Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

NEUROPATI OPTIKUS + GLAUKOMA ODS

Disusun Oleh :
Lutfiah Hafidzah
712022033

Pembimbing :
dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:
Neuropati Optikus + Glaukoma ODS

Disusun Oleh:
Lutfiah Hafidzah
712022033

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit
Umum Daerah Palembang BARI

Palembang, 20 Maret 2023


Pembimbing

dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M

ii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, Zat Yang Maha Indah dengan segala
keindahan-Nya, Zat Yang Maha Pengasih dengan segala Kasih Sayang-Nya, yang
terlepas dari segala sifat lemah semua makhluk.
Alhamdulillah berkat kekuatan dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Neuropati Optikus + Glaukoma
ODS” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang di
Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih kepada :
1. dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Palembang Bari
yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan selama
penyusunan referat ini.
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan-rekan co-assistensi atas bantuan dan kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.

Palembang, 20 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR..............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Lensa........................................................................................... 7
2.2. Fisiologi Lensa........................................................................................... 8
2.3. Metabolisme Lensa Normal....................................................................... 8
2.4. Katarak....................................................................................................... 9
2.5.1. Definisi Katarak.............................................................................. 9
2.5.2. Epidemiologi…………………………………………………….. .
9
2.5.3. Klasifikasi Katarak.......................................................................... 10
2.5.4. Faktor Resiko Katarak..................................................................... 11
2.5.5. Patofisiologi Katarak Senilis........................................................... 19
2.5.6. Manifestasi Klinis Katarak.............................................................. 20
2.5.7. Penatalaksanaan Katarak................................................................. 22
2.5.8. Komplikasi……………………………………………………...... 24

BAB III. LAPORAN KASUS...................................................................................25


BAB IV. ANALISA KASUS.................................................................................... 32
BAB V. KESIMPULAN......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................36

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan salah satu organ tubuh manusia yang diciptakan
Tuhan yang merupakan organ vital yang memiliki nilai dan fungsi yang
sangat penting sebagain indra pengelihatan. Mata berbentuk seperti bola,
kecuali bagian yang lebih cembung dan berada didepan mata yaitu tempat
masuknya cahaya. Mata terdiri dari tiga lapisan dinding mata yaitu, lapisan
fibrosa (kornea dan sklera), lapisan vaskulosa (iris, corpus ciliaris, dan
koroid), dan lapisan nervosa yaitu retina. Sedangkan bola mata diisi oleh
struktur lain seperti lensa sebagai media refraksi, aqueous humor, dan
vitreous humor (Paulsen, 2018).1
Etiologi dari gangguan penglihatan terbanyak di seluruh dunia adalah
gangguan refraksi yang tidak dikoreksi, diikuti oleh katarak dan glaukoma.
Sebesar 18% tidak dapat ditentukan dan 1% adalah gangguan penglihatan
sejak masa kanak-kanak. Sedangkan penyebab kebutaan terbanyak di
seluruh dunia adalah katarak diikuti oleh glaukoma dan Age related
Macular Degeneration (AMD).2
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberi kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma adalah suatu kelainan neuropati optik kronik dengan
ciri khas adanya cupping (ekstravasasi) pada diskus N. Opticus dan
hilangnya lapang pandang yang dapat berakhir menjadi kebutaan, dengan
peningkatan Tekanan Intraokular (TIO) sebagai salah satu faktor risikonya.
Peningkatan tekanan intraocular dapat meningkat karena fisiologis cairan
humor aqueous yang terganggu, baik dari segi produksinya, distribusi,
maupun drainasenya. Meskipun peningkatan tekanan intraokular adalah
faktor resiko utama, tetapi ada atau tidak adanya peningkatan tekanan
intraokular tidak terlalu berperan untuk terjadinya glaucoma.3
Glaukoma ditandai dengan degenerasi trabecular meshwork (filter
yang bertanggung jawab untuk drainase aqueous humor dari camera oculi

6
anterior), yang meningkatkan tekanan intraokular (TIO). Peningkatan
tekanan bola mata ini menyebabkan kerusakan pada akson sel ganglion
retina yang membentuk saraf optik. Glaukoma adalah penyakit yang tetap
menunjukan gejala untuk waktu yang lama sehingga penyakit dapat
berkembang secara progresif tanpa disadari penderita, dimana manifestasi
visual terjadi bila sudah ada kerusakan permanen pada saraf optik.4

1.2 Rumusan Masalah


Makalah ini membahas mengenai neuropati optikus glaukoma.

1.3 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami penyakit
neuropati optikus glaukoma
2. Diharapkan kemudian hari dokter muda mampu mengenali dan
memberikan tatalaksana secara tepat

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu penyakit mata.
2. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan ini dapat dijadikan landasan
untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis


Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu yang
diperoleh dari laporan ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS)
dan diterapkan di kemudian hari dalam praktik klinik.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Iris
Iris adalah struktur mata yang terdapat di segmen anterior,
merupakan bagian berpigmen yang dapat memberikan warna pada bola
mata. Iris memiliki fungsi mengatur banyaknya cahaya yang masuk
kedalam mata melalui lubang yang terdapat ditengah dan dibentuk oleh iris
yang disebut sebagai pupil. Ukuran pupil dapat mengecil dan membesar
karena kontraksi dan relaksasi serabut otot polos dalam iris yang bersifat
involunter. Serabut sirkulernya (musculus sphincter pupillae) yang
dipersarafi parasimpatis menyebabkan pupil mengecil (konstriksi), sehingga
cahaya yang masuk ke mata lebih sedikit. Sedangkan serabut radialnya
(musculus dilator pupillae) yang dipersarafi oleh simpatis mengakibatkan
pupil melebar (dilatasi) sehingga lebih banyak cahaya yang masuk ke mata.
(Snell, 2018).5
Diameter pupil normal berkisar antara 3 hingga 4 mm. Pupil relatif
lebar pada orang muda dan relatif sempit pada orang tua dan bayi. Secara
normal pupil menyempit pada cahaya terang dan melebar pada suasana
redup atau gelap. Penyempitan pupil juga dipengaruhi oleh impuls saraf,
misalnya pada keadaan tidur pupil akan mengecil karena turunnya tonus
simpatis

Gambar 2.1. Iris

8
2.1.2 Corpus Ciliaris
Corpus Ciliaris merupakan bagian anterior dari traktus uvealis, yang
terletak di antara iris dan koroid. Pada potongan melintang, corpus ciliaris
memiliki bentuk segitiga siku-siku dan panjang sekitar 6 mm dengan bagian
atas (apeks) yang berdekatan dengan koroid dan bagian bawah (basis) yang
berdekatan dengan iris. Secara eksternal, corpus ciliaris menempel pada taji
sklera (scleral spur) sehingga menciptakan ruang suprasiliar, ruang potensial
antara korpus siliar dan sklera. Permukaan eksternal corpus ciliaris
membentuk insersi anterior traktus uvealis. Permukaan internal corpus
ciliaris berhubungan langsung dengan permukaan vitreus dan berdekatan
retina.5

Gambar 2.2 Corpus Ciliaris

Corpus ciliaris terdiri dari dua zona, yaitu zona anterior yang disebut
pars plikata dan zona posterior yang disebut pars plana. Otot siliar terdiri
atas tiga serat otot yang terpisah, yaitu serat longitudinal, sirkuler, dan oblik.
Serat longitudinal merupakan serat otot yang paling luar. Serat ini
melekatkan corpus ciliaris pada taji sklera (scleral spur) dan anyaman
trabekular pada limbus di bagian anterior dan lamina suprakoroidalis (serat
yang menghubungkan koroid dan sklera) menjauhi ekuator mata. Kontraksi
otot longitudinal membuka anyaman trabekular dan kanal Schlemm. Serat
sirkuler menyusun bagian anterior dan dalam, berjalan paralel menuju

9
limbus. Insersi ini terletak pada posterior iris. Serat oblik (radial atau
intermediet) menghubungkan serat longitudinal dan sirkuler. Kontraksi serat
otot ini akan memperluas ruang uvea-trabekuler. Vaskularisasi Siliar
Struktur pembuluh darah corpus ciliaris diperdarahi susunan pembuluh
darah kompleks dengan sirkulasi kolateral pada sedikitnya tiga tingkatan,
yaitu sirkulus episklera yang dibentuk oleh cabang arteri siliar anterior,
sirkulus intramuskuler yang terbentuk melalui anastomosis antara arteri
siliar anterior dan arteri siliar posterior, serta sirkulus arteri mayor yang
dibentuk oleh cabang paralimbal arteri siliar posterior. Sirkulus arteri mayor
merupakan struktur pembuluh darah yang langsung memperdarahi iris dan
prosessus siliaris.5

2.1.3 Kanalis Schlemm dan Trabecular Meshwork


Kanalis Schlemm adalah suatu struktur berbentuk tabung sirkuler
yang menyerupai pembuluh limfe. Ini merupakan lanjutan lapisan
monolayer endotel non-fenestrated dan anyaman konektif yang tipis.
Kanalis Schlemm juga dikenal sebagai sinus vena sklera yang merupakan
saluran melingkar dalam mata yang mengumpulkan humor akuos dari bilik
mata depan dan meneruskan ke aliran darah melalui vena siliar anterior.
Trabecular meshwork merupakan jaringan ikat yang dikelilingi oleh
endotelium, terdiri atas tumpukan lembar pipih, saling terhubung, dan
perforata yang membentang dari garis Schwalbe hingga ke taji sklera dan
dibatasi oleh trabekulosit. Sel-sel ini memiliki kemampuan berkontraksi,
sehingga dapat mempengaruhi resistensi outflow. Pada potongan melintang,
anyaman ini memiliki bentuk trianguler dengan apeks pada garis Schwalbe
dan basis pada taji sklera. Trabecular meshwork ini terbagi menjadi 3
bagian:
1. Uveal portion, merupakan bagian paling dalam yang mengandung
trabeculum cord-like, serabutnya kurang elastis dibanding corneascleral
meshwork. Trabekulosit biasanya mengandung granula pigmen dengan
lumen yang kurang bundar dan lebih besar ukurannya daripada
cornescleral meshwork.

10
2. Corneoscleral meshwork, merupakan bagian tengah yang agak besar
meluas dari scleral spur ke garis Schwalbe, mengandung lembaran-
lembaran anyaman konektif berpori yang tipis dan datar, membentuk
suatu pola laminer. Masing-masing trabekuler ini dilapisi oleh suatu sel
trabekular monolayer yang tipis dan memiliki multipel vesikel
pinositotis. Lamina basalis sel-sel ini membentuk bagian luar korteks
trabekular, inti bagian dalam dibentuk oleh serat kolagen dan elastis.
3. Juxtacanalicular tissue, merupakan bagian terluar jaringan yang
berhubungan dengan dinding bagian dalam kanalis Schlemm. Jaringan
ini terdiri atas satu lapis jaringan ikat (kolagen tipe III, IV,dan V,
fibronektin) dan substansi dasar (glikosaminoglikan dan glikoprotein)
dan dilapisi oleh endotel pada setiap sisinya. Jaringan jukstakanalikuler
mengandung serat elastin yang menyokong kanalis Schlemm. Serat ini
melekat pada tendon otot siliar.6

Gambar 2.3 Trabecular Meshwork

2.2. Fisiologi
2.2.1 Fisiologi Pengelihatan
Visual processing adalah kemampuan yang dipakai manusia dalam
kehidupan sehari-hari. Manusia menggunakan indra penglihatan untuk
mengenali benda-benda di sekitarnya dan mengelola informasi yang

11
dimiliki benda-benda tersebut. Pemrosesan visual memiliki beberapa uraian
proses, antara lain pendeteksian keberadaan benda, pembedaan antar benda,
pengenalan benda yang dianggap mirip, pengidentifikasian benda,
penunjukan lokasi spasial, serta pembuatan jenis keputusan lain tentang
peristiwa yang kompleks secara visual.
Penglihatan adalah sebuah proses yang rumit, di mana sistem visual
mengubah stimulus cahaya menjadi informasi yang kemudian diproses oleh
otak. Fisiologi melihat dimulai dari tahap masuknya cahaya melalui pupil.
Cahaya yang dipantulkan benda pertama-tama difokuskan oleh bagian optik
mata (utamanya kornea dan lensa mata). Di retina, fotoreseptor menerima
distribusi cahaya, kemudian cahaya tersebut akan diserap dan dikonversi
menjadi sinyal kimiawi serta sinyal elektrik (sinyal visual) oleh lapisan
retina. Sinyal-sinyal ini keluar dari mata melalui syaraf optik dan diubah
menjadi representasi kortikal di otak, dan di refleksikan sebagai suatu objek
yang dapat dilihat.7
Fisiologi pengelihatan pada manusia dapat menurun seiring dengan
penambahan usia. Secara umum hal tersebut terjadi karena proses penuaan,
walaupun tanpa kondisi perubahan patologis, memiliki efek terhadap
perlambatan pemrosesan informasi di otak. Penuaan dapat mempengaruhi
beberapa fungsi visual, contohnya ketajaman visual, diskriminasi orientasi,
sensitivitas kontras, dan kecepatan membaca serta secara sangat signifikan
mengakibatkan penurunan kecepatan pemrosesan visual.7

12
Gambar 2.4 Fisiologi Pengelihatan
2.2.1 Fisiologi Humor Aqueous
Aqueous humor adalah cairan bening yang mengisi dan membantu
membentuk ruang anterior dan posterior mata. Aqueous humor merupakan
cairan yang menggantikan darah untuk struktur yang avascular seperti
kornea dan lensa untuk menyediakan nutrisi, menghilangkan produk
ekskretoris dari metabolisme, mengangkut neurotransmiter, menstabilkan
struktur okular dan berkontribusi pada pengaturan homeostasis jaringan
ocular. Volume humor aquos sekitar 250 µL, dan kecepatan
pembentukannya 2,5 µL/menit. Komposisi humor aquos hampir sama
dengan komposisi plasma, yaitu mengandung askorbat, piruvat, laktat,
protein, dan glukosa. Tiga mekanisme terlibat dalam pembentukan aqueous
humor: difusi, ultrafiltrasi, dan sekresi aktif. Sekresi aktif adalah kontributor
utama pembentukan aqueous humor. Aliran aqueous humor pada manusia
mengikuti ritme sirkadian, menjadi lebih tinggi di pagi hari daripada di
malam hari. Aqueous humor meninggalkan mata dengan aliran pasif melalui
dua jalur - trabecular meshwork dan jalur uveoscleral.8
Struktur mata utama yang berhubungan dengan dinamika aqueous
humor adalah badan ciliary (tempat produksi aqueous humor), dan
trabecular meshwork dan jalur uveoscleral (lokasi utama aliran keluar
aqueous humor). Corpus ciliaris menempel pada scleral spur dan berbentuk
segitiga siku-siku. Bagian anterior dari corpus ciliaris disebut pars plicata,
adalah processus ciliaris. Processus ciliaris adalah tempat produksi humor
aqueous. Epitel processus ciliaris memiliki dua lapisan, yaitu lapisan dalam
yang tidak berpigmen yang bersentuhan dengan aqueous humor di ruang
posterior, dan lapisan luar yang berpigmen yang bersentuhan dengan stroma
prosesus siliaris.8
Humor aqueous disekresikan oleh epitel ciliaris yang melapisi
processus ciliaris dan memasuki camera oculi posterior. Awalnya, untuk
mencapai kamera posterior, berbagai konstituen humor aqueous harus
melewati tiga komponen jaringan dari processus ciliaris - dinding kapiler,
stroma, dan bilayer epitel. Humor aqueous yang bersirkulasi mengalir di

13
sekitar lensa dan melalui pupil ke bilik mata depan. Humor aqueous
meninggalkan mata melalui aliran pasif melalui dua jalur di sudut bilik mata
depan, yang secara anatomis terletak di limbus. Jalur konvensional terdiri
dari humor aqueous yang melewati trabecular meshwork, melintasi dinding
bagian dalam kanal schlemm, masuk ke lumennya vena aqueous dan vena
episklera. Rute non-konvensional terdiri dari jalinan uveal dan permukaan
anterior otot siliaris. Humor aqueous memasuki jaringan ikat antara bundel
otot, melalui ruang suprachoroidal, dan keluar melalui sklera.8

2.3. Glaukoma
2.3.1 Definisi Glaukoma
Glaukoma adalah suatu penyakit mata yang terjadi akibat adanya
kerusakan saraf optik yang diikuti gangguan pada lapangan pandang yang
khas. Kondisi ini utamanya diiakibatkan oleh tekanan bola mata yang
meninggi, biasanya disebabkan oleh hambatan pengeluaran cairan bola mata
(humour aquoeus). Penyebab lain kerusakan saraf optik, antara lain
gangguan suplai darah ke saraf optik dan kelemahan/masalah pada saraf
optik itu sendiri.9
Neuropati optik glaukoma terdiri dari sekelompok besar gangguan
yang ditandai dengan beragam manifestasi klinis dan histopatologis serta
perubahan khas pada saraf optik. Pada glaukoma terjadi cedera pada akson
sel ganglion retina (RGCs) sehingga menyebabkan defek pada nervus
optikus.10 Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma
adalah akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan atau gangguan
akses humor akuos ke sistem drainase dan akibat tekanan yang tinggi pada
vena episklera. Namun pada sebagian besar kasus, peningkatan tekanan
intraokular diakibatkan adanya hambatan aliran keluar humor akuos.11

2.3.2 Klasifikasi Glaukoma


Glaukoma dapat dibagi menjadi glaukoma primer, sekunder,
kongenital, dan absolut. Glaukoma primer dapat diklasifikasikan lagi
menjadi dua yaitu glaukoma primer sudut terbuka dan tertutup.12

14
1. Glaukoma Primer
Glaukoma primer adalah kondisi dimana peningkatan tekanan
intraokuler tidak dapat diketahui penyebab pastinya. Secara umum
terdapat 2 tipe yang memiliki prevalensi tertinggi yaitu glaukoma sudut
terbuka primer dan glaukoma sudut tertutup primer.12
a. Glaukoma Sudut Terbuka (Primer primary open angle glaucoma
(POAG))
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan salah satu bentuk
glaukoma yang paling umum terjadi. Istilah sudut terbuka
menandakan sudut segmen anterior masih terbuka namun terdapat
peningkatan tekanan intraokuler. Kondisi ini terjadi secara kronis.10
Kondisi patologis yang utama berupa proses degeneratif pada
trabekular meshwork, termasuk penimbunan material ekstraseluler di
dalam trabekula meshwork dan dibawah endotel kanalis schlem.
Proses degeneratif ini menyebabkan penurunan drainase aliran aquos
humor
b. Glaukoma Sudut Tertutup Primer (Primary Angle Closer Glaucoma
(PACG))
Glaukoma sudut tertutup primer suatau keadaan penutupan jalan
keluar aquos humor. Gejala klinis yang ditimbulkan adalah rasa sakit
yang berat, mata merah, dan penglihatan berbayang. Pada
pemeriksaan disertai peningkatan tekanan intraokuler. Peningkatan
tekanan intraokuler disebabkan sumbatan aliran keluar aquos humor
akibat oklusi trabekular meshwork oleh iris perifer. Glaukoma sudut
tertutup primer yang terjadi secara akut merupakan suatu
kegawatdaruratan.
- Akut
Glaukoma ini terjadi apabila terbentuk iris bombe yang
menyebabkan sumbatan sudut kamera anterior oleh iris perifer
dan akibat pergeseran diafragma lensa-iris ke anterior disertai
perubahan volume di segmen posterior mata.
- Subakut

15
Glaukoma dengan gejala klinis nyeri unilateral berulang dan mata
tampak kemerahan
- Kronik
Glaukoma dengan gejala klinis terdapat peningkatan tekanan
intraokular, sinekia anterior perifer meluas
- Iris plateau
Iris plateau adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai
kedalaman kamera anterior sentral normal tetapi sudut kamera
anterior sangat sempit karena insersi iris secara kongenital terlalu
tinggi.

2. Glaukoma Sekunder
Pada glaukoma sekunder peningkatan tekanan intraokuler terjadi akibat
manifestasi dari penyakit lain berupa infeksi, peradangan, tumor, katarak
yang meluas, kecelakaan atau trauma, serta pembuluh darah yang tidak
normal (sering karena diabetes melitus), trauma bola mata dan uveitis.
Glaukoma sekunder terbagi menjadi pigmentary glaucoma, exfoliation
syndrome / pseudoexfoliation syndrome, glaukoma akibat perubahan
lensa, glaukoma akibat kelainan traktus uvealis, glaukoma akibat
trauma, glaukoma pasca tindakan bedah okular, glaukoma neovaskular,
glaukoma akibat peningkatan tekanan vena episklera, serta glaukoma
akibat pemakaian steroid jangka panjang. Perubahan lensa seperti
dislokasi lensa akibat trauma atau sindroma marfan, intumesensi lensa
sehingga lensa bertambah besar, dan fakolitik dapat menyebabkan
glaukoma.

3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan
gejala klinis adanya mata berair berlebihan, peningkatan diameter
kornea (buftalmos), kornea berawan karena edema epitel, terpisah atau
robeknya membran descemet, fotofobia, peningkatan tekanan
intraokular, peningkatan kedalaman kamera anterior, pencekungan

16
diskus optikus. Glaukoma kongenital diklasifikasikan menjadi glaukoma
kongenital primer, glaukoma berkaitan dengan kelainan perkembangan
mata lain, glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan
ekstra ocular.

4. Glaukoma Absolut
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir dari seluruh glaukoma.
dimana pada stadium glaukoma absolut sudah terjadi kebutaan akibat
laju tekanan bola tinggi yang menganggu fungsi lanjut. Seiring mata
menjadi “buta”, mengakibatkan penyumbatan pada pembuluh darah dan
menimbulkan penyulit. Penyulit ini berupa nevoskulariasi iris. Keadaan
nevoskulariasi ini menimbulkan glaukoma hemoragik yang memberikan
rasa sakit yang kuat. Penderita glaukoma absolut akan merasa mata
keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Kornea terlihat keruh, bilik
mata dangkal, dan papil atrofi. Pngobatan yang dapat dilakukan berupa
membrika sinar beta pada badan siliar untuk menekan fungsi badan
siliar. Pada glaukoma absolut dapat di tatalakasana dengan cara
melakukan operasi pengangkatan bola mata, karena mata sudah tidak
berfungsi dan hanya memberikan rasa sakit terhadap pasien.12

2.3.3 Epidemiologi
Menurut WHO, penyebab kebutaan paling utama di dunia adalah
47,8% katarak, 12,3% glaukoma, 10,2% uveitis, 8,7% age-related macular
degeneration (AMD), 3,6% trakoma, 5,1% corneal opacity dan 4,8%
diabetic retinopathy.15 Sedangkan di Indonesia pada survey kesehatan indera
menunjukkan 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan disebabkan
oleh 52% katarak, 13,4% glaukoma, 9,5% kelainan refraksi, 8,5% gangguan
retina, 8,4% 11 kelainan komea penyakit mata lain. Glaukoma adalah
penyebab kebutaan nomor dua terbesar di Indonesia seteteiah katarak dan
seringkali mengenai orang berusia lanjut.
Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan global kedua setelah
katarak. Penyakit ini bertanggung jawab atas 8% kasus kebutaan pada tahun

17
2010. Termasuk kerusakan refraksi, glaukoma adalah salah satu dari 3
penyebab utama gangguan penglihatan di seluruh dunia. Jenis glaukoma
yang paling umum di Inggris adalah POAG yang mempengaruhi 2% orang
yang lebih tua dari 40 tahun dan 10% orang yang lebih tua dari 75 tahun,
terutama orang AfrikaKaribia. PACG tidak umum dan hanya mempengaruhi
0,17% individu yang lebih muda dari 40 tahun, terutama orang Asia
Timur.5 Pada tahun 2013, populasi global glaukoma adalah 64,3 juta, dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 111,8 juta orang pada tahun 2040.
Beberapa penelitian berbasis populasi telah melaporkan prevalensi
glaukoma di seluruh dunia. Tingkat yang dilaporkan dari berbagai jenis
glaukoma berkisar antara 1% dan 5%.6 Studi epidemiologi telah
menunjukkan bahwa penting untuk mencatat jenis glaukoma pada populasi
yang berbeda. Meskipun glaukoma sudut terbuka telah terbukti lebih umum
daripada glaukoma sudut tertutup, insiden kebutaan lebih tinggi pada tipe
sudut tertutup.13
2.4 Katarak
2.4.1 Definisi Katarak
Katarak berasal dari bahasa Yunani “Katarrhakiesí” dalam bahasa
Inggris disebut cataract, dan Latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam
bahasa Indonesia disebut bular, di mana penglihatan seperti tertutup air terjun
akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya.4 Biasanya kekeruhan
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.4 agifff
Katarak adalah kekeruhan lensa yang menyebabkan penurunan
ketajaman visual dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien.
Katarak dapat memiliki derajat kepadatan (density) yang sangat bervariasi
dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, namun umumnya disebabkan oleh
proses degeneratif. PERDAMI

2.4.2 Epidemiologi

18
Katarak kini masih menjadi penyakit paling dominan pada mata dan
merupakan penyebab utama dari kebutaan di seluruh dunia. Hampir 18 juta
orang dari populasi dunia menderita kebutaan diakibatkan oleh katarak.
Separoh kebutaan yang terjadi di dunia didominasi oleh penyakit katarak
sebesar 51%, glaucoma sebesar 8% dan disusul oleh degenerasi makular
terkait usia (AMD) sebesar 5%. Menurut estimasi angka kejadian katarak
dalam setiap 5 detik pertahunnya terdapat lebih dari 7 juta orang menjadi
buta. Penyakit katarak tingkat kecenderungan mengalami peningkatan setiap
tahun dan telah menyebar ke seluruh dunia. Hampir 90% kebutaan di dunia
terdapat di Afrika dan Asia, serta termasuk sepertiganya di Asia Tenggara.
Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia dan 4 orang
diantaranya berasal dari Asia Tenggara. Indonesia merupakan negara dengan
angka kebutaan tertinggi kedua di dunia setelah Ethiopia dengan prevalensi di
atas 1%.
Data Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2007 dan 2013
menunjukan bahwa prevalensi katarak termasuk katarak senilis ditemukan
sebesar 1,8 %, hal ini diestimasikan insidensi katarak pertahunnya akan
ditemukan sebesar 0,1%. Penduduk Indonesia mempunyai kecenderungan
menderita katarak 15 tahun lebih cepat jika dibandingkan dengan penduduk
Negara daerah subtropis. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2013)
prevalensi katarak di Indonesia masih cukup tinggi, antara lain : Sulawesi
Utara sebesar (3,7%) penderita katarak, di kota Jambi sebesar (2,8%), dan
kota Bali sebesar (2,7%) penderita katarak. Prevalensi katarak terendah
adalah DKI Jakarta (0,9%), dan Sulawesi Barat sebanyak (1,1%) penderita
katarak".

2.4.3 Etiologi

2.4.4 Faktor Risiko

2.4.5 Patofisiologi

19
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi, ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multiple
(zunula) yang memanjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa
misalnya dapat menyebabkan penglihatan distorsi. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadinya pengkabutan
pandangan/ kekeruhan lensa sehingga dapat menghambat jalannya cahaya ke
retina. Hal ini diakibatkan karena protein dalam lensa menjadi water insoluble
dan membentuk partikel yang lebih besar. Dimana diketahui dalam lensa
terdapat dua jenis protein yaitu protein larut lemak (soluble) dan tidak larut
dalam lemak (insoluble) dan pada keadaan normal protein larut dalam lemak
lebih tinggi kadarnya daripada yang larut lemak.5
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran
dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.5
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga
kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang.5
Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada
lensa yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis
nuklear).5
Perubahan yang dapat terjadi pada lensadi usia lanjut:4
1. Kapsul
- Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
- Mulai presbiopia
- Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
- Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
- Sel epitel (germinatif) pada ekuator bertambah besar dan berat
- Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

20
3. Serat lensa
- Lebih Iregular
- Pada korteks jelas kerusakan serat sel
- Brown sclerotic nucleus, sinar Ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukelus lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleus
mengandung histidin dan triptofan dibanding normal
- Korteks tidak berwarna karena : kadar asam askorbat tinggi dan
menghalangi foto oksidasi, sinar tidak banyak mengubah protein pada
serat muda.

2.4.6 Manifestasi Klinis Katarak12


Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pasien katarak, antara
lain :
a) Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang
progresif atau berangsur-angsur disebabkan karena gangguan
masuknya cahaya ke retina. Pasien biasanya mengeluh seperti melihat
asap atau kabut.
b) Fotofobia
Penderita katarak sering mengeluhkan penglihatan yang silau dimana
tingkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang
menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di
siang hari atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari.
c) Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan
dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan
hingga sedang.
d) Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi
tampak tumpul ataupun bergelombang.
e) Halo Sign

21
Penderita terkadang mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi
yang terlihat disekeliling sumber cahaya terang.
f) Lensa
Pada lensa pasien didapatkan lensa keruh sebagain dengan kesan
berwarna putih keabuan tidak merata, sedangkan pada katarak imatur
warna lensa putih padat merata dan lensa berwarna putih seperti susu
cair pada katarak hipermatur.
g) Kamera okuli anterior
Pada katarak imatur kamera okuli anterior dapat menjadi dangkal. Hal
ini disebabkan oleh lensa yang mencembung akibat proses penyerapan
air ke dalam lensa, kemudian lensa mendorong iris ke depan dan
menyebabkan kamera okuli anterior menjadi dangkal.
h) Tekanan intraokular
Bisa normal atau meningkat. Peningkatan TIO yang meningkat pada
katarak imatur biasanya jika sudah terjadi komplikasi berupa glaukoma
sekunder.
i) Bayangan iris
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui derajat kekeruhan
lensa. Pada pemeriksaan ini, sentolop disinarkan pada pupil dengan
membuat sudut 45° dengan dataran iris. Semakin sedikit lensa keruh
pada bagian posterior maka semakin besar bayangan iris pada lensa
tersebut.
Interpretasinya bila bayangan iris pada lensa terlihat besar dan
letaknya jauh terhadap pupil berarti lensa belum keruh selurunya, ini
terjadi pada katarak imatur, keadaan ini disbut iris shadow test (+).
Bila bayangan iris pada lensa kecil dan dekat terhadap pupil berarti
lensa sudah keruh seluruhnya. Keadaan ini terjadi pada katarak matur
dengan iris shadow test (-). Pada katarak hipermatur, lensa sudah
keruh seluruhnya mengecil serta terletak jauh di belakang pupil,
sehingga bayangan iris pada lensa besar dengan iris shadow test (-).

2.5.7 Penatalaksanaan Katarak

22
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah.
Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat
memperlambat proses pembentukan katarak, namun belum efektif untuk
menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung
dari derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan
tersebut mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi
gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat
mengganggu, dan simtomatik anisometrop.
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara
lain: glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik,
dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga
menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat
diagnosis retinopati diabetika ataupun glaukoma.
Beberapa jenis tindakan bedah katarak :
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul
secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir
dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan
EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan
luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular
edema (CME), dan ablasio retina. Meskipun sudah banyak ditinggalkan,
EKIK masih dipilih untuk kasus-kasus subluksasi lensa, lensa sangat
padat, dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak
pada anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik,
sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan,
katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli anterior.
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
EKEK konvensional EKEK adalah jenis operasi katarak dengan
membuang nukleus dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior.

23
EKEK meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk
menanamkan lensa intraokuler (LIO).
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan
irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik
ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan
relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK
konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau
dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak
membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan
anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa
indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak
subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal.
4. Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk
memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa
diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian,
fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang
cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan
astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol
kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung
terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi
katarak jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.

2.5.8 Komplikasi
 Fakoanafilaktik uveitis, dapat terjadi pada katarak hipermatur dimana
terjadi kebocoran mikro sehingga protein lensa keluar dan bertindak
sebagai antigen dan menginduksi rekasi antigen-antibodi yang seterusnya
menyebabkan uveitis.
 Glaucoma ”lens-induced”, dapat terjadi melalui mekanisme yang berbeda:
- Katarak imatur

24
Menyebabkan glaucoma fakomorfik. Kandungan air lensa meningkat
dan menyebabkan pertambahan ukuran lensa. Lensa kemudian maju ke
depan dan menimbulkan pupillary back dan menutup sudut
intrakornea.
- Katarak hipermatur
Menyebabkan glaucoma fakolitik. Kebocoran mikro pada kapsul lenso
anterior menyebabkan lolosnya protein lensa yang mencair. Akan
menimbulkan reaksi inflamasi di bilik anterior, trabecular meshwork
menjadi udem dan terobstruksi oleh protein lensa yang seterusnya
menyebabkan kenaikan yang akut pada tekanan intraocular.
 Subluksasi atau dislokasi lensa. Ini boleh terjadi disebabkan oleh degenrasi
zonules pada stadium hipermatur.

25
BAB III
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS Nama : Tn. Mulyadi Ruang : -


Umur : 52 Tahun Kelas : -

Nama Lengkap : Mulyadi


Tempat dan Tanggal Lahir : 10 Oktober 1970
Umur : 52 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jl Demak gang Adumanis RT.030/RW.004, Kelurahan
Tuan Kentang, Kecamatan Seberang Ulu II, Kota
Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA

Dokter yang Merawat : dr. Septiani Nadra Indawaty, Sp.M


Dokter Muda : Lutfiah Hafidzah, S.Ked

Tanggal Pemeriksaan : 20 Maret 2023

Keluhan Utama :
Penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri sejak 2 tahun SMRS.

Keluhan Tambahan :
Mata berair, silau ketika melihat cahaya, kadang-kadang mata terasa gatal, dan
pengelihatan gelap.

1. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari dengan keluhan penglihatan
kabur pada mata kanan dan kiri sejak 2 tahun SMRS, penglihatan kabur dirasakan
perlahan lahan yang semakin lama semakin memberat. Penglihatan kabur tidak

26
disertai mata merah. awalnya penglihatan kabur dirasakan pada mata kiri terlebih
dahulu lalu diikuti oleh mata kanan.
Keluhan pasien memberat sejak 1 tahun yang lalu dengan pengelihatan yang
semakin kabur pada mata sebelah kiri, silau ketika melihat cahaya, pengelihatan agak
gelap, dan kadang-kadang mata terasa gatal.
Keluhan lainnya seperti mata merah (-/-), mata ada yang mengganjal (-/-),
sekret mata (-/-), mata pedih (-/-), mual muntah (-), sakit kepala (-/-). Riwayat trauma
mata disangkal (-/-).

2. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat memekai kacamata baca (+) : Kacamata presbiopia + 1.25 Dioptri
Riwayat operasi mata (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat alergi (-)
Penyakit mata lainnya (-)
Riwayat pemakaian obat-obatan (-)
Riwayat trauma pada mata (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Katarak (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Alergi (-)

Nama : Tn. Mulyadi Ruang : -


PEMERIKSAAN FISIK
Umur : 52 Tahun Kelas : -

Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda Vital
- Tekanan Darah : mmHg
- Nadi : x/ Menit
- Laju Napas : x/ Menit
- Suhu : 36,5 ℃

27
- SpO2 :

Status Oftalmologis

OD OS

Lapangan pandang terbatas Lapangan pandang terbatas

Refleks cahaya pupil OD (+) Refleks cahaya pupil OS (-)

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 1/60 1/300
2. Tekanan Intra Okuler 16 mmHg 14 mmHg
3. Kedudukan Bola Mata
Posisi Ortoforia Ortoforia
Eksoftalmus (-) (-)
Enoftalmus (-) (-)
4. Pergerakan Bola Mata
Atas Baik Terbatas
Bawah Baik Terbatas
Temporal Baik Terbatas
Temporal atas Baik Terbatas
Temporal bawah Baik Terbatas
Nasal Baik Terbatas
Nasal atas Baik Terbatas
Nasal bawah Baik Terbatas
Nistagmus (-) (-)
5. Palpebrae
Hematom (-) (-)
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Fistel (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Ptosis (-) (-)

28
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Sekret (-) (-)
Trikiasis (-) (-)
Madarosis (-) (-)
6. Punctum Lakrimalis
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Benjolan (-) (-)
Fistel (-) (-)
7. Konjungtiva Tarsal Superior
Edema (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Sekret (-) (-)
Epikantus (-) (-)
8. Konjungtiva Tarsalis Inferior
Kemosis (-) (-)
Hiperemis (-) (-)
Anemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Lithiasis (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi
Kemosis (-) (-)
Pterigium (-) (-)
Pinguekula (-) (-)
Flikten (-) (-)
Simblefaron (-) (-)
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
10. Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Edema (-) (-)
Ulkus (-) (-)
Erosi (-) (-)
Infiltrat (-) (-)
Flikten (-) (-)
Keratik presipitat (-) (-)
Macula (-) (-)
Nebula (-) (-)
Leukoma (-) (-)
Leukoma adherens (-) (-)
Stafiloma (-) (-)

29
Neovaskularisasi (-) (-)
Imbibisi (-) (-)
Pigmen iris (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
Tes sensibilitas Tidak diperiksa Tidak diperiksa
11. Limbus kornea
Arkus senilis (-) (-)
Bekas jahitan (-) (-)
12. Sklera
Sklera biru (-) (-)
Episkleritis (-) (-)
Skleritis (-) (-)
13. Kamera Okuli Anterior
Kedalaman Normal Normal
Kejernihan Jernih Jernih
Flare (-) (-)
Sel (-) (-)
Hipopion (-) (-)
Hifema (-) (-)
14. Iris
Warna Coklat Coklat
Gambaran radier Jelas Jelas
Eksudat (-) (-)
Atrofi (-) (-)
Sinekia posterior (-) (-)
Sinekia anterior (-) (-)
Iris bombe (-) (-)
Iris tremulans (-) (-)
15. Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Besar ± 3 mm ± 3 mm
Regularitas Reguler Reguler
Isokoria Isokor Isokor
Letak Central Central
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Seklusio pupil (-) (-)
Oklusi pupil (-) (-)
Leukokoria (-) (-)
16. Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Shadow test (-) (-)
Refleks kaca (-) (-)
Luksasi (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
Pseudofakia (-) (-)
Afakia (-) (-)

30
17. Funduskopi
Refleks fundus Tidak diperiksa
Papil Tidak diperiksa
- warna papil Tidak diperiksa Pucat
- bentuk Tidak diperiksa Bulat
- batas Tidak diperiksa Tegas
Retina Tidak diperiksa
- warna Tidak diperiksa Merah pucat
- perdarahan Tidak diperiksa Tidak ada
- eksudat Tidak diperiksa Tidak ada
Makula lutea Tidak diperiksa

Pemeriksaan Penunjang:
- Tonometri, pada kasus ini di periksa menggunakan non-contact tonometry
(NCT)
- Midriasis pupil dengan midriatikum dilanjutkan dengan pemeriksaan
Funduskopi
- Funduskopi Indirect
- Humphray
RINGKASAN ANAMNESIS DAN Nama : Tn. Mulyadi Ruang : -
PEMERIKSAAN JASMANI Umur : 52 Tahun Kelas : -
Anamnesis
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Palembang Bari dengan keluhan
penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri sejak 2 tahun SMRS, penglihatan kabur
dirasakan perlahan lahan yang semakin lama semakin memberat. Saat ini keluhan
lebih memberat di sebelah kiri, mata kiri semakin kabur sehingga pengelihatan pasien
gelap dan mata kanan masih bisa melihat namun sangat samar. Penglihatan kabur
tidak disertai mata merah. Pada awalnya gangguan penglihatan pasien disadari saat
pasien hendak membaca dan mata terasa kabur.
Pasien juga mengeluh mata berair, silau ketika melihat cahaya, pengelihatan
agak gelap, dan kadang-kadang mata terasa gatal.
Keluhan lainnya seperti mata merah (-/-), mata ada yang mengganjal (-/-), sekret
mata (-/-), mata pedih (-/-), mual muntah (-), sakit kepala (-/-). Riwayat trauma mata
disangkal (-/-). Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama.
Keluhan yang sama sebelumnya (-/-). Paien juga tidak memiliki riwayat penyakit
seperti hipertensi, diabetes melitus, alergi, dan katarak.

31
Pemeriksaan Oftalmologikus

OS
OD
1/60 Visus 1/300
Jernih Lensa Jernih

Daftar Masalah:
1. Penglihatan kabur secara perlahan-lahan pada mata kanan dan kiri sejak 2 tahun
SMRS.
2. Mata berair, silau ketika melihat cahaya, dan pandangan gelap
3. VOD 1/60 ; VOS 1/300
4. Pergerakan bulbus OS terbatas
5. Papil nervus optikus pucat dan terdapat ekskavasi papil

Diagnosis
Neuropati Optikus + Glaukoma ODS

Tatalaksana

Edukasi :
a. Edukasi ke pasien mengenai penyakit yang di deritanya dan jelaskan kepada
pasien bahwa penyakit ini tidak dapat di atasi dengan memberikan kacamata dan
obat saja karena bersifat progresif sehingga dapat memperburuk pengelihatan.
b. Rujuk kepada spesialis mata untuk penangan selanjutnya.

Medikamentosa:
a. Timolol maleate 0,5% eye drop 2x1 ODS
b. Oral karbonik anhydrase (dorzolamid) 3x1
c. Obat Golongan hiperosmotik 50% 50cc

Non-Medikamentosa:
Rujuk ke dokter spesialis penyakit mata untuk tindakan lanjutan .

32
Prognosis:
Fungsionam : Dubia Ad Bonam
Vitam : Dubia Ad Bonam
Sanationam : Dubia Ad Malam

33
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Palembang Bari dengan keluhan


penglihatan kabur pada mata kanan dan kiri sejak 2 tahun SMRS, penglihatan
kabur dirasakan perlahan lahan yang semakin lama semakin memberat. Saat ini
keluhan lebih memberat di sebelah kiri, mata kiri semakin kabur sehingga
pengelihatan pasien gelap dan mata kanan masih bisa melihat namun sangat
samar. Penglihatan kabur tidak disertai mata merah. Pada awalnya gangguan
penglihatan pasien disadari saat pasien hendak membaca dan mata terasa kabur.
Pasien juga mengeluh mata berair, silau ketika melihat cahaya, pengelihatan
agak gelap, dan kadang-kadang mata terasa gatal. Keluhan lainnya seperti mata
merah (-/-), mata ada yang mengganjal (-/-), sekret mata (-/-), mata pedih (-/-),
mual muntah (-), sakit kepala (-/-). Riwayat trauma mata disangkal (-/-). Keluarga
pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama. Keluhan yang sama
sebelumnya (-/-). Paien juga tidak memiliki riwayat penyakit seperti hipertensi,
diabetes melitus, alergi, dan katarak.
Berdasarkan anamnesis yang didapatkan bahwa pasien mengeluh
penglihatan bertambah kabur sejak ± 2 tahun SMRS, penglihatan kabur dirasakan
perlahan lahan yang semakin lama semakin memberat, mata berair, dan kadang
terasa gatal. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan Visus Oculus Dextra
(VOD) 1/60 dan Visus Oculus Sinistra (VOS) 1/300. Visus Oculus Dextra (VOD)
1/60 maknanya adalah pasien hanya mampu melihat hitungan jari dalam jarak
pandang 1 meter sementara orang normal dapat melihat sejauh 60 meter.
Sedangkan, Visus Oculus Sinistra (VOS) 1/300 maknanya adalah pasien hanya
mampu melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter sedangkan orang normal
dapat melihatnya pada jarak 300 meter yang menandakan terdapat penurunan
visus pada mata kanan dan kiri pasien.
Glaukoma sudut terbuka primer merupakan penyakit yang seringkali tidak
disadari dan memburuk secara perlahan, sedangkan glaukoma sudut tertutup lebih
sering menunjukkan gejala akut berupa nyeri di sekitar mata, pandangan kabur,

34
halo di sekitar cahaya, kadang disertai mual/muntah. Pada kasus ini pasien tidak
mengeluh apapun kecuali mengeluh mata kabur yang visusnya turun secara
perlahan sejak 2 tahun yang lalu dan semakin memberat selama 1 tahun terakhir.
Oleh karena itu glaukoma jenis sudut terbuka primer terkadang lambat disadari
dan tidak bisa dideteksi secara dini karena pasien tidak menunjukan manifestasi
klinis yang khas dan tidak menimbulkan gejala.
Pada pemeriksaan tekanan intraocular (TIO) pada pasien ini didapatkan
hasil berupa TIO OD 16 mmHg dan TIO OS 14 mmHg. Tekanan bola mata yang
normal ini mengindikasikan salah satu ciri dari glaukoma sudut terbuka.
Glaukoma tekanan normal atau Normal Tension Glaucoma (NTG) merupakan
salah satu variasi glaukoma sudut terbuka yang ditandai oleh adanya neuropati
optik glaukoma pada pasien dengan tekanan intraokular (TIO) dibawah 21
mmHg. NTG merupakan jenis glaukoma yang biasanya tidak disadari oleh
penderitanya karena kerusakan nervus optikus pada NTG terjadi secara perlahan.
Setelah kerusakan pada nervus optikus semakin bertambah buruk penderita baru
mencari pertolongan untuk mengobati keluhannya. Sehingga NTG dan juga tipe
glaukoma sudut terbuka lainnya dijuluki sebagai silent blindness. Dalam
mendiagnosis NTG perlu pemeriksaan lengkap karena biasanya pasien datang
dengan keluhan yang tidak mengarah ke arah penyakit glaukoma dan ditemukan
pemeriksaan tekanan bola matanya normal sehingga ketidaktepatan diagnosis
sering terjadi
Glaucomatous damage atau glaucomatous optic neuropathy(GON) adalah
penyebab kebutaan terbanyak kedua di Amerika Serikat di mana karakteristik dari
kelainan ini adalah berkurangnya retinal ganglion cells (RCGs) dan aksonnya
yang mengakibatkan gangguan penglihatan dan berakhir dengan kebutaan. Triad
klinis dari kelainan ini terdiri dari peningkatan tekanan intraokular, terlihatnya
atrofi nervus optikus dan sensitivitas visual yang menurun secara progresif yang
sering dijumpai pada fase awal terjadinya kelainan ini. Pada hasil funduskopi
pasien terdapat ekskavasasi pada nervus optikus OS yang menandakan bahwa
telah terjadi neuropati optik. Kematian Retinal Ganglion Cells (RCGs) yang dini
terinisiasi ketika beberapa keadaan yang patologis menggangu transpor dari
growth factor (neurotropin) dari otak ke RGCs. Blokade dari neurotropin ini yang

35
memulai kaskade penghancuran dan RGCs tidak dapat mempertahankan fungsi
normalnya. RCGs akan kehilangan kemampuannya untuk berfungsi sebagaimana
normalnya dan terjadilah apoptosis pada sel tersebut yang nantinya akan
merangsang apoptosis sel di sebelahnya dan seterusnya. Kematian sel dari RCGs
berhubungan erat dengan kematian dari retinal nerve fibers. Ketika kematian dari
retinal nerve fibers dan RGCs berkelanjutan, maka muncullah karakteristik khas
dari glaucomatous optic neuropathy yaitu defek pada pneglihatan yang semakin
memburuk.
Pasien dirujuk ke RSU Sriwijaya Eye Center untuk direncanakan akan
dilakukan tindakan pembedahan trabekulektomi untuk menatalaksana agar aliran
humor aqueous dapat terdistribusi dengan normal dan tidak terjadi bendungan
yang dapat menyumbat dan menyebabkan peningkatan TIO.
Pada ekstraksi lensa intrakapsular dilakukan tindakan dengan urutasn
sebagai berikut:
1. Dibuat flep konjungtiva dari jam 9-3 melalui jam 12
2. Dilakukan pungsi bilik mata depan dengan pisau
3. Luka kornea diperlebar seluas 160 derajat
4. Dibuat iridektomi untuk mencegah glaukoma blokade pupil pasca bedah
5. Dibuat jahitan korneosklera
6. Lensa dikeluarkan
7. Jahitan kornea dieratkan dan ditambah
8. Flep konjungtiva dijahit

36
37
BAB V
KESIMPULAN

Katarak ditandai dengan adanya gangguan penglihatan seperti turunnya tajam


penglihatan, diplopia atau pandangan ganda, Pandangan seperti berkabut atau
melihat asap, penglihatan sensitif terhadap cahaya sehingga merasa silau ketika
melihat cahaya, melihat halo disekitar lampu dan lensa berubah menjadi putih
(keruh). Katarak terus berkembang seiring waktu, menyebabkan kerusakan
penglihatan secara progresif. Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah
katarak senilis dimana juga terjadi pada kasus. Tatalaksana yang diberikan pada
kasus berupa edukasi dan rujukan untuk dilakukan tindakan pembedahan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen, F.and Waschke, J, 2013, Atlas Anatomi Manusia Sobotta Kepala,


leher,. Extremitas Atas: Edisi 23, Penerbit Buku Kedoktera n EGC
2. World Health Organization. 2013. Blindness: Vision 2020.
3. American Academy of Ophthalmology. Basic and clinical science course
section 10, glaucoma. San Francisco: American Academy of
Ophthalmology;2019-2020.Hal 18-178
4. Hajar, S., & Emril, D. R. (2021). NEUROLOGICAL DISORDERS IN
GLAUCOMA. Jurnal Sinaps, 4(1), 1-12.
5. Diah M, Handayani, Fitriah. Katarak Juvenil. Inspirasi Artik. 2021;
6. Buffault J, Labbé A, Hamard P, Brignole-Baudouin F, Baudouin C. The
trabecular meshwork: Structure, function and clinical implications. A review
of the literature. J Fr Ophtalmol. 2020 Sep;43(7):e217-e230. doi:
10.1016/j.jfo.2020.05.002. Epub 2020 Jun 16. PMID: 32561029.
7. Fauzan, Z. A., Himayani, R., Rahmawati, S., & Utami, N. (2021). Fisiologi
Pemrosesan Visual dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya: Tinjauan
Pustaka. Medical Profession Journal of Lampung, 11(1), 168-173.
8. Goel, M., Picciani, R. G., Lee, R. K., & Bhattacharya, S. K. (2010). Aqueous
humor dynamics: a review. The open ophthalmology journal, 4, 52.
9. Sari, Y. P. (2018). PENATALAKSANAAN GLAUKOMA AKUT PRIMER
SUDUT TERBUKA. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 18(3).
10. Nugent, RM. 2020. OPTIC NEUROPATHY FROM DIAGNOSIS TO
TREATMENT RONALD M. NUGENT EDITOR. New York: Nova Science
Publishers
11. Sharif, N. A. (2018). Glaucomatous optic neuropathy treatment options: the
promise of novel therapeutics, techniques and tools to help preserve
vision. Neural Regeneration Research, 13(7), 1145.
12. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata, edisi 5. Jakarta:Badan Penerbit
FKUI;2015. p. 1-296.
13. Hajar, S., & Emril, D. R. (2021). NEUROLOGICAL DISORDERS IN
GLAUCOMA. Jurnal Sinaps, 4(1), 1-12.
14. Astari. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Cermin
Dunia Kedokt. 2018;

39

Anda mungkin juga menyukai