Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

LASERASI PALPEBRA

Oleh :
Hana Sulistia, S.Ked
712021065

Pembimbing :
dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah Judul:
LASERASI PALPEBRA

Oleh:
Hana Sulistia, S.Ked
712021065

Telah dilaksanakan pada bulan April 2022 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata di Rumah
Sakit Umum Daerah Palembang Bari

Palembang, Mei 2022


Dokter Pendidik Klinik

dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Laserasi Palpebra”, sebagai salah satu syarat untuk mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam
selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M selaku pembimbing yang telah


memberikan masukan serta bimbingan dalam penyelesaian makalah ini.
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Palembang, Mei 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ ii
KATA PENGANTAR ............................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ....................................................................... 1
1.3 Manfaat Penulisan Makalah....................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3
2.1 Anatomi Palpebra................................................................... 3
2.2 Anatomi Konjungtiva............................................................. 6
2.3 Laserasi Palpebra.................................................................... 7
2.3.1 Definisi.......................................................................... 7
2.3.2 Klasifikasi...................................................................... 7
2.3.3 Etiologi.......................................................................... 8
2.3.4 Mekanisme Trauma....................................................... 9
2.3.5 Diagnosis....................................................................... 10
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang................................................. 12
2.3.7 Tatalaksana.................................................................... 13
2.3.8 Komplikasi..................................................................... 16
2.4 Injeksi Konjungtiva................................................................ 16
BAB III KESIMPULAN ........................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Laserasi palpebra sudah terjadi pada manusia sejak zaman dahulu.
Tongkat runcing, sayatan pisau dan gigitan binatang mempunyai peranan
besar menyebabkan terjadinya laserasi palpebra. Pada zaman modern ini,
trauma masih sering terjadi akibat kecelakaan lalu-lintas, gigitan binatang,
perkelahian dan luka bakar.1
Trauma tumpul atau disebabkan oleh benda tajam, gigitan binatang,
perkelahian dan luka bakar. Laserasi tidak hanya melibatkan kulit, tapi dapat
juga mengenai otot palpebra, margo palpebra dan sistim lakrimal. Laserasi
pada bagian medial palpebra dapat menyebabkan robekan pada kanalis
lakrimalis inferior, kanalis lakrimalis superior dan sakus lakrimalis. Hal ini
menimbulkan gangguan sistim eksresi lakrimal yang meyebabkan epifora,
sehingga memungkinkan berkembangnya abses di dalam sakus lakrimal dan
terjadinya dakriosistitis.2
Pemeriksaan diagnostik yang tepat dan secara komperehensif perlu
dilakukan dalam menegakan diagnosa, dalam hal ini termasuk pemeriksaan
lapangan pandang, slit lamp, dan pemeriksaan funduskopi. Rontgen foto orbita
atau CT scan harus dilakukan jika di duga suatu fraktur atau terdapatnya
benda asing di dalam intra okuler atau intra orbita.2

1.2 Rumusan Masalah


Makalah ini membahas tentang laserasi palpebra

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menambah pengetahuan tentang laserasi
palpebra.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk memahami dan mengetahui tentang laserasi palpebra.

1
1.4 Manfaat Penulisan Makalah
1. Menambah wawasan khususnya pada ilmu mata
2. Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik senior di bagian Ilmu Mata di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Palpebra


Fisura palpebra adalah zona di antara palpebra bagian superior dan
inferior. Orang dewasa memiliki ukuran panjang fisura palpebra 27-30 mm
dengan lebar 8-11 mm. Palpebra superior cenderung lebih aktif bergerak dari
palpebra bagian inferor, dan dapat diangkat sampai 15 mm yang digerakkan
muskulus levator palpebra superior yang diinervasi oleh CN III. Palpebra
merupakan struktur dengan sembilan lapisan kompleks baik anatomi dan
fungsinya. Anatomi lapisan palpebra dan struktur dari permukaan luar ke
dalam yaitu kulit, margo palpebra, jaringan ikat subkutan, muskulus
orbikularis okuli, septum orbita, muskulus levator palpebra superior, otot
muller, tarsus, dan konjungtiva.3,4

Gambar 1. Palpebra Superior


Kulit palpebra merupakan kulit paling tipis pada tubuh, terdapat rambut
halus, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat. Lipatan kelopak mata superior
berada di dekat batas atas tarsus, tempat levator aponeurosis membentuk
perlekatan insersi pertama. Orang keturunan asia timur memiliki beberapa
perlekatan levator aponeurosis pada kulit dekat batas tarsal atas, dan lipatan
kelopak mata superior yang minimal. Aponeurosis membentuk perlekatan
paling tegas pada anterior tarsus.4

3
Margo kelopak mata memiliki struktur penting seperti punctum dari
kanalikuli yang terdapat di medial ujung setiap papila lakrimal. Punctum
superior terletak di bagian dalam dan mengarah ke bola mata serta tidak
terlihat jika tidak dilakukan eversi. Gray line atau sulkus intermarjinalis
terdapat di sepanjang margo kelopak mata yang secara histologis merupakan
otot orbikularis okuli, otot Riolan, dan bidang avaskular kelopak mata. Bulu
mata atau silia tumbuh tepat di depan garis tersebut, dan di belakang garis
tersebut terdapat kelenjar meibom tepat di depan mukokutan. Bulu mata
disusun atas 2 atau 3 baris yang tidak teratur di sepanjang tepi kulit anterior
kelopak mata yang biasanya lebih panjang dan lebih banyak di kelopak mata
atas. Kelenjar Zeis yaitu kelenjar sebasea yang terdapat silia dan kelenjar
Moll, yang merupakan kelenjar keringat apokrin di kulit terdapat pada margo
palpebra.3,4,5

Gambar 2. Margo Palpebra


Jaringan ikat subkutan merupakan jaringan ikat longgar kelopak mata
yang tidak mengandung lemak. Darah atau cairan lain dapat menumpuk di
bawah kulit dan menyebabkan pembengkakan kelopak mata jika terjadi
trauma atau reaksi inflamasi. Otot orbikularis okuli berada di sekitar fisura
palpebra dan dibagi menjadi bagian orbita, preseptal, dan pretarsal, otot
orbikularis okuli memiliki serat dengan diameter terkecil dari semua otot
wajah, otot tersebut di inervasi berasal dari saraf fasialis (CN VII). Bagian
orbita menempel pada struktur tendon kantal medial berfungsi sebagai
sfingter otot involunter yang berperan dalam refleks berkedip. Bagian

4
preseptal dan pretarsal menyatu di sepanjang alur palpebra superior. Otot
orbikularis pretarsal melekat kuat pada tarsus dan sebagian dari otot tersebut
menempel pada krista lakrimal anterior dan krista posterior lakrimal atau
disebut otot Horner. Serat otot orbikularis meluas ke margo kelopak mata, di
mana terdapat serat otot lurik yang disebut otot Riolan. Suplai persarafan
yang sedikit pada kelopak mata bawah dari tarsus dapat menyebabkan
kelemahan pada kelopak mata bawah.3,7
Septum orbita adalah selembar tipis jaringan ikat yang mengelilingi
orbit dan merupakan lanjutan dari periosteum atap dan dasar orbit. Septum
orbita menempel pada permukaan anterior otot levator palpebra superior.
Bagian posterior dari septum orbita adalah lemak orbita. Septum orbita
menempel pada aponeurosis baik pada kedua kelopak mata atas dan bawah.
Septum orbita sendiri berfungsi sebagai penghalang untuk ekstravasasi darah
anterior atau posterior jika terjadi peradangan.4
Otot levator palpebra superior berjalan melewati tulang sfenoid ala
minor dan menutupi rektus superior saat bergerak ke anterior kelopak mata.
Terdapat ligamen Whitnall yang dibentuk oleh kondensasi jaringan yang
mengelilingi otot rektus dan levator superior. Otot levator berubah arah dari
horizontal ke lebih vertikal dekat ligamentum Whitnall, dan membelah ke
arah anterior pada aponeurosis dan posterior menjadi otot Muller. Panjang
otot levator beserta tendonnya adalah 50-55 mm dan dipersarafi oleh divisi
superior CN III. Otot Muller merupakan otot simpatis yang berasal dari otot
levator palpebra superior bagian bawah. Otot polos yang serupa terdapat pada
kelopak mata atas. Otot Muller menempel pada batas atas tarsus atas dan
konjungtiva dari forniks bagian atas.3,4,5

5
Gambar 3. Orbicularis Oculi
Tarsus terdiri dari jaringan ikat padat yang melekat pada margo orbita
oleh ligamen palpebral medial dan lateral. Tarsus atas dan bawah memiliki
panjang yang sama 29 mm dan ketebalan 1 mm, tarsus atas hampir 3 kali
lebih lebar secara vertikal dengan ukuran 11 mm dibandingkan tarsus bawah
yang berukuran 4 mm. Kelenjar meibom merupakan kelenjar sebasea
holokrin yang terdapat di tarsus, tersusun secara vertikal dalam baris yang
paralel. Terdapat 30–40 saluran muara meibom di kelopak mata atas, tetapi
hanya ada 20-30 di kelopak bawah. Produksi lipid yang terbentuk disebarkan
ke film air mata pada setiap kedipan dan penuaan dikaitkan dengan perubahan
dalam profil lipid sekresi kelenjar meibom. Akar rambut silia terletak di
anterior tarsus dan lubang kelenjar meibom.3,4,5

2.2 Konjungtiva
Konjungtiva merupakan lapisan terluar dari mata yang terdiri dari
membran mukosa tipis yang melapisi kelopak mata, kemudian melengkung
melapisi permukaan bola mata dan berakhir pada daerah transparan pada
mata yaitu kornea. Secara anatomi, konjungtiva dibagi atas 2 bagian yaitu
konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbaris. Namun, secara letak areanya,
konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal, tarsal, orbital, forniks,
bulbar dan limbal.8
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea pada limbus.Pada
konjungtiva palpebra, terdapat dua lapisan epithelium dan menebal secara
bertahap dari forniks ke limbus dengan membentuk epithelium berlapis tanpa
keratinisasi pada daerah marginal kornea. Konjungtiva palpebralis terdiri dari
epitel berlapis tanpa keratinisasi yang lebih tipis. Dibawah epitel tersebut
terdapat lapisan adenoid yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang terdiri
dari leukosit. Konjungtiva palpebralis melekat kuat pada tarsus, sedangkan
bagian bulbar bergerak secara bebas pada sklera kecuali yang dekat pada
daerah kornea.8

6
Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas danbersama dengan
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinyamembentuk
jaringjaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali. Pembuluh limfe
konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan
bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus
limfatikus yang banyak.8
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik)
nervus trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.8
Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan
kebutuhan oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi
mata, dengan mekanisme pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel,
aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah. Selain itu, terdapat pertahanan
spesifik berupa ekanisme imunologis seperti sel mast, leukosit, adanya
jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.8

2.3 Laserasi Palpebra


2.3.1 Definisi
Trauma palpebra merupakan hilangnya atau destruksi jaringan
palpebra perlu ditangani sebagai ancaman gangguan visual. Trauma
palpebra dapat terjadi pada setiap trauma wajah. Beberapa tipe di
bawah ini harus mendapatkan perhatian khusus, yaitu Laserasi
palpebra yang mengenai margo palpebra dan Avulsi palpebra pada
cantus medialis dengan avulsi canaliculus lacrimalis. 9

2.3.2 Klasifikasi
Kerusakan pada kelopak mata diklasifikasikan berdasarkan
ukuran dan lokasi:
1. Untuk pasien muda (tight lids)
 Small - 25-35%
 Medium - 35-45%
 Large - > 55%

7
2. Untuk pasien yang lebih tua (lax lids)
 Small - 35-45%
 Medium - 45-55%
 Large - > 65%
Kerusakan khas mungkin melibatkan 50% dari bagian tengah
kelopak mata atas. Keterlibatan margin kelopak mata harus
diperhatikan. Jika margin kelopak mata terhindar, penutupan dengan
flap lokal atau skin graft mungkin sudah cukup. Setelah margin
terlibat, perbaikan bedah harus mengembalikan integritas dari
margin kelopak mata.

2.3.3 Etiologi
Penyebab terjadi laserasi palpebra sebagai berikut.
1. Trauma Tumpul
Echimosis dan edema termasuk dalam manifestasi klinis
trauma tumpul.Pasien membutuhkan evaluasi biomikroskopik
dan pemeriksaan fundus dengan pupil yang dilebarkan untuk
menyingkirkan permasalahan yang terkain kelainan
intraokular. CT scan di perlukan untuk mengetahui adanya
fraktur.9
2. Trauma Benda Tajam
Pengetahuan yang mendetail tentang anatomi palpebra
membantu dokter ahli bedah untuk memperbaiki trauma tajam
palpebra. Secara umum,penanganan trauma tajam palpebra
tergantung kedalaman dan lokasi cedera.9
3. Laserasi yang tidak melibatkan Margo Palpebra
Laserasi pada palpebra superficial hanya terdapat pada kulit
dan otot orbicularis biasanya hanya memerlukan jahitan pada
kulitnya saja. Untuk menghindari sikatrik yang tidak di
kehendaki, harus mengikuti prinsip dasar tindakan bedah
plastik.9
4. Laserasi pada margo palpebra

8
Laserasi pada margo palpebra memerlukan jahitan untuk
menghindari tepi luka yang tidak baik. Banyak teknik-teknik
sudah diperkenalkan tapi pada prinsip pentingnya adalah
aproksimasi tarsal harus dibuat dalam garis lurus.9
5. Trauma pada jaringan lunak kantus
Trauma pada medial atau lateral kantus pada umumnya
disebabkan oleh adanya tarikan horizontal pada palpebra
menyebabkan avulsi dari palpebra pada titik lemah medius
atau lateral dari tendon kantus. Avulsi dari tendon kantus
medial harus dicurigai bila terjadi di sekitar medial tendon
kantus dan telekantus. Harus diperhatikan juga posterior dari
tendon sampai denganposterior kelenjar lakrimalis.9
6. Gigitan binatang
Robekan dan trauma remuk terjadi sekunder dari gigitan
binatang. Laserasi palpebra pada sebagian kulit luar dan kulit
secara menyeluruh, avulsi kantus, laserasi kanalikulus paling
sering terjadi. Trauma pada wajah dan intracranial mungkin
dapat terjadi terutama pada bayi. Irigasi dan penutupan luka
secara dini harus segera dilakukan dan kemungkinan terjadinya
tetanus dan rabies harus dipikirkan serta memerlukan
observasi, direkomendasikan untuk pemberian antibiotik.9
7. Luka bakar pada palpebra
Pada umumnya luka bakar pada palpebra terjadi pada pasien-
pasien yang mengalami luka bakar yang luas. Sering terjadi pada pasien
dengan keadaan setengah sadar atau di bawah pengaruh sedatif
yang berat dan memerlukan perlindungan pada mata untuk
mencegah ekspose kornea, ulserasi dan infeksi.9

2.3.4 Mekanisme Trauma


Hilangnya atau destruksi jaringan palpebra selalu ditangani
sebagai ancaman bagi gangguan visual. Jika lebih dari 1/3 margo
palpebra superior hilang, maka harus diganti dengan graft dari
palpebra inferior. Jika jaringan yang hilang kurang dari 1/3, luka

9
biasanya dapat langsung disambung. Lebih dari 1/3 palpebra inferior
dapat pula ditutup dengan penjahitan langsung. Ketika lebih dari 1/3
jaringan yang hilang atau telah ditransfer ke palpebra superior, maka
selapis jaringan dari kantus lateralis dapat dipengaruhi, dan jika
diperlukan dapat digabungkan dengan flap dari pipi yang
dirotasikan.8
Satu hal yang paling penting dalam rekonstruksi trauma
palpebra adalah metode penjahitan. Jika trauma melibatkan margo
palpebra, maka rekonstruksi yang dilakukan harus menggunakan
mikroskop operasi dan material penjahitan yang baik yang tersedia
di departemen kesehatan mata. Rekonstruksi yang tidak teratur dapat
menyebabkan mata berair permanen oleh karena palpebra yang tidak
sempurna. Hal ini juga mengganggu pelembaban kornea yang baik
saat mata berkedip atau tidur. Perhatian yang lebih khusus harus
diberikan ketika aspek medial dari palpebra telah sobek, karena pada
bagian ini terdapat kanalikulus lacrimalis.8

2.3.5 Diagnosis
Dalam mendiagnosis perlu dilakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang sebagai berikut.
1. Anamnesis
Dalam menegakkan diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan
fisis sangat penting. Anamnesis meliputi keluhan yang dialami
serta riwayat penyakit yang lengkap untuk menentukan waktu
kejadian dan mekanisme cedera. Mekanisme cedera sangat
penting karena hal ini dapat berhubungan dengan cedera
tertentu (misalnya trauma servikal), kedalaman cedera adnexa
mata, dan kemungkinan adanya benda asing. Untuk anak-anak,
harus dipertimbangkan kemungkinan adanya kekerasan pada
anak sebagai penyebab cedera mata dan periorbital.12
Cedera yang berhubungan dengan kaca mungkin berhubungan
dengan adanya benda asing dan kehilangan jaringan. Luka

10
akibat gigitan mungkin akan menyebabkan infeksi (misalnya
rabies) dan kehilangan jaringan. Dalam kasus luka gigitan
manusia, harus ditentukan status HIV dan hepatitis pelakunya.
Pada pasien dengan luka tembus berukuran kecil,
kemungkinan terdapat trauma dengan kekuatan yang cukup
tinggi.12
Anamnesis juga harus mencakup perkiraan ketajaman visus
sebelum dan sesaat setelah cedera. Harus diperhatikan apakah
gangguan penglihatan yang ada bersifat progresif lambat atau
onset mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing
intraokular bila terdapat riwayat memalu, mengasah, atau
ledakan.
2. Pemeriksaan Fisis
Dilakukan pemeriksaan mulau dari ketajaman visus untuk
menetapkan nilai dasar visual dan untuk memberi
kewaspadaan bagi pemeriksa mengenai kemungkinan masalah
yang lebih jauh. Namun demikian, ketajaman visus bernilai 6/6
belum tentu berarti tidak terdapat masalah yang serius, bahkan
trauma penetrans. Bila terdapat gangguan penglihatan yang
berat, dilakukan pemeriksaan proyeksi cahaya dan pupil.
Dilakukan pula pemeriksaan sensasi kulit periorbita, dan
lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang
orbita. Anestesi lokal kadang dibutuhkan untuk mendapatkan
gambaran yang baik, dan tes fluoresensi harus dilakukan untuk
memastikan tidak terdapat abrasi kornea, benda asing, dan
luka. Inspeksi konjungtiva bulbaris dilakukan untuk mencari
adanya perdarahan, benda asing, atau laserasi. Kedalaman dan
kejernihan bilik mata depan dapat dicatat. Ukuran dan bentuk
pupil, serta reaksi pupil terhadap cahaya harus dibandingkan
dengan mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat
defek pupil aferen di mata yang cedera. Mata yang lembek,
visus senilai lambaian tangan atau lebih buruk, defek pupil

11
aferen, atau perdarahan vitreus mengisyaratkan adanya ruptur
bola mata. Bila bola mata tidak rusak, palpebra, konjungtiva
palpebralis, dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti,
termasuk inspeksi dengan eversi palpebra superior.
Oftalmoskop direk dan indirek digunakan untuk mengamati
lensa, vitreus, diskus optikus, dan retina. Pada semua kasus
trauma okulus, mata yang tampak tidak cedera juga harus
diperiksa dengan teliti.
Pada laserasi palpebra akibat trauma, tekstur jaringan palpebra
yang longgar dan penuh vaskularisasi menyebabkan struktur
ini dapat mengalami perdarahan hebat ketika terjadi trauma.
Dapat terjadi hematoma berat. Abrasi biasanya terjadi hanya
pada lapisan superfisial kulit, sedangkan pungsi, sobekan, dan
seluruh jenis avulsi palpebra oleh trauma tumpul (contoh:
tinju) umumnya terjadi pada seluruh lapisan. Luka gigit
(contoh: gigitan anjing) seringnya terjadi bersama trauma
sistem lakrimalis.11
Apabila terdapat kecurigaan adanya benda asing, pemeriksaan
radiologi mungkin dibutuhkan. Berikan informasi kepada
pasien dan keluarganya tentang konseling preoperatif meliputi
kehilangan penglihatan, malposisi kelopak mata, adanya bekas
luka pada kulit, dan adanya kemungkinan operasi
tambahan.11,12

2.3.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium yang penting meliputi hitung darah
lengkap dan analisa kimia darah sering diperlukan untuk
kepentingan anestesi. Pemeriksaan kimia darah untuk alkohol dan
zat beracun lainnya mungkin diperlukan dalam beberapa kasus.
Apabila terdapat kecurigaan fraktur tulang orbita maka pencitraan
yang sesuai perlu diusulkan, misalnya CT Scan.9
CT scan dapat mengkonfirmasi adanya benda asing, perdarahan
retrobulbar, ruptur bola mata. Tergantung kepada ukurannya, benda

12
asing yang terbuat dari kaca dapat atau tidak dapat terlihat pada
pemeriksaan radiologis. Benda asing yang terbuat dari kayu mungkin
akan susah dideteksi tetapi terlihat isodense dengan lemak orbital.
Apabila dicurigai terdapat benda asing dari logam dan kayu namun
tidak dapat dilihat dengan CT Scan, maka MRI orbital akan
diperlukan.9

2.3.7 Tatalaksana
Infeksi dapat terjadi setelah laserasi palpebra. Debridement dan
irigasi pada luka sangat penting untuk semua luka akibat gigitan.
Penggunaan antibiotik intravena, termasuk penicillin G, cefazolin,
dan ampicilin sulbactam akan membantu mengatasi infeksi. Apabila
luka gigitan akibat binatang yang dicurigai rabies, berikan profilaksis
rabies apabila jaringan otak hewan tersebut tidak diperiksa.11
Apabila pasien mengalami rupture bola mata dan laserasi
palpebra, pertama-tama lakukan terapi terhadap rupture bola
matanya. Bila terdapat laserasi yang berat, lakukan penjahitan traksi
dengan silk 4-0 pada segmen kelopak mata yang mengalami laserasi
untuk memudahkan perbaikan bola mata. Walaupun perbaikan pada
laserasi kelopak mata dapat ditunda, perbaikan secepat mungkin
memberi perlindungan kornea yang lebih baik, edema jaringan lebih
sedikit, dan dekontaminasi luka yang lebih baik.11
Beberapa metode dapat digunakan untuk melakukan
rekonstruksi defek palpebra sesuai umur pasien, karakter palpebra,
dan posisi defek serta pengamatan dokter ahli. Prioritas pada
rekonstruksi palpebra adalah perkembangan margo palpebra yang
stabil, lebar palpebra secara vertikal yang adekuat, penutupan
palpebra yang adekuat, terjadi epitelisasi pada permukaan internal
palpebra, dan memberi hasil yang baik dari segi kosmetik.10,11
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk rekonstruksi
laserasi palpebra antara lain:10,11
1. Partial-Thickness Eyelid Injuries

13
Laserasi kelopak mata dangkal yang tidak melibatkan margo
palpebra dan sejajar dengan garis kulit dapat distabilkan dengan
skin tape. Laserasi yang lebih besar dan tegak lurus dengan garis
kulit perlu pendekatan yang hati-hati. Hal ini dapat dicapai
menggunakan benang absorbable atau nonabsorbable ukuran 6-0
atau 7-0.10,11
2. Eyelid margin laceration
Jenis trauma adnexa membutuhkan pendekatan yang teliti,
untuk menghindari notching kelopak mata dan malposisi margo
palpebra. Semua bagian tarsal di tepi luka harus dibuang untuk
melakukan pendekatan tarsal ke tarsal yang lebih baik. Hal ini
dilakukan sepanjang ketinggian vertical seluruh tarsus untuk
mencegah tarsal buckling, meskipun laserasi primer mungkin
hanya melibatkan tarsus marginal. Perbaikan dimulai dengan
penempatan benang 6-0 pada kelenjar meibom di margin
palpebra, kira-kira 2 mm dari tepi luka dan kedalaman 2 mm.
penutupan margo palpebra dilakukan dengan 2 atau 3 jahitan
untuk mensejajarkan tepi luka. Untuk menghindari kerusakan
pada epitel kornea jahitan tarsal tidak boleh meluas sampai
permkaan konjungtiva, terutama palpebra superior. Penutupan
tepi palpebra harus menghasilkan tepi luka yang baik.12

Gambar 4. Teknik penjahitan pada laserasi yang melibatkan margo


palpebra

14
Gambar 5. (a) Laserasi margo palpebra. Tambahan jahitan dengan
benang Vicyl untuk menopang tarsus. (b) 2 jahitan dengan Silk 7-0 pada
margo palpebra dan ujungnya disimpul pada jahitan preseptal

3. Full thickness eyelid laceration


Full thickness eyelid laceration yang tidak melibatkan
margo palpebra mungkin terkait dengan kerusakan internal yang
signifikan dari struktur palpebra dan perforasi bola mata.
Penanganan cedera ini memerlukan pemeriksaan lapis demi
lapis luka untuk menilai integritas septum orbita, otot levator
dan aponeurosis levator, konjungtiva, otot rektus, dan bola mata.
Jika lamella posterior kelopak mata terlibat dalam full thickness
eyelid laceration tanpa menimbulkan ketegangan kulit maka
dapat langsung diperbaiki. Tarsal alignment dapat dicapai
melalui jahitan dalam, menggunakan benang polyglactin ukuran
6-0 atau 7-0, namun Dexon, silk, dan chromic juga dapat
digunakan untuk penutupan tarsal.10,11
4. Eyelids Injury with Tissue Loss
Luka pada kelopak mata yang mengakibatkan kehilangan
jaringan memberikan tantangan rekonstruksi yang lebih sulit.
Hal ini merupakan kewajiban dokter spesialis bedah dan mata
untuk mengevaluasi pasien dengan trauma palpebra, untuk
menentukan berapa banyak jaringan yang hilang. Sangat penting
mempertimbangkan kelopak mata sebagai struktur yang terdiri
dari lamella anterior dan posterior, kulit dan muskulus

15
orbicularis akan menjadi lamella anterior, sedangkan tarsusdan
konjugtiva menjadi lamella posterior. Apabila kehilangan
jaringan mengarah ke lagoftalmus dan exposure kornea,
pelumasan salep antibiotic secara agresif harus diberikan atau
dilakukan tarsorraphy sementara hinga perbaikan pasti dapat
dicapai.10,11

2.3.8 Komplikasi
Akibat kegagalan dalam memperbaiki laserasi khususnya bila
melibatkan margo palpebra, maka komplikasi yang dapat muncul
antara lain epifora kronis, konjungtivitis kronis, konjungtivitis
bacterial, keratitis exposure, abrasi kornea berulang, serta sikatriks
entropian atau ektropion.8
Akibat teknik pembedahan yang buruk terutama dalam hal
ketepatan penutupan luka, komplikasi yang muncul dapat berupa
jaringan parut, fibrosis, deformitas palpebra sikatrikal. Selain itu
dapat terjadi keadaan luka yang memburuk akibat infeksi atau akibat
tertundanya penutupan luka. Laserasi di dekat canthus medial dapat
merusak sistem nasolacrimal.9

2.4 Injeksi Konjungtiva


Injeksi konjungtiva merupakan pelebaran pembuluh darah arteri
konjungtiva posterior atau injeksi konjungtiva ini dapat terjadi akibat
pengaruh mekanis, alergi, ataupun infeksi pada jaringan konjungtiva. Injeksi
konjungtiva mempunyai sifat:13
1. Mudah digerakkan dari dasarnya. Hal ini disebabkan arteri konjungtiva
posterior melekat secara longgar pada konjungtiva bulbi yang mudah
dilepas dari dasar sklera.
2. Pada radang konjungtiva pembuluh darah ini terutama didapatkan
didaerah fornik.
3. Ukuran pembuluh darah makin besar ke bagian perifer, karena asalnya
dari bagian perifer atau arteri siliar anterior.
4. Berwarna merah yang segar
5. Dengan tetes adrenalin 1:1000 injeksi akan lenyap sementara.

16
6. Gatal
7. Fotofobia (-)
8. Pupil ukuran normal dengan reaksi normal.13

BAB III
KESIMPULAN

17
Laserasi palpebra merupakan hilangnya atau destruksi jaringan palpebra
perlu ditangani sebagai ancaman gangguan visual yang dapat disebabkan trauma
tumpul, benda tajam, gigitan binatang, dan luka bakar. Tatalaksana pada laserasi
palpebra dilakukan rekontruksi palpebra atau penjahitan traksi dengan silk 4-0
pada segmen kelopak mata yang mengalami laserasi untuk memudahkan
perbaikan bola mata.

DAFTAR PUSTAKA

18
1. Tann TM and Long JA. 2002. Eyelid and Lacrimal Trauma. In: Ocular
Trauma Principles and Practice. New York.371-381.
2. Pitts J. 2009. Eyelid and Lacrimal Trauma In : Oculoplastic Surgery
3. Forrester JV, Dick AD, McMenamin PG, Roberts. Anatomy of the eye and
orbit. Dalam: The eye basic science in practice edisi ke-4. Elsevier. 2016.
hlm 1-7.
4. Snell RS, Lemp MA. The ocular appendages. Dalam: Snell RS, editor:
Clinical anatomy of the Eye, edisi ke-2. Oxford: Blackwell science. 2012.
hlm 92-101.
5. Ansari MW, Nadeem A. Anatomy of the eyelids. Dalam: Ansari MW,
Nadeem A, editor. Atlas of ocular anatomy. Switzerland. Springer; 2016.
hlm. 55-8.
6. Kiranantawat K, Suhk JH, Nguyen AH. The Asian Eyelid: Relevant
Anatomy. Seminar plastic surgery. 2015;29(3):158–64. 10. Nerad JA.
Clinical anatomy. Dalam: Techniques in ophtalmic plastic surgery.
Elsevier. 2013. hlm 46-8. 11. Örge FH BC. The lacrimal syst
7. Cantor LB, Rapuano CJ, Cioffi GA. Orbit and ocular adnexa. Dalam:
Fundamentals and principles of ophtalmology. San Fransisco. American
Academy Ophtalmology. 2016. hlm. 5-8, 18-20.
8. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea.
Section. San Fransisco: MD Association, 2011
9. Edsel I. Eyelid Laceration. [serial online]. Last update: Aug 20, 2015.
(cited on Mei 26nd 2018). Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1212531-overview
10. Nelson C. Management of Eyelid Trauma. Australian and new Zealand
Journal of Ophthalmology; 2016; 19 (4)
11. Nowinski T, Woog J. Focal points Management of Eyelid Trauma.
American Academy of Ophthalmology.
12. MounirB. Upper Eyelid Reconstruction Procedurs Treatment &
Management. [serial online]. Last update: May 4th 2015. (cited on mei 26nd
2018). Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1282054-treatment#d13

19
13. Ilyas, S., dan Yulianti, S.R. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

20

Anda mungkin juga menyukai