Pembimbing:
Disusun oleh:
(41221396100043)
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya.
Sholawat serta salam dihaturkan untuk Rasululah Muhammad SAW, yang
telah membawa kita menuju zaman yang kaya akan ilmu pengetahuan sehingga
makalah presentasi kasus besar yang berjudul “Ablasio Retina Regmatogen OD dan
Katarak Imatur Senil ODS” ini dapat diselesaikan. Tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk menambah ilmu pengetahuan dan keterampilan bagi penulis dan pembaca
mengenai penyakit mata terkait ablasio retina regmatogen dan katarak immatur senil
serta memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik ilmu penyakit mata di RSUP
Fatmawati.
Penulis juga menyampaikan banyak terima kasih kepada dr. Eko Hadi
Waluyojati, Sp.M, selaku dokter pembimbing pada kepaniteraan klinik ini yang telah
memberikan waktu dan ilmunya untuk membimbing kami selama kepaniteraan klinik
ini termasuk didalam penulisan makalah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada
seluruh pihak yang sudah membantu terwujudnya makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................ 2
BAB I ....................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................... 5
BAB II ...................................................................................................................... 7
2.6 Diagnosis....................................................................................................... 22
2.8 Penatalaksanaan............................................................................................. 30
BAB III................................................................................................................... 35
3.6 Diagnosis....................................................................................................... 41
3.7 Rencana Tatalaksana ...................................................................................... 41
BAB IV .................................................................................................................. 43
BAB V .................................................................................................................... 45
KESIMPULAN ...................................................................................................... 45
PENDAHULUAN
Ablasio Retina atau dalam bahasa inggris disebut Retinal Detachment adalah
suatu kondisi terlepas atau terpisahnya lapisan retina sensorik dari epitel pigmen retina
Retina Pigmemt Epithelium (RPE), kondisi ini adalah suatu keadaan emergency yang
dapat mengancam pengelihatan Berdasarkan proses terjadinya, ablasio retina dapat
diklasifikasikan menjadi ablasio retina regmatogen, ablasio retina traksional, ablasio
retina eksudatif, dan ablasio retina traksional-regmatogen.1,2 Katarak merupakan suatu
kelainan pada kensa berupa kekeruhan yang dapat disebabkan oleh apapun. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas fungsi pengelihatan pada penderita. 1
Berdasarkan etiologinya katarak terbagi menjadi katarak senil, katarak trauma, katarak
komplikata, katarak kongenital, katarak toksik. 3 Jika berdasarkan pada maturitasnya,
katarak terbagi menjadi Insipien, Imatur, Matur, dan Hipermatur. 4,5
Ablasio retina terjadi akibat terpisahnya lapisan retina sensorik dan epitel
pigmen retina sehingga fokus sinar bergeser dan menyebabkan tajam pengelihatan
menurun. Kasus terbanyak adalah ablasio retina tipe regmatogen dimana proses
lepasnya retina akan didahului oleh defek ketebalan retina (hole) dan pencairan vitreus
(vitreous liquefaction).1 Penanganan melalui pembedahan adalah cara terbaik untuk
dapat menyelamatkan pengelihatan pasien, tindakan yang dilakukan adalah
vitrektomi.1,2 Katarak terjadi akibat berbagai faktor, akan tetapi faktor terbesar yang
menjadi penyebab adalah proses penuaan atau bisa disebut katarak senil. 80% kasus
katarak dapat dicegah jika dapat disadari dengan cepat, karena katarak dalam proses
nya melibatkan beberapa proses seperti perubahan komposisi protein akibat usia yang
kemudian protein tersebut akan beragregasi dan membentuk kekeruhan. 1,10 Jika katarak
sudah mulai mengganggu aktivitas sehari-hari maka penanganan dapat dilakukan
melalui jalan pembedahan yaitu melalui berbagai jenis tindakan operasi dimana
tindakan yang paling sering dilakukan untuk saat ini adalah Phacoelmusification.10
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Retina
Retina merupakan lapisan bola mata yang paling dalam. Retina adalah aringan saraf
yang tipis dan transparan yang melapisi dua pertiga bagian dalam posterior dinding
bola mata. Retina terletak pada bagian anterior sejauh korpus siliaris dan berakhir pada
ora serata dengan tepi yang tidak rata. Permukaan luar neural retina dan epitel pigmen
retina di nukleus besar tempat mudah terpisah, namun pada diskus optikus dan ora
serrata kedua lapisan ini melekat kuat. Retina mempunyai ketebalan 0,1 mm pada ora
serrata dan 0,56 mm pada polus posterior.11
Retina mendapatkan suplai darah dari dua sumber utama, yaitu arteri sentralis retina
(cabang dari arteri oftalmika) yang memperdarahi 2/3 retina bagian dalam dan arteri
koriokapilaris yang memperdarahi 1/3 bagian retina bagian luar. Fovea sentralis adalah
daerah yang rentan karena hanya diperdarahi oleh arteri koriokapilaris dan bersifat
irreversible jika terjadi ablasi pada retina.1,11,12
B. Fisiologi Retina
Retina terbentuk dari sepulun lapisan penyusun dari dalam ke luar yaitu: (1)
membran limitan interna; (2) lapisan serabut saraf yang mengandung akson-akson
sel ganglion yang berjalan menuju nervus optikus; (3) lapisan sel ganglion; (4)
lapisan pleksiform bagian dalam, yang mengandung sinap sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar; (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin
dan horizontal; (6) lapisan pleksiform bagian luar, yang mengandung sinap sel
bipolar dan horizontal dengan fotoreseptor; (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor; (8)
membran limitan eksterna; lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel batang
dan kerucut; dan (10) epitel pigmen retina.3,13
Sel Fotoreseptor.
Sel Bipolar.
Sel Ganglion.
Sel Horisontal.
Sel Amakrin.
Sel Müller.
Sel Astrosit.
Sel Mikroglia.
Sel Fotoreseptor terdiri dari 95% sel batang dan 5% sel kerucut. Sel batang sensitif
terhadap keadaan gelap atau sedikit cahaya, dan sel kerucut sensitif terhadap warna dan
cahaya yang terang.11,13
Sel batang dan sel kerucut bekerja sebagai ujung saraf sensoris untuk penglihatan.
Sinar yang jatuh pada retina mengakibatkan perubahan fotokimia yang akan memicu
rangkaian reaksi biokimia yang menghasilkan perubahan listrik yang disebut sebagai
fototransduksi. Reaksi biokimia yang terjadi meliputi bleaching dari rodopsin,
regenerasi rodopsin dan siklus visual
Secara garis besar sel fotoreseptor berperan dalam inisiasi proses melihat yakni
dalam proses fototransduksi. Fototransduksi adalah sebuah proses pada sel batang dan
kerucut untuk mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik. Depolarisasi terjadi pada
keadaan gelap dimana dikeluarkan neurotransmiter glutamat, sedangkan pada keadaan
terang sel-sel fotoreseptor akan mengalami hiperpolarisasi dan pengeluaran
neurotransmiter glutamat dihentikan11,13,14.
A. Anatomi Lensa
Lensa adalah bagian dari bola mata yang berbentuk bikonveks, avaskular,
transparan, terletak di belakang iris dan di depan vitreus, ditopang oleh Zonula Zinii
yang melekat ke korpus siliaris. Lensa terdiri dari:
Kapusl
Epitel
Korteks
Nukleus
Lensa bersifat elastis, hal ini bertujuan agar lensa dapat menyesuaikan bentuk pada saat
proses akomodasi. Lensa bersifat jernih dengan ukuran 9-10 mm. Lensa dapat menjadi
kaku seiring bertambahnya usia.3,5,15
Gambar 2.4 Anatomi Lensa.12,15
B. Fisiologi Lensa
Lensa harus tetap terjaga kejernihannya agar dapat meneruskan cahaya yang masuk
ke dalam retina. Komposisi biokimia lensa terutama air dan protein berperan penting
untuk mempertahankan indeks refraksi dan transparansi lensa. Kekuatan refraksi lensa
adalah 20 dioptri dari total 60 dioptri kekuatan refraksi mata. Kekuatan refraksi lensa
bertambah saat lensa menjadi lebih cembung saat akomodasi Akomodasi merupakan
mekanisme saat mata merubah titik fokus dari penglihatan jauh ke penglihatan dekat.14
Upaya untuk melihat dekat menimbulkan tiga reaksi fisiologis, yaitu: akomodasi
mata, miosis dan konvergensi mata. Akomodasi terjadi ketika bentuk lensa berubah
karena aksi dari otot-otot zonular dan otot siliar. Otot siliar memiliki serat otot yang
berbentuk cincin, sehingga ketika otot-otot siliar berkontraksi diameter cincin otot
berkurang, tarikan serat zonular berkurang dan menyebabkan bentuk lensa menjadi
lebih cembung.13,14
2.3 Klasifikasi dan Faktor Risiko Ablasio Retina
A. Klasifikasi1
Ablasio Retina Regmatogen (ARR)
Berasal dari bahasa Yunani “rhegma” yang berarti rusak, kasus ARR
adalah jenis ablasio yang paling sering terjadi. Hal ini dapat t RR terjadi
akibat adanya robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang
antara Retina Pigment Epithelium (RPE) dengan lapisan retina sensorik.
Defek pada retina dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu: degenerasi
perifer berupa penipisan retina disertai dengan atrophic hole dan
robekan retina akibat adanya tarikan jaringan vitreus (vitro-retinal
traction). Defek ini memungkinkan vitreus yang sudah mencair untuk
masuk ke ruang subretinal dan menyebabkan terjadinya pemisahan
lapisan sensorik retina dari RPE.
A. Klasifikasi
Khusus untuk katarak senil, terbagi lagi menjadi tiga berdasarkan lokasi kekeruhan
lensanya, yaitu:4,5
Katarak Nuklearis
Kekeruhan pada sentral lensa, disebabkan karena pertambahan usia dan
lensa secara perlahan akan berubah warna menjadi kuning atau coklat.
Secara khas katarak ini lebih mengganggu pengelihatan jarak jauh
dibanding pengelihatan jarak dekat.
Katarak Kortikal
Kekeruhan terbentuk pada korteks lensa. Penyebab tersering adalah
pertambahan usia dan penyakit DM.
Katarak Subkapsular
Kekeruhan dimulai dari belakang lensa, akan terlihat gambaran plak
pada korteks subkapsuler posterior. Pasien akan merasa pengelihatan
jarak dekat lebih terganggu dibanding pengelihatan jarak jauh, dan
paparan sinar matahari atau cahaya terang justru semakin menambah
kesulitan pengelihatan.
Insipien.
Imatur.
Matur.
Hipermatur.
B. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat mempengaruhi munculnya katarak, khususnya katarak
imatur adalah:1
Proses penuaan/degenaratif.
Gangguan metabolik (DM).
Menyebabkan peningkatan kadar sorbitol intrasel di dalam serat lensa
sehingga degenerasi lensa terjadi lebih cepat.
Trauma.
Akibat memar yang muncul pada lensa.
Peradangan intraokular.
Terjadi pada uveitis dan glaukoma akut.
2.5 Patofisiologi
Ablasio retina regmatogen hanya dapat terjadi jika ditunjang oleh tiga faktor
berikut, yaitu:3,4
Dari robekan akibat traksi menyebabkan cairan vitreus dapat masuk dan memisahkan
lapiasan sensorik dan lapisan RPE. 16,17
Traksi pada retina terbagi menjadi dua, yaitu statis dan dinamis. Pada kasus traksi
statis, traksi ini tidak dipengaruhi oleh gerak bola mata dan berperan pada Ablasio
Retina Traksional dan Proliferative Vitreoretinopathy (PVR).4
Vitreus melekat kuat pada dasar vitreus (vitreous base) dan disekitar
papil nervus optikus, sedangkan yang lemah terdapat pada sekitar fovea
dan sekitar pembuluh darah perifer. Perlekatan vitreus yang abnormal
dapat muncul pada beberapa keadaan berikut yaitu:4
Pada kondisi mencairnya gel vitreus (sinkisis) terkadang akan diikuti dengan
terbentuknya lubang pada hyaloid posterior, akibatnya akan terbentuk ruang
retrohyaloid kemudian vitreus akan berkumpul di inferior sehingga ruang retrohyaloid
diisi oleh cairan vitreus.4
Pasien yang berusia >70 tahun akan berisiko untukk mengalami Posterior Vitreous
Detachment (PVD) umunya PVD tidak bergejala (asimptomatik). PVD diawali dengan
terpisahnya korteks vitreus pada bagian pseudofakia perifoveal. Lalu korteks vitreus
pada bagian makula terlepas, akan tetapi gel vitreus tetap melekat erat pada vitreous
base menimbulkan traksi sehingga dapat terjadi break, biasanya pada posterior vitreous
base atau lokasi dengan perlekatan abnormal dari vitreus. 4,16 Secara garis beesar
patofisologi dari ARR dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.6 Patofisologi ARR.18
Katarak senil adalah jenis katarak yang paling banyak muncul di dunia dengan
jumlah kasus mencapai 90% dari semua jenis katarak. Hal ini diakibatkan karena sering
bertambahnya usia manusia maka lensa mengalami kekeruhan, penebalan, serta
penurunan daya akomodasi.3,5 Berdasarkan lokasi kekeruhannya katarak senil terbagi
menjadi tiga, yaiut: nuklear, kortikal, dan subkapsular. Proses perjalanan penyakit dari
tiap jenis katarak tidak jauh berbeda akan tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan
sebagai berikut:
Katarak Nuklear
Gambar 2.7 Patofisiologi Katarak Nuklear.4
Katarak Kortikal
Gambar 2.8 Patofisiologi Katarak Kortikal. 4
2.6 Diagnosis
Floaters
Bayangan kecil gelap yang melayang-layang. Floaters dapat muncul akibat dari
pergerakan vitreus, terutama pada kasus PVD atau jika terjadi perdarahan pada
vitreus.
Fotopsia
Kilatan cahaya terjadi karena adanya tarikan pada perlekatan vitreoretina
karena gerakan mata. Fotopsia muncul pada sisi yang sama dari robekan.
Akan muncul gambaran seperti tirai yang menutupi pengelihatan hal ini terjadi
pada kondisi jika makula tidak terlepas. Pada kondisi makula terlepas maka
akan terjadi penurunan visus mendadak.
Tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan oftamologis antara lain adalah: 4,17
Jika refleks fundus (+) maka penegakkan diagnosis dapat dilakukan melalui
pemeriksaan fundus, diharapkan akan terlihat:17
Pada area ablasi terdapat elevasi lapisan neurosensoris retina yang kehilangan
detail epitel pigmen dan koroid di bawahnya sehingga terlihat lebih pucat.
Ablasio retina yang baru berbentuk konveks, pembuluh darahnya terlihat lebih
gelap..
Break (robekan full thickness) terlihat kontras berwarna merah.
Gambar 2.9 Gambaran ARR dengan Break ditunjukkan oleh panah putih.17
Gambar 2.10 Panduan Lincoff untuk mencari lokasi break retina (ablasio ditandai
oleh warna biru).17
Jika segmen posterior tidak dapat atau sulit dinilai maka dapat dilakukan pemeriksaan
USG Mata
Gambar 2.11 USG Mata Normal (Kiri), USG Mata dengan Ablasio (Kanan). 17
Derajat 1
Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/18, tampak sedikit keruh
dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga masih dengan mudah
diperoleh dan usia penderita juga biasanya kurang dari 50 tahun.
Derajat 2
Nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus mulai sedikit berwarna
kekuningan, visus biasanya antara 6/18 sampai 6/30. Refleks fundus juga masih
mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling sering memberikan gambaran
seperti katarak subkapsularis posterior.
Derajat 3
Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus tampak berwarna kuning
disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya
antara 3/60 sampai 6/30.
Derajat 4
Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna kuning kecoklatan dan visus
biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana refleks fundus maupun keadaan
fundus sudah sulit dinilai.
Derajat 5
Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan bahkan ada yang
sampai berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek
dan usia penderita sudah di atas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut
juga brunescent cataract atau black cataract.
Gambaran klinis ablasio retina regmatogen dapat menyerupai penyakit lain seperti: 2,17
Retinoskisis Degeneratif
Tampak cairan subretina yang dapat bergerak sesuai posisi kepala, berbatas
tidak tegas dan biasanya disertai kondisi sistemik lain.
Ablasio Koroid
Tampak gambaran yang lebih coklat, halus dan relatif tidak bergerak. Biasanya
ditemukan setelah operasi filtrasi glaukoma, katarak, dan pemasangan scleral
buckle.
Diagnosa banding katarak imatur senil dapat dilihat berdasarkan dugaan etiologi
kekeruhan lensa dan kondisi pasien seperti usia pasien, jenis pekerjaan, riwayat
penyakit metabolik, dll. Beberapa diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan
antara lain adalah:1,3,19
Glaukoma
Kelainan refraksi
Degenerasi makula
Retinopati diabetik
Distrofi dan degenerasi kornea
Atrofi optik
Retinitis pigmentosa
2.8 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam menangani ablasio retina
regmatogen, cara penanganan yang dapat diambil bergantung kepada tingkat keparahan
yang di derita pasien dan ketersediaan alat yang ada di fasilitas kesehatan tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain adalah:2
Profilaksis
Profilaksis yang dapat digunakan untuk mencegah ablasio retina adalah dengan
menutup break, menggunakan cryotherapy atau fotokoagulasi laser.
Cryotherapy pada area yang luas meningkatkan risiko lepasnya epitel pigmen
yang dapat memicu pembentukan membran epiretinal. Oleh sebab itu, laser
dipilih pada lesi yang lebih luas, namun sulit untuk lesi sangat perifer.
Cryotherapy lebih dipilih pada media yang keruh, ukuran pupil lebih kecil dan
lesi di anterior. Terapi yang digunakan juga berdasarkan pilihan, pengalaman
operator, serta ketersediaan alat.
Pembedahan
Prinsip operasi atau pembedahan dari ablasio retina regmatogen adalah dengan
menemukan semua break, membuat iritasi korioretina (skar) di sekitar setiap
break dan melekatkan antara retina dan EPR dalam waktu yang cukup agar
ruang subretina tertutup secara permanen, dan mengurangi atau menghilangkan
traksi retina. Tindakan operatif untuk ablasio retina ini dilakukan oleh dokter
mata dengan keahlian khusus vitreoretina. Tindakan operatif yang dilakukan
dapat dilakukan baik dengan lokal anestesi maupun anestesi umum, tergantung
hasil evaluasi dokter terhadap kondisi pasien. Tindakan operasi yang dapat
dilakukan adalah:
- Vitrektomi merupakan operasi yang membebaskan traksi retina
dengan menghilangkan vitreus, terutama yang menyebabkan
tarikan pada robekan retina, sehingga terjadi perlekatan kembali
antara retina dan lapisan EPR. Kemudian robekan dapat ditutup
dengan retinopexy. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien
dengan indikasi primary vitrectomy pada ablasio retina (semua
stadium), ablasio retina dengan kekeruhan vitreus, ablasio retina
dengan giant retinal break, dan ablasio retina dengan PVR.
- Pneumatic Retinopexy, adalah sebuah tindakan menyuntikkan
gelembung gas ke rongga vitreus untuk mendorong tear dari
dalam sehingga retina melekat kembali. Pneumatic retinopexy
dipilih pada ablasio dengan posisi break superior (dua pertiga
bagian atas fundus), semua break telah ditemukan, pasien yang
kooperatif dan media yang jernih.
- Scleral Buckle merupakan terapi yang dilakukan dari luar
(ekstraokular). Scleral buckle dilakukan dengan menjahit
material dengan ukuran yang sesuai ke sklera, dengan tujuan
menekan dinding bola mata di bawah break retina. Sehingga
terjadi kontak antara retina dan lapisan EPR yang terpisah.
Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi break
terletak di superior, media yang jernih, break tunggal maupun
break multipel yang masih terletak dalam 1 kuadran, PVR
maksimal grade B, ablasio retina pada pasien dengan usia muda,
ablasio retina di mana break tidak dapat ditemukan pada
pemeriksaan dan break yang terlihat di anterior dari ekuator
retina.
B. Katarak Imatur Senil
Fakoemulsifikasi
2.9 Prognosis
Prognosis perlekatan anatomis lebih baik bila ablasio disebabkan oleh dialisis atau
hole yang kecil. Prognosis lebih buruk bila ablasio disebabkan oleh giant tear, PVR,
uveitis, atau trauma hebat.2
Tajam penglihatan sentral setelah operasi penempelan retina ditentukan oleh durasi
keterlibatan makula, debgan pembagian sebagai berikut:2,7
Jenis katarak
Waktu intervensi
Cara intervensi
Kualitas hidup
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Pasien laki-laki usia 40 tahun datang ke poli mata RSUP Fatmawati rujukan
dari RS Umum Petukangan dengan keluhan mata kanan gelap seperti tertutup tirai 2
bulan SMRS. Pasien mengaku pengelihatan mata kanannya hanya terlihat bagian
lateral saja.
Pasien mengaku keluhan diawali 4 bulan SMRS setelah pasien mengalami
kecelakaan menabrak mobil akan tetapi pasien mengaku kepalanya tidak terbentur.
Setelah kecelakaan tersebut pasien mengaku melihat bintik hitam dan kilatan cahaya
di mata sebelah kanan serta pengelihatannya belum gelap atau seperti tertutup tirai.
Untuk menangani keluhan tersebut pasien menggunakan obat tetes rohto. Dua bulan
SMRS pasien disarankan oleh keluarga untuk mencuci mata kanannya menggunakan
air rebusan kembang telang dan daun sirih, pasien mengaku mencuci mata
menggunakan air rebusan tersebut saat malam hari dan pada pagi harinya pengelihatan
pasien berubah menjadi gelap seperti tertutup tirai.
Status Generalis
Berat Badan : 74 Kg
Tanda vital
Status Oftalmologi
Tajam Pengelihatan
AVOD : 1/300 tidak dapat dikoreksi dengan pinhole.
AVOS : 5/15 S+1.50 -> 5/5.
TIO
OD : 4,5/5,5 -> 18,9 mmHg.
OS : 5,5/5,5 -> 15,5 mmHg.
Kedudukan Bola Mata: Orthoforia
Gerakan Bola Mata: OD OS Baik ke segala arah.
Segmen Anterior
OD OS
Palpebra Bengkak (-), Ekimosis Bengkak (-), Ekimosis
(-), Silia lengkap, (-), Silia lengkap,
Entropion (-), Entropion (-),
Ektropion (-). Ektropion (-)..
Konjungtiva Hiperemis (-), Anemis Hiperemis (-), Anemis
(-), Folikel (-), Papil (-), (-), Folikel (-), Papil (-),
Injeksi siliar (-), injeksi Injeksi siliar (-), injeksi
konjungtiva (-), injeksi konjungtiva (-), injeksi
episklera(-), episklera(-)
Kornea Cembung, Arcus senilis Cembung, Arcus senilis
(+), Licin, Sikatrik (-), (+), Licin, Sikatrik (-),
Benda Asing (-). Benda Asing (-).
Bilik Mata Depan Kesan Dalam, Hifema Kesan Dalam, Hifema
(-), Hipopion (-). (-), Hipopion (-).
Iris/Pupil Warna Coklat, Bulat, Warna Coklat, Bulat,
RCL (+)/RCTL (+). RCL (+)/RCTL (+).
Lensa Keruh derajat 1, Keruh derajat 1,
Shadow Test (+). Shadow Test (+).
Mata Kanan Mata Kiri
OD OS
Vitreus Keruh Jernih
Fundus Refleks fundus (+), Papil Refleks fundus (+), Papil
bulat, batas tegas, CDR bulat, batas tegas, CDR
0,3. Pemb darah Retina 0.3, aa/vv 2/3, retina baik,
sulit dinilai, Retinal perdarahan retina (-),
Detachment (+) eksudat (-), Refleks
supranasal, refleks makula makula (+).
tidak dapat ditemukan.
Hasil Funduskopi
3.5 Resume
Tn. AAS, 63 Tahun datang ke Poli Mata RSUP Fatmawati dengan keluhan mata kanan
gelap tertutup tirai 2 bulan SMRS. Pasien mengaku pengelihatan mata kanannya hanya
terlihat bagian lateral saja. Keluhan diawali dengan munculnya bintik hitam dan kilatan
cahaya pada mata kanan setelah pasien mengalami kecelakaan 4 bulan SMRS. Pasien
mengeluh mata kanan nya menjadi gelap satu hari setelah mencuci mata kanan nya
menggunakan air rebusan kembang telang dan daun sirih. Pada pemeriksaan
oftalmologis didapatkan AVOD: 1/300 tidak dapat dikoreksi dengan pinhole dan
AVOS: 5/15 S+1.50 -> 5/5. Pemeriksaan segmen anterior ditemuka Arcus Senilis (+)
pada kedua kornea dan Shadow Test (+) pada kedua lensa. Pada pemeriksaan
funduskopi ditemukan vitreus keruh OD, retinal detachment supranasal OD (+) OD.
3.6 Diagnosis
Diagnosis Kerja
OD :
OS :
Diagnosis Banding
OS :
Presbiopia
Retionopati Hipertensi.
OD :
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
OS :
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB IV
DISKUSI KASUS
Tn. AAS, 63 Tahun adalah pasien baru rujukan dari RS Umum Petukangan.
Pasien datang ke poli mata RSUP Fatmawati dengan keluhan mata kanan gelap tertutup
tirai dan pengelihatan hanya terlihat dari sisi lateral sejak 2 bulan SMRS. Keluhan
muncul sejak 4 bulan SMRS saat pasien mengaku melihat bintik hitam dan kilatan
cahaya dari mata kanannya pasca mengalami kecelakaan. Dua bulan SMRS
berdasarkan anjuran keluarga, pasien mencuci mata kanannya menggunakan air
rebusan kembang telang dan air sirih dan esok harinya pengelihatan pada mata kanan
pasien menjadi gelap seperti tertutup tirai.
Ablasio retina umumnya memiliki gejala berupa muncul floaters dan fotopsia
pada pengelihatan. Hal ini dapat terjadi karena adanya tarikan vitreus pada retina yang
dapat menyebabkan timbul kilatan cahaya atau fotopsia. Kemudian adanya floaters
karena terjadi perdarahan pada vitreus dan lepasnya Retinal Pigmen Epithelium, dapat
diduga hal itu terjadi karena efek dari kecelakaan yang dialami oleh pasien 4 bulan.
Pasien memiliki beberapa faktor risiko yang dapat menjadi pencetus terjadinya ablasio
retina, yaitu dugaan terdapat trauma tertutup pada daerah retina akibat kecelakaan,
kemudian jenis kelamin laki-laki, dan usia yang sudah 63 tahun yang dapat
berpengaruh terhadap pencairan gel vitreus yang kemudian berakumulasi dan masuk
ke dalam rongga retina.
Pada pemeriksaan TIO, ditemukan TIO pasien adalah 4,5/5,5 -> 18,9 mmHg
walaupun pada beberapa kasus ablasio retina ditemukan TIO yang menurun, pada
pemeriksaan segmen anterior juga dalam batas normal, RCL dan RCTL (+). Akan
tetapi pada pemeriksaan FOD walaupun refleks fundus (+) ditemukan retinal
detachment pada area supranasal. Hal ini sesuai dengan kondisi klinis pasien yang
mengalami penurunan visus pengelihatan secara mendadak, dari yang awalnya hanya
terdapat floaters dan fotopsia, berubah mendadak menjadi AVOD 1/300 dan
pengelihatan gelap seperti tertutup tirai.
Tipe ablasio yang mungkin dialami oleh pasien adalah Ablasio Retina
Regmatogen (ARR) mengingat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, terdapat
beberapa gejala yang mengarah ke diagnosa tersebut. ARR adalah sebuah
kegawatdaruratan dalam ilmu penyakit mata karena kecepatan penanganan menjadi
penentu keberhasilan untuk mengembalikan pengelihatan pasien.
Pasien juga pada saat pemeriksaan segmen anterior pada kedua kornea
ditemukan Arcus Senilis dan Shadow Test (+) pada lensa, hal ini adalah suatu keadaan
yang umum terjadi mengingat usia pasien yang sudah >60 tahun sehingga sudah terjadi
proses penuaan yang mengakibatkan dengan munculnya katarak, pasien juga mengaku
sejak muda tidak pernah memakai kacamata namun saat ini agak kesulitan dalam
membaca, terbukti dengan pemeriksaan refraksi ditemukan AVOS: 5/15 S+1.50 -> 5/5.
Prosesn penuaan ini dapat menyebakan peningkatan ketebalan lensa yang berujung
kepada nucleus lensa mengalami pengerasan atau yang bisa disebut sclerosis nuclear.
Proses penuaan juga dapat menyebakan denaturasi protein lensa akibat menurunnya
fungsi transpor aktif dari metabolisme lensa yang berakibat pada terjadinya opasifikasi
serat kortikal lensa.
BAB V
KESIMPULAN
1. Juandy A, Shidik A, Viktor AA. Buku Ajar Oftalmologi. 1st ed. Jakarta: Badan
Penerbit FK UI; 2017.
3. Suharjo SU, Agni AN, Nugroho A. Buku Ilmu Kesehatan Mata. 3rd ed.
Yogyakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Gadjah Mada; 2017.
5. Cantor L, Rapuano J, Cioffi G. Lens and cataract. 2014-2015 Basic and clinical
Science course. American Academy of Ophthalmology. 2015;
9. NIH. Cataracts Statistics and Data [Internet]. National Eye Institute of Health.
2016 [cited 2023 Sep 1]. Available from: https://nei.nih.gov/eyedata/cataract
10. Dirjen Yankes. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Katarak
pada Dewasa. Kemenkes RI; 2018.
11. Riordan P, Cunningham ET. Vaughn & Asbury’s General Opthalmology. 18th
ed. London: The Mc Graw Hill Companies Inc; 2011.
12. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology. 13th ed.
Bonnie R, editor. United States of America: John Wiley & Sons, Inc; 2012.
13. Chalam KV, Ambati BK, Grover S, Beaver HA, Wells T. Fundamentals and
Principles of Opthalmology. Vol. 2. Singapore: American Academy of
Opthalmology; 2011.
15. Lang G. Opthalmology - A Pocket Textbook Atlas. 2nd ed. Thieme; 2006.
16. Regillo C, Holekamp N, Johnson MW, Kaiser PK, Spaide R. Peripheral Retinal
Abnormalities. Retina and Vitreous. 12th ed. Singapore: American Academy of
Ophthalmology; 2011.