Anda di halaman 1dari 30

REFERAT

MIOPIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan


Bagian Ilmu Penyakit Mata

Pembimbing:
Arini. dr., Sp.M.

Disusun oleh:

Wida Wijayanti S 4151201005

Hendra Mahardika M 4151201007


Salsabila Septia A 4151201008

Ferdiyan Nur Budiman 4151201012

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNJANI
CIMAHI
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT dengan karunia dan kasih sayang-Nya telah
memberikan segala kemudahan dan kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Mata
dengan Judul “Referat Miopia”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang kami miliki.
Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga makalah ini dapat berguna
bagi kami khususnya dan pihak lain yang membacanya.

Cimahi, Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii


DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
Latar Belakang................................................................................................. 1
BAB II ILMU KEDOKTERAN DASAR ................................................. 3
2.1 Anatomi Bola Mata .................................................................................. 3
2.2 Kornea ...................................................................................................... 4
2.3 Lensa Mata .................................................................................... ....... 7
2.4 Badan Kaca ............................................................................................... 8
BAB III TINAJAUAN PUSTAKA ............................................................ 9
3.1 Definisi dan Epidemiologi ...................................................................... 9
3.1.1 Definisi ............................................................................................. 9
3.1.2 Epidemiologi.................................................................................... 9
3.2 Klasifikasi ................................................................................................ 10
3.3 Manifestasi Klinis …………………………………………………… 10
3.4 Etiologi ……………………………………………………………… 11
3.5 Faktor Risiko ………………………………………………………... 13
3.6 Patofisiologi.............................................................................................. 17
3.7 Penatalaksanaan ....................................................................................... 20
3.4.1 Non-farmakologi .................................................................... ..... 20
3.4.2 Farmakologi ................................................................ ................ 22
3.4.3 Operatif ........................................................................................ 22
3.8 Komplikasi .............................................................................................. 23
3.9 Prognosis ................................................................................................. 25
3.10 Indikasi Rujuk ........................................................................................ 25
BAB IV KESIMPULAN ………………………………………………… 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Setiap orang normal memiliki susunan pembiasan oleh media


penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan
benda setelah melewati media penglihatan akan dibiaskan tepat di makula lutea.
Pembiasan sinar tersebut ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Miopia
merupakan kelainan kekuatan pembiasan media refraksi yang terlalu kuat atau
panjang bola mata anteroposterior yang dapat terlalu besar. 1 Miopia secara umum
terjadi ketika spheris ekuivalensi bola -0,5 D atau kurang, sedangkan miopia tinggi
biasanya didefinisikan sebagai refraksi -6 D atau lebih. Panjang aksial rata-rata
orang dewasa adalah 24 mm, sedangkan pada myopia memiliki panjang aksial yang
lebih besar dari 24 mm dan myopia tinggi memiliki panjang aksia yang lebih besar
dari 26 mm.2

Miopia merupakan kesalahan refraksi yang sangat umum di dunia, dan


kebanyakan orang melihatnya hanya sebagai kelainan refraksi sederhana yang
dapat dikoreksi dengan kacamata atau operasi refraksi namun hal tersebut belum
tepat karena penyakit mata ini ditandai dengan bola mata yang memanjang secara
tidak normal dan tidak mudah disembuhkan dengan lensa optik atau operasi
refraktif.2,3 Miopia tinggi merupakan kondisi yang mengancam penglihatan karena
mempunyai komplikasi katarak, glaukoma, ablasio retina, degenerasi makula
miopia, serta kebutaan. WHO tahun 2007 memperkirakan ada 158 juta kasus
gangguan penglihatan jarak yang disebabkan refraksi yang tidak dikoreksi dengan
jumlah tertinggi pada Kawasan Pasifik Barat sebanyak 61,9 juta dan disusul oleh
Kawasan Asia Tenggara 54,5 juta.4 Prevalensi miopia semakin meningkat dan
menjadi isu penting dalam kesehatan masyarakat. Taiwan dan Singapura
mempunyai prevalensi miopia adalah 20% hingga 30% di antara anak usia 6 hingga
7 tahun dan setinggi 84% pada siswa sekolah menengah di Taiwan. Tingkat
perkembangan miopia pada anak-anak Asia Timur tinggi hampir 1 dioptri (D) per

1
2

tahun, dan sekitar 24% dari populasi miopia menjadi miopia tinggi saat dewasa.
Prevalensi miopia pada usia dewasa lebih stabil karena onset miopia jauh lebih
sedikit dibandingkan pada masa kanak-kanak. Amerika Serikat mempunyai
prevalensi miopia 33,1% pada orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih, Inggris
mempunyai prevalensi 49% pada orang dewasa berusia 44 tahun, Australia
prevalensinya adalah 15,0% pada orang dewasa berusia 40 hingga 97 tahun,
sedangkan Indonesia prevalensinya adalah 48,1% pada orang dewasa yang berusia
lebih dari 21 tahun.2,3

Tidak hanya pengobatan miopia yang harus diperhatikan tetapi juga


pencegahan lebih penting dengan cara mengidentifikasi faktor risiko, pelindung,
dan perawatannya. Aktivitas di luar ruangan adalah metode sederhana, gratis, dan
efektif untuk mencegah timbulnya miopia. Aktivitas luar ruangan yang meluas
direkomendasikan untuk mengatasi banyaknya pekerjaan jarak dekat di era
perangkat genggam yang akan datang.2
BAB II
ILMU KEDOKTERAN DASAR

2.1 Anatomi Bola Mata

Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior 24 mm. Bola


mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata
dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu:

a. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibanding sklera.
b. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan
uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris didapatkan pupil
yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola
mata. Otot dilatator dipersarafi oleh simpatis, sedang sfingter iris dan otot
siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar
mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang
terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata (akuos'humor),
yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada pangkal iris di
batas kornea dan sklera.
c. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada
saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial antara
retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang disebut
ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat

3
4

gelatin yang hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila
terdapat jaringan ikat di dalam badan kaca disertai dengan tarikan pada
retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa terletak di belakang
pupil yang dipegang di daerah ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula
Zinn. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau melihat dekat
sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot
penggerak bola mata, dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah
temporal atas di dalam rongga orbita.5

Gambar 2.1 Struktur Anatomi Bola Mata


Dikutip dari: Sobotta Atlas of anatomy 6

2.2 Kornea

Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal


sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
5

melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera
dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan
kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri.7

Kornea dipersarafi oleh banyak sarafsensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk
ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya
regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous,
dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari
atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.5

Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu:

1. Epitelium
Epitelium terbentuk deretan sel kubus, makin keluar makin pipih yang
terdiri dari 5-6 lapisan sel dan mempunyai daya regenerasi yang sangat
besar. Regenerasi epitel dilakukan dalam waktu 5-7 hari. Sel-sel superfisial
selalu mengelupas ke dalam lapisan air mata bercampur dengan sel yang
telah mati. Sel-sel pengganti epitel berasa dari Limbus stem cell.
2. Membran Bowman
Membran bowman adalah suatu membran a-seluler, jernih dan dianggap
modifikasi dari stroma. Membran ini mulai terlihat pada usia 4 bulan
(100mm).
6

3. Stroma Kornea
Stroma kornea terdiri dari selaput kolagen yang tersusun rapih, diameter
serabut satu mikrometer, terletak diantara proteoglikan dan sel keratosit.
Stroma kornea adalah bagian paling tebal (90% dari terbal seluruh kornea).
4. Membran Descemet
Membran Descemet adalah suatu membran jernih, elastis dan merupakan
suatu membran basal dari endothelium. Descemet sangat sulit ditembus
oleh mikroorganisme. Descemet mulai terlihat pada janin 13 minggu dan
berasal dari krista neural. Mempunyai ketebalan 50 mm.
5. Endotelium
Endothelium adalah selapis sel yang tidak mempunyai daya regenerasi
sehingga jika mengalami kerusakan dapat menimbulkan kekeruhan yang
berat dan permanen. Endotelium janin mulai terlihat bersamaan dengan
epitelium tetapi berasal dari krista neural. Mempunyai ketebalan 20-40 mm.

Radix posterior

Medulla spinaalis

Processus spinosus

Gambar 2.15 Histologi Kornea


Dikutip dari: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.7
7

Fisiologi Kornea

Sifat transparan kornea dapat dipertahankan pada keaadaan struktur histologis


yang teratur, avaskuler, deturgescence (dehidrasi relatif) yang dikarenakan barrier
oleh epitelium dan endothelium, penguapan oleh epitelium, pompa aktif bikarbinat
oleh endothelium. Epitelium bersifat fat-soluble, stroma bersifat water-solible
sehingga obat mata baru dapat menmbus kornea jika mempunyai 2 fase (biphasic).
Nutrisi kornea diperoleh dari limbus, humor akuos, lapisan air mata, atmosfer. Saraf
nyeri kornea merupakan cabang dari V (trigeminus) cabang 1, yang bersifat sensori
dan membentuk pleksus perikorneal dan berakhir dengan pleksus di antara
epitelium.7

2.3 Lensa Mata


Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris
yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal
dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram
bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel
epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan
membentuk serat lensa terus-menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat
lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral
lensa merupakan serat lensa yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang
tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional,
fetal dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda
dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus
lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang di belakangnya korteks posterior.
Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang
lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula Zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh ekuatornya pada badan siliar.
8

Gambar 2.3 Frontal view (a), Viewed from the equator (b).
Dikutip dari: Sobotta Atlas of Anatomy.6

Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu yaitu kenyal atau lentur karena
memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi cembung, jernih
atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan, terletak di tempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa tidak kenyal pada orang dewasa yang
akan mengakibatkan presbiopia, keruh atau apa yang disebut katarak, tidak berada
di tempat atau subluksasi dan dislokasi. Lensa orang dewasa di dalam perjalanan
hidupnya akan menjadi bertambah besar dan berat. 5

2.4 Badan Kaca


Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang bening yang
terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola
mata, mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air.
Fungsi badan kaca sama dengan fungsi cairan mata, yaitu mempertahankan bola
mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sianar dari
lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu jaringan bola mata.
Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata, pars plana, dan papil
saraf optic. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah
dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan
memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan oftalmoskopi. 5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Definisi dan Epidemiologi


3.1.1 Definisi

Miopia berasal dari istilah "muopia" yang dalam bahasa Yunani berarti menutup
mata. Yang memberikan gejala sebagai penglihatan jarak jauh yang kabur,
karenanya dapat di sebut dengan istilah "rabun jauh". 1,2

Miopia adalah mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar
yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini
diperbaiki dengan lensa sferis negatif sehingga bayangan benda tergeser
kebelakang dan diatur tepat jatuh diretina.1,2

3.1.2 Epidemiologi

Diperkirakan bahwa 2,3 miliar orang di seluruh dunia mengalami kelainan


refraksi. Sebagian besar memiliki kelainan refraksi yang dapat dikoreksi dengan
kacamata, tetapi hanya 1,8 miliar orang yang melakukan pemeriksaan dan koreksi
yang terjangkau. Hal ini menyisakan kira -kira 500 juta orang, sebagian besar di
negara berkembang (1/3 bagian adalah orang afrika) dan anak -anak dengan
kelainan refraksi yang tidak dikoreksi yang menyebabkan kebutaan dan gangguan
penglihatan. Miopia merupakan salah satu kelainan refraksi yang memiliki tingkat
prevalensi yang tinggi. Saat ini, miopia masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang utama terutama di negara negara Asia, seperti Taiwan, Jepang,
Hongkong dan Singapura. Prevalensi dari miopia dipengaruhi oleh usia dan
beberapa faktor lain. Di Amerika Serikat dan negara berkembang, angka kejadian
myopia (minimal 0,5 D) pada anak usia 5 tahun diketahui sekitar 5%. Angka
kejadian ini meningkat pada usia sekolah dan dewasa muda, dimana pada remaja
diketahui memiliki prevalensi 20-25% sedangkan pada dewasa muda memiliki
prevalensi 25-35%. Beberapa penelitian juga menyatakan bahwa wanita secara
signifikan memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya miopia dibandingkan pria. 1,2

9
10

3.2 Klasiifikasi Miopia


Miopia dapat di klasifikasikan menurut derajat beratnya, perjalanan waktunya,
dan myopia degenerative atau myopia maligna.1

Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:

1. Myopia ringan, myopia <1.00-3.00 dioptri


2. Myopia sedang, myopia dengan dioptri 3.00-6.00
3. Myopia berat, yaitu myopia dengan dioptri >6.00
Menurut perjalanan waktunya, myopia dikenal bentuk:

1. Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa


2. Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat
bertambah panjangnya bola mata
3. Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif, yang dapat
mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan myopia
pernisiosa = myopia maligna = myopia degenerative
Myopia degenerative atau myopia maligna biasanya terjadi jika myopia lebih
dari 6.00 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjang bola mata
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai
dengan atrofi korioretina.1

3.3 Manifestasi Klinis


Pada anamnesis didapatkan adanya penglihatan jauh yang kabur, cenderung
memicingkan mata saat melihat jauh untuk mendapatkan efek pin hole dengan
makin kecilnya fissure interpalpebralis. Penderita myopia juga dapat memberikan
keluhan sakit kepala, walaupun lebih sering dikeluhkan pada penderita
hipermetropia. Umumnya penderita myopia adalah orang yang suka membaca,
diduga karena saat membaca mereka tidak mengalami gangguan penglihatan.
Timbul keluhan astenopia konvergensi karena pungtum remotum (titik terjauh yang
masih dilihat jelas) yang dekat, sehingga mata selalu dalam keadaan konvergensi.
Bila keadaan ini menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esotropia. Gejala astenopia pada miopia tidak khas, jika astenopia hadir pada pasien
11

miopia biasanya akibat beberapa penyebab lainnya, seperti astigmatisme,


anisometropia, disfungsi akomodasi. Anak-anak dengan miopia sederhana
seringkali tidak sadar bahwa mereka terjadi penurunan penglihatan jarak jauh,
sampai mereka menemukan anak-anak yang lain melihat lebih baik dari yang
mereka bisa. Misalnya mereka memperhatikan bahwa mereka tidak bisa membaca
papan tulis sebaik teman sekelasnya. Dapat ditemukan genetika. Tidak terdapat
riwayat kelainan sistemik seperti diabetes mellitus dan hipertensi. 1,7
Pada pemeriksaan fisik secara subjektif dilakukan dengan menggunakan kartu
Snellen. Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi penderita duduk pada jarak 5m,
6m, atau 20feet dari kartu Snellen dengan pencahayaan yang cukup. Pemeriksaan
dilakukan bergantian dengan menutup salah satu mata, umumnya mata kanan
diperiksa terlebih dahulu dan mata kiri ditutup. Penderita diminta untuk membaca
huruf pada kartu Snellen. Jika penderita tidak dapat membaca hingga 6/6, maka
dicoba dilakukan koreksi secara trial and error menggunakan lensa sferis negated
hingga mencapai tajam penglihatan yang terbaik dan sebaliknya dengan mata kiri.
Penderita akan diberikan lensa sferis negative terkecil yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal. Hal ini ditujukan agar memberikan mata istirahat dengan
baik setelah dikoreksi.1,7
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menentukan pemeriksaan secara
objektif menggunakan alat retinoskopi atau autorefractometer. 1,7

3.4 Etiologi
Beberapa dekade lalu, prevalensi miopia sangat rendah dan hanya terjadi karena
adanya faktor genetik yang diturunkan oleh orangtua dengan miopia juga. Pada saat
ini prevalensi miopia meningkat terutama pada jenis miopia “sekolah”. Menurut
Alvarez, miopia adalah penyakit komplek yang diakibatkan dari genetik dan
lingkungan. Namun hal ini masih menjadi perdebatan antara faktor genetik atau
faktor lingkungan yang menjadi penyebab meningkatnya prevalensi miopia. Ada
pendapat lain yang menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan penyakit okular
seperti usia, herediter dan gaya hidup, penggunaan alat elektronik seperti televisi,
gadget dan komputer juga dianggap sebagai penyebab predisposisi penglihatan
12

semakin buruk. Sebuah survey menunjukan bahwa semua lembaga, universitas, dan
rumah secara teratur menggunakan perangkat elektronik gadget untuk berbagai
kegiatan sehari-hari.1,9

a. Faktor herediter

Beberapa studi pendahulauan pada anak denga norang tua rabun telah terbukti
lebih mengalamirabun jauh dibandingkan dengan orang tua non- rabun. Anak
dengan kedua orangtua rabun umumnya berpotensi memiliki risiko lebih besar
menderita myopia daripada hanya salah satu dari orangtuanya. Hasilnya
menunjukkan bahwa prevalensi miopia pada anak dengan orangtua yang
mengalami miopia adalah 33-60%. Prevalensi pada anak dengan salah satu
orangtua yang mengalami miopia adalah 23-40%. Sedangkan pada anak yang kedua
orangtuanya tidak mengalami miopia, prevalensi terjadinya miopia sebesar 6-15%.
Berdasarkan perbedaan prevalensi tersebut dapat diketahui bahwa faktor genetik
berpengaruh besar terhadap terjadinya miopia pada anak bahkan pada anak
beberapa tahun pertama sekolahnya.

b. Faktor lingkungan dan kebiasaan

Kebiasaan bermain gadget dapat berdampak buruk bagi kesehatan terutama pada
gangguan kesehatan mata akibat terlalu lama menatap layar gadget. Membaca atau
kerja dengan jarak melihat yang terlalu dekat dalam intensitas waktu yang lama
dapat menyebabkan miopia. Seang-Mei Saw membuat sebuah review tentang
faktor-faktor resiko lingkungan terhadap miopia menyebutkan bahwa melakukan
aktifitas melihat objek dalam jarak dekat, durasi relatif cahaya siang dan periode
gelap malam, serta interaksi gen dan lingkungan dapat berkontribusi dalam
perkembangan miopia. Penerangan yang kurang memadai dapat mengganggu
akomodasi mata, kontraksi otot siliar yang terus menerus dapat menimbulkan
kelainan refraksi yaitu miopia.8

Teori lain menyebutkan bahwa penyebab miopia adalah kekurangan vitamin,


penyakit mata, gangguan pertumbuhan sklera, dan pemakaian kacamata yang tidak
sesuai.
13

1) Malnutrisi, defisiensi vitamin dan mineral tertentu

Malnutrisi atau kekurangan gizi dianggap menjadi progresivitas pada miopia.


Beberapa hipotesa berpusat pada defek sklera sebagai hasil kekurangan intake
protein, kalsium dan vitamin D.

2) Penyakit mata

Beberapa penyakit mata yang dianggap menjadi penyebab progresifitas miopia


antara lain katarak, degrenerasi makula, dan infeksi mata.

3) Gangguan pertumbuhan sklera

Gangguan pertumbuhan pada sklera kemungkinan penyebab pada miopia derajat


tinggi. Hal ini dapat dibuktikan melalui mikroskopis, ultramikroskopis, dan
biokimiawi yang menunjukkan kualitas dan kuantitas sklera posterior yang
abnormal pada miopi patologis.

4) Pemakaian kacamata yang tidak sesuai

Pemilihan kacamata untuk miopia adalah kacamata dengan lensa minus. Apabila
penderita memakai kacamata yang tidak sesuai dengan kondisi mata, dikhawatirkan
dapat memperparah derajat miopia pada penderita.

3.5 Faktor Risiko


Berdasarkan pustaka dan penelitian-penelitian sebelumnya, faktorfaktor risiko
terjadinya miopia yaitu:
1) Miopia orang tua
Faktor risiko yang penting dari miopia adalah faktor keturunan. Orang tua
yang miopia cenderung memiliki anak miopia. Jika kedua orang tua miopia,
maka risiko anak mengalami miopia akan semakin besar (Schmid KL et all,
2011). Prevalensi miopia 33- 60% pada anak dengan kedua orang tua miopia.
Pada anak yang memiliki salah satu orang tua miopia prevalensinya 23-40%,
14

dan hanya 6-15% anak mengalami miopia yang tidak memiliki orang tua
miopia.
2) Ras/Etnis
Orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar 
(70%-90%)
daripada orang Eropa dan Amerika (30%-40%), sedangkan yang paling jarang
mengalami miopia adalah orang Afrika (10%- 20%). (Fredrick, D.R., 2002) 

3) Aktivitas Jarak Pandang Dekat
Kebiasaan membaca atau kerja dekat dalam waktu lebih dari 30 menit
secara terus menerus dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya miopia.
Terdapat korelasi kuat antara tingkat pencapaian pendidikan dan prevalensi
serta progresivitas gangguan refraksi miopia. Individu dengan profesi yang
banyak membaca seperti pengacara, dokter, pekerja dengan mikroskop, dan
editor mengalami miopia derajat lebih tinggi. Miopia dapat berkembang tidak
hanya pada usia remaja, namun melewati usia 20-30 tahun. (Seet B dkk, 2002)
Aktivitas melihat dekat menjadi faktor penyebab terjadinya miopia melalui
efek fisik langsung akibat akomodasi terus menerus sehingga tonus otot siliaris
menjadi tinggi dan lensa menjadi cembung. Namun berdasarkan teori terbaru,
aktivitas melihat dekat yang lama menyebabkan miopia melalui terbentuknya
bayangan buram di retina (retinal blur) yang terjadi selama fokus dekat.
Bayangan buram di retina ini memulai proses biokimia pada retina untuk
menstimulasi perubahan biokimia dan struktural pada sklera dan koroid yang
menyebabkan elongasi aksial.8 Aktivitas jarak dekat yang dimaksud adalah:
a. Membaca buku
Anak-anak dengan miopia yang tinggi membaca lebih sering dibanding
dengan anak-anak dengan miopia rendah ataupun yang tidak miopia yaitu lebih
dari dua buku dalam seminggu. Pekerjaan jarak dekat seperti jarak membaca
yang terlalu dekat (<30 cm) dan lama membaca (>30 menit) juga dapat
meningkatkan terjadinya miopia pada anak.
Kebiasaan membaca lebih dari 30 menit secara terus menerus dapat
menyebabkan tonus otot siliaris menjadi tinggi sehingga lensa menjadi
15

cembung yang mengakibatkan bayangan objek jatuh di depan retina dan


menimbulkan miopia.
b. Menggunakan Komputer atau Table
Semakin lama orang melihat dekat, akan semakin besar, kemungkinannya
menderita miopia. Miopia akan mulai timbul bila mengoperasikan komputer
minimal 4 jam sehari, dan paling banyak diderita oleh orang-orang yang bekerja
dengan total waktu melihat dekat selama 8-10 jam sehari. Dengan posisi duduk
di depan komputer untuk jangka waktu beberapa jam, dapat memperberat kerja
otot mata untuk mengatur fokus dan menimbulkan ketegangan mata. Di
samping itu, penggunaan komputer berlebihan dapat mempercepat angka
kejadian miopia.
c. Menonton Televisi
Menonton televisi Menonton televisi dengan intensitas tertentu juga
berpengaruh terhadap derajat miopia. Sinar biru yang dipancarkan televisi dapat
menyebabkan degenerasi retina dengan merusak sitokrok oksidase dan
menghambat pernapasan sel. Pada jarak yang terlalu dekat saat menonton
televisi dapat pula menimbulkan keluhan seperti kelelahan akibat kekakuan
leher dan bahu, pusing, penglihatan buram, mata merah dan perih, serta nyeri
pada mata dan wajah. Penelitian menunjukkan bahwa kejadian miopia
meningkat pada anak-anak khususnya yang tinggal di apartemen di mana
mereka cenderung menghabiskan banyak waktu untuk menonton televisi dan
bermain game.

d. Kurangnya aktivitas luar ruangan


Hasil penelitian Sydney Myopia Study pada tahun 2005 menunjukkan
bahwa semakin lama waktu aktivitas di luar ruangan, baik itu berupa olahraga
maupun aktivitas di waktu luang, berasosiasi dengan semakin rendahnya
prevalensi miopia pada anak usia 12 tahun. Penelitian lainnya menyebutkan
bahwa anak-anak yang memiliki waktu bermain yang lebih lama di luar ruangan
memiliki risiko mengalami miopia yang lebih rendah. Penelitian tersebut
membuktikan bahwa anak-anak emetropia dari kedua orang tua miopia yang
16

menghabiskan waktu di luar ruangan 5 jam atau kurang tiap minggu memiliki
kemungkinan menjadi miopia sebesar 60%. Sedangkan anak-anak emetropia
dari kedua orang tua miopia yang menghabiskan waktu di luar ruangan 14 jam
tiap minggu memiliki kemungkinan menjadi miopia sebesar 20%.35 Sebuah
hipotesis yang diterima secara luas adalah cahaya terang di luar ruangan
menstimulasi pelepasan dopamin dari retina yang dapat menginhibisi
pertumbuhan bola mata. Teori lainnya mengenai bagaimana kegiatan luar
ruangan dapat mencegah miopia adalah teori mengenai vitamin D. Vitamin D
memiliki peran dalam pembentukan kolagen, di mana kolagen adalah
komponen utama dari sklera. Penelitian The Collaborative Longitudinal
Evaluation of Ethnicity and Refractive Error (CLEERE) menjelaskan bahwa
pada mata emetropia pemanjangan aksis bola mata dikompensasi dengan
peregangan dari otot siliaris, zonula, dan lensa yang membuat kekuatan refraksi
lensa berkurang atau lebih pipih. Namun, jika kompensasi tersebut berhenti
terjadi, maka mata tersebut mulai mengalami miopia. Hilangnya kompensasi
tersebut diduga karena ada perubahan pada otot siliaris. Ketika teregang, otot-
otot polos pada tubuh seperti pembuluh darah dan kantung kemih memiliki
kecenderungan menjadi hipertrofi, begitu pula dengan otot siliaris. Otot siliaris
yang tebal tersebut menghambat pemipihan lensa untuk menyesuaikan dengan
pemanjangan aksis bola mata. Di sinilah peran dari vitamin D, di mana vitamin
D diduga memiliki peran anti hipertrofi pada otot siliaris, seperti perannya
untuk mencegah hipertrofi otot polos lainnya seperti kantung kemih. Sinar
matahari dapat membantu sintesis vitamin D dari pro vitamin D yang ada di
dalam tubuh. Intensitas cahaya juga mempengaruhi kejadian miopia. Semakin
tinggi intensitas cahaya, tingkat perlindungan terhadap miopia juga semakin
meningkat.
17

3.6 Patofisiologi
Pada saat baru lahir, kebanyakan bayi memiliki mata hyperopia, namun saat
pertumbuhan, mata menjadi kurang hyperopia dan pada usia 5-8 tahun menjadi
emetropia. Proses untuk mencapai ukuran emetrop ini disebut emetropisasi. Pada
anak dengan predisposisi yang berlanjut, akan menderita miopia derajat rendah
pada awal kehidupan. Saat mereka terpajan faktor miopigenik seperti kerja jarak
dekat secara berlebihan yang menyebabkan bayangan buram dan tidak terfokus
pada retina miopisasi berlanjut untuk mencapai titik fokus yang menyebabkan
elongasi aksial dan menimbulkan miopia derajat sedang pada masa akhir remaja. 8
Berikut ini adalah beberapa teori mengenai terjadinya miopia:

1) Menurut Duke Elder Saksi

a. Teori Mekanik
Timbul pada abad ke-19, yang menyatakan bahwa terjadinya miopia tinggi
disebabkan oleh peregangan sklera. Peregangan ini dapat terjadi pada sklera yang
normal ataupun yang sudah lemah.
Adanya konvergensi yang berlebihan, akomodasi yang terus menerus dan
kontraksi musculus orbicularis oculi akan mengakibatkan tekanan intra okuler
meningkat yang selanjutnya akan menyebabkan peregangan sklera. Selain itu,
pada akomodasi di mana terjadi kontraksi muskulus siliaris akan menarik koroid,
sehingga menyebabkan atropi. Konvergensi dan posisi bola mata ke arah inferior
pada waktu membaca menyebabkan polus posterior tertarik oleh nervus optikus.
Perlemahan sklera diduga juga menjadi penyebab membesarnya bola mata.
Perlemahan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1) Kongestisklera
2) Inflamasi sklera
3) Malnutrisi
4) Endokrin
5) Keadaan umum
6) Skleromalasia
18

b. Teori Biologi

Teori ini timbul setelah pengamatan bahwa miopia aksial adalah herediter.
Vogt mengatakan bahwa faktor timbulnya miopia terdapat pada jaringan
ektodermal yaitu retina, sedangkan jaringan mesodermal di sekitarnya tetap
normal. Retina tumbuh lebih menonjol dibanding dengan koroid dan sklera.
Pertumbuhan retina yang abnormal ini diikuti dengan penipisan sklera dan
peregangan koroid. Koroid yang peka terhadap regangan akan menjadi atrofi.
Seperti diketahui pertumbuhan sklera berhenti pada janin berumur 5 bulan
sedangkan bagian posterior retina masih tumbuh terus sehingga bagian posterior
sklera menjadi paling tipis.

2) Menurut David A. Goss


Faktor utama miopia tinggi adalah peningkatan aksial bola mata, yang
disebabkan oleh penurunan kuantitas dan perubahan karakteristik anatomi dari
jaringan kolagen sklera. Bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan
didepan retina oleh mata yang tidak berakomodasi, mata tersebut mengalami
miopia, atau nearsighted (Gambar 3.1). Bila mata berukuran lebih panjang daripada
normal, kelainan yang terjadi disebut miopia aksial. (Untuk setiap milimeter
tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri.) Apabila unsur-
unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang terjadi
disebut miopia kurvatura atau miopia refraktif. Jika objek digeser lebih dekat dari
6 meter, bayangan akan bergerak mendekati retina dan terlihat lebih fokus. Titik
tempat bayangan terlihat paling tajam fokusnya di retina disebut "titik jauh".
Derajat miopia dapat diperkirakan dengan menghitung kebalikan dari jarak titik
jauh tersebut. Dengan demikian, titik jauh sebesar 0,25 rn menandakan perlunya
lensa koreksi minus 4 diopfri untuk melihat jarak tertentu. Orang miopia memiliki
keuntungan dapat membaca di titik jauh tanpa kacamata bahkan pada usia
presbiopia. Miopia derajat tinggi menyebabkan meningkatnnya kerentanan
terhadap gangguan-gangguan retina degeneratif termasuk ablatio retinae.Lensa
sferis konkaf (minus) biasanya digunakan untuk mengoreksi bayangan pada
miopia.Lensa ini memundurkan bayangan ke retina.
19

Gambar 3.1 Miopia (Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury Ed. 17, 2010)

Mata normal akan beristirahat pada saat melihat jauh sedangkan untuk melihat
dekat, diperlukan usaha yang besar dari otot siliaris dalam mengatur bentuk dari
lensa mata. Sewaktu akomodasi, otot siliaris mengalami spasme sementara. Ini
merupakan adaptasi mata untuk bekerja dalam jarak dekat. Bila terus-menerus
bekerja dalam jarak dekat, spasme ini akan bertahan dalam beberapa bulan atau
tahun. Spasme otot siliaris yang kronik akan menginisiasi pemanjangan dari axis
bola mata.

Hal yang menginisiasi pemanjangan dari axis bola mata adalah merupakan
peran neuromodulator seperti dopamin, serotonin dan neuropeptida. Pelepasan
neuromodulator akan menyebabkan perubahan struktur sklera yang dimodulasi
oleh pembentukan proteoglikan. Meningkatnya jumlah proteoglikan menyebabkan
penurunan pertumbuhan panjang axis bola mata. Sebaliknya, menurunnya jumlah
proteoglikan menyebabkan peningkatan pertumbuhan panjang axis bola mata.
Akibat dari spasme otot siliaris, maka tidak diperlukan lagi akomodasi sewaktu
bekerja dalam jarak dekat sehingga akan menurunkan pelepasan dari
neuromodulator. Hal inilah yang mengakibatkan pemanjangan dari axis bola mata.
Bertambah panjangnya axis bola mata bertujuan agar tidak diperlukan lagi usaha
yang besar sewaktu bekerja dalam jarak dekat. Akan tetapi, setelah bola mata
20

bertambah panjang, mata tidak akan dapat melihat dengan jelas sewaktu melihat
jauh.

Gambar 3.2 Pathogenesis Miopia


Dikutip dari: Thecalgary Guide, 2015

3.7 Penatalaksanaan
3.7.1 Non-farmakologi

Koreksi myopia dapat dilakukan dengan pemberian kacamata, lensa kontak,


atau dengan bedah refraktif. Primsip pemberian kacamata pada myopia adalah
diberikan lensa sferis negatif terkecil yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemberian koreksi pada miopia:7

1. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya tidak perlu
dikoreksi, karena umumnya akan hilang dengan sendirinya pada usia 2 tahun.
Selain itu, bayi biasanya hanya berinteraksi dengan objek yang dekat.
21

2. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia pra sekolah sebaiknya dikoreksi karena anak
pada usia ini mulai berinteraksi dengan benda-benda atau orang dengan jarak
yang lebih jauh dibandingkan bayi. Namun, jika diputuskan untuk tidak
memberikan koreksi, pasien harus diobservasi dalam 6 bulan.
3. Untuk anak usia sekolah, myopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu dikoreksi.
Namun, perlu dijelaskan kepada guru pasien tersebut di sekolah bahwa pasien
menderita myopia dan evaluasi kembali perlu dilakukan dalam waktu 6 bulan.
4. Untuk dewasa, koreksi diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien.
Selain itu, dikenal istilah “visual hygiene”, yaitu pedoman dalam upaya
mengendalikan laju myopia yang terdiri atas beberapa langkah berikut:
1. Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat setiap 20 menit.
Selama istirahat ini usahakan untuk dapat berdiri, berkeliling ruangan dan
melihat jauh keluar jendela.
2. Ambillah posisi duduk tegak namun nyaman selama membaca dan duduklah
pada kursi dengan sandaran tegak
3. Gunakan penerangan yang cukup saat membaca
4. Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan hingga siku
5. Duduk setidaknya berjarak 6 kaki atau setara 6 meter saat menonton televisi
6. Batasi waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi atau bermain game
7. Olahraga teratur.
8. Kacamata tidak dapat mengobati myopia, hanya akan membantu proses
penglihatan.
9. Penggunaan kacamata yang tepat disertai dengan visual hygiene dengan benar
dapat mengurangi risiko penambahan dioptric jangka Panjang.
10. Tidak menggunakan kacamata atau tidak menerapkan visual hygiene
dengan benar dapat menyebabkan penglihatan semakin buram karena Panjang
antero-posterior mata menjadi semakin melebar, menyebabkan mata terus
berakomodasi. Walaupun begitu, keadaan progresivitas ini tetap akan lebih baik
pada individu yang tetap menggunakan kacamata di banding yang tidak, karena
proses akomodasinya akan jauh lebih baik pada individu dengan kacamata.
22

11. Konsumsi vitamin mata, sayur, dan buah yang mengandung tinggi Vit. A
hanya berperan sebagai antioksidan yang memelihara dan mencegah retina
mengalami kerusakan.
12. Ibu hamil dengan miopia tinggi dapat melakukan proses persalinan normal
dengan catatan tidak ada gangguan pada retina perifer (lettice) menggunakan
pemeriksaan funduskopi indirek oleh dokter spesialis mata. Jika tidak terdapat
funduskopi indirek dan miopia yang diderita adalah miopia derajat tinggi, maka
lebih baik disarankan untuk melakukan persalinan secara sectio caesarea untuk
mencegah timbulnya ablasio retina akibat mengejan yang kuat.

3.7.2 Farmakologi
Agen sikloplegik kadang-kadang digunakan untuk mengurangi respon
akomodatif sebagai bagian dari pengobatan pseudomiopia. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa pemberian atropine dan cyclopentolate topikal sehari-hari
mengurangi tingkat perkembangan miopia pada anak-anak dengan miopia onset
dini. Namun, manfaat ini tampaknya tidak lebih besar daripada ketidaknyamanan
dan risiko yang dapat muncul dari penggunaan siklopegia kronis.9

3.7.3 Operatif
Tindakan pembedahan dilakukan untuk mengubah pembiasan mata dengan
mengubah kornea atau lensa, yang merupakan komponen pembiasan utama.10
a. Surface ablation procedures
Teknik ini dapat mengoreksi myopia derajat ringan hingga sedang.
b. Laser in situ keratoileusis (LASIK)
LASIK dapat mengoreksi myopia derajat sedang hingga berat tergantung pada
ketebalan kornea awal.
c. Refractive Lenticule extraction
Teknik ini merupakan teknik terbaru untuk mengoreksi myopia dan
astigmatisme myiopia.
23

d. Clear lens exchange


Clear lens exchange memberikan hasil visual yang sangat baik, namun
memilikir risiko kecil komplikasi katarak, khususnya ablasi retina pada individu
dengan derajat myopia tinggi.
e. Iris clip
Disebut juga dengan lobster claw, yaitu implant yang ditempelkan pada iris.
Dapat menimbulkan komplikasi subluksasio atau dislokasi pada salah satu
perlekatan, pupil oval, ,kerusakan sel ensitel, katarak, glaukoma dan ablasio
retina.

Gambar 3.3 Iris Clip Technique

f. Phacic posterior chamber implant


Disebut juga dengan implantable contact lens (ICL) yaitu implantasi lensa
kontak diantara iris danlensa serta ditunjang di sulkus siliaris. Lensa yang
digunakan dibuat dari material turunan kolagen dengan kekuatan -3D hingga -
20.50D. Hasil visual biasanya baik, namun dapat timbul komplikasi seperti
uveitis, pupillary block, kerusakan sel endotel, pembentukan katarak dan
ablasio retina.10

3.8 Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan, yaitu ablasio retina,


juling (esotropia), myopic maculopaty, vitreous liquefaction dan detachment,
glaukoma dan katarak.1
24

Risiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 D sampai -4,75 D sekitar


1/6662, sedangkan pada -5 D sampai -9,75 D risiko meningkat menjadi 1/1335.
Lebih dari -10 D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor
risiko pada miopia rendah 3 kali dan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali,
sedangkan esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi terus
menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah bekurang atau
terdapat ambliopia. Myopic maculopaty, dapat terjadi kerena penipisan koroid dan
retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada mata dengan miopia tinggi yang
berakbat atrofi sel-sel retina sehingga penglihatan berkurang. Selain itu, dapat juga
terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan hilangnya penglihatan
sebagian. Vitreous liquefaction dan detachment, badan vitreus yang berada di
antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat kolagen yang seiring
pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan, khususnya pada penderita miopia.
Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal,
penderita melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat
terjadi kolaps badan vitreus dan kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini
nantinya akan berisiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina.
Glaukoma dapat terjadi akibat degenerasi anyaman trabekulum yang merupakan
tempat pengeluaran cairan mata. Peningkatan tekanan pada mata dapat merusak
saraf mata. Glaukoma sudut terbuka lebih sering terjadi pada mata miopia daripada
mata normal dan yang terakhir, katarak menyebabkan lensa pada mata miopia akan
kehilangan transparansi. Pada orang miopia onset katarak muncul lebih cepat.1

Miopia patologi merupakan miopia tinggi yang memiliki kelainan refraksi


dengan spherical equivalent lebih besar dari - 6.00 D atau panjang aksial > 26,5
mm, yang disertai dengan adanya lesi pada gambaran fundus. Lesi-lesi pada fundus
tersebut dapat berupa lacquer cracks, atrofi korioretina, myopic choroidal
neovascularization (CNV), traksi vitreomakula, dan stafiloma posterior. Miopia
patologi diestimasikan memiliki prevalensi sebesar 5-10% pada keseluruhan kasus
miopia. Prevalensi meningkat pada orang Asia jika dibandingkan dengan orang
Afrika dan kulit putih.11,12,13
25

Pemanjangan aksial mata yang menyebabkan peregangan korioretina dan


penipisan koroid, retina, dan dinding sklera terjadi pada kasus miopia patologi.
Peningkatan radius bola mata atau permukaan jaringan korioretina dapat
menurunkan ketebalan jaringan tersebut. Penipisan jaringan korioretina dapat
terlihat dengan optical coherence tomography (OCT). Penipisan koroid dan retina
dapat terlihat sebagai lesi putih keabu-abuan atau kekuningan pada polus posterior
yang menggambarkan adanya atrofi korioretinal atau atrofi pigmen epitelium
retina.11,12,13

Keluhan awal yang dialami oleh pasien dengan miopia patologi sama seperti
keluhan pada pasien miopia pada umumnya. Pasien mengalami penurunan tajam
penglihatan terutama saat melihat jauh. Pasien juga dapat merasakan sensasi seperti
melihat bintik-bintik hitam berterbangan (floaters) yang diakibatkan adanya
perubahan pada vitreus yang lebih cepat mencair pada mata miopia. Riwayat
penggunaan kacamata tebal sejak kanak-kanak disertai dengan perubahan ukuran
koreksi kacamata pasien yang cepat dalam beberapa tahun juga dapat
mengindikasikan terjadinya kelainan ini.11,12,13

3.9 Prognosis
Quo Ad Vitam : Ad bonam
Quo Ad Functionam : Ad bonam

3.10 Indikasi Rujuk

Kriteria rujukan:11

1. Kelainan refraksi yang progresif


2. Kelainan refraksi yang tidak maju dengan koreksi atau tidak ditemukan
ukuran lensa yang memberikan perbaikan visus
3. Kelainan yang tidak maju dengan pinhole
BAB IV
KESIMPULAN

1. Miopia adalah suatu kondisi ketika sinar sejajar dari jarak tak terhingga di
fokuskan di depan retina ketika mata dalam keadaan tanpa akomodasi.
2. Penegakan diagnostic myopia dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
a. Anamnesis : Penglihatan kabur bila melihat jauh, cenderung memicingkan
mata bila melihat jauh, tidak terdapat kelainan sisemik (seperti DM,
Hipertensi, dan Buta senja)
b. Pemeriksaan Fisik : Penurunan visus pada pemeriksaan dengan Snellen
Chart.
3. Manajemen terapi myopia dengan cara memperbaiki visual hygiene, koreksi
kacamata, dan Tindakan operatif.
4. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus myopia adalah Ablasio retina,
Vitreal Liquefaction and Detachment, Glaukoma, serta Myopic Maculopaty

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas Hidarta, Yulianti Sri. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2018. Hal. 72-79.

2. Wu Pei Chang, Huang Hsiu Mei, Yu Hun Ju. Epidemiology of Myopia. Asia
Pasific Journal of Ophtalmology. Volume 5 Number 6. 2016.

3. Holden Brien, Fricke Timothy, Wilson David et al. Global Prevalence of


Myopia and High Myopia and Temporal Trends from 2000 throught 2050.
American Academy of Ophtalmology. 2016.

4. Foster PJ, Jiang Y. epidemiology of Myopia. Cambridge Ophtalmological


Symposium. 2014. 28(2).

5. Ilyas Hidarta, Yulianti Sri. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2018. Hal. 3-10.

6. Sobotta, Paulsen, F., and Waschke J. (2018). Sobotta Atlas of anatomy: Head,
Neck and neuroanatomy. Elsevier. Hal 125-128.

7. Budiono Sjamsu, Saleh Trinowati, Moestidjab. Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Mata. Airlangga University Press. Surabaya; 2013.

8. Fedrick, D. R. Myopia. BMJ 324 (7347): 1195-9.


http://bmj.com/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=12016188.

9. Gross, David A, Theodore P, etc. Optometric Clinical Practice Guideline:


Care of The Patient With Myopia. American Optometric Association. 2010.
Hal 37-41.

10. Salmon JF. Kanski’s Clinical Opthalmology: A systematic Approach. Elseiver.


9th Ed. United Kingdom; 2019. Hal 283-4.

11. Ohno-Matsui K. Pathologic Myopia. Asia Pac J opthalmol. 2016; 5(6)

12. Cho B-J, Shin JY, Yu HG Complications of Pathologic Myopia. Eye Contact
Lens. 2016 Jan;42(1):9-15.

13. Wong Y-L, Saw S-M. Epidemiology of Pathogenic Myopia in Asia and
Worldwide. Asia Pac J Opthalmol. 2016;5: 394-402

14. Ikatan Dokter Indonesia. Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer Revisi 2014. Edisi 1. Jakarta. 2014. Hal 181-2.

27

Anda mungkin juga menyukai