Anda di halaman 1dari 56

KELOMPOK 2

Agus Magun
Andi Ananda Ramadanti
Nurul Muchlisa
Salnase Natasia M
 Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit
tekanan darah tinggi.
 Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII,
seorang dikatakan mengalami hipertensi jika
tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan
diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam,
2003).
 Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
• Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap
natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas
Hipertensi pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi
insulin.

Primer/Essensial • Faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan


merokok, stress emosi, obesitas, gaya hidup dan
lain-lain (Nafrialdi, 2009).

• Hipertensi yg penyebabnya dapat diketahui, sering


berhubungan dengan beberapa penyakit : ginjal,
Hipertensi jantung koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf
pusat (Sunardi, 2000)

Sekunder • biasanya penyebabnya sudah diketahui, seperti


penyakit ginjal dan kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu (Anggraini, 2009).
 Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan
hipertensi essensial (hipertensi primer).
 Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan
sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat
tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah dan
disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang
paling sering.
 Terdapat beberapa klasifikasi hipertensi yang
dipakai antara lain:
 Patofisiologi terjadinya hipertensi masih belum dapat
diketahui. Namun, ada beberapa mekanisme yang
akan memengaruhi terjadinya hipertensi antara lain:

a. Curah jantung dan tahanan perifer:


 Sebagian besar kasus hipertensi esensial, terjadi
peningkatan pada tahanan perifer tanpa diikuti
peningkatan curah jantung. Hal tersebut dapat terjadi
dikarenakan pada kondisi tersebut tubuh akan
kekurangan untuk suplai oksigen dan nutrisi
sehingga mengakibatkan daya kontraksi jantung
menurun dan menyebabkan terjadinya penurunan
curah jantung. Selain itu, tekanan darah dipengaruhi
oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada
arteriol.
b. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
 Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan
suatu sistem endokrin yang penting dalam
mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari
aparat juxtaglomerular ginjal (Lumbantobing,
2008).
 Renin Angiotensin Aldosteron (RAA) bekerja
dengan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I. Angiotensi I yang masih inaktif
diubah menjadi angiotensin II dengan bantuan
angiotensin converting enzyme (ACE).
 ACE memiliki peranan yang penting dalam
mengatur tekanan darah. Angiotensin II
menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
darah karena memiliki sifat sebagai
vasokonstriktor (Gray et al,. 2005).
c. Sistem Saraf Otonom
 Sirkulasi sistem saraf otonom akan
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki
peran dalam mempertahankan tekanan
darah. Pada hal ini, hipertensi terjadi karena
adanya interaksi antara sistem saraf otonom
dan sistem renin angiotensin aldosteron
sehingga akan memengaruhi keseimbangan
natrium dan volume sirkulasi (Gray et al.,
2005)
 Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan
merusak endothel arteri dan mempercepat
atherosklerosis.
 Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah
besar.
 Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit
serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack),
penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal
ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi.
 Bila penderita hipertensi memiliki faktor-faktor resiko
kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas
dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya
tersebut.
 Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi
mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk
penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal
jantung.
1) Stroke
 Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan
tinggi di otak atau akibat embolus yang terlepas
dari pembuluh otak yang terpajan tekanan tinggi.
Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga
aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi
berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami
arterosklerosis dapat melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya
anurisma (Corwin, 2005).
2) Infark Miokardium
 Infark miokard dapat terjadi apabila arteri
koroner yang arterosklerotik tidak dapat
mensuplai cukup oksigen ke miokardium
atau apabila terbentuk trombus yang
menyumbat aliran darah melalui pembuluh
tersebut.
 Akibat hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi
dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark.
3) Gagal ginjal
 Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan
irreversible dari berbagai penyebab, salah
satunya pada bagian yang menuju ke
kardiovaskular.
 Mekanisme terjadinya hipertensi pada gagal
ginjal kronik oleh karena penimbunan garam
dan air atau sistem renin angiotensin
aldosteron (RAA) (Chung, 1995)
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi
natrium, air, dan klorida sehingga
menurunkan volume darah dan cairan
ektraseluler. Akibatnya terjadi penurunan
curah jantung dan tekanan darah. Selain
mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga
menurunkan resistensi perifer sehingga
menambah efek hipotesisnya.
Diuretik terdiri atas 3 golongan yaitu
Thiazid, Loop Diuretik (Diuretik Kuat), dan
Diuretik hemat kalium.
Golongan Thiazid yang paling sering digunakan adalah
Hydrochlorothiazide (HCT)
 Indikasi : Hipertensi, edema. Merupakan obat
antihipertensi lini pertama pada pasien hipertensi
tanpa komplikasi. Hipertensi pada lansia.
 Kontraindikasi : Hipokalemia refrakter,
hiperkalsemia, gangguan ginjal/hati berat, kehailan,
menyusui.
 Efek samping : Hiponatremia, hipokalemia,
hipomagnesemia, hiperkalsemia. Menghemat
ekskresi asam urat dari ginjal (menyebabkan
hiperurisemia), meningkatkan kadar kolesterol LDL
dan trigliserida. Dapat menyebabkan terjadi
hiperglikemia, gangguan fungsi seksual pada pasien
pria.
 FARMAKODINAMIK
Tiazid menghambat reabsorpsi NaCl dari sisi lumen sel
epitel tubulus kontortus distal dengan memblokade
transporter Na+/Cl-. Berbeda dengan tempat kerja diuretik
loop, ansa henle cabang ascenden tebal, tiazid sangat
meningkatkan reabsorpsi dari Ca2+. Peningkatan ini
diperkirakan terjadi akibat efek tiazid pada tubulus kontortus
proksimal dan distal. Dalam tubulus kontortus proksimal,
hilangnya volume cairan tubuh akibat tiazid menyebabkan
peningkatan absorpsi pasif Ca2+ dan Na+. Dalam tubulus
kontortus distal, penurunan kadar Na+ intrasel akibat blokade
pemasukan Na+ oleh tiazid meningkatkan pertukaran Na+/
Ca2+ keseluruhan. walaupun jarang menyebabkan
hiperkalsemia karena peningkatan reabsorpsi, tiazid dapat
memperberat hiperkalsemia pada pasien yang menderita
hiperparatiroidisme, karsinoma, dan sarkoidosis. Tiazid juga
bermanfaat dalam pengobatan batu ginjal yang disebabkan
oleh hiperkalsiuria. Karena kerja tiazid bergantung pada
produksi prostaglandin ginjal, tiazid juga dapat dihambat oleh
NSAID pada berbagai kondisi.
 FARMAKOKINETIK
Semua tiazid dapat diberikan per oral, tetapi
terdapat perbedaan dalam metabolismenya.
Klorotiazid, yakni senyawa induk kelompok ini,
bersifat kurang larut dalam lemak dan harus
diberikan dalam dosis yang relatif besar.
Klortalidon diabsorpsi secara perlahan dan durasi
kerjanya lebih panjang. Meskipun indapamid
diekskresi melalui sistem empedu, bentuk aktif
obat ini yang di ekskresi oleh ginjal cukup untuk
menimbulkan efek diuretiknya di tubulus
kontortus distal.3,4
Semua tiazid diekskresikan oleh urin dan
kebanyakan melalui sistem sekresi tubular. Hal
ini menyebabkan terjadi persaingan dengan
sekresi asam urat oleh sistem sekresi tersebut.
Akibatnya, penggunaan tiazid dapat menurunkan
ekskresi asam urat dan meningkatkan kadar
asam urat serum.
Catatan khuus :
 HCT kurang efektif pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal , dan dapat memperburuk
fungsi ginjal.
 HCT seringkali dikombinasikan dengan anti
hipertensi lain karena (1) dapat meningkatkan
efektifitas antihipertensi lain dengan mekanisme
kerja yang berbeda sehingga dosisnya dapat
dikurangi, (2) HCT mencegah retensi cairan oleh
anti hipertensi lain sehingga efek obat-obat
tersebut dapat bertahan.
• Indikasi : pasien dengan
rentensi cairan yang berat
(edema) assites hipertensive
 Loop diuretik memiliki
mula kerja yang lebih heart failura, edema paru akut,
cepat dan efek edema pada sindrom neprotik,
diuretiknya lebih kuat insufisiensi renalklonik, sirosis
dibanding golongan hepatis.
Thiazid. Obat ini cepat • Kontraindikasi :
sekali menguras cairan Hipovolemia, hiponatremia,
tubuh dan elektrolit, anuri (abstruksi post renal),
sehingga tidak pasien yang alergi terhadap
dianjurkan sebagai obat penyakit preparat sulfa.
anti hipertensi kecuali • Efek Samping :
pada pasien hipertensi Hipotensi, hiponatremia,
yang juga menderita
retensi cairan yang berat. hipokalamia, hipokalsemia,
Contoh Loop Diuretik hiperurisemia, ototoksisitas,
yang seing digunakan hiperglisemia, meningkatakan
adalah Furosemide. LDL kolesterol dan menurunkan
LDL.
FARMAKODINAMIK
Mekanisme kerja dari diuretik loop Pada pasien dengan gangguan
adalah dengan menghambat hiperkalsemia, dapat diberikan
symport Na -K+ +-2Cl- di lumen ansa
henle cabang ascenden tebal. Hal ini kombinasi antara diuretik loop
menyebabkan penurunan reabsorpsi dan infus saline untuk
terhadap NaCl serta mengurangi meningkatkan ekskresi Ca2+.
potensial positif di lumen akibat Agen seperti NSAID dapat
difusi kembali K+ yang
meningkatkan eksk esi dari Mg2+
r mengganggu kerja diuretik
dan Ca2+. Hal ini dapat memicu loop melalui penurunan
terjadinya hipomagnesium pada sintesis prostaglandin
penggunaan berkepanjangan. (berperan dalam kerja diuretik
Hipokalsemia tidak terjadi pada
pemberian diuretik loop di ginjal) sehingga perlu
dikarenakan absorpsi Ca2+ di usus berhati-hati terutama pada
dapat dipicu oleh vitamin D dan Ca2+ pasien dengan sindrom
juga aktif direabsorpsi pada tubulus
kontortus distal. nefrotik atau sirosis hepatik

Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang
belum diketahui secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada
penggunaan furosemid secara intravena pada pasien dengan edema paru
et causa gagal jantung akut, dapat memberikan efek vasodilator (terapi
yang berguna) sebelum muncul efek diuretik.
 FARMAKOKINETIK
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi
oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi
tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1
jam dan jika diberikan intravena absorpsinya
hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar
4-6 jam. Sedangkan furosemid memerlukan
waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi yaitu
2-3 jam, dan dengan durasi efek yang lebih
pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh keduanya
bergantung pada fungsi ginjal. Pemberian obat-
obat lain seperti NSAID atau probenesid dapat
mengurangi sekresi asam lemah yang
menyebabkan penurunan sekresi diuretik loop.
 Salah satu contoh DHK yang sering digunakan
adalah Spironolactone. Spironolactone
merupakan antagonis aldosterm. Spironolactone
adalah diuretik lemah dan pengguanaannya
teruatam dikombinasikan denag diuretik lain
(HCT dan Furosemide) untk mencegah
hipoklemia.
Indikasi : Edema dan assites pada sirosis hati, aksitens
malignan, sindroma neprotik, gagal jantung, kongestif;
hiperaldosteronisme primer. Digunakan bersama dengan
Furosemide/Thiaside untuk mencegah hipokalamia.
Efek samping: Gangguan saluran cerna; hipotensi,
ginekomestia, menstruasi tidak teratur, latargi, ait kepala,
bingung: ruam kulit; hipekalemia, hiponatermia;
hipototoksisitas, osteomalasia, dan gangguan darah.
 FARMAKODINAMIK
Diuretik hemat kalium menurunkan absorpsi di
tubulus dan tubulus koligen renalis. Absorpsi Na+
(dan sekresi K+) pada tempat ini diatur oleh
aldosteron. Antagonis aldosteron mempengaruhi
proses ini. Efek serupa diamati pada pengaturan H+
oleh sel interkalaris tubulus koligen renalis. Hal ini
menjelaskan alasan terjadinya asidosis metabolik
pada penggunaan antagonis aldosteron.
 Spironolakton dan eplerenon berikatan dengan reseptor
aldosteron dan dapat pula menurunkan pembentukan
metabolit aktif aldosteron di dalam sel. Amilorid dan
triamteren tidak memblokade reseptor aldosteron tetapi
langsung mempengaruhi masuknya Na+ melalui kanal ion
natrium epitel (ENaC) pada membran apikal tubulus koligen
renalis. Karena sekresi K+ digabung dengan masuknya Na+
pada segmen ini, agen-agen ini juga merupakan diuretik
hemat kalium yang efektif. Kerja antagonis aldosteron
bergantung pada produksi prostaglandin, sehingga kerjanya
dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi.
 FARMAKOKINETIK
Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Awitan dan
durasi kerja spironolakton ditentukan oleh kinetik respons
aldosteron di jaringan sasaran. Waktu paruh spironolakton
dalam plasma hanya 10 menit, akan tetapi bentuk
metabolit aktifnya, canrenone memiliki waktu paruh 16
jam. Spironolakton sebagian besar di inaktivasi di hati.
Secara keseluruhan, awitan kerja spironolakton agak
lambat, dibutuhkan beberapa hari sebelum efek terapi
penuh dicapai. Eplerenon adalah analog spironolakton
yang lebih selektif terhadap reseptor aldosteron.

 Amilorid dan triamteren adalah penghambat langsung


influks Na+ di tubulus koligen renalis. Triamteren
dimetabolisme di hati, tetapi ekskresi ginjal merupakan
jalur eliminasi bentuk aktif dan metabolit triamteren yang
utama. Triamteren memiliki waktu paruh yang lebih
singkat sehingga harus diberikan lebih sering
dibandingkan dengan amilorid (yang tidak dimetabolisme).
 ACE Inhibitor bekerja menghambat perubahan
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2 sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron. Vasodilatasi secara langsung akan
menurunkan tekanan darah sedangkan
berkurangnya aldosteron akan menyebabkan
ekskresi air dan natrium dan retensi kalium.
Contoh obat ACE Inhibitor adalah Captopril,
Ramipril, Imidapril, Enalapril, Lisinopril,
Trandolapril, Perindopril, Quinapril, Fosinopril,
Benazepril.
 Contoh obat ACE Inhibitor yang diambil adalah
Captopril
 Indikasi : Penderita hipertensi dengan diabetes
melitus dapat menurunkan resistensi insulin. Penderita
hipertensi dengan proteinuria, gagal jantung, pasca
infark miokard dengan ganggaun fungsi diastolik.
 Kontraindikasi : Hipersensitif, wanita hamil (bersifat
teratogenik), menyusui (diekskresi ke dalam ASI dan
berakibat buruk terhadap fungsi ginjal bayi),
hiperkalemia, stenosis arteri renalis bilateral atau
unilateral pada keadaan ginjal tunggal.
 Efek samping : hipotensi, gangguan fungsi ginjal,
batuk kering yang menetap, angioedema, ruam kulit,
gangguan pengecapan, gangguan saluran cerna (mual,
muntah, dispepsia, diare, konstipasi, dan nyeri
abdomen). Hiperkalemia, hipoglikemi, dan kelainan
darah termasuk trombositopenia, leukopeni,
neutropenia.
 FARMAKODINAMIK
 FARMAKOKINETIK
β-bloker bekerja memberikan hambatan terhadap reseptor β.
Reseptor β yang terdapat dalam tubuh terdiri atas yaitu :
 β 1 : Terutama terdapat pada miokard.

 β 2 : pada organ viseral (bronks, genitourunaria) dan otot


polos pembeluh darah.
 β 3 : jaringan lemak.

β-bloker terdiri atas 2 jenis yaitu kardioselektif (afinitas lenih


tinggi terhadap reseptor β1 daripada β2) dan nonselektif
(memiliki afintas yang sama terhadap reseptor β1 dan β2).

Nb: penggunaan β-bloker non selektif menimbulkan lebih


banyak efek samping dibanding β-bloker selektif. Misalnya
penghambatan adrenoreseptor β2 di paru menyebabkan
brokospasme. Sebaliknya, β-bloker selektif bekerja lebih
dominan pada adrenoreseptor β1 di jantung sehingga leih
kurang Memberikan efek samping.
Mekanisme penurunan tekanan darah akibat
pemberian β-bloker dapat dikaitkan dengan
hambatan reseptor β1, antara lain :
 Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontratilitas
miokard sehungga menurunkan curah jantung.
 Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomerular
ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin
II.
 Efek sentral yang mempengaruhi aktifitas saraf
simpatis, perubahan pada sensitifitas baroreseptor,
perubahan aktifitas neuron adrenergik perifer dan
penungkatan biosintetik prostasiklin.
β-bloker adalah sekelompok obat yang heterogen. Pemilihan
obat harus berdasarkan farmakodinamik dan farmakokinetik dari
setiap jenis β-bloker kemudian disesuaikan dengan kondisi
pasien. β–bloker tidak dapat diganti dengan preparat yang lain
walaupun dalam satu golongan karena setiap preparat memilik
sifat farmakologi yang berbeda.
 Indikasi : Hipertensi esensial: sebagai terapi tunggal
atau kombiansi denagn antihipertensi terutama diuretik
thiazide. Gagal jantung kongestif: tidak sebagai terapi
tuggal tetapi sebagai terapi kombinasi dengan digitalis,
diuretik dan ACE inhibitor.
 Kontraindikasi : Reaksi hipersensifitas, asma,
bronkospasme, PPOK, gagal jantung akut, atau
terdekompensasi yang membutuhkan inotropik secara
intravena, bradikardi berat, hipotensi, sindrom penyakit
sinus, blok AV derajat I, diabetes, miastenia gravis.
 Efek Samping : Hipotensi postural, pusing sakit
kepala, letih, bradikardi, gangguan saluran cerna; kadang-
kadang penurunan sirkulasi perifer; gejala mirip influenza,
edema perifer, nyeri pada anggota gerak, mulut kering,
mata kering, iritasi mata atau gangguan pandangan,
impotensi; Jarang: angina, AV blok, reaksi alergi kulit,
ekserbasi psoriasis, perasaan depresi, gangguan tidur,
paresresia, gagal jantung, perubahan enzim hati,
trombisitopenia, leukopenia.
 FARMAKODINAMIK
Carvedilol (beta bloker non selektif)
mempunyai afinitas yang sama terhadap
kedua reseptor beta 1 dan beta 2, tetapi sifat
kardioselektivitas ini relatif, artinya pada
dosis yang lebih tinggi beta bloker yang
kardioselektif juga memblok reseptor beta 2.
Carvedilol mempunyai efek stabilisasi
membran atau efek anestesi lokal (aktivitas
stabilisasi membran/ membrane stabilizing
activity).
 FARMAKOKINETIK
Absorpsi carvedilol (zat lipofil) dari usus pada umumnya cepat
dan baik, kecuali zat-zat hidrofil (antara lain atenolol, nadolol, dan
sotalol) yang hanya diserap 5 sampai 30%. Bioavailabilitas carvedilol
antara 25% sampai 35% karena melalui metabolisme lintas pertama
(first past effect). Makanan dapat menurunkan kecepatan absorspsi
carvedilol.
Distribusinya ke jaringan baik. Obat-obat ini juga mudah
mencapai CCS (cairan serebrospinal), sehingga lebih sering
menimbulkan efek samping pada SSP. Lebih dari 98% carvedilol terikat
dengan protein plasma khususnya albumin. Volume distribusi (Vd)
carvedilol adalah 115 L dan klirensnya antara 500- 700 mL/ menit.
Metabolisme carvedilol mengalami metabolisme lintas pertama,
dimana cincin aromatik carvedilol mengalami reaksi oksidasi dan
glukoronidasi dan enzim yang berperan adalah CYP450. Dari hasil
metabolisme carvedilol diperoleh 3 metabolit aktif, dimana 1
diantaranya 13 kali lebih poten dibanding carvedilol. Ekskresi
carvedilol melalui urin,berlangsung sebagai metabolit dengan aktivitas
lemah. Pengikatan carvedilol pada protein darah tidak berhubungan
dengan sifat lipofilnya. Nilai t � carvedilol adalah 7 sampai 10
jam. Kurang dari 2% diekskresi lewat urin dan metabolitnya diekskresi
melalui empedu dan dikeluarkan lewat feses.
 Indikasi : Hipertensi,angina.
 Kontraindikasi : Ama, PPOK, gagal jantung yang
tak terkendali, bradikardi yang nyata, hipotensi,
sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau
tiga, syok kardiogenik, bronkospasme.
 Efek Samping : Bradikardi, gagal jantung,
hipotensi, gangguan konduksi, bronkospasme
(lebih jarang dibandingkan β-bloker Nonselektif),
vasokonstriksi perifer, gangguan saluran cerna,
fatigue, gangguan tidur, ruam kulit.
 CCB adalah sekumpulan obat yang berbeda
dalam struktur kimia, sifat farmakologi, dan efek
terapeutik, namun memiliki efek yang sama yaitu
memblokade kanal kalsium pada membran
sehingga menghambat kalsium masuk ke dalam
sel.
 Kalsium merupakan zat yang tersebar diseluruh
tubuh dan merupakan intracelular messenger
untuk menjembatani suatu rangasangan menjadi
respon. Sebuah sel dapat berkotraksi apabila
terjadi peningkatan kalsium intrasel. Jika tidak
ada kalsium, maka sel kontraktil seperti miokard
dan sel otot polos pembuluh darah tidak dapat
berkontraksi.
 Pada penyakit aterosklerotik seperti hipertensi, PJK,
DM, homestasis kalisium intrasel terganggu sehingga
pembuuh darah menjadi sangat sensitif terhadap
substansi vasoaktif dan cenderung berkontraksi. Hal
ini akan menyebabkan resistensi perifer bertambah
dan tekanan darah meningkat.
 Pemberian CCB akan menghambat kalsium masuk ke
dalam sel sehingga salah satu efeknya adalah
menyebabkan vasodilatasi, memperlambat laju
jantung, dan menurunkan kontratilitas miokard
sehungga menurunkan tekanan darah.
 CCB memiki indiaksi utama sebagai anti hipertensi.
Selain itu, CCB yang memblokade kanal kalsium
dijantung juga digunakan sebagai obat anti aritmia.
 CCB golongan dihidropiridin terdiri atas
Nifedipine, Amlodipine, Felodipine,Nicardipin.
 Dihidropiridin memiliki afinitas yang besar pada
kanal kalsium dipembukuh darah sehingga
memiliki efek vasodilatasi yang kuat.
 Golongan dihidropiridin dilaporkan sangta
bermanfaat untuk pasien hipertensi usia lanjut,
isolated systolic hipertension, angina pectoris,
atherosklerosis, penyakit vaskular perifer.
 Efek samping CCB golongan dihidropiridin
anatara lain: flusing, sakit kepala, palpitasi, mual,
hipotensi ortostatil, dan edema periferal.
Penggunaa lama pernah dilaporkan terjadi
hiperplasia gingiva.
 Indikasi : Hipertensi, angina pectoris.
 Kontrainikasi : Hipersensifitas, syok
kardiogenik, stenosis aorta lanjut, porfiria.
 Efek samping : Pusing, sakit kepala, flusing,
letargi, takikardi, palpitasi; juga edema kaki,
ruam kulit, mual, sering kencing; nyeri mata,
hiperplasia gusi, depresi dilaporkan;
telangiektasia dilaporkan.
 FARMAKODINAMIK
 FARMAKOKINETIK
 CCB golongan fenilakilamin yang dibahas
dalam buku ini adalah Verapamil. Verapamil
memiliki afinitas yang besar pada kanal
kalsium di jantung sehingga memiliki efek
kronotropik dan inotropik negatif yang mirip
beta bloker.
 Indikasi : Hepertensi, angina, aritmia (terutama
SVT). Verapamil biasanya diberikan pada pasien yang
kontraindikasi terhadap beta bloker.
 Kontraindikasi : Penderita hipersensivitas, syok
kardiogenik, infark miokard akut dengan komplikasi,
AV blok derajat II-III (kecuali pada pasien dengan
pacu jantung), sindroma sick sinus (kecuali pada
pasien dengan pacu jantung), gagal jantung
kongestif, flutter atau fibrilasi atrium dengan jalur
bypass (misal sindrom Wolf-Parkinson-White).
 Efek samping : Efek samping yang umum terjadi
adalah: konstipasi, pusing, mual, hipotensi, sakit
kepala, edema, edema paru, fatigue, dispnea,
bradikardia, AV blok, ruam kulit.
 FARMAKODINAMIK
 FARMAKOKINETIK
CCB golongan bensotiazepine yang paling sering digunakan adalan
Diltiazem
Diltiazem
 Indikasi : Hipertensi esensial ringan sampai sedang. Hipertensi
disertai angina [ectoris, takiaritmia, nefropati diabetik, dan
atherosklerotik carotis.
 Kontraindikasi : Bradikardi berat (denyut jantung diabawah
50x/menit), gagal jantung kongestif; gagal ventrikel kiri dengan
kongesti paru, blokade AV derajat dua atau tiga (kecuali jika
digunakan pacu jantung), sindrom penyakit sinus (sinus bradikardi,
sinus arrest, sinus atrial); kehamilan;menyusui;hipersensitif terhadap
diltiazem.
 Efek samping : Bradikardi, blokade sinoatrial, blokade AV,
jantung berdebar, pusing, hipotensi, malaise, asthenia, sakit kepala,
muka merah dan panas, gangguan saluran cerna, edema (terutama
pada pergelangan kaki); jarang terjadi ruam kulit (termasuk eritema
multiforme dan dermatitis), fotosensitif; dilaporkan juga hepatitis,
ginekomastia, hiperplasia gusi, sindrom esktrapiramidal, dan
depresi.
 FARMAKODINAMIK
 FARMAKOKINETIK
 α1-Bloker bekerja degan cara memblokade
adrenoreseptor α1 pada otot polos pembuluh
darah sehingga menyebabkan vasodilatasi,
menurunkan resistensi perifer, dana menurunkan
tekanan darah.
 Efek α1-Bloker lainnya adalah menghambat
pembesaran prostat, memperbaiki profil lemak
yaitu menurunkan trigliserida dan LDL –
kolesterol serta meningkatkan HDL-kolesterol.
 α1-Bloker yang sering digunakan sebagai
antihipertensi anatara lain: Prazosin (short
acting), Doxazosin (long acting), dan Terazosin
(long acting).
 Indikasi : Hipertensi, hiperplasia prostat
jinak.
 Kontraindikasi : Hipersensitif, hipotensi
ortostatik.
 Efek samping : Hipotensi ortostatik, pusing,
sakit kepala, palpitasi, nausea, edem perifer,
impotensi.
 FARMAODINAMIK
 FARMAKOKINETIK
 Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara potensial
dalam terbentuknya hipertensi; faktor-faktor tersebut adalah : ƒ
 Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi
diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respons terhadap stress
psikososial dll ƒ
 Produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor
 ƒAsupan natrium (garam) berlebihan ƒ
 Tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium ƒ
 Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi
angiotensin II dan aldosteron ƒ
 Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan peptide
natriuretik ƒ
 Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus
vaskular dan penanganan garam oleh ginjal ƒ
 Abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah
kecil di ginjal ƒ
 Diabetes mellitus ƒ
 Resistensi insulin ƒ
 Obesitas ƒ
 Meningkatnya aktivitas vascular growth factors ƒ
 Perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik
inotropik dari jantung, dan tonus vaskular ƒ
 Berubahnya transpor ion dalam sel

Anda mungkin juga menyukai