatan untuk memperbaikinya. Dengan insisi di bawah tarsus inferior, full-

thickness flap palpebra inferior dipindahkan ke defek palpebra superior melalui flap yang

dimajukan dari belakang margo palpebralis inferior yang tersisa (Cutler-Beard procedure).

Akan tetapi, prosedur ini memberikan hasil yang lebih tebal dan immobile pada palpebra

superior. Sebagai pilihan lainnya, free tarsokonjunctival graft yang diambil dari palpebra

superior kontralateral dapat diposisikan dan ditutup dengan skin-muscle flap jika kulit

palpebra superior tersedia berlebih dan adekuat.7

17
Gambar 6. Langkah Rekonstruksi Defek Palpebra Superior

(dikutip dari kepustakaan 7)

Defek Palpebra Inferior

a. Defek Kecil Palpebra Inferior

Defek kecil palpebra inferior (keterlibatan 33%) dapat diperbaiki dengan penutupan

primer. Selain itu, crus inferior tendon canthus lateral dapat dibebaskan sehingga terdapat

tambahan mobilisasi medial sekitar dari margo palpebralis yang tersisa.7

b. Defek Sedang Palpebra Inferior

Semicircular atau rotasional flap, yang telah dideskripsikan pada perbaikan palpebra

superior dapat digunakan untuk rekonstruksi defek sedang pada palpebra inferior. Flap yang

paling sering digunakan pada kasus-kasus seperti ini yaitu modifikasi Tenzel semicircular

rotation flap. Autograft tarsokonjunctival yang diambil dari dari sisi dalam palpebra superior

18
dapat ditransplantasikan ke defek palpebra inferior untuk rekonstruksi lamella posterior

palpebra. Ketika graft tarsus diambil, 4-5 mm tinggi tepi tarsus dipreservasi untuk mencegah

distorsi pada donor margo palpebralis. Autograft tarsokonjunctival dapat ditutup dengan skin

flap berbagai tipe. Cheek elevation mungkin diperlukan sehingga traksi vertikal pada palpebra

dan ectropion dapat dihindari. Tarsokonjunctival flap yang diambil dari palpebra superior dan

full-thickness skin graft juga dapat menjadi pilihan rekonstruksi defek ini.7

c. Defek Besar Palpebra Inferior

Defek yang melibatkan >50% margo palpebra inferior dapat diperbaiki dengan

tarsokonjunctival flap dari palpebra superior ke defek lamella posterior palpebra inferior.

Rekonstruksi lamella anterior kemudian dibuat dengan skin flap atau, pada kebanyakan kasus,

free skin graft diambil dari area preaurikular atau postaurikular. Modified Hughes procedure

menghasilkan adanya jembatan konjunctiva dari palpebra superior melewati pupil untuk

beberapa minggu. Pedikel konjunctiva yang telah memiliki vaskularisasi kemudian dilepas

sesuai waktu yang telah diperhitungkan. Flap rotasional dari pipi (Mustard procedure) dapat

bekerja dengan baik pada perbaikan defek lamella anterior yang besar, tetapi diperlukan

beberapa pengganti tarsus seperti free tarsokonjunctival autograft, mukosa palatum durum,

atau Hughes flap untuk penggantian lamella posterior. Mustard flap dan Tenzel semicircular

rotation flap seringkali menimbulkan canthus lateralis berbentuk bulat. Dokter dapat

mengurangi masalah ini dengan membuat insisi yang sangat tinggi ke arah ujung lateral

suprasilia di mana insisi keluar dari commisura lateralis. Free tarsokonjunctival autograft dari

palpebra superior ditutup dengan skin flap yang memiliki vaskularisasi juga telah digunakan

untuk memperbaikin defek yang besar. Prosedur tipe ini memiliki kelebihan yaitu hanya

memerlukan satu tahap operasi dan bahkan terhindar dari oklusi temporer aksis visual.7

19
Gambar 7. Langkah Rekonstruksi Palpebra Inferior

(dikutip dari kepustakaan 7)

Laserasi Apparatus Lacrimalis

Laserasi di dekat canthus medialis sering melibatkan canaliculus. Perbaikan dini lebih

diperlukan karena jaringan menjadi lebih sulit untuk diidentifikasi dan diperbaiki jika telah

edema. Trauma apparatus lacrimalis diperbaiki dengan menggunakan mikroskop. Stent dari

bahan silicon yang berbentuk cincin dimasukkan ke dalam canaliculus menggunakan alat

khusus (Gambar 8). Stent ini kemudian dibiarkan in situ selama 3-4 bulan dan kemudian

dibuka. Perbaikan bedah pada palpebra dan apparatus lacrimalis harus dilakukan oleh ahli

mata.2,6

20
Gambar 8. Penanganan Bedah pada Avulsi Palpebra dan Avulsi Apparatus Lacrimalis

(dikutip dari kepustakaan 6)

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada laserasi palpebra disebabkan karena

prosedur penutupan luka yang tidak sesuai. Terlalu tegangnya ikatan yang menghubungkan

kedua tepi palpebra yang mengalami laserasi dapat menyebabkan takik pada palpebra yang

kemudian, meskipun jarang, dapat menjadi jalan keluar dan drainase infeksi pada luka. Setelah

proses penyembuhan luka berakhir dengan terbentuknya sikatriks, jika penutupan luka tidak

tepat, maka dapat menyebabkan cicatricial ectropion.6 Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi

yaitu epiphora di mana terjadi gangguan pada sistem apparatus lacrimalis. Penonjolan tepi

palpebra dan trikiasis juga dapat terjadi.3,2

21
Hilangnya stent dapat terjadi pada perbaikan bicanalicular di mana stent masuk ke

ductus nasolacrimalis. Stent juga dapat mengalami prolaps melalui punctum lacrimalis, yang

mengundang perhatian pasien dan anggota keluarga lainnya. Ketika metode eyed pigtail probe

digunakan, jahitan dapat berputa dan menyebabkan iritasi konjunctiva. Punctum lacrimalis

dapat terkikis akibat bahan stent yang digunakan untuk memperbaiki laserasi. Granuloma

pyogenik dapat terbentuk berdekatan dengan stent. Iritasi hidung dan epistaxis dapat terjadi

saat stent melewati hidung. Meskipun perbaikan dilakukan dengan segera, epiphora chronic

tetap dapat timbul. Palpebra medialis dapat menjadi berselaput disebabkan karena laserasi yang

berhadapan.8

2.8 Prognosis

Prognosis Trauma pada mata bergantung dari jenis trauma dan keparahan yang di alami

Seperti pada trauma tembus merupakan trauma yang serius dan mengancam penglihatan,

prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa faktor prediktor berkaitan dengan

prognosis yang buruk misalnya akuisi visual yang menurun bahkan hilang penglihatan, seperti

defek pupil aferen, laserasi di kelopak, kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan adanya benda

asing intraokular.6

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana, AK. Comprehensive Ophthalmology, 4th edition. New Delhi: New Age

International (P) Ltd., Publishers; 2007. Chapter 17. Ocular Injuries. p401-2,407.

2. Riordan-Eva, P., Whitcher, JP. editors. Vaughan & Asburys General Ophthalmology,

17th edition. USA: The McGraw Hill Companies; 2007. Chapter 19. Ocular and Orbital

Trauma

3. Ing, E. 2012. Eyelid Laceration, [online], Medscape. Dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview [10 Juli 2017].

4. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. 2003-

2004; 7: 184-188.

5. Sullivan JH., Whitcher, JP. editors. Vaughan & Asburys General Ophthalmology, 17th

edition. USA: The McGraw Hill Companies; 2007. Chapter 4. Orbit, Eyelid, and

Lacrimal System

6. Lang, GK. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas, 2nd edition. New York: Thieme;

2006. p17-9, 507-9

7. American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course, Section 7:

Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. San Fransisco: AAO; 2011. Chapter 10.

Classification and Management of Eyelid Disorders. p177-87.

8. Mawn, LA. 2012. Canalicular Lacrimation, [online], Medscape. Dari

http://emedicine.medscape.com/article/1210031-overview [10 Juli 2017].

23

Anda mungkin juga menyukai