Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

REFARAT
STROKE INFARK
GUILLAIN BARRE
SYNDROME
Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi
persyaratan dalam menjalani kepaniteraan klinik
senior di SMFRefarat
Ilmu Kesehatan
ini dibuatNeurologi
untuk melengkapi
RSUD Dr. Pirngadi
persyaratan Medan kepaniteraan klinik
dalam menjalani
senior di SMF Ilmu Kesehatan Neurologi
RSUD Dr. Pirngadi Medan

DISUSUN OLEH :

DISUSUN OLEH:
Gabriella Maria C. Sipahutar
FENY ANISAH PUTRI SIMAMORA
218210067
71220891086

DOKTER PEMBIMBING

dr. Saulina Sembiring M.Ked(Neu), Sp. S

DOKTER PEMBIMBING
dr. Anyta Prisca D,M.Ked,Neu,Sp.S

SMF ILMU
PENYAKIT NEUROLOGRSUD Dr. MEDAN
SMF ILMU PENYAKIT NEUROLOGI
2019
RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN

i 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

Dokter Pembimbing

dr. Saulina Sembiring M.Ked(Neu), Sp. S

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan “Refarat” ini guna memenuhi persyaratan
mengikuti Persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Neurologi RSUD Dr.
Pirngadi Medan yang berjudul “Guillain Barre Syndrome”.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada
pembimbing selama menjalani KKS di bagian ini yaitu dr. Saulina Sembiring
M.Ked(Neu), Sp. S atas segala bimbingan dan arahannya dalam menjalani KKS dan
dalam pembuatan refarat ini.
Penulis menyadari bahwa refarat ini masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna memperbaiki
refarat ini di kemudian hari. Harapan penulis semoga refarat ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Agustus 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR........................................................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6
2.1 Definisi .................................................................................................6
2.2 Etiologi .................................................................................................7
2.3 Epidemiologi.........................................................................................7
2.4 Patofisiologi...........................................................................................8
2.5 Klasifikasi Sindroma Guillain-Barre.....................................................9
2.6 gambaran Klinis....................................................................................9
2.7 Diagnosis ............................................................................................11
2.8 Diagnosa Banding...............................................................................16
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................18
2.10 Prognosis...........................................................................................19
BAB IV PENUTUP............................................................................................21
3.1 Kesimpulan....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................22

4
BAB I

PENDAHLUAN

1.1 Latar Belakang


Guillain-Barré syndrome (GBS) adalah penyakit pada sistem saraf tepi yang
insidensinya langka. Berdasarkan ringkasan dari American Academy of Neurology
(AAN) guideline on Guillain-Barré syndrome, GBS terjadi pada 1 sampai 4 penderita
per 100.000 populasi di seluruh dunia per tahunnya, menyebabkan 25% penderita
gagal napas sehingga membutuhkan ventilator, 4%-15% kematian, 20% kecacatan,
dan kelemahan persisten pada 67% penderita. GBS dapat diderita baik pria maupun
wanita, berbagai usia, dan tidak dipengaruhi oleh ras. Akan tetapi, kejadian GBS
sebelumnya menunjukkan bahwa penderita pria lebih banyak 1,5 kali dibanding
wanita, lebih sering terjadi pada pria berwarna kulit putih, dan angka insiden tertinggi
pada usia sekitar 30-50 tahun (usia produktif).1,3
Data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menunjukkan pada
akhir tahun 2010 – 2011 tercatat 48 kasus dengan jumlah kasus bervariasi per bulan.
Tahun 2012, kasus GBS di RSCM meningkat 10%.3
GBS terjadi karena adanya rangsang pada sistem imun, meskipun patogenesis
yang pasti masih belum diketahui. Faktor risiko yang diduga berkaitan dengan
penyakit ini yaitu adanya riwayat infeksi bakteri atau virus. Infeksi bakteri
Campylobacter jejuni dilaporkan paling sering berasosiasi dengan GBS. Infeksi yang
disebabkan virus antara lain oleh Cytomegalovirus, virus Epstein-Barr, atau virus
influenza.3,4 Selain faktor risiko infeksi, pemberian vaksin juga dilaporkan menjadi
salah satu faktor.3
GBS memiliki merupakan penyakit autoikun dimana sistem imun dari penderita
menyerang sistem saraf perifer dan menyebabkan kerusakan pada sel saraf.Gejala
penyakit ini merupakan kelemahan dan kelumpuhan yang dapat berlangsung selama
beberapa minggu dan mencapai puncak gejala dalam 2-4 minggu.3

5
Penyakit ini mampu menyebabkan komplikasi yang fatal apabila sistem saraf
otonom dan sistem pernapasan terlibat. Masyarakat awam relatif memiliki
pengetahuan yang minim terhadap penyakit ini bahkan ada yang belum
mengetahuinya. Onset penyakit yang akut dan berprogresif menuntut penatalaksanaan
yang cepat dan tepat. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya untuk
mendeteksi dini, pengobatan, serta upaya rehabilitasi sehingga penatalaksanaan yang
dilakukan menjadi optimal.2

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom Guillain Barre (GBS) atau dikenali sebagai acute inflammatory
demyelinating polyradiculopathy (AIDP), merupakan jenis neuropati akut yang
paling umum dan dapat terjadi pada semua golongan usia. Kasus terbanyak
disebabkan oleh serangan autoimun pada mielin sarafsaraf motor yang kebanyakan
dipicu oleh infeksi. Penyebab infeksi terbanyak yang telah diidentifikasi adalah
Campylobacter jejuni, Cytomegalovirus, Eipstein-Barr virus, Mycoplasma
pneumonia, dan Haemophilus influenza. Penyebab lain GBS yang jarang adalah
vaksinasi. Kirakira dari satu pertiga kasus tidak dapat ditemukan pemicu dari sistem
autoimun.5

2.2 Etiologi
Penyebab GBS masih belum diketahui secara lengkap. Ada bukti bahwa
dipengaruhi oleh sistem imun. Terdapat patologi imun dan pasien akan membaik
dengan terapi modulasi imun. Sebuah penyakit dengan gambaran klinis serupa
(serupa dalam patologi, elektrofisiologi dan gangguan CSF) dapat diinduksi pada
hewan coba dengan imunisasi saraf tepi utuh, mielin saraf tepi, atau pada beberapa
spesies oleh protein dasar mielin saraf tepi P2 atau galaktoserebrosid. Sebuah langkah
penting pada penyakit autoimun adalah terganggunya self-tolerance dan ada bukti
bahwa hal ini terjadi karena mimikri molekular pada 2 bentuk GBS, AMAN dan
sindroma MillerFisher, dengan reaksi silang epitope antara Campylobacter jejuni dan
saraf tepi. Saat GBS didahului oleh infeksi virus, tidak ada bukti langsung infeksi
virus pada saraf tepi maupun radix saraf.5,6,7

7
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan ringkasan dari American Academy of Neurology (AAN) guideline
on Guillain-Barré syndrome, GBS terjadi pada 1 sampai 4 penderita per 100.000
populasi di seluruh dunia per tahunnya, menyebabkan 25% penderita gagal napas
sehingga membutuhkan ventilator, 4%-15% kematian, 20% kecacatan, dan
kelemahan persisten pada 67% penderita. GBS dapat diderita baik pria maupun
wanita, berbagai usia, dan tidak dipengaruhi oleh ras. Akan tetapi, kejadian GBS
sebelumnya menunjukkan bahwa penderita pria lebih banyak 1,5 kali dibanding
wanita, lebih sering terjadi pada pria berwarna kulit putih, dan angka insiden tertinggi
pada usia sekitar 30-50 tahun (usia produktif).1,3.
Meskipun jarang, dengan kejadian 0,4 sampai 2 per 100.000, sindrom Guillain-
Barre (GBS) memiliki efek besar pada sistem perawatan kesehatan. Biaya perawatan
medis untuk pasien dengan GBS diperkirakan mencapai $318.966. Secara
keseluruhan, biaya pengobatan pasien GBS diperkirakan mencapai $1,7 miliar dolar
per tahun. Laki-laki terkena pada insiden yang sedikit lebih tinggi daripada
perempuan. Setiap tahun, diperkirakan 100.000 pasien di seluruh dunia akan
terjangkit GBS.8
GBS adalah neuropati demielinasi yang paling sering terjadi, dengan angka
insiden 0,6 hingga 1,9 kasus dalam 100.000 populasi. Insiden meningkat bertahap
seiring meningkatnya usia, namun penyakit ini dapat terjadi pada semua umur. Laki-
laki dan perempuan secara setara terpengaruh oleh penyakit ini. Insiden meningkat
pada pasien dengan penyakit hodgkin, dan juga pada pasien hamil atau pasien dengan
tindakan bedah umum.5

2.4 Patofisiologi
Organ penginfeksi menyebabkan respon imun humoral dan selular. Respon
imun humoral terjadi sebagai hasil dari aktivasi komplemen di bagian luar dari
plasmalemma sel Schwann. Respon imun seluler melibatkan makrofag dan sel T yang

8
menyerang myelin sehat di saraf perifer dan kranial, menyebabkan blok konduksi dari
impuls saraf.9
Sindroma Guillain-Barre dipertimbangkan sebagai suatu penyakit autoimmune,
dimana sistem imun secara “keliru” menyerang myelin atau akson, saraf pembawa
signal dari dan menuju otak. Kekeliruan serangan imun ini dapat timbul akibat
permukaan C. jejuni mengandung polisakarida yang menyerupai glikokunjugat
jaringan saraf manusia. Kemiripan ini disebut “ molecular mimicry “, yang
didefinisikan sebagai pengenalan ganda oleh reseptor sel-B atau sel-T dari suatu
struktur mikroba dan suatu antigen host, dan merupakan mekanisme dimana infeksi
mencetuskan reaksi silang antibodi atau sel-T yang dapat menyebabkan penyakit
autoimun.10
Sel T memegang peranan penting pada penyakit SGB, dimana sel T help
merupakan prasyarat yang penting untuk maturasi sel B dan produksi antibodi. Pada
penderita SGB, sel T dijumpai di saraf perifer.11
Ganglioside-like epitopes berada pada dinding bakteri C.jejuni yang dikenali
oleh limfosit B. Limfosit menghasilkan antibodi yang bereaksi silang dengan
gangliosid GM1 yang ada pada myelin saraf tepi pasien SGB. Infeksi oleh organisme
lain juga dapat memicu respon antibodi yang sama. Perbedaan pola SGB
kemungkinan diakibatkan oleh keanekaragaman keterkaitan antara antibodi dan sel-T
dari spesifitas yang berbeda.12

Gambar 1. Immunopathogenesis Sindroma Guillain Barre

9
2.5 Klasifikasi Sindroma Guillain-Barre
Klasifikasi di atas berdasarkan studi elektrofisiologis dan patologi serta
biomarker antibodi untuk acute motor axonal neuropathy yang ditujukan langsung
pada membran gangliosid neuronal.3,13,14
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) adalah variasi GBS. Terdapat
degenerasi akson motoris dengan sedikit atau banyak tidak ada inflamasi. Terlepas
dari keikutsertaan akson, proses penyembuhan mirip dengan bentuk demielinasi.
AMAN dapat mengikuti infeksi C. jejuni atau injeksi gangliosida parenteral.
Sindroma Miller-Fisher memiliki ciri-ciri ataksia cara jalan dan parese otot mata.
Abnormalitas pupil kadang terjadi. Dikatakan sebagai varian GBS, karena seringkali
didahului oleh infeksi saluran nafas, memburuk dalam beberapa minggu, lalu
membaik, dan protein CSF meningkat. Tidak ada kelemahan anggota gerak dan
konduksi saraf secara umum normal, walaupun refleks H dapat terpengaruh. Pada
beberapa kasus, MRI menunjukkan lesi hiperinten pada batang otak. Variasi GBS
lainnya adalah AMSAN, neuropati atau neuronopati sensoris akut, dan neuropati atau
pandysautonomia autonom akut.5,14
Tabel 1. Klasifikasi Sindroma Guillain-Barre

Dikutip dari : Gooch C, Fatimi T. Autoimmune Neuropathies Guillain-Barre Syndrome. In: Brust JCM,
ed. Current Diagnosis and Treatment in Neurology. New York. Mc Graw-Hill; 2007. P.302-4

10
2.6 Gambaran Klinis
Gejala klinis dari GBS umumnya terjadi kelemahan bilateral yang progresif dan
didahului baal selama 2-3 minggu setelah mengalami demam. Baal dan kelemahan
terjadi dari ekstremitas bawah bagian distal kemudian menjalar ke bagian proksimal
ke ekstremitas atas. Arefleksia atau menurunnya refleks tendon di ekstremitas juga
sering dijumpai. Selain itu, gejala-gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS
antara lain gangguan pada N. Fasialis sisi bilateral, facial flushing, kesulitan memulai
BAK, kelainan dalam berkeringat, dan penglihatan kabur (blurred visions).3,4
Sindroma Guillain-Barre muncul sebagai paralisis motorik areflesia yang
berkembang cepat dengan atau tanpa gangguan sensorik. Kelemahan biasanya
berkembang selama beberapa jam hingga hari dan sering disertai dengan rasa kebas
dan disestesia pada ekstremitas. Tungkai biasanya lebih berat terkena dibandingkan
lengan. Saraf kranial bawah juga sering terlibat, menyebabkan kelemahan bulbar dan
kesulitan mengeluarkan ludah dan menjaga jalan nafas. Sebagian besar pasien
memerlukan perawatan rumah sakit, dan hampir 30% memerlukan bantuan ventilator
pada perjalanan penyakitnya.15,16,17
Kelemahan yang bersifat asending, simetris bisa melibatkan otot pelvis,
abdominal, thorakal dan ekstremitas atas. Kelumpuhan bisa berlanjut sampai 10 hari
dan kemudian bertahan tidak berubah secara relatif selama 2 minggu.16,17
Nervus kranialis VII sering terlibat dimana kelemahan fasialis bilateral kira-kira
50% dari kasus. Disfungsi orofaringeal terlihat pada kasus berat dan merupakan tanda
awal yang mengancam terjadinya gagal nafas. Tingkat gangguan sensorik biasanya
bervariasi dan biasanya ringan. Fungsi saraf otonom dapat terganggu seperti
takikardi, aritmia jantung, hipotensi postural atau gejala vasomotor.17
Proses penyembuhan biasanya dimulai 2 minggu setelah berhentinya
progresifitas klinis. Tetapi proses penyembuhan bisa lebih lambat, memerlukan waktu
sampai 6-24 bulan.17

11
2.7 Diagnosis

Diagnosis GBS dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik


dibantu dengan pemeriksaan penunjang laboratorium ataupun pemeriksaan penunjang
lainnya.2,3
2.7.1 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pemeriksaan neurologis meliputi
sensibilitas, reflek fisiologis, refleks patologis dan derajat kelumpuhan motoris.2,3
2.7.2 Pemeriksaan Profi CFS (cerebrospinal fluid)
Pemeriksaan profil CSF (cerebrospinal fluid) melalui pungsi lumbal untuk
melihat adanya kenaikan protein dan jumlah sel. Profil CSF dapat menunjukkan hasil
normal pada 48 jam pertama onset GBS. Kenaikan akan terjadi pada akhir minggu
kedua sampai mencapai puncak dalam 4 -6 minggu.2,3
2.7.3 Lumbal Pungsi (LP)
Penemuan Cairan serebrospinal (CSS) bersifat khas, terdiri dari peningkatan
kadar protein CSS (1 sampai 10 g/L (100 sampai 1000 mg/dL) tanpa disertai
pleositosis. Gambaran CSS dapat normal jika gejala terjadi kurang dari 48 jam; pada
akhir minggu pertama kadar protein biasanya meningkat. Peningkatan sementara
pada sel CSS (10 sampai 100/μL) bisa dijumpai pada beberapa kasus; namun
pleositosis CSS yang menetap menunjukkan kemungkinan diagnosis yang lain seperti
mielitis viral.15,18

2.7.4 Elektromiografi (EMG)


Gambaran elektrodiagnostik sangat ringan atau tidak ada pada tahap awal SGB
dan tertinggal dari perkembangan klinis. Pada kasus dengan demielinasi,
memanjangnya distal latency, perlambatan kecepatan hantaran, adanya blok konduksi
dan dispersi temporal dari potensial aksi gabungan adalah gambaran yang biasa
ditemukan.15,18

12
Tabel 2. Diagnostic Criteria for Guillain-Barre´ Syndrome

REQUIRED
1. Progressive weakness of 2 or more limbs due to neuropathy
2. Areflexia
3. Disease course _4 weeks
4. Exclusion of other causes [e.g.vasculitis (polyarteritis nodosa,
systemic lupus erythematosus, Churg-Strauss syndrome), toxins
(organophosphates, lead), botulism,
diphtheria, porphyria, localized spinal cord or cauda equina syndrome]
SUPPORTIVE
1. Relatively symmetric weakness
2. Mild sensory involvement
3. Facial nerve or other cranial nerve involvement
4. Absence of fever
5. Typical CSF profile (acellular, increase in protein level)
6. Electrophysiologic evidence of demyelination
Source: Modified from AK Asbury, DR Cornblath: Ann Neurol 27:S21,
1990.
Dikutip dari : Kasper Dl, fauci AS, Longo DL, et al.editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 16th New York : Mc Graw Hill.
2.8 Diagnosa Banding
Sindroma Guillain-Barre ini didiagnosis banding dengan :5
Central nervous • Brainstem: infection, stroke
system conditions • Spinal cord: compression myelopathy,
poliomyelitis, transverse myelitis
Muscle conditions • Metabolic: hypokalemia, hypophosphatemia
• Myopathy: infectious, inflammatory, toxic
• Periodic paralysis
• Rhabdomyolysis
Neuromuscular • Myasthenia gravis
junction conditions • Toxicity: industrial chemicals and other toxins
Polyneuropathies • Chronic inflammatory demyelinating
polyneuropathy

13
• Critical illness Infection (Lyme disease)
• Metabolic: diabetes mellitus, porphyria, uremia
Toxicity: biologic toxins (diphtheria, botulism),
heavy metals (arsenic), substance abuse (n-hexane
exposure from glue sniffing)
• Vasculitis
• Other: lymphoma, paraneoplastic disease,
sarcoidosis
1. Poliomyelitis
Penyakit ini ditandai dengan adanya demam dan myalgia yang berat,
diikuti dengan kelumpuhan otot tipe flaksid yang asimetris. Pada cairan
serebrospinal dijumpai pleocytosis dan tidak dijumpai keterlibatan
sensorik.16,17
2. Paralisis periodik hipo atau hiperkalemik
Onset yang tiba – tiba dari paralisis general dengan disertai salah satu
apakah hipo atau hiperkalemik.16,17
3. Myasthenia gravis
Ptosis dan kelemahan okulomotor yang merupakan gambaran SGB pada
beberapa kasus dapat menyerupai myasthenia gravis, tetapi pada
perjalanan penyakit selanjutnya tidak dijumpai gangguan sensoris, reflek
tendon (+).16,17

2.9 Penatalaksanaan
A. Terapi Suportif
Manajemen awal meliputi :19
 Pertahankan ABC jalur intravena dan bantuan ventilasi sesuai indikasi
 Intubasi harus dilakukan pada pasien yang mengalami gagal nafas.
Indikator klinis untuk intubasi mencakup hipoksia, penurunan fungsi
respirasi yang cepat, batuk yang lemah, dan dicurigai aspirasi.

14
 Pasien dengan SGB harus dimonitor ketat untuk perubahan tekanan
darah, denyut jantung dan aritmia lainnya.
- Jarang dibutuhkan pengobatan untuk takikardi
- Atropin direkomendasikan untuk bradikardi simtomatik
- Karena labilnya disautonomia, hipertensi sebaiknya ditangani dengan
obat short acting seperti beta blocker atau nitroprusside
- Hipotensi akibat disauotonomia biasanya menunjukkan respon
terhadap cairan intravena dan posisi telentang
- Alat pacu jantung sementara mungkin dibutuhkan pada pasien dengan
blok jantung derajat dua atau derajat tiga.
B. Terapi Spesifik5
Pengobatan yang telah diuji secara pada SGB ada tiga macam yaitu
kortikosteroid, plasma exchange dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Dari
ketiganya, plasma exchange dan IVIG yang memperlihatkan keefektifannya,
sedangkan studi yang berulang tidak memperlihatkan keefektifan dari terapi steroid.
 Kortikosteroid
Kortikosteroid tidak efektif sebagai monoterapi. Menurut bukti bertingkat
sederhana (moderate-quality evidence), pemberian kortikosteroid sendiri
tidak mempercepat penyembuhan dari GBS atau mempengaruhi hasil
jangka panjang secara signifikan. Menurut bukti bertingkat rendah (low-
quality evidence), pemberian kortikosteroid secara oral akan menunda
penyembuhan. Diabetes yang membutuhkan insulin secara signifikan
lebih umum dan hipertensi dengan pemberian kortikosteroid adalah tidak
umum. Ada bukti kuat yang menunjukkan bahwa pemberian
metilprednisolon secara IV tidak memberikan manfaat maupun bahaya
yang signifikan. Pemberian methilprednisolon secara IV secara kombinasi
dengan IVIG, dapat mempercepat penyembuhan namun tidak signifikan
untuk hasil jangka panjang.

15
 Plasma exchange
Hanya terapi pertukaran plasma (PE) dan imunoglobulin intravena (IVIG)
yang terbukti efektif untuk sindroma Guillain-Barre (GBS). Terapi
tersebut dapat mengurangi produksi autoantibodi dan meningkatkan
kelarutan kompleks imun serta melepaskan kompleks imun. Keduanya
telah dibuktikan dapat mempersingkat waktu penyembuhan hingga 50%.
IVIG administrasinya lebih mudah dan lebih sedikit komplikasinya
dibandingkan PE. Ditinjau dari harga dan efektivitas relatif sama. Pada
penelitian randomized yang meneliti GBS yang parah menunjukkan
bahwa IVIG yang dimulai 4 minggu setelah onset mempercepat proses
penyembuhan yang hampir setara dengan plasma exchange.
Menggbungkan PE dengan IVIG tidak dapat meningkatkan outcome
ataupun lebih memendekkan durasi penyakit. Albumin digunakan pada
PE saat plasma pasien ditukar dengan subsitusi plasma. Dapat
menghilangkan autoantibodi dan kompleks imun dari serum. Plasma
exchange diberikan bersamaan dengan albumin (50 ml/kg) selama
periode 10 hari dan terbukti. IVIG juga ditemukan lebih aman dan efektif
pada pasien pediatri dengan GBS. Selain itu, IVIG adalah terapi yang
lebih cocok pada pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik dan pada
pasien yang memiliki keterbatasan ambulansi (transportasi). Beberapa
bukti menunjukkan pada pasien yang tidak merespon pada IVIG pada
dosis inisial, dapat memberikan perbaikan pada pemberian dosis kedua.
Bagaimanapun hal ini masih belum menjadi standar terapi dan perlu
dilakukan penelitian lebih jauh terkait masalah ini.
 Intravenous immunoglobulin (IVIG)
Saat ini IVIG merupakan pilihan terapi untuk SGB. Dosis total standar
untuk suatu pemberian IVIG adalah 2gr/kg. Secara konvensional
diberikan 0,4g/kg/hari selama 5 hari.

16
Intravenous immunoglobulin (IVIG) bekerja dengan menetralisir antibodi
myelin yang melalui antibodi anti-idiotypic, menurunkan sitokin
proinflamasi seperti interferon-gamma (INF-gamma), juga menghambat
kaskade komplemen dan memicu remielinisasi.
Pada prakteknya pemberian IVIG relatif lebih mudah dan aman
dibandingkan PE, sehingga umumnya IVIG merupakan pengobatan yang
lebih dipilih. Namun terdapat situasi dimana PE lebih dipilih atau
diindikasikan, misalnya :
- Adanya kontraindikasi penggunaan IVIG
- Intoleransi atau efek samping yang serius pada penggunaan IVIG
- IVIG tidak tersedia sedang PE tersedia.

2.10 Prognosis

Prognosis penyakit ini tergantung dari jenis dan keparahannya. Penderita akan
sulit tertolong bila mengalami komplikasi pernapasan yang progresif. Selain itu
prognosis buruk juga terjadi pada penderita yang mengalami aritmia akibat disfungsi
saraf otonom. 25 Penderita yang mampu bertahan biasanya memiliki gejala sisa
berupa nyeri atau kelemahan. Sekitar 20% penderita GBS tidak dapat berjalan tanpa
bantuan selama 6 bulan setelah onset.26 Perbaikan klinis biasanya terjadi di tahun
pertama, baru pada tahun ketiga atau tahun – tahun berikutnya menjadi semakin baik.
Untuk semakin meningkatkan outcome dari GBS, tatalaksana yang efektif sangatlah
dibutuhkan.3

BAB III

17
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Guillain-Barré syndrome (GBS) adalah penyakit autoimun pada sistem saraf


yang biasanya beronset akut atau sub akut, dipicu oleh infeksi bakteri antesenden atau
infeksi virus antesenden, dan ditandai dengan kelemahan progresif dari ekstremitas,
parestesia/ baal ekstremitas, dan arefleksia relatif atau komplit. Deteksi dini secara
cepat dan tepat sangat diperlukan dengan mengetahui faktor risiko, gejala – gejala
klinis, dan penegakkan diagnosis sehingga terapi dapat dilakukan secepatnya untuk
prognosi yang baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Shrivastava M, Nehal S, Seema N. Guillain-Barre syndrome: demographics,


clinical profile & seasonal variation in a tertiary care centre of central India.
Indian J Med Res. 2017;145:203-8.

2. Mishra A, G. Sai Khrisna, T. Komal Krishna. Guillain-Barre syndrome: an


orphan disease. World journal of pharmaceutical research. 2017;6(5):393-
400.

3. Wahyu Fadlan Fadilah. Guillain-Barré Syndrome: Penyakit Langka Beronset


Akut yang Mengancam Nyawa. Medula. 2018;8. 112-116. Available from:
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/2135/pdf

4. Willison HJ, Jacobs BC, Van Doorn PA. Guillain-Barré syndrome. Lancet.
2016;388:717-27.

5. Kurniawan, S. N. 2013. Sindroma Guillain-Barre dalam Pendidikan


Kedokteran Berkelanjutan II Neurologi Malang 2013. PT Danar Wijaya,
Malang. p27-42.

6. Dirlikov E, CG Utama, Medina NA, Lugo-Robles R, Matos D, Muñoz-Jordan


JL, Colon-Sanchez C, Garcia M, Olivero-Segarra M, Malave G, Rodríguez-
Vega GM, Thomas DL, Waterman SH, Sejvar JJ, Luciano CA, Sharp TM,
Rivera-García B. Gambaran Klinis Sindrom Guillain-Barré Dengan vs Tanpa
Infeksi Virus Zika, Puerto Rico, 2016. JAMA Neurol. 01 September
2018; 75 (9):1089-1097. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ].

7. Cao-Lormeau VM, Blake A, Mons S, Lastère S, Roche C, Vanhomwegen J,


Dub T, Baudouin L, Teissier A, Larre P, Vial AL, Decam C, Choumet V,
Halstead SK, Willison HJ, Musset L, Manuguerra JC, Despres P, Fournier E,
Mallet HP, Musso D, Fontanet A, Neil J, Ghawché F. Wabah Sindrom

19
Guillain-Barré terkait dengan infeksi virus Zika di Polinesia Prancis: studi
kasus-kontrol. Lanset. 09 April 2016; 387 (10027):1531-1539. [ Artikel gratis
PMC ] [ PubMed ].

8. Willison HJ, Jacobs BC, van Doorn PA. Sindrom Guillain-Barre. Lanset. 13


Agustus 2016; 388 (10045):717-27. [ PubMed ].

9. Hankey GJ. Wardlaw JM. Clinical Neurology. 1 st ed. London: Manson


Publishing; 2008.

10. Yu RK, Usuki S, Ariga T. Ganglioside Molecular Mimicry and Its


Pathological roles in Guillain-Barre Syndrome and Related Disease. Infection
and Immunity.2006; 74: 6517-27.

11. Csurhers PA. Sullivan AA. Green K. Pender et al. T cell Reactivity to P0, P2.
PMP22 and Myelin basic protein in patients with Guillain-Barre Syndrome
and Chronic Inflammatory Demyeliting Poliradiculopathy.J Neurol Neurosurg
Psychiatry. 2005; 76: 1431-39.

12. Sanap MN, Worthley LIG. Neurologic Complication of Critical Illness: Part
II. Polyneuropathies and Myopathies. Critical Care and Resuscitation. 2002; 4:
133-140.

13. Mayo Clinic, Guillain Barre Syndrome [Internet]. US: Mayo Clinic; 2017
[diakses tanggal 30 November 2022]. Tersedia dari:
http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/guillainbarresyndrome/basics/
definition/con20025832

14. NIH, Guillain Barre Syndrome [Internet]. US: NIH; 2017 [diakses tanggal 30
November 2022]. Tersedia dari: https://www.ninds.nih.gov/disorders/gbs
/detail_gbs.htm.

15. Kasper Dl, fauci AS, Longo DL, et al.editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 16th . New York : Mc Graw Hill. 2005.

16. Adam RD, Victor Mand Ropper AH : Principle of Neurology, 7 th ed, New

20
York: Mc. Graw – Hill. 2001.

17. Gilroy J. Basic Neurology. 3rd ed.New York : McGraw – Hill ; 2000.

18. Lange DJ, Latov N,Trojaborg W. Acquired Neuropathies. In : Rowland LP,


editor. Merrit’s Neurology. 10th edition. Philadelphia : Lippicott Williams &
Wilkins ; 2000. p.613-15.

19. Andary Michael T, MD,MS. Guillain-Barre Syndrome. 2022. Medscape.


Available from: https://emedicine.medscape.com/article/315632-overview#a1.

21

Anda mungkin juga menyukai