Agus Magun
Andi Ananda Ramadanti
Nurul Muchlisa
Salnase Natasia M
Hipertensi lebih dikenal dengan istilah penyakit
tekanan darah tinggi.
Bedasarkan JNC (Joint National Comitee) VII,
seorang dikatakan mengalami hipertensi jika
tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan
diastolik 90 mmHg atau lebih (Chobaniam,
2003).
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg.
Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Sheps, 2005).
• Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap
natrium, kepekaan terhadap stress, reaktivitas
Hipertensi pembuluh darah terhadap vasokontriktor, resistensi
insulin.
Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang
belum diketahui secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada
penggunaan furosemid secara intravena pada pasien dengan edema paru
et causa gagal jantung akut, dapat memberikan efek vasodilator (terapi
yang berguna) sebelum muncul efek diuretik.
FARMAKOKINETIK
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi
oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi
tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1
jam dan jika diberikan intravena absorpsinya
hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar
4-6 jam. Sedangkan furosemid memerlukan
waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi yaitu
2-3 jam, dan dengan durasi efek yang lebih
pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh keduanya
bergantung pada fungsi ginjal. Pemberian obat-
obat lain seperti NSAID atau probenesid dapat
mengurangi sekresi asam lemah yang
menyebabkan penurunan sekresi diuretik loop.
Salah satu contoh DHK yang sering digunakan
adalah Spironolactone. Spironolactone
merupakan antagonis aldosterm. Spironolactone
adalah diuretik lemah dan pengguanaannya
teruatam dikombinasikan denag diuretik lain
(HCT dan Furosemide) untk mencegah
hipoklemia.
Indikasi : Edema dan assites pada sirosis hati, aksitens
malignan, sindroma neprotik, gagal jantung, kongestif;
hiperaldosteronisme primer. Digunakan bersama dengan
Furosemide/Thiaside untuk mencegah hipokalamia.
Efek samping: Gangguan saluran cerna; hipotensi,
ginekomestia, menstruasi tidak teratur, latargi, ait kepala,
bingung: ruam kulit; hipekalemia, hiponatermia;
hipototoksisitas, osteomalasia, dan gangguan darah.
FARMAKODINAMIK
Diuretik hemat kalium menurunkan absorpsi di
tubulus dan tubulus koligen renalis. Absorpsi Na+
(dan sekresi K+) pada tempat ini diatur oleh
aldosteron. Antagonis aldosteron mempengaruhi
proses ini. Efek serupa diamati pada pengaturan H+
oleh sel interkalaris tubulus koligen renalis. Hal ini
menjelaskan alasan terjadinya asidosis metabolik
pada penggunaan antagonis aldosteron.
Spironolakton dan eplerenon berikatan dengan reseptor
aldosteron dan dapat pula menurunkan pembentukan
metabolit aktif aldosteron di dalam sel. Amilorid dan
triamteren tidak memblokade reseptor aldosteron tetapi
langsung mempengaruhi masuknya Na+ melalui kanal ion
natrium epitel (ENaC) pada membran apikal tubulus koligen
renalis. Karena sekresi K+ digabung dengan masuknya Na+
pada segmen ini, agen-agen ini juga merupakan diuretik
hemat kalium yang efektif. Kerja antagonis aldosteron
bergantung pada produksi prostaglandin, sehingga kerjanya
dapat dihambat oleh NSAID pada berbagai kondisi.
FARMAKOKINETIK
Spironolakton diabsorpsi dengan baik di usus. Awitan dan
durasi kerja spironolakton ditentukan oleh kinetik respons
aldosteron di jaringan sasaran. Waktu paruh spironolakton
dalam plasma hanya 10 menit, akan tetapi bentuk
metabolit aktifnya, canrenone memiliki waktu paruh 16
jam. Spironolakton sebagian besar di inaktivasi di hati.
Secara keseluruhan, awitan kerja spironolakton agak
lambat, dibutuhkan beberapa hari sebelum efek terapi
penuh dicapai. Eplerenon adalah analog spironolakton
yang lebih selektif terhadap reseptor aldosteron.