Anda di halaman 1dari 27

KATARAK SENILIS

Laporan Kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior di Bagian SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD dr. Pirngadi Medan

Disusun Oleh :

Fidya Oktavia Vera 712100891052


Theresia Simalango 2101002
Elmin Wiranti 2101003

Dokter Pembimbing :
dr. Soraya Fasya, M.Ked(Opth), Sp. M

SMF ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT UMUM DR PIRNGADI

MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul
Katarak Senilis untuk memenuhi tugas yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran kepaniteraan klinik khususnya di SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah
Sakit Umum Dr Pirngadi Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Soraya Fasya,M.Ked.(Opth),Sp.M selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan bimbingan dan masukan sehingga Laporan Kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Laporan Kasus ini masih
banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. oleh karena itu segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan
Laporan Kasus ini semoga bermanfaat.

Medan, Agustus 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang
sebenarnya dapat dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang
ditandai dengan kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya
cahaya ke mata. Katarak dapat disebabkan karena terganggunya mekanisme
kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein lensa atau
gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia; penyebab
lain adalah kongenital dan trauma.1
Katarak merupakan proses degeneratif merupakan salah satu faktor dan
yang menjadi faktor utama yang dipengaruhi oleh faktor usia. Oleh karena itu
kasus ini akan terus meningkat karena meningkat pula jumlah manusia yang
berusia lanjut. Diawali dengan adanya sembab lensa, perubahan protein, nekrosis,
dan terganggunya keseimbangan dari serabut-serabut lensa. Kekeruhan di lensa
juga berakibat pada lensa transparan sehingga warna pupil akan berubah menjadi
putih atau abu-abu, ditemukan diberbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan
nukleus. Katarak dapat mengakibatkan bermacam-macam komplikasi pada
penyakit mata seperti glaukoma ablasio, uveitis, 1retinitis pigmentosa, dan
kebutaan.2
Katarak adalah suatu keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Lensa terletak dibelakang manik mata bersifat membiaskan
dan memfokuskan cahaya pada retina atau selaput jala pada bintik kuning. Bila
lensa menjadi keruh atau cahaya tidak dapat difokuskan pada bintik kuning
dengan baik, penglihatan akan menjadi kabur. Kekeruhan pada lensa yang relatif
kecil tidak banyak mengganggu penglihatan, akan tetapi bila tingkat
kekeruhannya tinggi maka akan mengganggu penglihatan.1 Salah satu gangguan
terhadap penglihatan banyak terjadi, mulai dari gangguan ringan hingga gangguan
yang berat yang dapat mengakibatkan kebutan.4
Pasien katarak senilis diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus
katarak. Riset yang dilakukan oleh Framingham Eye Study, katarak senilis paling
sering ditemukan pada kelompok usia 75-85 tahun yaitu 91%. Usia 52-64 tahun
sebesar 42%, dan pada kelompok usia 65-74 tahun telah terjadi katarak senile
sebesar 73%.3,7 Bhardwaj (2016) di Medical College Hospital di India
menyebutkan bahwa dari 746 pasien, 53,6% adalah penderita katarak. Sebagian
besar pasien (55%) penderita katarak berusia 60-80 tahun, dan 53,8% katarak
adalah jenis katarak senilis.2
Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
menyebutkan bahwa 51% kebutaan di dunia disebabkan oleh katarak, yaitu sekitar
20 juta orang, diikuti oleh glaukoma dan Age related Macular Degene-ration
(AMD). Sebanyak 21% tidak dapat ditentukan penyebabnya dan 4% adalah
gangguan penglihatan sejak masa kanak-kanak.2
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007 dan
2013, prevalensi penduduk yang menderita katarak termasuk katarak senilis
sebesar 1,8%. Pada tahun 2013, prevalensi katarak di semua umur sebesar 1,8%
atau sekitar 18.499.734 orang. Perkiraan insidens katarak sebesar 0,1% per tahun.
Sementara itu, penduduk Indonesia juga memiliki kecenderungan menderita
katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di daerah subtropis.2
Kasus kebutaan di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat sehingga
katarak dilihat bukan saja menjadi masalah kesehatan semata, namun sudah
menjadi faktor yang berhubungan penting dengan sosial dan partipasi aktif dari
masyarakat. Perkiraan insidensi katarak (kasus baru katarak) adalah sebesar 0.1%
dari jumlah populasi, sehingga jumlah kasus baru katarak di Indonesia
diperkirakan sebesar 250.000 per tahun. Beban ini makin lama akan semakin
besar bila promotif dan prevenif kebutaan tidak dilakukan secara komprehensif
dan terkoordinir secara nasional.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa adalah bagian dari bola mata yang berbentuk bikonveks, avaskular,
transparan, terletak di belakang iris dan di depan vitreus, ditopang oleh Zonula
Zinii yang melekat ke korpus siliaris (Gambar 1). Lensa terdiri dari kapsul, epitel,
korteks, dan nukleus (Gambar 2). Kapsul lensa yang bersifat elastik berfungsi
untuk mengubah bentuk lensa pada proses akomodasi.1

Lensa memiliki struktur bikonveks yang berfungsi untuk menjaga


kejernihan, merefraksikan cahaya, dan menghasilkan akomodasi. Lensa tidak
memiliki pembuluh darah atau sistem saraf, sehingga secara keseluruhan
metabolisme pada lensa bergantung pada humor akuous. Kedudukan lensa
diperkuat oleh zonular Zinn yang menghubungkan badan siliar dengan lensa
kristalin. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa, korteks, dan nukleus yang terletak
di belakang iris dan bagian depan vitreous. Permukaan anterior lensa lebih
melengkung dibandingkan dengan posterior lensa yang disebut juga dengan
optikal aksis.7-9 Pada orang dewasa, lensa memiliki ukuran 9 mm dan ketebalan
3,5 mm dengan berat 90 mg. Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki
indeks refraksi 1,4 pada bagian sentral dan 1,36 pada bagian perifer. Pada keadaan
mata yang tidak berakomodasi, lensa memiliki kekuatan dioptri 15-20 dioptri.
Bertambahnya usia dapat mengakibatkan penurunan indeks refraksi, peningkatan
jumlah partikel protein yang tidak larut air, dan penurunan fungsi akomodasi.
Pada keadaan tersebut, keadaan mata dapat menjadi lebih hiperopia atau miopia
tergantung pada keseimbangan perubahan struktur lensa. Kapsul lensa merupakan
bagian terluar lensa yang transparan, memiliki membran basal yang elastis dan
mengandung kolagen tipe IV. Anterior kapsul lensa merupakan bagian paling
tebal dengan ketebalan 14 µm dan akan menipis pada bagian sentral posterior
dengan ketebalan 2-4 µm. Pada bagian terluar kapsul lensa terdapat zonul lamellar
yang tempat untuk melekatnya serabut zonular. Bagian belakang anterior kapsul
terdapat lapisan epitel yang berfungsi secara aktif untuk metabolisme termasuk
proses biosintesis dari DNA, RNA, protein, dan lemak. Salah satu peran epitel
lensa pada perubahan morfologi lensa yaitu dengan memanjangkan serat lensa.
Hal ini dapat terjadi apabila terdapat peningkatan selular protein sel membran.3
Korteks dan nukleus terbentuk pada fase embriogenik. Nukleus akan
dibentuk pada bagian tengah lensa dan bagian terluar serat lensa akan membentuk
korteks pada lensa. Kedua bagian lensa ini akan terlihat saat pemeriksaan apabila
lensa mengalami kekeruhan. Zonular lensa disebut juga dengan ligamen
suspensorium yang mengandung fibril tipis untuk menggantung lensa mata
sehingga dapat terfiksasi. Saat lensa berkembang, posisi melekatnya zonular akan
mengarah ke bagian anterior. Zonular juga merupakan tempat sintesis dari kapsul
ekuator lensa.3

Fisiologi Lensa
Lensa pada manusia mengandung kosentrasi protein sebanyak 30% dari
beratnya lensa. Protein lensa dibagi menjadi 2 bagian berdasarkan kelarutan air.
Sebanyak 80% lensa terdapat protein yang larut air dan mengandung komponen
utama protein yaitu kristalin. Kristalin lensa akan dibagi menjadi kristalin α- dan
kristalin β,γ-., kedua bagian ini memiliki peran penting dalam menjaga kejernihan
lensa.3
Proses metabolisme lensa terbanyak terjadi pada bagian epitel dan korteks
lensa. Diferensiasi serat lensa pada bagian apikal dan basal akan mengalami
degradasi dan menghasilkan kristalin protein. Peran utama dari kristalin protein
yaitu untuk menjaga stabilisasi protein pada lensa dan mencegah terjadinya
agregasi. Permukaan luar sel akan memanfaatkan oksigen dan glukosa sebagai
transport aktif elektrolit, karbohidrat, dan asam amino pada lensa. Konsentrasi
protein yang tinggi pada lensa tanpa adanya suplai pembuluh darah merupakan
suatu hambatan untuk regulasi air, nutrisi, dan antioksidan pada bagian lensa yang
lebih dalam. Keadaan ini diseimbangi oleh proses osmotik antar molekul protein
lensa yang juga berperan sebagai salah satu proses transparansi lensa. Pada
keadaan normal, lensa manusia mengandung 66% air dan 33% protein. Bagian
korteks lensa lebih banyak mengandung air dibandingkan dengan nukleus.
Sebanyak 5% air terdapat diantara serat lensa ekstraselular.3
Secara fisiologis, sistem pump-leak pada lensa merupakan suatu kombinasi
transport aktif dan permeabilitas membran untuk transportasi potasium dan
molekul-molekul lain seperti asam amino untuk mensuplai ke bagian terdalam
lensa anterior epitel. Molekul tersebut dapat berdifusi keluar dan masuk kedalam
lensa dengan konsentrasi yang sama. Berdasarkan teori ini, ion-ion sodium dan
potasium didapatkan pada bagian anteroposterior lensa. Lensa manusia memiliki
kadar natrium rendah dan kalium yang tinggi, sedangkan humor akuous dan
vitreus kadar natrium tinggi dan kalium yang rendah.3
2.2 Katarak Senilis
2.2.1 Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani yaitu Katarrakhies dan berasal dari
Bahasa Latin yaitu Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia
disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup air akibat lensa yang keruh.
Katarak adalah keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa terjadi akibat kedua-
keduanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama. Katarak terus
berkembang seiring waktu, menyebabkan kerusakan penglihatan secara progresif.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis. Katarak senilis
adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia
50 tahun.2
Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, akan tetapi dapat terjadi pada
salah satu mata terlebih dahulu. Berdasarkan morfologi, katarak senilis dapat
terbentuk menjadi katarak nuklear dan kortikal. Bentuk katarak kortikal dan
nuklear merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada katarak senilis.
Secara umum, katarak kortikal dapat terbentuk sebanyak 70%, nuklear 25%, dan
subkapsularis posterior 5%.3
Terdapat berbagai faktor resiko yang dapat mengakibatkan katarak senilis.
Faktor usia terutama usia 50 tahun atau dapat juga terjadi pada usia 45 tahun yang
biasa disebut dengan presenil. Paparan sinar ultraviolet yang semakin sering,
defisiensi protein dan vitamin (riboplavin, vitamin E, dan vitamin C), dan
merokok Subkapsular posterior Kortikal (peripheral) Anterior kortikal
Subkapsular Nuklear Lamelar Polaris posterior berdasarkan penelitian dapat
mempengaruhi denaturasi protein yang akan berkembang menjadi katarak.
Kelainan metabolik seperti Diabetes Mellitus akan mengakibatkan peningkatan
proses metabolisme sorbitol pada lensa, sehingga katarak dapat lebih cepat
terbentuk.3

2.2.2 Epidemiologi
Katarak Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah
17,1%. Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%).4
Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah
1,4%, dengan responden tanpa batasan umur.1

2.2.3 Kebutaan akibat katarak


Definisi kebutaan menurut WHO yaitu visus < 3/60 pada mata terbaik
dengan koreksi terbaik. WHO memperkirakan sekitar 18 juta orang mengalami
kebutaan kedua mata akibat katarak. Jumlah ini hampir setengah (47,8%) dari
semua penyebab kebutaan karena penyakit mata di dunia. Penyebab kebutaan
lainnya adalah kelainan refraksi tidak terkoreksi, glaukoma, Age-Related Macular
Degeneration, retinopati DM, kebutaan pada anak, trakoma, onchocerciasis, dan
lain-lain. Indonesia menduduki peringkat tertinggi prevalensi kebutaan di Asia
Tenggara sebesar 1,5% dan 50% di antaranya disebabkan katarak.2 Jumlah ini
diperkirakan akan meningkat karena pertambahan penduduk yang pesat dan
meningkatnya usia harapan hidup di Indonesia.1

2.2.4 Patofisiologi
Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang
tua. Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya
dimengerti. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel-
sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan
tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut
korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke ararh tengah
sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi
high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi
mendadak pada index refraksi lensa, penyebaran sinar cahaya, dan penurunan
transparansi. Perubahan kimia protein lensa nuklear ini juga menghasilkan
pigmentasi yang progresif sehingga seiring berjalannya usia lensa menjadi
bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa
menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan
konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi Natrium
dan Kalsium.2

2.2.5 Faktor risiko


a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi seperti jenis kelamin perempuan
dimana usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki-
laki, ini diindikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan
penderita katarak lebih banyak dibandingkan laki-laki.
b. Kondisi medis seperti penyakit Diabetes Melitus (DM) dapat
mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan kemampuan
akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan meningkatkan
kadar gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke
lensa melalui difusi dimana sebagian dari glukosa ini diubah menjadi
sorbitol oleh enzim aldose reduktase melalui jalur poliol, yang tidak
dimetabolisme dan tetap tinggal di lensa. Telah terbukti bahwa
akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic
sehingga air masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan
pembengkakkan serabut lensa. Penelitian pada hewan telah
menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraseluler menyebabkan
kolaps dan likuifaksi (pencairan) serabut lensa, yang akhirnya terjadi
pembentukan kekeruhan pada lensa.
c. Trauma mata yang bisa disebabkan oleh truma benda tajam dan
tumpul Trauma tumpul merupakan respon dari pukulan yg tiba-tiba yg
dapat terjadi pada trauma okuli, dimana pukulan tersebut merupakan
mekanisme tubrukan langsung yang bertanggung jawab pada
terjadinya Vossius ring (seperti pigmen iris). Pada saat permukaan
bola mata mangalami cedera, terjadi pemendekan pada garis ekspansi,
Sehingga streching dapat mengganggu kapsul lensa, zonula atau
keduanya. Lensa menjadi putih (keruh) segera setelah masuknya
benda asing, karena robeknya kapsul lensa menyebabkan masuknya
humor aqeous dan kadang-kadang korpus vitreum kedalam struktur
lensa yang dapat menyebabkan hidrasi pada serat lensa dan sebagai
akibatnya lensa menjadi keruh. Pasien biasanya mengeluh penglihatan
kabur secara mendadak.
d. Konsumsi obat seperti kortikosteroid, statin, agen topikal yang
digunakan dalam pengobatan glukoma, dll serta
e. Gaya hidup seperti kebiasaan merokok, paparan sinar matahari,
konsumsi alkohol, status gizi.2

2.2.6 Tipe Katarak Senilis


1) Katarak nuklear, pada dekade keempat dari kehidupan, tekanan yang
dihasilkan dari fiber lensa peripheral menyebabkan pemadatan pada
seluruh lensa,terutama nucleus. Nucleus member warna coklat
kekuningan (brunescent nuclear cataract). Ini menjadi batas tepi dari
coklat kemerahan hingga mendekati perubahan warna hitam diseluruh
lensa (katarak hitam). Karena mereka meningkatkan tenaga refraksi
lensa, katarak nuclear menyebabkan myopia lentikular dan kadang-
kadang menimbulkan fokal point kedua di dalam lensa yang
menyebabkan diplopia monocular.2
Progresifitas maturasi dari katarak nuklear akan mengakibatkan
lensa menjadi tidak elastis dan mengeras yang berhubungan dengan
penurunan daya akomodasi dan merefraksikan cahaya. Perubahan bentuk
lensa ini akan dimulai dari bagian sentral ke perifer. Secara klinis,
katarak nukleus akan terlihat berwarna kecoklatan (katarak brunescent),
hitam (katarak nigra), dan berwarna merah (katarak rubra). Terjadinya
perubahan warna pada katarak nuklear, akibat adanya deposit pigmen.3

2) Katarak Kortikal, Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga


lensa menjadi cembung dan terjadi miopisasi akibat perubahan indeks
refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-akan mendapatkan
kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah. Katarak
nuclear sering dihubungkan dengan perubahan pada kortek lensa. Ini
penting untuk dicatat bahwa pasien dengan katarak kortikal cenderung
untuk hyperopia dibandingkan dengan pasien dengan katarak nuclear
(nuku saku).
Beberapa perubahan morfologi yang akan terlihat pada pemeriksaan slip-
lamp dengan midriasis maksimum:
a) Vacuoles: akumulasi cairan akan terlihat sebagai bentuk vesicle
cortical sempit yang kecil. Sisa vacuoles kecil dan meningkat
jumlahnya.
b) Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan
terlihat diantara fiber.
c) Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissureI, ini berisi suatu
zona cairan diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber
kortikal).
d) Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opaksitas radier dari
lensa peripheral seperti jari-jari roda.

3) Posterior subcapsular katarak (PSCs), merupakan terjadinya kekeruhan di


sisi belakang lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur
pada kondisi cahaya terang, serta pandangan baca menurun. Banyak
ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma.2
2.2.7 Stadium Katarak
Katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:
a) Katarak insipien, Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut:
 Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks.
 Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks
berisi jaringan degenerative (benda Morgagni) kekeruhan ini dapat
menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama
pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk
waktu yang lama.
b) Katarak imatur, sebagian lensa keruh. Merupakan katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat
meningkatnya tekanan osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan
lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.
c) Katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Bila katarak
imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa
kembali pada ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama
kelamaan akan mengakibatkan kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik
mata depan berukuran dengan kedalaman normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif.
d) Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses
degenerasi lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Kebocoran
protein lensa melalui lensa kapsul, sehingga lensa menjadi kecil,
berwarna kuning dan kering. Bila proses katarak berlajut disertai dengan
penebalan kapsul, maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka dinamakan katarak morgagni.2

2.2.8 Manifestasi Klinis


a) Mata Kabur, Penderita datang saat kekeruhan lensa terjadi pada kedua
mata meski derajat katarak kedua mata berbeda. Kekaburan yang dirasa
bersifat perlahan dan penderita merasa melihat melalui kaca yang buram.
Pada tahap awal kekeruhan lensa, penderita dapat melihat bentuk akan
tetapi tidak dapat melihat detil.
b) Silau, Katarak menyebabkan gangguan pembiasan lensa akibat
perubahan bentuk, struktur, dan indeks bias lensa. Segala jenis katarak
akan mengeluh silau, akan tetapi terbanyak pada katarak subkapsular
posterior.
c) Gangguan penglihatan warna Lensa yang bertambah kuning atau
kecokelatan akan menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama
pada spektrum cahaya biru.
d) Diplopia monocular Kadang-kadang, perubahan nuklear yang
terkonsentrasi pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area
refraktil pada bagian tengah dari lensa, yang sering memberikan
gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau
ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia
monocular yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau
lensa kontak.2
2.2.9 Diagnosis
Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis katarak yaitu:
a) Pemeriksaan ketajaman visual untuk kedua mata
b) Pemeriksaan slit lamp, untuk mengetahui jenis Katarak, kelainan posisi
lensa rincian kornea dan pemeriksaan fundus
c) Pengukuran tekanan intraokular (TIO)
d) Patensi duktus lakrimal
e) Pemeriksaan pupil untuk memastikan bukan gangguan segmen posterior
f) Evaluasi segmen posterior pada kedua mata, jika fundus dapat
divisualisasikan pemeriksaan refraksi kedua mata untuk mengetahui
ketajaman visual.2
2.2.10 Penatalaksanaan
Dalam menentukan penatalaksanaan katarak diperlukan pemeriksaan
secara menyeluruh pada bagian anterior dan posterior mata, salah satunya yaitu
dengan menentukan derajat kekeruhan katarak. Penentuan derajat kekeruhan pada
katarak secara gold standar dapat ditentukan dengan menggunakan klasifikasi
Lens Opacity Classification System III (LOCS III) yaitu dengan melihat
gambaran pada saat pemeriksaan slit-lamp dan menggunakan pencahayaan
retroiluminasi. Klasifikasi ini memberikan gambaran derajat kekeruhan pada tiap
struktur lensa atau dapat juga menggunakan klasifikasi Buratto

Penatalaksanaan pada katarak secara ideal yaitu dilakukan tindakan


operatif. Indikasi dilakukannya operasi yaitu bergantung pada penurunan tajam
penglihatan berat yang mengganggu aktifitas sehari-hari. Pada keadaan fakolitik
atau fakomorfik glaukoma, tindakan operasi merupakan terapi utama untuk
mengevaluasi bagian fundus mata.
Penatalaksaan dapat dilakukan dengan pembedahan. Ada dua teknik
pembedahan katarak, menurut Vaughan 2005 yaitu:
1. Intra-Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Pengambilan lensa dilakukan secara in toto sebagai satu potongan utuh,
dimana nukleus dan korteks diangkat didalam kapsul lensa dengan
menyisakan vitreus dan membrana Hyaloidea. Kapsula posterior juga
diangkat sehingga IOL tidak dapat diletakkan di bilik mata posterior.
IOL dapat diletakkan di bilik mata anterior dengan risiko infeksi
kornea. Selain itu tidak ada lagi batasan antara segmen anterior dan
posterior yang dapat meningkatkan kemungkinan komplikasi lainnya
seperti vitreus loss, cystoid macular edema, dan endophtalmitis. Teknik
ini digunakan dalam kasus tertentu antara lain bila terjadi subluksasio
lensa atau dislokasi lensa.
2. Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Nukleus dan korteks diangkat dari kapsul dan menyisakan kapsula
posterior yang utuh, bagian perifer dari kapsula anterior, dan zonula
zein. Teknik ini selain menyediakan lokasi untuk menempatkan intra
ocular lens (IOL), juga dapat dilakukan pencegahan prolaps vitreus dan
sebagai pembatas antara segmen anteror dan posterior. Sebagai
hasilnya, teknik ECCE dapat menurunkan kemungkinan timbulnya
komplikasi seperti vitreusloss, edema kornea. Ada 3 teknik operasi
ECCE, yaitu :
a. Incision
b. Mobilitation of nucleus
c. Removal of the nucleus Simpulan bahwa faktor umur berperan
penting dalam terjadinya katarak. Pada katarak senilis imatur
tatalaksana ialah menunggu sampai semua lensa menjadi matur baru
dapat dilakukan pembedahan.
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Napsiah
Umur : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Padang/Indonesia
RM : 01.00.60.16
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Tembung
Tgl. Pemeriksaan : 12 Agustus 2022
Rumah Sakit : Poliklinik Mata RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan

ANAMNESIS
Keluhan Utama: Penglihatan mata kanan kabur

Anamnesis :
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan
keluhan mata kiri kabur seperti berkabut, perlahan-lahan, semakin lama semakin
kabur yang di alami sejak ± 7 bulan ini. Keluhan penglihatan kabur dirasakan
perlahan-lahan semakin memberat dan disertai penglihatan yang berkabut seperti
tertutup asap, pasien juga merasa silau jika melihat cahaya dan terasa pegal.
Pasien juga merasa silau dan tidak nyaman apabila terkena sinar matahari dan
melihat cahaya secara langsung, namun pasien merasa lebih nyaman bila berada
di tempat yang lebih gelap atau saat malam hari. Mata merah (-), nyeri (-), mata
berair(-), gatal (-).
Pasien datang ke dokter poliklinik mata RSUD Dr. Pirngadi Medan untuk
mengobati mata kanannya. Riwayat konsumsi obat-obatan jangka panjang,
alkohol, merokok, dan terpapar sinar matahari berlebihan pada mata disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


a. Umum:
- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Alergi(-)

b. Mata
- Riwayat sakit mata sebelumnya (+)
- Riwayat operasi mata (+)
- Riwayat trauma mata sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Hipertensi (-)
- Diabetes Melitus (-)

PEMERIKSAAN FISIK STATUS GENERALIS


Keadaan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,6°C
Nadi : 78 x/menit
Kepala : Normocephali
Mulut : Bibir lembap, mukosa mulut lembap
THT :Tidak ada deviasi septum nasi, MAE lapang, faring
tidak hiperemis. Tonsil T1/T1, tenang, uvula di tengah
Thoraks : Simetris Fusiformis, Retraksi (-)
Jantung : BJ I-II Reguler, Murni, Murmur (-) Gallop (-)
Paru : SP: vesikuler ST: Rh -/- Wh -/-
Abdomen : Datar, Simetris , Nyeri tekan (-) , Peristaltik usus
normal.
Ekstremitas : Tidak ada kelainan deformitas, pustule (-) vesikel (-),
edema -/-
STATUS OPHTALMOLOGIS
Status Oftalmologi

KETERANGAN OD OS
1. VISUS

Visus 6/24 6/9


Koreksi - -
Addisi - -
Distansi pupil - -
Kacamata - -
Lama

2. KEDUDUKAN BOLA MATA

Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada


Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan Bola Normal ke semua arah Normal ke
Mata semua arah

3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR

Edema Tidak ada Tidak ada


Eritema Tidak ada Tidak ada
Spasme Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasm Tidak ada Tidak ada
e
Trikiasis Tidak ada Tidak ada

Sikatriks Tidak ada Tidak ada


Ptosis Tidak ada Tidak ada
4. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR

Hiperemis Tidak ada Tidak Ada


Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Korpus Tidak ada Tidak ada
alienum

5. KONJUNGTIVA BULBI

Sekret Tidak ada Tidak ada


Injeksi Tidak ada Tidak Ada
Konjungtiva
Injeksi Siliar Tidak ada Tidak Ada
Pendarahan Tidak ada Tidak ada
Subkonjungtiva
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus Tidak ada Tidak ada
Pigmentosus
Kista Dermoid Tidak ada Tidak ada

6. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak Ada Tidak ada

7. KORNEA

Kejernihan Jernih Jernih

Permukaan Rata Rata


Infiltrat Tidak ada Tidak ada
Keratik Tidak ada Tidak ada
Presipitat
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada

8. BILIK MATA DEPAN

Kedalaman Cukup Cukup


Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada

9. IRIS

Warna Coklat Coklat


Kripte + Jelas + Jelas
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada

10. PUPIL
Letak Di tengah Di tengah
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks Cahaya + +
Langsung
Refleks Cahaya + +
Tak Langsung

11. LENSA

Kejernihan Keruh Jernih


Letak Di tengah Di tengah
Shadow test Tidak dilakukan Tidak dilakukan

12. FUNDUS OKULI


Tidak dilakukan pemeriksaan.

13. PALPASI

Nyeri Tekan Tidak ada Tidak ada


Massa Tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi Okuli Normal/palpasi Normal/palpasi
Tonometri - -
Schiotz

PEMERIKSAAN PENUNJANG
-

RESUME
Seorang pasien perempuan berusia 64 tahun datang ke poliklinik mata
RSUD Dr. Pirngadi Medan dengan keluhan mata kiri kabur seperti berkabut,
perlahan-lahan, semakin lama semakin kabur yang di alami sejak ± 7 bulan ini.
Keluhan penglihatan kabur dirasakan perlahan-lahan semakin memberat dan
disertai penglihatan yang berkabut seperti tertutup asap, pasien juga merasa silau
jika melihat cahaya dan terasa pegal. Pasien juga merasa silau dan tidak nyaman
apabila terkena sinar matahari dan melihat cahaya secara langsung, namun pasien
merasa lebih nyaman bila berada di tempat yang lebih gelap atau saat malam hari.
Mata merah (-), nyeri (-), mata berair(-), gatal (-).
Pasien datang ke dokter poliklinik mata RSUD Dr. Pirngadi Medan untuk
mengobati mata kanannya. Riwayat konsumsi obat-obatan jangka panjang,
alkohol, merokok, dan terpapar sinar matahari berlebihan pada mata disangkal.
Riwayat HT (-). Riwayat DM (-). Riwayat menggunakan kacamata (-).
Riwayat trauma (-). Riwayat sakit mata sebelumnya (+), riwayat operasi mata
sebelumnya (+), Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD : 6/24 VOS : 6/9,
SLOS : dijumpai Lensa keruh

DIAGNOSIS BANDING
- Katarak senilis matur OD
- Glaukoma
- Retinopati
DIAGNOSIS KERJA
Katarak senilis matur OD

ANJURAN : Operasi Ekstraksi Katarak OD


TERAPI
- Ciprofloxacin tab 2x1
- As. Mefenamat tab 3x50 mg
- Metylprednisolon tab 3x4 mg
- C. floxa 1gtt/jam
- C.noncort ED 4x1gtt (OD)
- C. xytrol ED 3x1gtt (OD)
PROGNOSIS

1. Quo ad vitam : bonam

2. Quo ad sanationem : bonam

3. Quo ad visam : bonam

4. Quo ad kosmeticum : bonam


DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesi, keluhan utama pasien berupa penglihatan


kabur pada mata kanan seperti berkabut dan semakin lama semakin kabur.
Penglihatan kabur saat melihat dekat ataupun jauh. Pasien juga mengeluh silau
saat melihat cahaya.
Pada pemeriksaan fisik tampak lensa keruh pada mata kiri. Hasil
pemeriksaan visus VOD 6/24 dan VOS 6/9. Faktor predisposisi terjadinya
Katarak senilis matur pada pasien ini salah satunya disebabkan karena faktor
usia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sitompul, R. 2017. Tinjauan Pustaka : Konjungtivitis Viral: Diagnosis dan


Terapi di Pelayanan Kesehatan Primer. Departemen Ilmu Kesehatan Mata
FK UI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.

2. Ilyas, S. dan Yuliyanti, S. R. 2015. Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima. Badan
Peneribit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section


11. SanFransisco: MD Association, 2005-2006

4. Lestari, B. Z. A. 2018. Hubungan Perilaku dengan Angka Kejadian


Konjungtivitis Pada Siswi MTs Putri Pondok Pesantren Nurul Hakim Kediri
Lombok Barat Tahun 2018. FK Universitas Mataram.

5. Vaughan, Daniel G. dkk. 2000. Oftalmologi Umum. Widya Medika.


Jakarta.

6. James, Brus, dkk. 2005. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai