Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PRAKTIK

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA REMAJA


DENGAN KEPUTIHAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PRANGGANG
KABUPATEN KEDIRI

OLEH :

LAILATUL HASANAH
NIM 201908052

PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA KEDIRI
2019/2020
PERSETUJUAN

Laporan praktik dengan judul “ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN

REPRODUKSI PADA REMAJA DENGAN KEPUTIHAN DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PRANGGANG” di telah disetujui oleh pembimbing.

Hari/tanggal : Januari 2020

Kediri, Januari 2020


Mahasiswa

Lailatul Hasanah

Mengetahui,

Dosen Pembimbing Pembimbing Lahan

Ita Eko Suparni., SSiT., M.Keb Farida Hidayati S.ST


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan “Asuhan Kebidanan
Kesehatan Reproduksi Pada Remaja Dengan Keputihan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pranggang Kabupaten Kediri”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan menyusun laporan ini tidak lepas dari
bimbingan dan dukungan berbagai pihak yang diberikan kepada penulis.Untuk itu
penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
satu persatu yang telah membantu selama penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna.
Hal ini karena keterbatasan pengetahuann dan kemampuan yang penulis miliki.Untuk
itu kritik dan saran yang bermanfaat guna perbaikan dan kesempurnaan makalah ini
sangat penulis harapkan.

Kediri, Januari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Tujuan...................................................................................................3
1.3 manfaat..................................................................................................3
BAB 2 TINJAUN PUSTAKA
2.1 Kajian dari sumber pustaka...................................................................5
2.2 Kajian dari jurnal penelitian.................................................................17
BAB 3 Tinjauan Kasus
3.1 Data subjektif.......................................................................................22
3.2 Data Objektif........................................................................................25
3.3 Analisa data/Diagnosa..........................................................................28
3.4 Intervensi..............................................................................................28
3.5 Implementasi........................................................................................28
3.6 Evaluasi................................................................................................30
BAB 4 Pembahasan
4.1 Pembahasan..........................................................................................31
BAB 5 Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan..........................................................................................35
5.2 Saran.....................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setiap tahun lebih dari 100 perempuan di dunia terkena infeksi genital,

studi yang melibatkan berbagai tingkat masyarakat melaporkan angka kejadian

keputihan yang di sebabkan oleh infeksi genital sekitar 12,1-30%. Menurut studi

Badan Kesehatan Dunia (WHO) masalah kesehatan reproduksi perempuan yang

buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit yang diderita para

perempuan di dunia salah satunya adalah keputihan. Sebanyak 75% wanita di

Indonesia pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan

setengah di antaranya mengalami keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Hal ini

berkaitan dengan cuaca yang lembab yang mempermudah wanita Indonesia

mengalami keputihan, dimana cuaca yang lembab dapat mempermudah

berkembangnya infeksi jamur.

WHO menyebutkan bahwa remaja di dunia hampir 20% total seluruh

penduduk dunia. Jumlah wanita di dunia pada tahun 2013 sebanyak 6,7 milyar

jiwa dan yang pernah mengalami keputihan sekitar 75% ,sedangkan wanita Eropa

pada tahun 2013 sebanyak 739.004.470 jiwa dan yang mengalami keputihan

sebesar 25%, dan untuk wanita Indonesia padatahun 2013 sebanyak 237.641.326

jiwa dan yang mengalami keputihan berjumlah 75%. Salah satu penyebab

tingginya angka keputihan di Indonesia karena cuaca yang lembab sehingga

mudah terinfeksi jamur Candida Albicans (Ali dan Asri, 2011).


Menurut Yunita (2018) Keputihan bukanlah suatu penyakit tersendiri

melainkan gejala dari suatu penyakit lain. Keputihan yang berlangsung terus

menerus dan berlangsung cukup lama, serta menimbulkan keluhan perlu

dilakukan pemeriksaan yang lebih lanjut untuk mengetahui penyebabnya.

Keputihan yang tidak segera di obati atau ditangani akan menyebabkan

komplikasi radang panggul yang berlarut-larut atau bahkan menyebabkan

kemandulan karena tersumbatnya saluran telur.

Berdasarkan jurnal Pratiwi (2017) Keputihan terjadi karena dalam keadaan

normal, dimana kondisi vagina tidak dalam keadaan steril melainkan mengandung

bakteri dan jamur yang berpotensi menimbulkan terjadinya keputihan dan sampai

kapanpun keputihan akan selalu di alami oleh sebagian wanita. Keputihan bukan

suatu penyakit tersendiri, tetapi dapat merupakan gejala dari penyakit lain.

Keputihan yang berlangsung terus menerus dalam waktu yang cukup lama dan

menimbulkan keluhan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui

penyebabnya. Pada remaja yang kurangnya pengetahuan dan informasi tentang

kebersihan alat genitalia akan berdampak pula pada perilaku reamaja dalam

menjaga kebersihan alat genitalianya karena pengetahuan dan peri laku perawatan

yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kebersihan alat genetalia.

Masalah keputihan merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi

yang sering muncul pada remaja yang dapat merupakan gejala awal dari kanker

leher rahim. Keputihan merupakan keluarnya cairan putih atau lendir yang keluar

dari alat genital yang tidak berupa darah. Keputihan merupakan keluhan yang

sering menyerang perempuan dan tidak mengenal usia (Sulistianingsih, 2011).


Menurut Sugihastuti (2009) Kurangnya pengetahuan wanita di Indonesia

tentang keputihan sehingga mereka menganggap keputihan sebagai hal yang

umum dan sepele, di samping itu rasa malu ketika mengalami keputihan kerap

membuat wanita enggan berkonsultasi ke tenaga kesehatan. Pengetahuan remaja

tentang keputihan akan memengaruhi sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting terbentuknya

tindakan seseorang karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku dengan tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Kurangnya pengetahuan remaja

putri dan informasi yang tepat tentang kesehatan organ reproduksi dapat

menimbulkan kurangnya perhatian terhadap kesehatan organ reproduksi dalam

hal ini mengenai keputihan (Anindya, 2013).

Dampak dari keputihan yang terlambat atau tidak diobati dapat berakibat

buruk bagi kehidupan seorang wanita, seperti terjadinya infertil, endometritis,

radang panggul, dan salpingitis. Kasus PMS khususnya klamidia terjadi sekitar

6,2% pada remaja usia 15-24 tahun. Selain itu dampakyang ditimbulkan oleh

keputihan patologis bila tidak diobati dengan tuntas akan berakibat buruk pada

kesehatan. Perempuan yang mengalami keputihan akibat infeksi berulang atau

menahun dapat mengalami infertilakibat gangguan pada organ reproduksi dan

juga dapat merupakan tanda dari adanya penyakit lain yang lebih parah seperti

tumor pada organ reproduksi serta merupakan gejala dari kanker leher rahimyang

bisa berujung pada kematian (Shadine, 2012).


Hormon estrogen juga akan terpengaruh oleh kondisi stres. Hal ini

menjadi penyebab pemicu terjadinya gangguan menstruasi dan keputihan yang

dialami remaja. Kehidupan sekolah adalah salah satu faktor penyebab stres pada

remaja. Tuntutan akademis yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang buruk,

tugas yang menumpuk, ekspektasi orang tua dan lingkungan pergaulan juga

merupakan faktor-faktor yang menyebabkan stress bagi para remaja (Pratiwi,

2017).

Menurut teori Wiknjosastro 2010 keputihan merupakan sesuatu yang

normal dikalangan remaja perempuan jika keputihan tersebut tidak menggangu

aktifitasnya, keputihan dibagi menjadi 2 yaitu keputihan fisiologis (normal)

adalah jika cairan yang keluar tidak terlalu kental, jernih, warna putih atau

kekuningan jika terkontaminasi oleh udara, tidak disertai nyeri, dan tidak timbul

rasa gatal yang berlebihan dan keputihan patologis (tidak normal) antara lain

cairan yang sangat kenyal dan berubah warna, bau yang menyengat, jumlahnya

yang berlebih dan menyebabkan rasa gatal, nyeri, serta rasa sakit dan panas saat

berkemih.

Menurut Yunita (2018) Kesehatan reproduksi diartikan sebagai suatu

kondisi sehat secara menyeluruh baik kesejateraan fisik, mental dan sosial yang

utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan proses reproduksi

yang dimiliki oleh remaja.


1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Kebidanan pada Nn. A umur 14 tahun dengan

Keputihan di Puskesmas Pranggang?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan pada Nn. A dengan

masalah flour albus fisiologis secara komprehensif.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Melakukan pengkajian pada Nn. A dengan flour albus fisiologis

1.3.2.2 Melakukan analisa pada Nn. A dengan flour albus fisiologis

1.3.2.3 Melakukan perencanaan asuhan pada Nn. A dengan flour albus

fisiologis

1.3.2.4 Melakukan penatalaksanaan pada Nn. A dengan flour albus

fisiologis

1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada Nn. A dengan flour albus fisiologis

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk studi kasus

selanjutnya. Bagi pendidikan Dapat menambah buku referensi dan sumber


bacaan di perpustakaan, untuk meningkatkan kualitas pendidikan

khususnya sistem gangguan reproduksi pada Nn. A dengan Flour Albus.

1.3.3 Bagi Klien

Dapat meningkatkan pengetahuan dan informasi mengenai masalah

flour albus. Shingga remaja dapat mengetahui bagaimana cara mengatasi

keputihan.

1.3.4 Bagi Petugas Kesehatan

Dapat meningkatkan Pendidikan kesehatan berupa penyuluhan

kesehatan kepada calon pengantin tentang pencegahan dan penatalaksanaan

flour albus. Sebagai salah satu masukan bagi bidan sebagai upaya

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang optimal berupa

pemantauan, memberikan asuhan kebidanan, khususnya kasus Nn. A

dengan gangguan sistem reproduksi Flour Albus


Bab II
Tinjauan Teori

2.1 Keputihan

2.1.1 Definisi

Keputihan adalah semacam Silim yang keluar terlalu banyak,

warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan. Jika

Silim atau lender ini tidak terlalu banyak, tidak menjadi persoalan

(Handayani, 2008). Keputihan adalah gejala penyakit yang ditandai oleh

keluarnya cairan dari organ reproduksi dan bukan berupa darah.

Keputihan yang berbahaya adalah keputihan yang tidak normal (Blankast,

2008). Keputihan dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu keputihan yang

normal dan keputihan yang abnormal. Keputihan normal dapat terjadi

pada masa menjelang dan sesudah menstruasi, pada sekitar fase sekresi

antara hari ke 10-16 menstruasi dan juga melalui rangsangan seksual.

Sedangkan keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat

kelamin (infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, dan

jaringan penyangga juga penyakit karena hubungan kelamin) (Manuaba,

2009).

Menurut Marhaeni (2016) Leukorea berasal dari kata Leuco yang

berarti benda putih yang disertai dengan akhiran –rrhea yang berarti

aliran atau cairan yang mengalir. Leukorea atau flour albous atau

keputihan atau vaginal discharge merupakan semua pengeluaran dari


kemaluan yang bukan darah. Keputihan merupakan salah satu tanda dari

proses ovulasi yang terjadi di dalam tubuh. Selain itu, keputihan juga

merupakan salah satu tanda dari suatu penyakit. Keputihan ada yang

bersifat fisiologi dan patologis. Keputihan bersifat fisiologis yaitu

keputihan yang timbul akibat proses alami dalam tubuh. Keputihan

bersifat patologis yaitu keputihan yang timbul karena infeksi dari jamur,

bakteri dan virus. Keputihan patologis merupakan tanda dari adanya

kelainan alat repoduksi sehingga jumlah, warna, dan baunya perlu

diperhatikan.

2.1.2 Etiologi

2.1.2.1 Jamur

Umumnya disebabkan oleh jamur candida albicans yang

menyebabkan rasa gatal di sekitar vulva / vagina. Infeksi ini

berupa warnanya putih susu, kental, berbau agak keras, disertai

rasa gatal pada kemaluan. Akibatnya, mulut vagina menjadi

kemerahan dan meradang. Biasanya terjadi pada saat kehamilan,

penyakit kencing manis, pemakaian pil KB, dan rendahnya daya

tahan tubuh menjadi pemicu. Bayi yang baru lahir juga bisa

tertular keputihan akibat Candida karena saat persalinan tanpa

sengaja menelan cairan ibunya yang menderita penyakit tersebut.

2.1.2.2 Parasit
Parasit trichomonas vaginalis yang menular dari hubungan

seks ditularkan lewat hubungan seks, perlengkapan mandi,

pinjammeninjam pakaian dalam, atau bibir kloset. Cairan

keputihan sangat kental, berbuih, berwarna kuning atau kehijauan

dengan bau anyir. Keputihan karena parasit tidak menyebabkan

gatal, tapi liang vagina nyeri bila ditekan.

2.1.2.3 Bakteri

Bakteri gardnerella dan pada keputihan disebut bacterial

vaginosis. Infeksi ini menyebabkan rasa gatal dan mengganggu.

Warna cairan keabuan, berair, berbuih, dan berbau amis. Beberapa

jenis bakteri lain juga memicu munculnya penyakit kelamin seperti

sifilis dan gonorrhoea. bakteri biasanya muncul saat kehamilan,

gonta-ganti pasangan, penggunaan alat kb spiral atau iud.

2.1.2.4 Virus

Keputihan akibat infeksi virus juga sering ditimbulkan

penyakit kelamin, seperti condyloma, herpes, HIV/AIDS.

Condyloma ditandai tumbuhnya kutil-kutil yang sangat banyak

disertai cairan berbau. Ini sering pula menjangkiti wanita hamil.

Sedang virus herpes ditularkan lewat hubungan badan. Bentuknya

seperti luka melepuh, terdapat di sekeliling liang vagina,

mengeluarkan cairan gatal, dan terasa panas. Gejala keputihan

akibat virus juga bisa menjadi faktor pemicu kanker rahim.


2.1.3 Jenis keputihan

Keputihan dapat dibedakan menjadi dua jenis keputihan yaitu:

keputihan normal (fisiologis) dan keputihan abnormal. Keputihan normal

Keputihan normal dapat terjadi pada masa menjelang menstruasi, pada

sekitar fase sekresi antara hari ke 10-16 menstruasi. Keputihan yang

fisiologis terjadi akibat pengaruh hormon estrogen dan progesteron yang

dihasilkan selama proses ovulasi. Setelah ovulasi, terjadi peningkatan

vaskularisasi dari endometrium yang menyebabkan endometrium menjadi

sembab. Kelenjar endometrium menjadi berkelok-kelok dipengaruhi oleh

hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum sehingga

mensekresikan cairan jernih yang dikenal dengan keputihan.

Hormon estrogen dan progesteron juga menyebabkan lendir servik

menjadi lebih encer sehingga timbul keputihan selama proses ovulasi.

Pada servik estrogen menyebabkan mukus menipis dan basa sehingga

dapat meningkatkan hidup serta gerak sperma, sedangkan progesteron

menyebabkan mucus menjadi tebal, kental, dan pada saat ovulasi menjadi

elastis.

Keputihan fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang

berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang

jarang. Ciri-ciri dari keputihan fisiologis adalah cairan berwarna bening,

kadang-kadang putih kental, tidak berbau, dan tanpa disertai dengan

keluhan, seperti rasa gatal, nyeri, dan terbakar serta jumlahnya sedikit.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan keputihan fisiologis

adalah :

2.1.3.1 Bayi yang baru lahir kirakira 10 hari, keputihan ini disebabkan

oleh pengaruh hormon estrogen dari ibunya;

2.1.3.2 Masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid datang,

keadaan ini ditunjang oleh hormon estrogen;

2.1.3.3 Masa di sekitar ovulasi karena poduksi kelenjarkelenjar rahim

dan pengaruh dari hormon estrogen serta progesterone;

2.1.3.4 Seorang wanita yang terangsang secara seksual. Ransangan

seksual ini berkaitan dengan kesiapan vagina untuk menerima

penetrasi senggama, vagina mengeluarkan cairan yang

digunakan sebagai pelumas dalam senggama;

2.1.3.5 Kehamilan yang mengakibatkan meningkatnya suplai darah ke

vagina dan mulut rahim, serta penebalan dan melunaknya selaput

lendir vagina;

2.1.3.6 Akseptor kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen dan

progesterone yang dapat meningkatkan lender servik menjadi

lebih encer;

2.1.3.7 Pengeluaran lendir yang bertambah pada wanita yang sedang

menderita

penyakit kronik.

Keputihan abnormal dapat terjadi pada semua infeksi alat kelamin

(infeksi bibir kemaluan, liang senggama, mulut rahim, jaringan


penyangga, dan pada infeksi karena penyakit menular seksual). Ciri-ciri

keputihan patologik adalah terdapat banyak leukosit, jumlahnya banyak,

timbul terus menerus, warnanya berubah (biasanya kuning, hijau, abu-

abu, dan menyerupai susu), disertai dengan keluhan (gatal, panas, dan

nyeri) serta berbau (apek, amis, dan busuk)

Faktor-faktor yang memicu keputihan abnormal adalah :

2.1.3.1 Kelelahan fisik

Kelelahan fisik merupakan kondisi yang dialami oleh

seseorang akibat meningkatnya pengeluaran energi karena terlalu

memaksakan tubuh untuk bekerja berlebihan dan menguras fisik.

Meningkatnya pengeluaran energi menekan sekresi hormon

estrogen. Menurunnya sekresi hormon estrogen menyebabkan

penurunan kadar glikogen. Glikogen digunakan oleh

Lactobacillus doderlein untuk metabolisme. Sisa dari

metabolisme ini adalah asam laktat yang digunakan untuk

menjaga keasaman vagina. Jika asam laktat yang dihasilkan

sedikit, bakteri, jamur, dan parasite mudah berkembang.

2.1.3.2 Ketegangan psikis

Ketegangan psikis merupakan kondisi yang dialami

seseorang akibat dari meningkatnya beban pikiran akibat dari

kondisi yang tidak menyenangkan atau sulit diatasi. Meningkatnya

beban pikiran memicu peningkatan sekresi hormone adrenalin.

Meningkatnya sekresi hormon adrenalin menyebabkan


penyempitan pembuluh darah dan mengurangi elastisitas

pembuluh darah. Kondisi ini menyebabkan aliran hormon

estrogen ke organorgan tertentu termasuk vagina terhambat

sehingga asam laktat yang dihasilkan berkurang. Berkurangnya

asam laktat menyebabkan keasaman vagina berkurang sehingga

bakteri, jamur, dan parasit penyebab keputihan mudah

berkembang. Penelitian Agustiyani D. dan Suryani (2011) di

Yogyakarta menemukan bahwa remaja yang tingkat stressnya

sedang bahkan tinggi lebih mudah mengalami keputihan.

2.1.3.3 Kebersihan diri

Kebersihan diri merupakan suatu tindakan untuk menjaga

kebersihan dan kesehatan untuk kesejahteraan fisik dan psikis,

Keputihan yang abnormal banyak dipicu oleh cara wanita dalam

menjaga kebersihan dirinya, terutama alat kelamin. Kegiatan

kebersihan diri yang dapat memicu keputihan adalah penggunaan

pakaian dalam yang ketat dan berbahan nilon, cara membersihkan

alat kelamin (cebok) yang tidak benar, penggunaan sabun vagina

dan pewangi vagina, penggunaan pembalut kecil yang terus

menerus di luar siklus menstruasi.

2.1.4 Patofisiologi

Banyak hal sebenarnya yang membuat wanita rawan terkena

keputihan patologis. Biasanya penyebab keputihan patologis ini karena

kuman. Di dalam vagina sebenarnya bukan tempat yang steril, berbagai


macam kuman ada disitu. Flora normal didalam vagina membantu

menjaga keasaman PH vagina, pada keadaan yang optimal. PH vagina

seharusnya antara 3,5-5,5. flora normal ini bisa terganggu. Misalnya

karena pemakaian antiseptic untuk daerah vagina bagian dalam.

Ketidakseimbangan ini mengakibatkan tumbuhnya jamur dan kuman-

kuman yang lain. Padahal adanya flora normal dibutuhkan untuk

menekan tumbuhan yang lain itu untuk tidak tumbuh subur. Kalau

keasaman dalam vagina berubah, maka kuman-kuman lain dengan mudah

akan tumbuh sehingga akibatnya bisa terjadi infeksi yang akhirnya

menyebabkan keputihan yang berbau, gatal dan menimbulkan

ketidaknyamanan (Silvi, 2016)

Menurut Marhaeni (2016) Proses fisiologis keputihan, yaitu

Proses menstruasi pada wanita terjadi dalam tiga tahapan, yaitu

proliferasi, sekresi, dan menstruasi. Pada masing-masing poses

mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap endometrium. Keputihan

secara fisiologis terjadi sebelum menstruasi karena pengaruh dari proses

menstruasi yang melibatkan hormon estrogen dan progesteron. Pada

proses proliferasi terjadi pembentukan hormone estrogen oleh ovarium

yang menyebabkan pengeluaran secret yang berbentuk seperti benang,

tipis dan elastis. Hormon estrogen berperan dalam produksi sekret pada

fase sekretorik, merangsang pengeluaran sekret pada saat wanita

terangsang serta menentukan kadar zat gula dalam sel tubuh (glikogen).

Glikogen digunakan untuk proses metabolisme pada bakteri Lact bacillus


doderlein. Sisa dari proses metabolisme ini akan menghasilkan asam

laktat yang menjaga keasaman vagina yaitu 3,8-4,2.

Pada saat ovulasi terjadi proses sekresi pada endometrium yang

dipengaruhi oleh hormon progesteron. Hormon progesteron menyebabkan

pengeluaran sekret yang lebih kental seperti jeli. Kemaluan wanita

merupakan tempat yang paling sensitif dan merupakan tempat yang

terbukasehingga kuman sangat mudah masuk. Secara anatomi alat

kelamin wanita berdekatan dengan anus dan uretra sehingga kuman yang

berasal dari anus dan uretra tersebut sangat mudah masuk. Kuman yang

masuk ke alat kelamin wanita akan menyebabkan infeksi sehingga dapat

menyebabkan keputihan patologis yang ditandai dengan gatal, berbau,

dan berwarna kuning kehijauan. Vagina wanita dilengkapi dengan barrier

alami yaitu epitel yang cukup tebal, glikogen, dan bakteri Lactobacillus

doderlein yang menghasilkan asidum laktidum sehingga vagina menjadi

asam dan memperkuat daya tahan vagina. Vagina normal mempunyai

bakteri Lactobacillus doderlein lebih banyak yaitu 95% dan bakteri

lainnya yaitu 5%.3 Wanita yang memakai sabun vagina secara terus

menerus dapat membunuh barrier alami vagina karena cairan pencuci

vagina besifat basa (Marhaeni,2016).

Berkurangnya bakteri Lacto bacillus doderlein dalam vagina

menyebabkan bakteri dan jamur lain mudah berkembang dalam vagina

hingga dapat menyebabkan infeksi. Glikogen banyak terdapat pada sel

superfisial mukosa vagina sejak bayi hingga wanita mencapai menopause.


Vagina wanita yang tidak hamil dijaga kelembabannya oleh sekret uterus,

sedangkan pada saat hamil terdapat sekret vagina yang asam dalam

jumlah yang banyak. Bakteri Lactobacillus doderlein pada wanita yang

hamil lebih banyak daripada wanita yang tidak hamil sehingga

menyebabkan banyak pengeluaran sekret. Peningkatan ini yang

menyebabkan pada wanita hamil sering mengalami peningkatan

keputihan (Marhaeni,2016).

2.1.5 Tanda dan Gejala

2.1.5.1 Keluarnya cairan berwarna putih, kekuningan atau putih kelabu

dari saluran vagina. Cairan ini dapat encer atau kental dan

kadang-kadang berbusa. Mungkin gejala ini merupakan proses

normal sebelum atau sesudah haid pada wanita tertentu.

2.1.5.2 Pada penderita tertentu, terdapat rasa gatal yang menyertainya.

Biasanya keputihan yang normal tidak disertai dengan rasa

gatal. Keputihan juga dalam dialami oleh wanita yang terlalu

lelah atau yang daya tahan tubuhnya lemah. Sebagian besar

cairan tersebut berasal dari leher rahim, walaupun ada yang

berasal dari vagina yang terinfeksi atau alat kelamin luar.

2.1.5.3 Pada bayi perempuan yang baru lahir, dalam waktu satu hingga

sepuluh hari dari vaginanya dapat keluar cairan akibat

pengaruh hormone yang dihasilkan oleh plasenta atau uri.


2.1.5.4 Gadis muda terkadang juga mengalami keputihan, sesaat

sebelum

masa pubertas. Biasanya gejala ini akan hilang dengan

sendirinya.

2.1.5.5 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang

dilakukan :

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan biokimia dan

urinalisis.

2) Kultur urin untuk menyingkirkan infeksi bakteri pada

traktus urinarius

3) Sitologi vagina

4) Kultur sekret vagina

5) Radiologi untuk memeriksa uterus dan pelvis

6) Ultrasonografi (USG) abdomen

7) Vaginoskopi

8) Sitologi dan biopsy jaringan abnormal

9) Tes serologis untuk Brucellosis dan herpes

10) Pemeriksaan PH vagina.

11) Penilaian swab untuk pemeriksaan dengan larutan garam

fisiologis dan KOH 10 %

12) Pulasan dengan pewarnaan gram .

13) Pap smear.

14) Biopsi.
15) Test biru metilen.

2.1.5.6 Komplikasi Keputihan Sesungguhnya, pemberian antibiotik

maupun antijamur sangat efektif untuk mengatasi keputihan

akibat infeksi. Akan tetapi, bila infeksi tidak teratasi (misalnya

karena terlambat berobat, pengobatan yang tidak tuntas,

maupun infeksi ulang akibat pasangan seks tidak diobati

bersama), akan timbul berbagai komplikasi keputihan sebagai

berikut:

1) Penyebaran infeksi ke daerah organ kewanitaan lain Sebut

saja infeksi mulanya berasal dari dinding vagina. Bila

infeksi belum diatasi, maka infeksi dapat menyebar ke

mulut rahim dan menyebabkan radang mulut rahim

sehingga menimbulkan komplikasi keputihan.

2) Infertilitas, Bila pengobatan keputihan tidak dilakukan,

maka infeksi berlanjut lagi ke rahim, saluran telur atau

mencapai indung telur hingga menimbulkan kemungkinan

terjadinya infertilitas.

3) Gagal ginjal, Pada kasus rembetan infeksi yang agak

ekstreme, infeksi dapat menyebar ke ginjal hingga

kemungkinan terburuknya dapat terjadi gagal ginjal.

4) Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease

[PID]) Pada trikomoniasis dan klamidia, sering kali tejadi

perluasan infeksi ke daerah panggul. Perluasan infeksi ini


dikenal dengan nama penyakit radang panggul (PID). PID

dapat menyebabkan kerusakan pada indung telur, saluran

telur, dan struktur organ reproduksi lainnya. Kerusakan ini

dapat mengakibatkan terjadinya nyeri panggul kronis,

kehamilan ektopik, hingga infertilitas.

5) Sepsis, Infeksi yang semakin meluas juga dapat

menyebabkan infeksi seluruh tubuh apabila kuman berhasil

masuk hingga system peredaran darah atau kelenjar getah

bening.

6) Bila perempuan dengan keputihan masih berhubungan seks

dengan suami atau pasangan seks yang tidak sakit,

mungkin akan terjadi penularan infeksi kepada

pasangannya.

7) Depresi dan masalah seksual Karena keputihan akibat

infeksi biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman pada

daerah kewanitaan, beberapa perempuan akan merasa

malu, menyalahkan diri sendiri dan berujung pada depresi.

Masalah seksual juga dapat terjadi akibat depresi maupun

hilangnya minat pasangan akibat adanya keputihan

maupun bau tidak sedap yang biasa menyertai adanya

keputihan ini. Oleh karena itu, setiap keputihan patologis

hendaknya diobati hingga tuntas sebagai bentuk


pencegahan keputihan dan dengan mengenali gejala

keputihan, perluasan infeksi dapat dihindari.

Menurut Marhaeni (2016) Dampak keputihan Keputihan fisiologis

dan patologis mempunyai dampak pada wanita. Keputihan fisiologis

menyebabkan rasa tidak nyaman pada wanita sehingga dapat

mempengaruhi rasa percaya dirinya. Keputihan patologis yang

berlangung terus menerus akan menganggu fungsi organ reproduksi

wanita khususnya pada bagian saluran indung telur yang dapat

menyebabkan infertilitas. Pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran,

Kematian Janin dalam Kandungan (KJDK), kelainan kongenital, lahir

premature.

2.1.6 Penatalaksanaan

2.1.6.1 Untuk menghindari komplikasi yang serius dari keputihan (fluor

albus), sebaiknya penatalaksanaan dilakukan sedini mungkin

sekaligus untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab

lain seperti kanker leher rahim yang juga memberikan gejala

keputihan berupa sekret encer, berwarna merah muda, coklat

mengandung darah atau hitam serta berbau busuk.

2.1.6.2 Penatalaksanan keputihan tergantung dari penyebab infeksi seperti

jamur, bakteri atau parasit. Umumnya diberikan obat-obatan untuk

mengatasi keluhan dan menghentikan proses infeksi sesuai dengan

penyebabnya. Obat-obatan yang digunakan dalam mengatasi

keputihan biasanya berasal dari golongan flukonazol untuk


mengatasi infeksi candida dan golongan metronidazol untuk

mengatasi infeksi bakteri dan parasit. Sediaan obat dapat berupa

sediaan oral (tablet, kapsul), topikal seperti krem yang dioleskan

dan uvula yang dimasukkan langsung ke dalam liang vagina.

Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual, terapi

juga diberikan kepada pasangan seksual dan dianjurkan untuk

tidak berhubungan seksual selama masih dalam pengobatan.

Selain itu, dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan daerah

intim sebagai tindakan pencegahan sekaligus mencegah

berulangnya keputihan yaitu dengan :

1) Pola hidup sehat yaitu diet yang seimbang, olah raga rutin,

istirahat cukup, hindari rokok dan alkohol serta hindari stress

berkepanjangan.

2) Setia kepada pasangan. Hindari promiskuitas atau gunakan

kondom untuk mencegah penularan penyakit menular seksual.

3) Selalu menjaga kebersihan daerah pribadi dengan menjaganya

agar tetap kering dan tidak lembab misalnya dengan

menggunakan celana dengan bahan yang menyerap keringat,

hindari pemakaian celana terlalu ketat. Biasakan untuk

mengganti pembalut, pantyliner pada waktunya untuk

mencegah bakteri berkembang biak.

4) Biasakan membasuh dengan cara yang benar tiap kali buang air

yaitu dari arah depan ke belakang.


5) Penggunaan cairan pembersih vagina sebaiknya tidak

berlebihan karena dapat mematikan flora normal vagina. Jika

perlu, lakukan konsultasi medis dahulu sebelum menggunakan

cairan pembersih vagina.

6) Hindari penggunaan bedak talkum, tissue atau sabun dengan

pewangi pada daerah vagina karena dapat menyebabkan iritasi.

7) Hindari pemakaian barang-barang yang memudahkan

penularan seperti meminjam perlengkapan mandi dsb. Sedapat

mungkin tidak duduk di atas kloset di WC umum atau biasakan

mengelap dudukan kloset sebelum menggunakannya.

Menurut Marhaeni (2016) Cara mencegah keputihan :

2.6.3.1 Menjaga kebersihan alat kelamin Vagina

Secara anatomis berada di antara uretra dan

anus. Alat kelamin yang dibersihkan dari belakang

ke depan dapat meningkatkan resiko masuknya

bakteri ke dalam vagina. Masuknya kuman ke dalam

vagina menyebabkan infeksi sehingga dapat

menyebabkan keputihan. Cara cebok yang benar

adalah dari depan ke belakang sehingga kuman

yang berada di anus tidak dapat masuk ke dalam

vagina.

2.6.3.2 Menjaga kebersihan pakaian dalam


Pakaian dalam yang tidak disetrika dapat

menjadi alat perpindahan kuman dari udara ke

dalam alat kelamin. Bakteri, jamur, dan parasit

dapat mati dengan pemanasan sehingga menyetrika

pakaian dalam dapat menghindarkan infeksi kuman

melalui pakaian dalam. Tidak bertukar handuk

Handuk merupakan media penyebaran bakteri,

jamur, dan parasit. Handuk yang telah

terkontaminasi bakteri, jamur, dan parasit apabila

digunakan bisa menyebabkan kuman tersebut

menginfeksi pengguna handuk tersebut sehingga

gunakan handuk untuk satu orang.

2.6.3.3 Menghindari celana ketat

Celana ketat dapat menyebabkan alat kelamin

menjadi hangat dan lembab. Alat kelamin yang

lembab dapat meningkatkan kolonisasi dari bakteri,

jamur, dan parasit. Peningkatan kolonisasi dari

kuman tersebut dapat meningkatkan infeksi yang

bisa memicu keputihan, maka hindari memakai

celana ketat terlalu lama.

2.6.3.4 Menghindari cuci vagina


Produk cuci vagina dapat membunuh flora

normal dalam vagina. Ekosistem dalam vagina

terganggu karena produk pencuci vagina bersifat

basa sehingga menyebabkan kuman dapat

berkembang dengan baik. Produk cuci vagina yang

digunakan harus sesuai dengan pH normal vagina,

yaitu 3,8-4,2 dan sesuai dengan petunjuk dokter.

2.6.3.5 Mencuci tangan sebelum mencuci alat kelamin

Tangan dapat menjadi perantara dari kuman

penyebab infeksi. Mencuci tangan sebelum

menyentuh alat kelamin dapat menghindarkan

perpindahan kuman yang menyebabkan infeksi

2.6.3.6 Sering menganti pembalut

Mengganti pembalut minimal 3-4 kali sehari

dapat menghindari kelembaban.

2.6.3.7 Mengelola stress

Stres dapat meningkatkan hormone adrenalin

yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Pembuluh darah yang sempit menyebabkan aliran

estrogen ke vagina terhambat sehingga dengan

menghindari stres dapat mengurangi keputihan.

2.6.3.8 Personal Hygiene


Menurut Mubarak (2007) personal hygiene adalah upaya

seseorang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan dirinya

untuk memperoleh kesejahteraan fisik dan psikologis. Kebersihan

diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang

dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik

maupun psikologis (Alimul, 2006). Sebagaimana halnya bagian

tubuh yang lain kulit membutuhkan oksigen, zat-zat makanan dan

air, perlu mendapat kesempatan membersihkan sel-selnya dari

kotoran agar supaya bisa meningkatkan kesehatan. Untuk menjaga

kebersihan kulit ada beberapa cara yang dapat dilakukan :

1) Mandi minimal 2x sehari

2) Menjaga kebersihan pakaian

3) Menjaga kebersihan lingkungan

4) Makan makanan bergizi terutama sayur dan buah (Susanti D,

2013).

2.2 Konsep Keputihan Pada Remaja

Menurut Wong, (2012) Masa remaja merupakan masa peralihan dari

masa anak ke masa dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang

dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja terdiri dari

tiga sub fase yaitu masa remaja awal (usia 11-14 tahun), masa remaja

pertengahan (usia 15-17 tahun) dan masa remaja akhir (usia 18-20 tahun).

Secara psikologis usia remaja adalah usia ketika seseorang mengalami

peralihan antara usia anak-anak dan dewasa. Usia remaja merupakan usia
yang penuh tekanan, suatu tahapan ketika sifat-sifat manusia yang baik dan

yang buruk tampil secara bersamaan. Masa remaja mengalami perkembangan

fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan seksual. Perubahan

fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas hormonal di bawah

pengaruh system saraf pusat. Perbedaan fisik antara kedua jenis kelamin

ditentukan berdasarkan karakteristik seks primer yaitu organ internal dan

eksternal yang melaksanakan fungsi reproduktif misalnya ovarium, uterus,

payudara dan penis (Wong, 2012)

2.3 Hasil penelitian berdasarkan Jurnal Ilmiah

Persepsi dan upaya pencegahan keputihan remaja putri SMA

Muhammadiyah 1 Semarang tahun 2013

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kesehatan reproduksi pada wanita

khususnya pada remaja putri untuk dilakukan upaya pencegahan keputihan

dengan tidak menggunakan sabun pembersih kewanitaan yang mengandung

bahan kimia. Hal tersebut dapat menyebabkan tingkat keasaman pada daerah

kewanitaan meningkat sehingga bakteri didalam vagina dapat mati dan dari

situlah bias timbul keputihan. Upaya selanjutnya dengan tidak menggunakan

celana dalam yang ketat, sehingga menyebabkan gerah dan peredalan darah tidak

lancar. Selain itu dalam mencegah keputihan yaitu dengan menjaga kebersihn
daerah vagina, mencuci bagian vulva dengan bersih dan menjaga agar tetap

kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan jamur.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Cahyaning (2010) yang

menunjukan bahwa perilaku pencegahan keputihan pada remaja di SMA 2

Rembang sebagian besar mempunyai perilaku yang cukup baik sebanyak 42,5%.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Prasetyowati

(2009) menunjukan remaha yang membersihkandaerah kewanitaan tidak baik

mempunyai peluang 3,5 kali terjadi keputihan diibandingkan pada remaja putri

yang membersihkan daerah kewanitaan dengan baik. Remaja yang tidak baik

membersihkan daerah sebanyak 42 orang (84%) mengalami keputihan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keputihan pada wanita usia subur

(WUS) di Kelurahan Rowosari Semarang tahun 2016

Hasil penelitian menunjukan vulva hygine sangat mempengaruhi untuk

terjadinya keputihan. Hal ini menunjukan bahwa perawatan organ reproduksi

dengan melakukan tindakan hygiene termasuk mencuci organ intim dengan air

bersih, menjaga kelembaban organ intim dan tidak menggunakan pembalut yang

wangi yang merupakan tindakan vulva hygiene sangat mempengaruhi terjadinya

keputihan pada wanita usia subur.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Siti

Nurhandini (2012) tentang hubungan personal hygiene dengan keputihan pada

wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Lingkar Timur dengan hasil
penelitian menunjukan dari 29 wanita usia subur terdapat 22 orang (75,9%)

wanita usia subur personal hygiene tidak baik mengalami keputihan sedangkan

dari 56 wanita usia subur terdapat 30 orang (53,4%) wanita usia subur dengan

personal hygiene yang baik tidak mengalami keputihan.

BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI PADA Nn. A USIA

14 TAHUN DENGAN KEPUTIHAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

PRANGGANG

3.1 Data Subjektif

Anamnesa dilakukan oleh : Bidan Di : Sekolah

Tanggal : 16-01-2020 Pukul : 08. 00WIB

3.1.1 IDENTITAS KLIEN

Nama Klien : Nn. A

Umur : 14 Thn

Suku/ Bangsa : Jawa/Indo


Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Alamat : Plosoklaten

3.1.2 Alasan kunjungan saat ini

Nn A mengatakan ingin memeriksakan keadaannya.

3.1.3 Keluhan utama

Nn. A mengatakan mengalami keputihan selama 3 hari dengan

konsistensi putih bening, kadang banyak, tidak gatal

3.1.4 Riwayat menstruasi

 Menarche : 12 thn

 Siklus menstruasi : 28 hari (teratur)

 Lama : 6-7 hari

 Banyaknya darah : mengganti pembalut 3x dalam sehari

 Konsistensi : Cair

 Dysmenorhoe : Ya (sebelum menstruasi)

 Flour albus : Ya

Warna: Putih bening Bau: - Gatal: -

 HPHT : 08 – 01 - 2020

3.1.5 Riwayat kesehatan keluarga

a. Keturunan kembar : tidak ada

Dari pihak siapa :-

b. Penyakit keturunan : tidak ada Dari pihak siapa: -


Jenis penyakit :-

c. Penyakit lain dalam keluarga : tidak ada Dari pihak siapa: -

Jenis penyakit :-

3.1.6 Riwayat kesehatan yang lalu

 Penyakit menahun : tidak ada

 Penyakit menurun : tidak ada

 Penyakit menular : tidak ada

3.1.7 Latar belakang budaya dalam keluarga

 Kebiasaan/upacara adat istiadat : Tidak ada

 Kebiasaan keluarga yang menghambat : Tidak ada

 Kebiasaan keluarga yang menunjang : Tidak dilakukan

 Dukungan dari keluarga yang lain : Keluarga & orang tua

3.1.8 Pola kebiasaan sehari-hari

a. Pola Nutrisi : makan 3x dalam sehari

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

b. Pola Eliminasi : BAB 1x sehari BAK 2-4x sehari

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

c. Pola istirahat tidur : Siang 1-2 jam dan Malam 7-8 jam

Keluhan yang dirasakan : tidak ada


d. Pola Aktivitas : Sehari - hari melakukan kegiatan

sekolah, menyapu, mengepel, mengaji,

dll

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

e. Pola seksualitas : Belum menikah

Keluhan yang dirasakan : tidak ada

f. Perilaku Kesehatan

Penggunaan obat/jamu/rokok, dll : tidak

Penggunaan obat/jamu/rokok, dll : tidak

g. Personal Hygiene

Mandi, keramas, gosok gigi : 2x sehari

Ganti celana dalam dan pembalut : 3-4x sehari

Cara membersihkan genetalia : dari depan kebelakang

Keluhan yang dirasakan : Tidak ada

3.2 Data Objektif

3.2.1 Pemeriksaan Umum

 Kesadaran : Composmentis

 TD : 100/70 mmhg

 Suhu : 36,3 oC

 Nadi : 81x/menit

 RR : 21x/menit

 BB sekarang : 45 kg

 TB : 155 cm
 LILA : 23 cm

3.2.2 Pemeriksaan Khusus

a. INSPEKSI

 Kepala : Bentuk mesocephal, persebaran rambut

merata, kulit kepala bersih, tidak ada

ketombe, rambut tidak mudah rontok.

 Muka : Kelopak mata : Simetris, tidak oedema (kanan+kiri)

Conjungtiva : tidak pucat (kanan+kiri)

Sklera : tidak kuning (kanan+kiri)

 Mulut dan gigi : Bibir : sedikit pucat

Lidah : tampak bersih

Gigi : tidak ada perdarahan gigi

 Hidung : Simetris : simetris

Sekret : tidak ada

Kebersihan : bersih

 Leher : Pembesaran vena jugularis : tidak ada

Pembesaran kelenjar thyroid: tidak ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

 Dada : pembesaran/benjolan : tidak ada

 Perut : Pembesaran : tidak ada

Bekas luka operasi : tidak ada

 Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan


 Ekstremitas atas dan bawah : Oedema : (-)

Varises : (-)

b. PALPASI

 Leher : Pembesaran vena jugularis : tidak ada

Pembesaran kelenjar thyroid: tidak ada

Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada

 Dada : Benjolan/ Tumor : tidak ada

Keluaran :-

 Perut : Pembesaran lien/ liver : tidak ada

 Ekstremitas atas dan bawah : Oedema :-

c. AUSKULTASI:

Dada : tidak dilakukan pemeriksaan

Perut : tidak dilakukan pemeriksaan

d. PERKUSI

1. Reflek Patela : kanan (+), Kiri (+)

2. Perut : tidak kembung

3.2.3 Pemeriksaan laboratorium

- Hb : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Golongan darah : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Albuminuria : Tidak dilakukan pemeriksaan

- Reduksi Urine : Tidak dilakukan pemeriksaan


3.2.4 Pemeriksaan penunjang

Tidak dilakukan pemeriksaan

3.3 ANALISA/DIAGNOSA:

Diagnosis : Nn. A usia 14 tahun dengan flour albus

DS : Keluar cairan dari vagina berwarna putih bening tidak berbau

tidak gatal dan kadang-kadang banyak.

DO : K/U : baik Kesadaran : Composmentis

TD : 100/70 mmhg Suhu : 36,3 oC

Nadi : 81x/menit RR : 21x/menit

BB sekarang : 45 kg TB : 155 cm

LILA : 23 cm

3.4 INTERVENSI

Diagnosa : Keputihan

Tujuan : Klien mengerti penjelasan dari petugas tentang keadaannya


saat ini

Kriteria : Klien mengerti atau memahami keadaannya saat ini.

Intervensi:

a). Jelaskan tentang hasil pemeriksaan pada klien

R/ klien dapat mengetahui keadaannya saat ini

b). Jelaskan tentang cara menangani dan mencegah keputihan


R/Menambah pengetahuan sehingga lebih kooperatif terhadap tindakan

dari petugas.

c). Memberitahu klien agar mengganti pakaian dalam jika terasa

basah/lembab

R/ Memberitahu klien tentang salah satu penyebab timbulnya keputihan

adalah karena pakaian dalam yang lembab yaitu mempercepat cara kerja

jamur dan bakteri untuk terjadi keputihan.

d). Menjelaskan pada klien untuk tidak menggaruk keputihan nya apabila

gatal

R/Memberitahu klien agar klien mengetahui bahwa dengan menggaruk

hanya akan menyebarkan bakteri ketempat lain dan bakteri mudah masuk

karena kulit terluka.

e). Memberitahu klien agar menjaga kebersihan dirinya, khususnya daerah

kewanitaannya

R/ Menambah pengetahuan sehingga lebih kooperatif terhadap tindakan

dari petugas.

f). Jelaskan pada klien untuk melakukan kontrol ulang jika sakit berlanjut

R/Mengetahui lebih lanjut keadaan klien

3.5 IMPLEMENTASI

1. Memberitahu Nn. A mengenai hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dalam

keadaan normal

2. Memberitahu Nn. A cara pencegahan dan penanganan keputihan yaitu

dengan menjaga kebersihan diri diantaranya membersihkan bagian daerah


genital dan menjaga agar tetap kering, menghindari penggunaan cairan

pembersih kewanitaan yang mengandung PH yang dapat merangsang

munculnya jamur dan bakteri, serta mengganti celana dalam jika lembab

dan basah.

3. Menganjurkan Nn. A untuk mengganti pakaian dalam apabila terasa

lembab/basah, supaya tidak mempercepat cara kerja jamur.

4. Memberitahu Nn. A untuk tidak menggaruk vagina apabila keputihan

terasa gatal.

5. Menganjurkan Nn. A untuk selalu menjaga kebersihan diri, khususnya

daerah kewanitaan nya.

6. Menganjurkan Nn. A ke fasilitas kesehatan apabila mengalami keputihan

atau flour albus yang tidak normal seperti keputihan yang berwarna hijau,

berbau dan terasa gatal.

3.6 EVALUASI

Data Subjektif : Klien mengatakan sudah mengerti tentang penjelasan yang

diberikan petugas kesehatan.

Data objektif : Klien mampu mengulang penjelasan yang telah diberikan oleh

petugas kesehatan dengan sederhana

Analisa /Diagnosa : Keputihan pada remaja

Penatalaksanaan :

1. Klien bersedia untuk melakukan kontrol ulang jika keputihan nya belum

teratasi.
2. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan diri khususnya untuk organ

genitalia nya.

Pada tanggal 23 Januari 2020 dilakukan evaluasi setelah seminggu

diberikan KIE tentang cara mengatasi keputihan yang dialami Nn. A,

Konsultasi melalui Whatsapp Nn. A mengatakan sudah tidak lagi mengalami

keputihan. Selanjutnya adalah dengan mengingatkan klien agar tetap

menjaga kebersihan diri dan genitalnya dan tidak menggunakan cairan

pembersih vagina untuk mencegah keputihan terjadi lagi.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan

Berdasarkan dari data subjektif didapatkan keluhan Nn.A Pada kasus

keputihan. Berdasarkan keluhan tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan

oleh Kusmiran (2011), Flour albus/Keputihan adalah merupakan

tanda dan gejala yang ditandai dengan keluarnya cairan dari

alat kelamin wanita yang berwarna putih atau bening, tidak


berupa darah di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak,

serta disertai rasa gatal setempat.

Berdasarkan jurnal Rahayu, (2015) Vulva hygiene sangat

mempengaruhi untuk terjadinya keputihan. Hal ini menunjukan

bahwa perawatan organ reproduksi dengan melakukan tindakan

higienis termasuk mencuci organ intim dengan air bersih,

menjaga kelembaban organ intim dan tidak menggunakan

pembalut yang wangi yang merupakan tindakan vulva hygiene

sangat mempengaruhi terjadinya keputihan pada wanita usia

subur.

Dari penatalaksanaan yang dilakukan bidan pada Nn. A diharapkan untuk

menerapkan pola hidup sehat dengan menjaga kebersihan diri, supaya tidak

terjadi keputihan lagi dengan mengganti pakaian dalam sesering mungkin pada

saat keputihan, tidak menggunakan produk untuk pembersih kewanitaan, cara

membersihkan vagina dengan benar, tidak menggunakan barang-barang yang

memudahkan penularan seperti handuk, dll. Serta mau memeriksakan diri ke

pelayanan kesehatan jika belum teratasi. Selain itu diharapkan siswi

mendapatkan nutrisi yang cukup dan istirahat yang cukup agar terpenuhi

kebutuhannya dan siswi diharapkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi

dan minum air putih yang cukup agar tidak dehidrasi.

Setelah 1 minggu mengikuti kasus Nn. A yang sudah diberikan asuhan

tentang kharakteristik keputihan dan faktor penyebab keputihan


pada pola kehidupan sehari-hari, pola nutrisi dan pola hygine

dari alat genitalnya Nn. A mengatakan kondisinya sekarang jauh

lebih baik dan keputihannya sudah tidak ada lagi. Berdasarkan

hasil follow up dari klien, asuhan yang diberikan sudah efektif

dan berhasil mengatasi keputihan. Maka dapat disimpulkan

tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Asuhan kebidanan yang sudah diberikan pada Nn. A sudah efektif, karena

sudah berhasil mengatasi keputihan, maka tidak ada kesenjangan antara teori dan

kasus. Berdasarkan kasus asuhan yang sudah diberikan adalah menerapkan pola

hidup sehat dengan menjaga kebersihan diri, supaya tidak terjadi keputihan lagi

dengan mengganti pakaian dalam sesering mungkin pada saat keputihan, tidak

menggunakan produk untuk pembersih kewanitaan, cara membersihkan vagina

dengan benar, tidak menggunakan barang-barang yang memudahkan penularan

seperti handuk, dll. Serta mau memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan jika

belum teratasi. Selain itu diharapkan siswi mendapatkan nutrisi yang cukup dan

istirahat yang cukup agar terpenuhi kebutuhannya dan siswi diharapkan untuk

mengkonsumsi makanan yang bergizi dan minum air putih yang cukup agar tidak

dehidrasi.

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Siswi

Bagi siswi yang mengalami keputihan hendaknya memeriksakan

dirinnya ke bidan atau ke puskesmas untuk mengetahui cara mengatasi dan

penanganan atau terapi.

5.2.2 Bagi Institusi Kesehatan

Diharapkan institusi kesehatan dapat menerapkan pendidikan asuhan

kebidanan pada remaja dengan tetap dalam proses belajar mengajar dan
perbaiki praktek pembelajaran jadi lebih efektif dan lebih efesien sehingga

kualitas sumber daya di institusi meningkat

5.2.3 Bagi Penulis

Agar lebih meningkatkan dan mengembangkan lagi pengetahunan

tentang keputihan sehingga kedepannya dapat memberikan asuhan yang

komprehensif dan meningkatkan pelayanan berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Abrori, dkk. 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Keputihan Patologis Siswi Sman 1 Simpang Hilir Kabupaten
Kayong Utara. Semarang : Unnes Journal of Public Health 6
Johar, 2013. Persepsi dan upaya pencegahan keputihan pada remaja putri di SMA
Muhammadiyah 1 Semarang. Semarang : Jurnal keperawatan maternitas
Marhaeni, 2016. Keputihan Pada wanita. Bali : Jurnal Kebidanan

Pratiwi, E. 2015. Jurnal Kebidanan Gangguan System Reproduksi Pada Nn. H Umur 18
Tahun Dengan Flour Albus Di PKD Bhakti Ibu Klodran Kolomadu Karanganyar.
Surakarta : Stikes Kusuma Husada

Pratiwi, R. dkk. 2018. Hubungan Pengetahuan, Stres, Penggunaan Anti Septik Dan
Penggunaan Pembalut Dengaan Kejadian Fluor Albus Pada Remaja Siswi
SMA Negeri 8 Kendari Tahun 2017. Kendari : Jimkesmas

Rahayu, 2015. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keputihan pada wanita usia
subur (WUS) kelurahan Rowosari Semarang. Semarang : UMS

Rini, S.P. 2016. Hubungan Perilaku Vulva Higiene Dengan Kejadian Keputihan
Patologis Pada Siswi Kelas X di SMA Negeri 3 Bantul. Tugas Akhir.
Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah.

Yuni, dkk. 2018. Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Mengenai Personal Hygiene
Dengan Kejadian Keputihan Di Smp N 3 Batam Tahun 2017. Bandung : Jurnal
Kebidanan

Anda mungkin juga menyukai