Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

PENYAKIT TIDAK MENULAR DALAM KESEHATAN REPRODUKSI

Makalah Untuk Pemenuhan Tugas Epidemiologi

Dosen Pembimbing :Wafi Nur Muslihatun, S.Si.T.,M.Kes (Epid)

Disusun Oleh:
Galuh Mutiara Rengganis P07124220033
Christine Melva Nesti Yulina Purba P07124220036
Diah Putri Fatayati P07124220039
Novia Safitri P07124220042
Alfina Afifatur Rahma Safitri P07124220043

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta


Jurusan Kebidanan
Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Penyakit Tidak Menular Dalam Kesehatan Reproduksi”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi penugasan kuliah Epidiomologi


Semester 7 Jurusan Kebidanan Prodi Sarjanan Terapan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta. Dan makalah ini disusun dengan maksimal dengan
bantuan beberapa teman sekelompok dan juga pihak lainnya, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Dengan


demikian penulis menerima kritik dan saran yang bersifat mendukung dan
membangun dari semua pihak. Semoga makalah tetang “Penyakit Tidak Menular
Dalam Kesehatan Reproduksi” yang disusun dapat bermanfaat bagi bahan belajar
bersama.

Yogyakarta, 23 Juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................4

A. Penyakit Jantung Dalam Kehamilan................................................4

1. Pengertian.......................................................................................4

2. Angka Kejadian..............................................................................5

3. Etiologi...........................................................................................5

4. Faktor risiko...................................................................................7

5. Patofisiologi/riwayat alamiah penyskit........................................11

6. Komplikasi...................................................................................12

7. Penatalaksanaan............................................................................14

8. Pencegahan (level primer, sekunder, tertier)................................15

9. Review jurnal terkait....................................................................17

B. Hipertensi............................................................................................18

1. Pengertian.......................................................................................18

2. Angka Kejadian (Insidensi/prevalensi)..........................................18

iii
3. Etiologi...........................................................................................19

4. Faktor risiko....................................................................................20

5. Patofisiologis..................................................................................23

6. Komplikasi.....................................................................................24

7. Penatalaksanaan..............................................................................24

8. Pencegahan (level primer, sekunder, tertier)..................................25

9. Review jurnal terkait......................................................................27

BAB III PENUTUP....................................................................................29

A. Kesimpulan........................................................................................29

B. Saran..................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................31

iv
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan yang
menjadi salah satu perhatian utama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik
Indonesia. Menurut WHO (dalam Kemenkes, 2019) pada tahun 2016, PTM
menyebabkan 74% dari seluruh penyebab kematian di dunia. Pada negara dengan
penghasilan menengah dan rendah, sekitar 80 persen kematian terjadi pada daerah
negara tersebut. WHO pula menyatakan bahwa, dari 74% kematian akibat PTM
ini, 35% diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah, 12%
disebabkan oleh kanker, 6% disebabkan oleh penyakit pernapasan kronis, 6%
disebabkan oleh diabetes melitus, dan 15% disebabkan oleh jenis PTM lainnya.
(Sudayasa et al., 2020)
Keprihatinan terhadap peningkatan prevalensi PTM telah mendorong
lahirnya kesepakatan tentang strategi global dalam pencegahan dan pengendalian
PTM, khususnya di negara berkembang. PTM telah menjadi isu strategis dalam
agenda SDGs 2030 sehingga harus menjadi prioritas pembangunan di setiap
negara. Indonesia saat ini menghadapi beban ganda penyakit, yaitu penyakit
menular dan Penyakit Tidak Menular. Perubahan pola penyakit tersebut sangat
dipengaruhi antara lain oleh perubahan lingkungan, perilaku masyarakat, transisi
demografi, teknologi, ekonomi dan sosial budaya. Peningkatan beban akibat PTM
sejalan dengan meningkatnya faktor risiko yang meliputi meningkatnya tekanan
darah, gula darah, indeks massa tubuh atau obesitas, pola makan tidak sehat,
kurang aktivitas fisik, dan merokok serta alkohol.
Program Kemenkes lainnya yang disinergikan dengan program PTM
utama adalah pengendalian gangguan indera serta yang berfokus pada gangguan
penglihatan dan pendengaran serta gangguan disabilitas. Berdasarkan data
Riskesdas 2013, prevalensi gangguan pendengaran secara nasional sebesar 2,6%
dan prevalensi ketulian sebesar 0,09%. Hasil survei Rapid Assesment of

1
Avoidable Blindness (RAAB) menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan atas usia
50 tahun Indonesia berkisar antara 1,7% sampai dengan 4,4%. Dari seluruh orang
yang menderita kebutaan, 77,7% kebutaan disebabkan oleh katarak. Penyebab lain
dari kebutaan di Indonesia adalah kelainan di segmen posterior bola mata (6%),
glaucoma (2,9%), dan kelainan refraksi yang tidak terkoreksi (2,3%). Pada
prevalensi gangguan pendengaran ditemukan 2,6 % dan ketulian sebesar 0,09 %.
Sedangkan pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 disebutkan
prevalensi disabilitas pada penduduk umur 18 – 59 tahun sebesar 22%.
Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada
indikator-indikator kunci PTM yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, sebagai
berikut : l Prevalensi tekanan darah tinggi pada penduduk usia 18 tahun keatas
meningkat dari 25,8% menjadi 34,1%; l Prevalensi obesitas penduduk usia 18
tahun ke atas meningkat dari 14,8 % menjadi 21,8%; l Prevalensi merokok
penduduk usia ≤18 tahun meningkat dari 7,2%. menjadi 9,1%.
Untuk data PTM lainnya menunjukkan hasil sebagai berikut : l Prevalensi
Asma pada penduduk semua umur menurun dari 4,5% menjadi 2,4%; l Prevalensi
Kanker meningkat dari 1,4 per menjadi 1,8 per mil; l Prevalensi Stroke pada
penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 7 menjadi 10,9 per mil; l Prevalensi
penyakit ginjal kronis ≥ 15 tahun meningkat dari 2,0 per mil menjadi 3,8 per mil; l
Prevalensi Diabetes Melitus pada penduduk umur ≥ 15 tahun meningkat dari 6,9
% menjadi 10,9%; l Prevalensi aktivitas fisik kurang pada penduduk umur ≥ 10
tahun meningkat dari 26,1% menjadi 33,5%; l Prevalensi konsumsi buah/sayur
kurang pada penduduk umur ≥ 5 tahun meningkat dari 93,5% menjadi 95,5%.
(Kemenkes, 2019)
Untuk itu, dibutuhkan komitmen bersama dalam menurunkan morbiditas,
mortalitas dan disabilitas PTM melalui intensifikasi pencegahan dan pengendalian
menuju Indonesia Sehat, sehingga perlu adanya pemahaman yang optimal serta
menyeluruh tentang besarnya permasalahan PTM dan faktor risikonya pada semua
pengelola program disetiap jenjang pengambil kebijakan dan lini pelaksanaan.
Atas dasar hal tersebut di atas, maka dipandang sangat penting untuk
diterbitkannya Pedoman Manajemen Program Pencegahan dan Pengendalian

2
PTM (P2PTM) sebagai acuan penyelenggaraan program yang berkesinambungan
sehingga upaya yang dilakukan kepada masyarakat lebih tepat dan berhasil guna
meskipun pejabat pengelola program yang ditunjuk nantinya juga akan berganti.

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Penyakit Jantung Dalam Kehamilan

1. Pengertian
Penyakit jantung kehamilan adalah penyakit yang terjadi akibat
hemodinamik yang menggambarkan hubungan antara tekanan darah, curah
jantung dan resistensi vaskuler akibat perubahan fisiologis yang terjadi pada
kehamilan (Homenta, 2014). Pengertian lain menyatakan penyakit jantung
kehamilan adalah terjadinya perubahanhemodinamik utama yang terjadi
dalam masa kehamilan adalah : peningkatan curah jantung, peningkatan
denyut jantung dan penurunan resistensi perifer secara tidak konsisten
(Easterling & Otto, 2008).
Pengertian penyakit jantung pada kehamilan yaitu penyakit yang
terjadi akibat perubahan fisiologis kehamilan dengan ditandai tria cause
antara tekanan darah, curah jatung dan resistensi vaskuler (Gray, 2009).
Dapat disimpulkan bahwa penyakit jantung kehamilan adalah suatu kondisi
pada tekanan darah, curah jatung dan resistensi vaskuler yang berubah
seiring terjadinya perubahan hemodinamik akibat proses kehamilan.Angka
Kejadian (Insidensi/prevalensi).
Pasien dengan penyakit jantung biasanya dibagi dalam 4 golongan.
Klasifikasi fungsional yang diajukan oleh New York Heart Association
adalah:
a. Kelas I : aktivitas tidak terganggu (tidak perlu membatasi kegiatan
fisik).
b. Kelas II : aktivitas fisik terbatas, namun tak ada gejala saat istirahat
(bila melakukan aktifitas fisik maka terasa lelah, jantung berdebar-
debar, sesak nafas atau terjadi angina pektoris).
c. Kelas III : aktivitas ringan sehari-hari terbatas (kalau bekerja sedikit
saja merasa lelah, sesak nafas, jantung berdebar).

4
d. Kelas IV : waktu istirahat sudah menimbulkan keluhan
(memperlihatkan gejala-gejala dekompensasio walaupun dalam
istirahat).

2. Angka Kejadian
Penyakit jantung masih merupakan salah satu penyebab kesakitan
dan kematian nonobstetrik yang tinggi pada kehamilan/persalinan, dapat
terjadi pada 0,4-4% dari kehamilan. Dilaporkan angka rata-rata mortalitas
wanita hamil dengan klasifikasi New York Heart Association kelas I dan II
sebesar 0,4 hingga 6,8 % dan lebih tinggi lagi pada penderita yang tingkat
keparahannya kelas III dan IV. Dilaporkan bahwa penyakit jantung
merupakan penyebab kematian sebesar 5,6 % dari 1459 kehamilan di
Amerika Serikat sejak tahun 1987.
Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam
kehamilan berkisar antara 1 –2%. Penyakit jantung rematik merupakan jenis
penyakit jantung terbanyak, dan lebih dari 90% biasanya dengan kelainan
katup mitral (stenosis katup mitral), disusul penyakit jantung kongenital dan
penyakit otot jantung.
3. Etiologi
Penyakit jantung disebabkan oleh kelainan jantung congenital dan
penyakit otot jantung, penyakit jantung wanita hamil masih merupakan sebab
kematian baru diketahui seperti : sesak nafas, syanosis, kelainan nadi,
oedeme, jantung yang berdebar-debar. Peningkatan volume plasma yang
dimulai kira-kira pada akhir trismester pertama dan mencapai puncaknya
pada minggu 32-34 minggu yang selanjutnya menetap pada trismester akhir
kehamilan dimana volume plasma bertambah sebesar 22%, peningkatan
volume sel darah merah dapat mengkibatkan anemia, disulosional (Homenta,
2014).
Penyakit jantung pada wanita hamil bisa mempengaruhi janin, janin
kemungkinan dilahirkan : perematur, penyakit jantung berat pada wanita
hamil tiba-tiba memburuk janin bias mati, bayi lahir dengan apgar lemah

5
(Tari, 2010).Sebagian besar penyakit jantung pada kehamilan disebabkan
oleh demam rematik. Diagnosis demam rematik pada kehamilan sering sulit,
untuk diagnosis demam rematik aktif. Manifestasi yang terbanyak adalah
poliartritis migrant serta karditis. Perubahan kehamilan yang menyulitkan
diagnosis demam rematik adalah nyeri sendi pada wanita hamil mungkin
oleh karena sikap tubuh yang memikul beban yang lebih besar sehubungan
dengan kehamilannya serta meningkatnya laju endap darah dan jumlah
leukosit (Tari, 2010).
Penyakit jantung hipertensi sering dijumpai pada kehamilan, terutama
pada golongan usia lanjut dan sulit diatasi. Apapun dasar penyakit ini,
hipertensi esensial, penyakit ginjal atau koaktasio aorta, kehamilan akan
mendapat komplikasi toksemia pada 1/3 jumlah kasus disertai mortalitas
yang tinggi pada ibu maupun janin. Tujuan utama pengobatan penyakit
jantung hipertensi adalah mencegah terjadinya gagal jantung. Pengobatan
ditujukan kepada penurunan tekanan darah dan kontrol terhadap cairan dan
elektrolit.
Perubahan tersebut disebabkan oleh :
a. Hipervolemia: dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai
puncaknya pada 28-32 minggu lalu menetap
b. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran
rahim.

Dalam kehamilan :
a. Denyut jantung dan nadi: meningkat
b. Pukulan jantung: meningkat
c. Tekanan darah: menurun sedikit.

Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit


jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis)
(Tari, 2010).

6
4. Faktor risiko
a. Faktor risiko utama
1) Merokok

Didalam rokok terkandung 4000 zat kimia yang berbahaya


bagi kesehatan, seperti nikotin yang bersifat adiktif, tar yang bersifat
karsinogenik, dan bahkan juga formalin. (Sudoyo, 2016) mengatakan
bahwa :
a) Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran
zat-zat seperti adrenalin. Zat ini merangsang denyut jantung
dan tekanan darah.
b) Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang
memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah
merah (haemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen,
sehingga menurunkan kapasitas darah merah tersebut untuk
membawa oksigen ke jaringan-jaringan termasuk jantung.
c) Merokok dapat menyembunyikan angina yaitu sakit di dada
yang dapat memberi sinyal adanya sakit jantung. Tanpa
adanya sinyal tersebut penderita tidak sadar bahwa ada
penyakit berbahaya yang sedang menyerangnya, sehingga ia
tidak mengambil tindakan yang diperlukan.
d) Perokok dua atau tiga kali lebih mungkin terkena stroke
dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok.

2) Hipertensi

Orang yang mempunyai darah tinggi berisiko mengalami


penyakit jantung, ginjal, bahkan stroke. Hal ini dikarenakan tekanan
darah tinggi membuat jantung bekerja dengan berat sehingga lama
kelamaan jantung juga akan kecapaian dan sakit. Bahkan jika ada
sumbatan di pembuluh darah coroner jantung maupun pembuluh
darah yang lain, tekanan darah tinggi akan berakibat pada pecahnya

7
pembuluh darah.
3) Kolesterol

Kolesterol sebenarnya merupakan zat yang dibutuhkan oleh


tubuh, namun bukan dalam jumlah yang banyak. Kolesterol sendiri
berasal dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi misalnya
minyak, makanan yang digoreng, lemak hewan, dan lain-lain.
Kelebihan makanan yang mengandung kolesterol dapat
menyebabkan kolesterol dalam darah kita menjadi tinggi, dan ini
tidak baik bagi jantung kita. Kolesterol yang tinggi sering tidak
dirasakan gejalanya. Apabila kadar kolesterol LDL pada angka
diatas 160 mg/dl, maka dapat dikatakan bahwa kadar koesterol LDL
berada pada level tinggi. LDL yang tinggi inilah yang lama
kelamaan akan menyebabkan terbentuknya plak atau penyumbatan
pada pembuluh darah.
Apabila penyumbatan yang parah sudah terjadi, maka
jantung kita akan merasakan nyeri dada. Kadar LDL dikatakan
normal adalah jika berada dibawah 100 mg/dl. Sedangkan kadar
kolesterol HDL dikatakan normal jika diatas 60 mg/dl. Hal ini
dikarenakan HDL merupakan kolesterol baik sehingga dapat
melindungi jantung kita. Adapun untuk kolesterol total sendiri harus
dijaga kadarnya dibawah angka 200 mg/dl.

4) Kelebihan berat badan

Kelebihan berat badan merupakan potensi untuk gangguan


kesehatan. Berdasarkan penelitian, orang dengan kelebihan berat
badan berisiko mengalami serangan jantung. Selain itu kelebihan
berat badan berisiko untuk terjadinya kadar kolesterol ayng tinggi
dan penyakit diabetes mellitus. Kelebihan berat badan juga
mengakibatkan sensitivitas insulin menurun sehingga kadar gula
darah yang tidak terkendali sering terjadi pada orang yang terlalu

8
gemuk. Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit yang
banyak menimbulkan komplikasi, salah satunya menimbulkan
komplikasi penyakit jantung.
5) Kurang olahraga

Olahraga dapat membakar lemak-lemak yang berlebihan


didalam tubuh. Bila lemak-lemak banyak yang dibakar, maka
pembuluh darah kita akan terbebas dari lemak jahat sehingga
keelastisannya menjadi terjaga. Pembuluh darah yang sehat pada
gilirannya juga akan membuat jantung kita menjadi sehat.
6) Diabetes Mellitus

Penyakit diabetes merupakan penyakit yang berpotensi


menjadi kronis dan menjadi penyakit jangka panjang. Penyakit yang
diderita jangka panjang memiliki potensi untuk mengalami
komplikasi atau penyakit lanjutan. Komplikasi penyakit diabetes
sangatlah banyak dan kompleks. Ia diantaranya berpotensi
menimbulkan komplikasi pada penyakit jantung, ginjal, pembuluh
darah, dan saraf.
7) Stres

Stres dianggap merupakan salah satu faktor risiko dari


Penyakit Jantung, meskipun belum dapat diukur berapa besar
pengaruh. Mungkin deskripsi yang paling mendekati ialah suatu
keadan mental yang tampak sebagai kegelisahan, kekhawatiran, tensi
tinggi, keasyikan yang abnormal dengan suatu dorongan atau sebab
dari lingkungan yang kurang menyenangkan. Jadi seseorang yang
mengeluh alami stres dapat mengeluh karena merasa tidak sehat,
sakit kepala, berdebar (palpitasi), sakit kembung atau susah tidur,
tidak bahagia atau bahkan depresi. Tidak semua simtom tersebut
hadir bersama-sama (Kurniadi dan Nurrahmani, 2014).

9
b. Faktor risiko lainnya
1) Usia

Usia merupakan faktor risiko yang tidak bisa kita hindari.


Semakin tua seseorang, semakin ia berisiko terkena penyakit
jantung. Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan
kematian akibat penyakit jantung. Sebagian besar kasus kematian
terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan
bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki dan perempuan
mulai meningkat umur 20 tahun. Laki-laki kolesterol meningkat
sampai umur 50 tahun. Perempuan sebelum menopouse umur 45-50
tahun lebih rendah daripada laki-laki umur yang sama. Setelah
menopouse kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih
tinggi daripada laki-laki.
2) Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor yang tidak dapat dihindari.


Pada perempuan, menopause merupakan salah satu faktor risiko
yang tidak bisa dihindari. Karena perubahan hormon pada usia
menopause menambah risiko penyakit jantung
3) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga memiliki riwayat serangan penyakit


jantung, akan menambah risiko terserang penyakit yang sama
(Kurniadi dan Nurrahmani, 2014).
4) Ras

Ras merupakan perbedaan risiko Penyakit Jantung Koroner


antara ras didapatkan sangat menyolok, walaupun bercampur baur
dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi. Di Amerika Serikat
perbedaan ras antara ras caucasia dengan non caucasia (tidak
termasuk Negro) didapatkan risiko Penyakit Jantung Koroner pada
non caucasia kira-kira separuhnya (Ghayoeh, 2009).

10
5. Patofisiologi/riwayat alamiah penyskit

Sumber: Cunningham (2006), Wiratama (2009), (Easterling & Otto, 2008).

KEHAMILAN

PERUBAHAN FISIOLOGIS
Sistem Kardiovaskuler
Tekanan Darah Curah Jantung Resistensi Vaskuler
Meningkat Meningkat Menurun

Tanda dan Gejala


Mudah lelah
Nafas terengah-engah
Ortopnea (pernafasan sesak, kecuali dalam posisi tegak)
Batuk malam hari
Hemoptisis
Sinkop
Nyeri dada

Penyakit Jantung Penyakit Jantung Penyakit Jantung


Penyakit Jantung
Kelas I Kelas III Kelas IV
Kelas II

Pengobatan Tidak Pengobatan Pengobatan Pengobatan Harus


memerlukan Biasanya tidak Memerlukan dirawat di rumah
pengobatn memerlukan digitalisasi atau sakit dan diberikan
tambahan. terapi tambahan. obat lainnya. pengobatan,
Mengurangi kerja Sebaiknya dirawat bekerjasama dengan
kardiolog.
fisik terutama di rumah sakit
antara kehamilan sejak kehamilan
28-36 minggu 28-30 minggu.

Komplikasi : dekompensasi kordis;IUGR; IUFD; abortus; prematuritas; dismaturitas; BBLR

Penanganan Komplikasi Kerjasama tim multidisiplioner

11
6. Komplikasi
a. Dekompensasi Kordis

Dalam kehamilan prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan


pula sering terdengar bising sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal.
Kita harus waspada dalam mebuat diagnosis penyakit jantung dalam
kehamilan. Jadi hendaknya jangan kita membuat diagnosis penyakit
jantung pada wanita yang tidak menderitanya, dan sebaiknya penyakit
jantung yang ada jangan sampai tidak dikenal. Dari uraian di atas, dapat
dipahami bahwa penyakit jantung menjadi lebih berat pada kehamilan
bahkan dapat terjadi dekompensasi kordis. Apabila tenaga cadangan
jantung dilampaui, maka tejadi dekompensasi kordis (jantung tidak dapat
lagi menunaikan tugasnya) (Prawirohardjo, 2009).
b. IUGR

Setiap ibu memerlukan penatalaksanaan sesuai dengan status


anatomis dan fungsionilnya. Kerjasama yang erat antara dokter
kardiologi dan dokter obstetri merupakan hal yang penting. Pada kasus
kehamilan dengan penyakit jantung, kemungkinan terjadi IUGR pada
bayi. Penatalaksanaan antenatal pertama yang disertai dengan pengkajian
riwayat dengan cermat dan rujukan yang bersifat segera ke klinik
pengobatan ibu. Kemudian bekerjasama dengan dokter kardiolog tersier.
Penting juga untuk persiapan orang tua untuk kasus bayi yang mengalami
IUGR (Angelina, 2011).
c. IUFD

Penyakit jantung memberi pengaruh tidak baik kepada kehamilan


dan janin dalam kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia dan sianosis,
hasil konsepsi dapat menderita pula dan mati. Selain itu, janin dapat
menderita hipoksia dan gawat janin dalam persalinan, sehingga neonatus
lahir mati atau dengan nilai APGAR rendah. Pemeriksaan antenatal yang
disertai dengan pengkajian riwayat dengan cermat dan rujukan yang

12
bersifat segera ke klinik pengobatan, kemudian bekerjasama dengan
dokter kardiolog tersier (Prawiroharjo, 2009) (Angelina, 2011).

d. Abortus

Abortus pada kehamilan dengan penyakit jantung dapat terjadi


apabila ibu (penderita) menderita hipoksia dan sianosis. Pemeriksaan
antenatal yang disertai dengan pengkajian riwayat dengan cermat dan
rujukan yang bersifat segera ke klinik pengobatan, kemudian
bekerjasama dengan dokter kardiolog tersier (Angelina, 2011).
e. Prematuritas

Secara klinis tampak bahwa makin meningkat kelas fungsional


penyakit jantung yang diderita, maka volume plasma cenderung lebih
rendah. Ditemukan komplikasi prematuritas pada penderita penyakit
jantung dalam kehamilan. Penatalaksanaan dari tim multidisipliner
dibutuhkan dipusat spesialis yang merawat kehamilan yang beresiko
tinggi pada jantung (Angelina, 2011).
f. Dismaturitas

Penyakit jantung berpengaruh tidak baik bagi kehamilan, dan


janin dalam kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia dan sianosis,
hasil konsepsi dapat menderita pula dan mati, yang kemudian dapat
disusul pula dengan abortus. Apabila konseptus dapat hidup terus, anak
dapat lahir cukup bulan akan tetapi dengan berat badan rendah
(dismaturitas). Perlu penatalaksanaan dari tim multidisipliner dibutuhkan
di pusat spesialis yang merawat kehamilan yang berisiko tinggi pada
jantung (Prawirohardjo, 2009).

13
g. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Ditemukan komplikasi BBLR pada kehamilan dengan penyakit


jantung. Perlu penatalaksanaan dari tim multidisipliner dibutuhkan di
pusat spesialis yang merawat kehamilan yang beresiko tinggi pada
jantung (Prawirohardjo, 2009).
7. Penatalaksanaan
Wanita dengan penyakit jantung sebelum memutuskan untuk hamil,
sebaiknya terlebih dahulu dikonsultasikan dengan dokter. Mortalitas
maternal umumnya bervariasi sesuai dengan status fungsional jantung selam
kehamilan, namun dapat bertambah tinggi seiring dengan bertambahnya
umur kehamilan. Perlu dilakukan evaluasi dengan teliti untuk mengetahui
risiko terhadap ibu sebelum memutuskan untuk hamil.
Harapan hidup dan aspek etik juga harus didiskusikan terhadap
suami istri sebelum memutuskan untuk hamil. Faktor genetik menjadi
perhatian khusus pada pasien dengan penyakit jantung rematik, marfan
sindrom dan hipertrofi kardiomiopati. Keuntungan dan kerugian pengobatan
perlu didiskusikan juga terkait dengan sifat obat yang teratogenik. Jika
diperlukan jadwal pemberian obat perlu diatur sedemikian rupa.
Wanita hamil dengan penyakit jantung yang signifikan harus diawasi
oleh obstetrikus dan kardiologi untuk menangani ini mulai dari awal
kehamilan. Pasien dengan risiko yang tinggi harus diawasi oleh tim dokter
dari berbagai disiplin ilmu dan dilakukan di Rumah Sakit yang mempunyai
sarana dan prasarana yang memadai..
a. Kelas I dan II

Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai cukup


bulan dan melahirkan pervaginam. Namun tetap harus diwaspadai
terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan nifas. Faktor
pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah endokarditis, oleh
karena itu semua wanita hamil dengan penyakit jantung harus sedapat
mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama infeksi saluran napas atas .

14
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan terdapat 4 hal
yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali setelah
makan ) dan hanya pekerjaan ringan yang diizinkan.
2) Harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang
yang dapat menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok,
penggunaan obat-obat yang memberatkan pekerjaan jantung.
3) Tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti
adanya batuk, ronki basal, dispnoe dan hemoptoe.
4) Sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum
persalinan untuk istirahat.

b. Kelas III dan IV

Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan IV
ada dua kemungkinan penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan atau
meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan ketat,
dan ibu dalam posisi setengah duduk.
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus dirawat
di Rumah Sakit selama kehamilan, persalinan dan nifas, dibawah
pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus. Persalinan
hendaknya pervaginam dan dianjurkan untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang
terbaik ialah mengusahakan persalinan pervaginam.
8. Pencegahan (level primer, sekunder, tertier)
a. Pencegahan Primer/Tingkat Pertama

Pencegahan pada tingkat ini dengan melakukan promosi


kesehatan seperti penyuluhan tentang penyakit jantung pad ibu hamil
kepada masyarakat dan diharapkan masyarakat paham dan mampu
mencegah penyakit tersebut melalui pola hidup sehat sebelum terkena

15
penyakit tersebut. Pencegahan primer juga dapat berupa kebijaksanaan
nasional nutrisi dalam sektor agrokultur, industri makanan, impor dan
ekspor makanan, penanganan komprehensif rokok, pencegahan
hipertensi dan promosi aktivitas fisik/olahraga.
b. Pencegahan Sekunder/Tingkat Kedua

Pencegahan tingkat dua berupa melakukan deteksi dini dengan


pemeriksaan rutin tentang kerja jantung sehingga dapat segera
melakukan penanganan medis bila terdapat kelainan atau ketidakstabilan
kerja jantung
c. Pencegahan Tersier/Tingkat Ketiga

Yaitu berupa pengobatan yang terdiri dari:


1) Pengurangan Kerja Jantung Pembatasan aktivitas fisik yang ketat
adalah tindakan awal yang sederhana namun efektif dalam
penanganan gagal jantung. Penangangan ini tidak boleh
memaksakan larangan guna menghindari kelemahan otot-otot
rangka sebab hal ini dapat mengakibatkan intoleransi terhadap
latihan fisik. Tirah baring dan aktivitas yang terbatas juga dapat
menimbulkan flebotrombosis. Pemberian antikoagulansia
dibutuhkan pada pembatasan aktivitas yang ketat guna
mengendalikan gejala.
2) Pengurangan Beban Awal Pembatasan garam dalam makanan
bertujuan mengurangi beban awal dengan melalui turunnya
retensi cairan. Jika gejalagejala menetap dengan pembatasan
garam yang sedang, maka pemberian diuretik oral dibutuhkan
guna mengatasi retensi natrium dan air. Rejimen diuretik
umumnya diberikan maksimal sebelum dilakukan pembatasan
asupan natrium yang ketat. Diet yang tidak mempunyai rasa dapat
menurunkan nafsu makan dan gizi yang buruk. Vasodilatasi dari
anyaman vena mampu menurunkan beban awal dengan cara
redistribusi darah dari sentral ke sirkulasi perifer.

16
9. Review jurnal terkait

Pendahuluan: Penyakit jantung dalam kehamilan merupakan salah satu


penyebab morbiditas dan mortalitas tertinggi pada kehamilan dan
persalinan.Â
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik pasien hamil
dengan penyakit jantung yang dirawat di RSUP Sanglah Denpasar 1
Januari 2016 - 31 Desember 2017.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain deskriptif retrospektif. Seluruh
kehamilan dengan umur kehamilan (UK) >20minggu disertai penyakit
jantung yang datang ke IRD/poliklinik kebidanan RSUP Sanglah
Denpasar diikutsertakan.Â
Hasil: Didapatkan 45 kasus kehamilan dengan penyakit jantung, 2,34% dari
seluruh persalinan. Penyakit jantung rematik (37,78%), WHO kelas IV
(40%), umur 20-34 tahun (80,00%), indeks massa tubuh normal
(62,23%) tingkat pendidikan menengah (62,22%), riwayat penyakit
jantung sebelumnya (53,33%), rujukan RS faskes II (53,34%),
primigravida (51,11%), umur kehamilan > 37 minggu (57,78%),
kehamilan tunggal (95,56%), posisi bayi letak kepala (91,49%). Metode
persalinan terbanyak adalah pervaginam (53,19%). Perawatan post-
partum (5-10 hari ) 62,22%, perawatan ruang intensif 51,11%. 76,60%
bayi bugar, 51,06% berat < 2500 gram. 44,45% tidak menggunakan
kontrasepsi post-partum. Case fatality rate (CFR) kematian maternal
dengan penyakit jantung 17,78%, 37,5% (8 kasus) disebabkan syok
kardiogenik, 37,75% cardiac arrest dikarenakan ventrikel fibrilasi.

17
Kesimpulan: Penyakit jantung pada kehamilan merupakan penyebab
kematian maternal non-obstetrik tertinggi di Bali. Intervensi dan
perawatan dini diperlukan untuk mencegah komplikasi perinatal ibu.

B. Hipertensi
1. Pengertian
Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh
darah memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017).
Hipertensi sering dijuluki sebagai silent killer atau pembunuh diam-diam
karena dapat menyerang siapa saja secara tiba-tiba serta merupakan salah
satu penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Hipertensi juga
beresiko menimbulkan berbagai macam penyakit lainnya yaitu seperti
gagal jantung, jantung koroner, penyakit ginjal dan stroke, sehingga
penanganannya harus segera dilakukan sebelum komplikasi dan akibat
buruk lainnya terjadi seperti dapat menurunkan umur harapan hidup
penderitanya (Sulastri, Elmatris, and Ramadhani, 2012).
Hipertensi pada kehamilan adalah kondisi dimana tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolic diatas 90
mmHg. Terdapat beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan. Yang
pertama adalah hipertensi gestasional. Hipertensi ini adalah tipe yang
paling ringan, biasanya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu, tanpa
ditemukan adanya protein pada urin. Yang kedua adalah preeklampsia.
Preeklampsia adalah bentuk hipertensi kehamilan yang lebih berat
daripada hipertensi gestasional. (Kemenkes,2022)
2. Angka Kejadian (Insidensi/prevalensi)
Jumlah penderita tekanan darah tinggi terus meningkat, ada sekitar
50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika dengan tekanan darah tinggi,
Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, dan Malaysia 29,9%.
Menurut perkiraan, sekitar 30% populasi dunia tidak terdiagnosis
hipertensi (kondisi underdiagnosis).

18
Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar antara 6-15%. Hal ini
karena penderita hipertensi biasanya tidak memiliki gejala apapun, atau
memiliki gejala yang ringan. Hipertensi cenderung merusak organ tubuh,
seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal,
otak, mata, dan organ lainnya. Hipertensi merupakan silent killer karena
sulit untuk dideteksi dan dikelola.
Menurut Kemenkes tahun 2015 ada beberapa factor yang
berkontribusi terhadap penyebab kematian ibu. Pada hasil sensus
penduduk tahun 2010 penyebab kematian ibu antara lain perdarahan
postpartum (20%) dan hipertensi dalam kehamilan termasuk
preeklampsia/eclampsia(32%).
3. Etiologi
Menurut Prawirohardjo (2013) penyebab hipertensi dalam
kehamilanbelum diketahui secara jelas. Namun ada beberapa faktor
risiko yangmenyebabkan terjadinya hipertensi dan dikelompokkan dalam
faktor risiko. Beberapa faktor risiko sebagai berikut :
a. Primigravida (kehamilan untuk pertama kalinya)
b. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel,
diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar.
c. Umur
d. Riwayat keluarga pernah pre eklampsia/eklampsia
e. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelumhamil
f. Obesitas

19
4. Faktor risiko
Hipertensi pada ibu hamil merupakan gangguan multifactorial.
Beberapa faktor risiko dari hipertensi dalam kehamilan yaitu:
a. Graviditas
Graviditas merupakan jumlah kehamilan terlepas dari usia
kehamilan. Catatan statistik menunjukkan bahwa hipertensi dalam
kehamilan terjadi pada 5-8% dari keseluruhan kehamilan dengan
lebih dari 12% terjadi pada primigravida (kehamilan pertama).
Faktor yang memengaruhi hipertensi dalam kehamilan
adalah kondisi primigravida terutama primigravida muda. Selain itu,
persalinan yang berulang-ulang juga berisiko terhadap kehamilan.
Pada The New England Journal of Medicine menyatakan bahwa
kehamilan pertama risiko terjadi preeklamsia 3,9%, kehamilan
kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga 1,8%. Primigravida mempunyai
risiko 2,173 kali mengalami kejadian hipertensi dalam kehamilan
dibandingkan dengan seorang wanita yang telah hamil beberapa kali
(multigravida). Secara teori, primigravida lebih berisiko untuk
mengalami hipertensi dala kehamilan biasanya timbul pada wanita
yang pertama kali terpapar vilus korion.Hal ini terjadi karena pada
wanita tersebut mekanisme imunologik pembentukan blocking
antibody yang dilakukan oleh HLA-G (human leukocyte antigen G)
terhadap antigen plasenta belum terbentuk secara sempurna,
sehingga proses implantasi trofoblas ke jaringan desidual ibu
terganggu.Teori tersebut menyebutkan terhadap antigen plasenta
yang terbentuk pada kehamilan pertama menjadi blocking
antibodies penyebab hipertensi dan sampai pada keracunan
kehamilan.Primigravida juga rentan mengalami stress dalam
menghadapi persalinan. Stress emosi yang terjadi menyebabkan
peningkatan pelepasan corticotropic-releasing hormone (CRH) oleh
hipothalamus, yang kemudian menyebabkan peningkatan kortisol.

20
Efek kortisol adalah meningkatkan respon simpatis, sehingga curah
jantung dan tekanan darah akan meningkat.
b. Kehamilan Kembar
Kehamilan ganda atau kehamilan kembar adalah kehamilan
dengan dua janin atau lebih. Pada perempuan dengan kehamilan
kembar, dibandingkan dengan kehamilan tunggal, insiden hipertensi
gestasional 13 versus 6 persen, dan insiden preeklampsia 13 versus
5 persen, meningkat secara signifikan.Kehamilan kembar merupakan
salah satu penyebab preeklampsia.Hipertensi diperberat karena
kehamilan banyak terjadi pada kehamilan kembar. Dilihat dari segi
teori hiperplasentosis, kehamilan kembar mempunyai risiko untuk
berkembangnya preeklampsia. Kejadian preeklampsia pada
kehamilan kembar meningkatkan 4-5 kali dibandingkan kehamilan
tunggal.
c. Usia Ibu
Kehamilan pada umur ibu yang ekstrem (<20 dan >35 tahun)
merupakan kehamilan berisiko tinggi yang dapat menyebabkan
komplikasi dalam kehamilan. Umur merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Ibu hamil yang
berumur <20 dan >35 tahun mempunyai risiko 15,731 mengalami
kejadian hipertensi dibandingkan dengan ibu hamil yang berumur
20-35 tahun.Umur ibu yang terlalu muda (<20 tahun), memiliki
risiko besar untuk terjadinya hipertensi, hal ini disebabkan karena
dari segi biologis perkembangan alat-alat reproduksinya belum
optimal. Sedangkan, pada umur ibu >35 tahun terjadi proses
degeneratif yang mengakibatkan perubahan struktural dan
fungsional yang terjadi pada pembuluh darah perifer yang
bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah. Tingginya
hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan
oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen
menjadi sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku,

21
sebagai akibatnya adalah meningkatnya tekanan darah sistolik. Umur
20-35 tahun adalah periode yang aman untuk melahirkan dengan
risiko kesakitan dan kematian ibu yang paling rendah.
d. Riwayat keluarga pernah hipertensi
Ibu hamil yang memiliki riwayat keturunan dari keluarga yang
pernah hipertensi mempunyai risiko 2,618 kali mengalami kejadian
hipertensi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki
riwayat keturunan. Hipertensi merupakan penyakit yang diturunkan,
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu
penderita hipertensi atau mempunyai riwayat hipertensi dalam
keluarga. Faktor genetik/keturunan merupakan faktor risiko
terjadinya hipertensi.
e. Penyakit hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
Ibu hamil yang memiliki riwayat hipertensi sebelumnya
mempunyai risiko 6,026 kali mengalami kejadian hipertensi
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat
hipertensi.Ibu hamil dengan riwayat hipertensi akan mempunyai
risiko yang lebih besar untuk mengalami Superimposed
preeklampsia. Hal ini karena hipertensi yang diderita sejak sebelum
hamil sudah mengakibatkan gangguan/kerusakan pada organ
penting tubuh dan ditambah lagi dengan adanya kehamilan maka
kerja tubuh akan bertambah berat sehingga dapat mengakibatkan
gangguan/kerusakan yang lebih berat dengan timbulnya odem dan
proteinuria.
f. Tingginya indeks massa tubuh
Tingginya indeks massa tubuh merupakan masalah gizi karena
kelebihan kalori, kelebihan gula dan garam yang bisa menjadi
faktor risiko terjadinya hipertensi pada ibu hamil. Hal tersebut
berkaitan dengan adanya timbunan lemak berlebih dalam tubuh.
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan
lemak yang berlebihan di jaringan lemak tubuh dan dapat

22
mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit. Terjadinya resistensi
leptin merupakan penyebab yang mendasari beberapa perubahan
hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik pada hipertensi
dengan obesitas. memiliki risiko
lima kali lebih besar untuk menderita hipertensi saat hamil
dibandingkan dengan ibu hamil yang mempunyai IMT underweight
(IMT <18,5) dan normal (IMT 18,5-24,9).
g. Kurangnya Konsumsi Kalsium
Konsumsi kalsium merupakan faktor risiko hipertensi pada
kehamilan. Ibu hamil yang mengonsumsi kalsium kurang
mempunyai risiko 4 kali mengalami hipertensi pada kehamilan
dibandingkan responden yang mengonsumsi kalsium cukup.
Peranan kalsium dalam hipertensi kehamilan sangat penting
diperhatikan karena kekurangan kalsium dalam diet dapat memicu
terjadinya hipertensi. Ibu hamil memerlukan sekitar 2-2,5%
kebutuhan kalsium. Kalsium berfungsi untuk mempertahankan
konsentrasi dalam darah pada aktivitas kontraksi otot. Kontraksi otot
pembuluh darah sangat penting karena dapat mempertahankan
tekanan darah.

5. Patofisiologis.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori dikemukan tentang terjadinya hipertensi dalam
kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang dianggap mutlak
benar.Meskipun penyebabnya masih belum diketahui, bukti manifestasi
klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa perubahan
patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan, dan
akhirnya menjadi nyata secara klinis.
Tanda klinis ini diduga merupakan akibat vasopasme, disfungsi
endotel, dan iskemia. Meskipun sejumlah besar dampak hipertensi pada
ibu biasanya diuraikan persistem organ, manifestasi klinis ini seringkali

23
multiple dan bertumpah tindih secara klinis.9 Hipertensi merupakan tanda
terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi dalam kehamilan.
Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan tekanan
sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklampsia
peningkatan reaktivitas vascular dimulai umur kehamilan 20 minggu,
tetapi hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah
yang tinggi pada preeklampsia bersifat labil dan mengikuti irama
sirkadian normal
6. Komplikasi
Hipertensi saat hamil juga berpengaruh pada perkembangan plasenta
menyebabkan pasokan nutrisi dan oksigen ke bayi terbatas. Terdapat
empat jenis hipertensi yang rentan dialami ibu hamil,yakni :
a. Hipertensi Kronis yang sudah ada sejak sebelum kehamilan,atau
terdiagnosis sebelumusia kehamilan mencapai 20 minggu
b. Preeklampsia-eklampsia,merupakan hipertens yang terjadi pada usai
kehamilan 24 minggu atau lebih. Hipertensi jenis ini terjadi tanpa
Riwayat sebelumnya. Pada kondisi ini juga terjadi berbagai gangguan
fungsi organ selain hipertensi.
c. Hipertensi kronis dengan superimposed preeklampsia, yaitu kondisi
Ketika ibu hamil memiliki Riwayat hipertensi kronis sebelumhamil
dan saat hamil disertai dengan kondisi preeklampsia
d. Hipertensi gestasional yang terjadi selama kehamilan.
Tekanan darah ibu hamil akan turun Kembali paska persalinan. Berbeda
dengan preeklampsia-eklampsia,pada kondisi ini tidak terjadi ganggua
fungsi organ.
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi pada kehamilan dan laktasi terdiri dari
dua jenis yaitu Penatalaksanaan Non Farmakologis dan Penatalaksanaan
Farmakologis. Penatalaksanaan Non Farmakologis terdiri dari Dietary
Approaches to Stop Hypertension (DASH), melakukan olahraga atau
aktifikas fisik, mengurangi asupan natrium, hindari konsumsi alkohol,

24
berhenti merokok, faktor psikologi dan stress, dan kalsium. Sedangkan
Penatalaksanaan Farmakologis terdiri dari pemberian antihipertensi lebih
dari 140/80 mmHg, apabila tekanan darah terlalu rendah maka turunkan
perfusi uteroplasenta, target penurunan tekanan darah pada kehamilan
adalah 140/90 mmHg dan tidak ada keuntungan yang didapatkan dengan
menurunkan tekanan darah lebih rendah lagi, tekanan darah lebih dari
170/110 mmHg akan dianggap suatu kedaruratan medis dan dianjurkan
untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit dimana tekanan darah harus
diturunkan secepat mungkin, hipertensi ringan pada ibu menyusui dapat
dipertimbangkan untuk penghentian obat sementara dengan pemantauan
ketat tekanan darah, setelah menghentikan menyusui maka akan dilakukan
terapi antihipertensi yang dapat diajukan kembali.
Dalam mengatasi hipertensi pada ibu hamil maka akan dilakukan
pengobatan dimana obat yang dianjurkan sebagai antihipertensi pada
kehamilan dan laktasi diantaranya
seperti Metildopa, Clonidine, CCB, Betablocker, Labetalol, Hydrochlortia
zid, dan ACE-I & ARB.
8. Pencegahan (level primer, sekunder, tertier)
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat
dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-penyebab
tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya preeklampsia
masih belum diketahui. Pencegahan Primer Pencegahan kejadian
hipertensi secara umum agar menghindari tekanan darah tinggi adalah
dengan mengubah gaya hidup kearah yang tidak sehat menjadi sehat, tidak
terlalu banyak pikiran, meningkatkan konsumsi buah dan sayur, tidak
mengkonsumsi alcohol dan rokok . Sementara itu pada ibu hamil dengan
hipertensi adalah menganjurkan untuk cukup istirahat, menghindari
mengkonsumsi garam yang berlebih, menghindari kafein, diet makan
(gizi) yang seimbang dan pembatasan aktifitas fisik (Basri et al., 2018).

25
26
Pencegahan primer merupakan upaya awal sebelum seseorang
menderita penyakit atau upaya untuk mempertahankan orang sehat agar
tetap sehat dilakukan :
1) Istirahat, diet rendah garam, lemak serta karbohidrat dan tinggi
protein .
2) Waspada terhadap kemungkinan terjadinya preeklamsia dan
eklamsia bila ada faktor prediposisi.
3) Pemeriksaan antenatal care secara teratur yaitu minimal 4 kali
kunjungan yaitu masing-masing 1 kali pada trimester I dan II ,
serta 2 kali pada trimester III. 4. Semua kehamilan primigravida,
terutama ibu hamil dengan usia ≤ 20 tahun, ibu kawin langsung
hamil dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi terhadap
preeklamsia dan eklamsia 23 b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah orang yang
telah sakit agar tidak menjadi parah, dengan menghambat
progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi. Dilakukan
dengan cara mendeteksi penyakit secara dini serta mengadakan
pengobatan yang cepat dan tepat.

Upaya pencegahan ini dilakukan dengan :


a) Pemeriksaan antenatal yang teratur, bermutu dan teliti
mangenali tanda-tanda sedini mungkin, lalu diberikan
pengobatan yang sesuai agar penyakit tidak menjadi
berat.
b) Terapi preeklamsia ringan di rumah yaitu istirahat
ditempat tidur, berbaring pada sisi kiri dan bergantian ke
sisi kanan bila perlu, dengan istirahat biasanya edema
dan hipertensi bisa berkurang.

27
9. Review jurnal terkait

Pendahuluan: Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang


mengakibatkan peningkatan tekanan darah diatas nilai normal atau tekanan
darah ≥140/90 mmHg.
Tujuan: untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
hipertensi di wilayah kelurahan Medan Tenggara. Masyarakat yang terkena
penyakit hipertensi, dengan jumlah yang tinggi menjadikan hipertensi sebagai
prioritas masalah dalam penelitian ini.
Metode: Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian Kuantitatif,
dengan pendekatan cross sectional study. Waktu dan tempat penelitian
dilaksanakan pada tanggal 06 Oktober 2021 di Kecamatan Medan Tenggara,
Kota Sumatera Utara pada tahun 2021. Sampel pada penelitian ini adalah
masyarakat yang berada di wilayah Kelurahan Medan Tenggara, Sumatera
Utara pada tahun 2021 sebanyak 98 KK (Kartu keluarga).
Hasil: Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 98 KK (Kepala keluarga)
dengan menggunakan Rumus Slovin (1960), untuk dilakukan wawancara
secara langsung. Setelah dilakukan observasi ke 11 lingkungan yang ada di
wilayah kelurahan Medan Tenggara, dari hasil observasi yang dilakukan di
lapangan dengan mengumpulkan data menggunakan kuesioner. Kemudian di
masukkan ke dalam Master Tabel untuk di olah datanya berbentuk tabel dan
diinterpretasikan serta dianalisis sesuai dengan variabel yang diteliti.
Berdasarkan hasil data dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan,
mayoritas usia yang paling tinggi terkena hipertensi ialah dari kategori Usia
41-50 tahun menduduki angka tertinggi di wilayah kelurahan Medan Tenggara
yaitu sebanyak 28 responden (28,5 %), dengan distribusi penggunaan
tembakau (merokok) (23,5%), dengan distribusi mengonsumsi makanan yang
asin sebanyak (34,7%), makanan yang manis (67,3%), berlemak (39,8%),
berpengawet (17,3%) dan bumbu penyedap (49,0%) serta mengonsumsi mie

28
instan (29,6%).
Kesimpulan: Penelitian yang dilakukan di kelurahan Medan Tenggara dan
data dari puskesmas Medan Denai, masyarakat di wilayah tersebut banyak
yang menderita penyakit hipertensi. Tingkat penyakit hipertensi yang tinggi
ternyata disebabkan oleh beberapa faktor-faktor resiko. Faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya hipertensi di kelurahan Medan Tenggara yaitu
perilaku penggunaan tembakau (merokok), perilaku mengkonsumsi buah dan
sayur, makanan berisiko, makanan olahan tepung dan adanya riwayat penyakit
lainnya.

29
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit jantung kehamilan merupakan suatu kondisi pada tekanan
darah, curah jatung dan resistensi vaskuler yang berubah seiring terjadinya
perubahan hemodinamik akibat proses kehamilan.Angka Kejadian
(Insidensi/prevalensi). Menurut klasifikasi fungsional penyakit jantung
dibagi menjadi 4 golongan, mulai dari golongan 1 yang masih terbilang
ringan sampai dengan golongan 4 dimana menimbulkan gejala-gejala yang
membuat penderitanya merasa kurang nyaman.
Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam
kehamilan berkisar antara 1 –2%. Penyakit jantung pada wanita hamil bisa
mempengaruhi janin, janin kemungkinan dilahirkan : perematur, penyakit
jantung berat pada wanita hamil tiba-tiba memburuk janin bias mati, bayi
lahir dengan apgar lemah (Tari, 2010). Faktor resiko yang mempengaruhi
penyakit jantung dalam kehanilan diantaranya adalah merokok, hipertensi,
kolestrol, kelebihan berat badan, diabetes militus, stres, serta ada faktor
lainnya seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan ras.
Hipertensi pada kehamilan adalah kondisi dimana tekanan darah
sistolik lebih dari 140 mmHg atau tekanan darah diastolic diatas 90
mmHg. Terdapat beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan. Yang
pertama adalah hipertensi gestasional. Hipertensi ini adalah tipe yang
paling ringan, biasanya muncul setelah usia kehamilan 20 minggu, tanpa
ditemukan adanya protein pada urin. Yang kedua adalah preeklampsia.
Preeklampsia adalah bentuk hipertensi kehamilan yang lebih berat
daripada hipertensi gestasional.
Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar antara 6-15%. Hal ini
karena penderita hipertensi biasanya tidak memiliki gejala apapun, atau
memiliki gejala yang ringan. Beberapa faktor risiko diantaranya adalah
gravida, Hiperplasentosis (mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes
melitus, hidrops fetalis, bayi besar), Umur, Riwayat keluarga pernah pre

30
eklampsia/eklampsia, Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah
ada sebelum hamil, Obesitas dan lain-lain.

B. Saran
Di Indonesia, angka kematian ibu akibat penyakit jantung dalam
kehamilan berkisar antara 1 –2%. Penyakit jantung pada wanita hamil bisa
mempengaruhi janin, janin kemungkinan dilahirkan : perematur, penyakit
jantung berat pada wanita hamil tiba-tiba memburuk janin bias mati, bayi
lahir dengan apgar lemah (Tari, 2010). Faktor resiko yang mempengaruhi
penyakit jantung dalam kehanilan diantaranya adalah merokok, hipertensi,
kolestrol, kelebihan berat badan, diabetes militus, stres, serta ada faktor
lainnya seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan ras.

31
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Haidar Alatas SpPD-KGH, M. M. (2019). HIPERTENSI PADA KEHAMILAN.


Semarang: Poltekkes Kemenkes Semarang. Retrieved Juli 19, 2023 from
http://kebidanan.poltekkes-smg.ac.id/wp-content/uploads/2019/03/Materi-
2-DR.dr_.-Haidar.pdf
I Gusti Ngurah Warsita, K. S. (2019). Karakteristik Pasien Hamil dengan Penyakit
JAntung di RSUP Sanglah Denpasar. Directory Of Open Acces Journals,
50 No.3, 498-502.
Kemenkes. (2019). Manajemen Penyakit Menular. Direktorat Jendral Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular.
Monique, V. (2014). Definisi,Etiopatogenesis,dan Diagnosis Kardiomiopati
Peripartum. Continuing Medical Education, 41 No.7, 492-496.
Sastri, N. (2021). FAKTOR–FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGANHIPERTENSIDALAM KEHAMILANPADAIBUHAMIL DI
PMB DEWI ANGGRAINI. Jurnal Masker Medika, 9 no.2, 521-530.
Sanjaya, Hariyasa. 2020. Kehamilan Dengan Penyakit Jantung,
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/26900/1/5ffeb7932ff886c01beb1f91d35fc
9b6.pdf, diakses pada 19 Juli 2023 pukul 15.00 WIB
Sudayasa, I. P., Rahman, M. F., Eso, A., Jamaluddin, J., Parawansah, P., Alifariki,
L. O., Arimaswati, A., & Kholidha, A. N. (2020). Deteksi Dini Faktor Risiko
Penyakit Tidak Menular Pada Masyarakat Desa Andepali Kecamatan
Sampara Kabupaten Konawe. Journal of Community Engagement in Health,
3(1), 60–66. https://doi.org/10.30994/jceh.v3i1.37

32
33

Anda mungkin juga menyukai