Anda di halaman 1dari 50

MODEL PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU

POSTPARTUM
Makalah ini
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Konsep Kebidanan

Dosen Pengampu :
Ina Indriati, S. ST.,M.Keb

Oleh :

Risa Nuraisah ( 216026 )

Salsa Farhatur Ramadhani (216027)

Ine Febrianti Suswardani ( 216008 )

Karlina Zhelda Nur Azizah ( 216028 )

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

RS dr. SOEPRAOEN MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan keharibaan Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberi\
taufiq , hidayah , kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas
makalah observasi dari mata kuliah konsep kebidanan dengan Judul “MODEL
PENYEMBUHAN LUKA PERINEUM PADA IBU POSTPARTUM” ini dengan tepat pada
waktunya.

Adapun makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Konsep
Kebidanan di prodi Sarajana Terapan Kebidanan Tingkat 1 Institut Teknologi Sains dan
Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang.

Tak lupa penulis haturkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Ibu Ina Indriati , S.ST.,M.Keb selaku dosen pengampu mata kuliah Konsep Kebidanan di
Institut Teknologi Sains dan Kesehatan RS dr. Soepraoen Malang
2. Bidan CYR selaku narasumber yang telah bersedia berbagi pengalaman dengan pembaca
3. Seluruh pihak yang telah dalam membantu penyelesaian makalah ini

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapan kritik dan saran yang membangun kepada para pembaca agar selanjutnya dapat
lebih baik lagi.

Malang, November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................................2
1.4 Manfaat...............................................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Masa Nifas................................................................................4


2.2 Asuhan Masa Nifas............................................................................................................8
2.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas.......................................................................................8
2.4 Perubahan Psikologis pada Masa Nifas..............................................................................11
2.5 Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Asuhan Masa Nifas..........................................12

BAB III TINJAUAN KASUS

3.1 Pengertian Luka Perineum................................................................................................15


3.2 Jenis Luka Perineum.........................................................................................................15
3.3 Klasifikasi Laserasi Perineum...........................................................................................16
3.4 Etiologi..............................................................................................................................16
3.5 Fisiologi Penyembuhan Luka............................................................................................17
3.6 Kriteria Penyembuhan Luka.............................................................................................18
3.7 Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka..................................................19
3.8 Perawatan Luka Ruptur.....................................................................................................21
3.9 Perawatan Luka Episiotomi..............................................................................................24

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ........................................................................................................................28


4.2 Saran...................................................................................................................................28

ii
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Health Organitation (2016) mencatat setiap hari sekitar 830 wanita meninggal
karena komplikasi terkait dengan kehamilan dan persalinan diseluruh dunia. Komplikasi utama
yang menyebabkan hampir 75% kematian pada kehamilan dan persalinan adalah perdarahan,
infeksi, tekanan darah tinggi selama kehamilan (preeklampsia dan eklampsia), komplikasi
persalinan, aborsi dan sisanya disebabkan oleh atau terkait dengan penyakit seperti AIDS dan
malaria.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2014) mengungkapkan faktor-faktor


penyebab langsung kematian ibu hamil dan persalinan yaitu karena perdarahan (30,3%),
hipertensi (27,1%), infeksi (7,3%), dan lain – lain (40,8 %). Sedangkan faktor tidak langsung
penyebab kematian ibu karena faktor terlambatan penanganan, faktor akses, sosial budaya,
pendidikan, dan ekonomi. Pada tahun 2015 insiden AKI di Indonesia mengalami penurunan
yaitu 305/100.000 kelahiran hidup dibandingkan tahun 2012 dengan insiden angka 359/100.000
kelahiran hidup (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis. Pada proses ini diharapkan ibu
akan melahirkan secara normal dan berada dalam keadaan sehat. Namun apabila proses
kehamilan tidak dijaga dan proses persalinan tidak dikelola dengan baik, maka ibu dapat
mengalami berbagai komplikasi selama kehamilan, persalinan, masa nifas atau postpartum,
bahkan dapat menyebabkan kematian (Manuaba, 2009).

Periode postpartum atau nifas adalah waktu penyembuhan, waktu perubahan, dan waktu
kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap hadirnya anggota keluarga baru
(Mitayani, 2013). Menurut Departemen Kesehatan RI, lamanya masa postpartum dihitung dari
saat selesai persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil dan
lamanya masa postpartum kurang lebih 6 minggu. Pada masa ini kematian ibu masih dapat
terjadi akibat perdarahan atau infeksi (Ambarwati, 2010).

Infeksi pada masa postpartum kemungkinan berasal dari luka jahitan perineum yang
mengalami infeksi. Luka jahitan ini disebabkan oleh episiotomi atau luka sayatan yang

1
mengalami infeksi dan akibat robekan jalan lahir atau robekan perineum. Luka jahitan yang
disebabkan episiotomi maupun robekan perineum membutuhkan waktu untuk sembuh 6 hingga 7
hari. Menurut Handayani (2014) dalam penelitianya menyebutkan bahwa pengetahuan; gizi; dan
personal hygiene berpengaruh terhadap penyembuhan luka perineum di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Sedangkan menurut Smeltzer (2002), fase
penyembuhan luka tergantung pada beberapa faktor, antara lain pengetahuan, personal hygiene,
mobilisasi dini, gizi, status ekonomi, dan cara perawatan perinum yang benar. Menurut
Manuaba, (2009), pengetahuan rendah atau kurang memungkinan terjadi infeksi lebih besar
karena kesalahan dalam perawatan luka perineum.

Bidan sebagai edukator dalam praktiknya memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu
postpartum dan keluarga menggunakan leaflet dan alat peraga. Leaflet digunakan karena
memiliki kelebihan yaitu informasi yang ada lebih mendetail dan mudah untuk dibawa kemana-
mana, sedangkan alat peraga digunakan agar mempermudah klien memahami informasi yang
diberikan. Diharapkan setelah diberikan pendidikan kesehatan dengan leaflet dan alat peraga,
pengetahuan ibu postpartum dan keluarga akan meningkat. Dengan pengetahuan yang meningkat
diharapkan dapat memberikan kontribusi pada upaya mencegah infeksi atau komplikasi untuk
menurunan angka kematian ibu serta meningkatkan derajat kesehatan keluarga.

Oleh karena itulah, kajian mengenai penyembuhan ibu nifas dengan luka perineum dirasa
perlu untuk dipaparkan secara lebih sistematis dan mendalam.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi dari luka perineum ?


b. Bagaimana karakteristik dari luka perineum ?
c. Bagaimana penanganan dan penyembuhan dari ibu nifas dengan luka perineum ?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui definisi dari luka perineum


b. Untuk mengidentifikasi karakteristik dari luka perineum
c. Untuk mengidentifikasi penanganan dan penyembuhan dari ibu nifas dengan luka
perineum

2
1.4 Manfaat

1. Ibu Postpartum

Mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai perawatan luka perineum sehingga


pengetahuan ibu postpartum meningkat.

2. Bagi mahasiswa kebidanan

Menambah wawasan dan sebagai sumber pembelajaran mengenai penyembuhan luka


perineum pada ibu postpartum.

3. Penulis

Memperoleh pengalaman dan wawasan mengenai pelaksanaan penerapan pendidikan


kesehatan penyembuhan luka perineum pada ibu postpartum.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Masa Nifas

a. Definisi nifas

Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6
minggu. Masa nifas atau yang disebut juga masa puerperium, berasal dari bahasa latin, yaitu puer
yang artinya bayi dan partus yang artinya melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan
(Saleha 2009, 2).

Masa nifas adalah masa sesudah kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk
memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6
minggu (Muhaeminah 2003, 2).

Periode Pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan
akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil
(Varney 2007, 958).

Masa Nifas (puerperium) adalah masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah
kira-kira 6 minggu. Akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan (Wiknjosastro 2006, 237).

Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, dan berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Saifuddin 2006, 122).

b. Tahapan masa nifas

Empat minggu pertama setelah persalinan disebut sebagai periode pascanatal atau
pascapartum; ini ditetapkan sebagai periode “tidak kurang dari 10 hari dan tidak lebih dari 28
setelah berakhirnya persalinan dan selama itu, bantuan yang continue harus diberikan oleh bidan
kepada ibu dan bayi”. Selama kurun tersebut, aktivitas bidan adalah memberikan perawatan dan

4
dukungan serta melakukan pemantauan terhadap kesehatan ibu baru dan bayinya (Fraser &
Cooper, 2009).

Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut (Saleha, 2009) adalah sebagai berikut :

1. Periode immediate postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat
banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur
harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.

2. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,
lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu
dapat menyusui dengan baik.

3. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)

Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.

Pendapat lain mengenai tahapan masa nifas disampaikan oleh Ambarwati (2010) yaitu:

1. Puerperium dini: Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial: Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8
minggu.
3. Remote puerperium: Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.

c. Kebutuhan dasar pada masa nifas


 Nutrisi dan cairan

Menurut Yanti dan Sundawatin (2014), nutrisi dan cairan yang diperlukan untuk pemulihan
kondisi kesehatan setelah melahirkan cadangan tenaga serta untuk, memenuhi produksi air susu.
Zat-zat yang dibutuhkan ibu pasca persalinan meliputi kalori, protein, kalsium dan vitamin D,

5
sayuran hijau dan buah, karbohidrat kompleks, lemak, garam, cairan, vitamin, zinc, DHA. Ibu
nifas dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan akan gizinya yaitu :

1. Mengkonsumsi makanan tambahan, kurang lebih 500 kalori tiap hari


2. Makan dengan diet gizi seimbang unttuk memenuhi kebutuhan kabrohidrat, protein,
lemak, vitamin, dan mineral
3. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari
4. Mengkonsumsi tablet besi selama 40 hari postpartum dan,
5. Mengkonsumsi vitamin A 200.000 intra unut.
 Ambulasi

Ambulasi ibu yang baru melahirkan 24 jam pertam setelah kelahiran pervaginaan harus
melakukan ambulasi dini untuk mencegah thrombosis vena serta membantu mengencangkan
otot-otot dasar panggul.

 Eliminasi

Eliminasi BAK/ BAB, diuresis yang nyata akan terjadi pada satu atau dua hari pertama
setelah melahirkan, dan kadang- kadang ibu mengalami kesulitan untuk mengosongkan kandung
kemih. Penatalaksanaan deteksi diperlukan sehubungan kerja usus cenderung melambat dan ibu
yang baru melahirkan mudah mengalami konstipasi. Faktor- faktor diet memegang peranan yang
penting dalam memulihkan faal usus. Ibu mungkin memerlukan bantuan memilih jenis makanan
yang tepat untuk menghindari kontipasi.

 Kebersihan diri dan perenium

Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman.
Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur maupun lingkungan. Beberapa
hal yang dapat dilakukan ibu postpartum dalam menjaga kebersihan diri yaitu: mandi teratur
minimal 2 kali sehari, mengganti pakaian dan mengganti alas tempat tidur, menjaga lingkukan
sekitar tempat tinggal. Melakukan perawatan perenium, mengganti pembalut minimal 2 kali
sehari. Mencuci tangan setiap membersihakn daerah genetalia.

 Istirahat yang cukup

6
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8
jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam
memenuhi kebutuhan istirahatnya antara lain anjurkan ibu untuk cukup istirhat, sarankan ibu
untuk melakukan kegiatan rumah tangga secara perlahan, tidur siang atau istirahat saat bayi
tidur, memeperlambat involusio uteri, menyebabkan depresi dan ketidakmampuan dalam
merawat bayi sendiri.

 Latihan/ Senam Nifas

Nifas organ-organ tubuh wanita akan kembali seperti semula sekitar 6 minggu. Oleh
karena itu, ibu akan berusah memulihkan dan mengencangkan bentuk tubuhnya dengan cara
latihan senam. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan sampai
dengan hari kesepuluh. Beberapa faktor yang menentukan kesiapan ibu untuk memulai senam
nifas, antara lain: Tingkatkan kebugaran tubuh ibu, riwayat persalinan, kemudahan bayi dalam
pemberian asuhan, kesulitan adaptasi postpartum. Tujuan senam nifas yaitu:

1. Membantu mempercepat pemulihan kondisi ibu


2. Mempercepat proses involusi uteri
3. Membantu memulihkan dan mengencangkan otot panggul, perut dan perenium
4. Memperlancar pengeluaran lokea
5. Membantu mengiragi sakit
6. Merelaksasiukan otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan
7. Mengurangi kelainan dan komplikasi masa nifas.

d. Perawatan masa nifas

Beberapa isu terbaru mengenai perawatan masa nifas ialah sebagai berikut:

1. Mobilisasi dini. Senam nifas bertujuan untuk mengurangi lokia dalam rahim,
memperlancar peredaran darah sekitar alat kelamin, dan mempercepat normalisasi alat
kelamim.

7
2. Rooming in (perawatan ibu dan anak dalam 1 ruang/ kamar). Meningkatkan
pemberian ASI, bounding attachment, mengajari ibu cara perawatan bayi terutama pada
ibu primipara, dimulai dengan penerapan IMD.
3. Pemberian ASI. Untuk meningkatkan volume ASI pada masa nifas, ibu dapat
memberikan terapi pijat bayi.(Dewi, 2011)

2.2 Asuhan Masa Nifas

Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pasien
mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti
sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil.

Perubahan fisiologis yang luar biasa terjadi selama kehamilan sehingga tidak
mengherankan bila periode penyesuaian fisiologis dan pemulihan setelah akhir kehamilan
merupakan hal yang kompleks dan berkaitan erat dengan status kesehatan individu secara
keseluruhan. Penatalaksanaan asuhan pascapartum pada wanita di negara maju memiliki
kebutuhan kesehatan yang berbeda dengan negara dengan sumber yang terbatas. Oleh karena
itu, gambaran kesehatan masyarakat tampaknya berkaitan langsung dengan peran dan
tanggung jawab bidan terhadap ibu pascapartum dan bayi mereka yang baru lahir. Ketika
sumber kesehatan yang tersedia hanya sedikit, hal yang lebih penting adalah memberikan
perawatan yang tepat kepada ibu sebagai individu daripada mengikuti pola perawatan yang
didasarkan pada tugas atau prosedur rutin (Fraser & Cooper, 2009).

Adapun tujuan dari pemberian asuhan kebidanan pada masa nifas menurut (Saifuddin
2006, 122) adalah sebagai berikut :

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.


b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau
merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri, nutrisi, keluarga berencana,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d. Memberikan plelayanan keluarga berencana.

2.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas

8
 Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi
1. Involusio atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke
kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah
plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
2. Lochia adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
a) Lochia Rubra (Cruenta): berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium selam dua hari masa persalinan.
b) Lochia Sanguilenta: berwarna coklat, sedikit darah dan lender. Hari ketiga sampai
ketujuh pasca persalinan.
c) Lochia Serosa: berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ketujuh sampai
empat belas pasca persalinan.
d) Lochia Alba: cairan putih setelah 2 minggu pasca persalinan (Muchtar 1998, 116).
3. Uterus. Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat, segera setelah
plasenta lahir, tinggi fundus uteri ± 2 jari dibawah pusat dan beratnya kira-kira 200 gram.
Pada hari ke 5 post partum uterus kurang lebih setinggi 7 cm diatas simfisis dan beratnya
± 500 gram dan setalah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis dan beratnya
menjadi 300 gram, setelah 6 minggu post partum, berat uterus menjadi 40 – 60 gram
(Wiknjosastro 2006, 238).
4. Serviks. Setelah persalinan bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah
kehitaman. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk ke rongga rahim, setelah 2 jam
dapat dilalui 1 jari (Mochtar 1998, 116).
5. Vulva dan vagina. Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6 – 8 minggu
post partum. Penurunan hormon estrogen pada masa post partum berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali sekitar
minggu ke – 4. (Wulandari 2009, 80).
6. Endometrium. Perubahan pada endometrium adalah timbulnya thrombosis, degenerasi,
dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5
mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin
setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas
implantasi plasenta (Saleha 2009, 56).

9
7. Rasa sakit (after pains). Hal ini disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2 – 4
hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal. ini dan bila
terlalu mengganggu dapat diberikan obat – obat anti sakit dan anti mules (Mochtar 1998,
116).
 Perubahan yang terjadi pada Payudara

Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses
menyusui mempunyai mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut :

Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya
untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan ketika hormon yang
dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitary akan mengeluarkan
prolactin (hormone laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada
payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah sehingga
timbul rasa hangat, bengakak dan rasa sakit. Sel- sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai
berfungsi. Ketika bayi mengisap puting, refleks saraf merangsang lobus posterior pituitary untuk
menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang reflex let down (mengalirkan), sehingga
menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus laktiferus payudara ke duktus yang terdapat pada puting.
Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan pompa sel-sel acini terangsang untuk
menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat berlanjut sampai waktu yang cukup lama
(Saleha 2009, 58).

 Perubahan pada Sistem Perkemihan

Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang puerperium
mengalami sulit buang air kecil, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh
iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya edema kandung kemih
yang terjadi selama persalinan. Kadang-kadan oedema dari trigonium menimbulkan obtruksi dari
uretra sehingga sering terjadi retensio urin. Kandung kemih dalam puerperium sangat kurang
sensitife dan kapasitasnya bertambah, sehinga kandung kemih penuh atau sesudah buang air
kecil masih tertinggal urin residu (normal ± 15 cc). Sisa urin dan trauma pada kandung kencing
pada waktu persalinan memudahkan terjadinya infeksi (Wulandari dkk. 2009, 81).

 Perubahan pada Sistem Endokrin

10
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar otak bagian belakang (posterior), bekerja terhadap otot
uterus dan jaringan payudara. Selama tahap tiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan
plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan kontraksi, mengurangi tempat
plasenta dan mencegah pendarahan. Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang
bayi merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus kembali kebentuk normal dan
membantu pengeluaran ASI (Wulandari 2009, 83).

Prolaktin akan keluar jika kadar estrogen menurun dan menimbulkan terangsangnya
kelenjar pituitari bagian belakang, hormon ini berperan dalam pembesaran payudara untuk
merangsang produksi ASI. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan
pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui bayinya, tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 – 21 hari setelah persalinan,
sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan
pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi dan
menstruasi (Saleha 2009, 60).

Estrogen dan progesterone dengan kadar yang rendah pada wanita yang menyusui dan
tidak menyusui akan memparuhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi
pertama itu bersifat anovulasi. Diantara wanita laktasi sekitar 15% mempengaruhi menstruasi
selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40%
menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita
laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus
pertama anovulasi. (Wulandari dkk. 2009, 83).

2.4 Perubahan Psikologis pada Masa Nifas

Secara psikologis, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gejala-gejala psikiatrik
demikian juga pada masa menyusui. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal
ini. Agar perubahan psikologi yang dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal.
yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagai seorang bidan untuk mengetahui
tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu
memerlukan asuhan khusus pada masa nifas ini, suatu variasi atau penyimpangan dari
penyesuaian yang normal yang umum terjadi (Wulandari dkk. 2009, 87).

11
Hal-hal yang membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah sebagai berikut:

1. Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses dan lancarnya masa transisi menjadi orangtua.
2. Respon dan dukungan dari keluarga dan teman dekat.
3. Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan sebelumnya.
4. Harapan, keinginan, dan aspirasi ibu saat hamil juga melahirkan.

Periode ini diekspresikan oleh Reva Rubin yang terjadi pada tiga tahap berikut :

a. Talking In Period. Terjadi 1 – 2 hari setelah persalinan, biasanya masih pasif dan sangat
bergantung pada orang lain, fokus perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat
pengalaman melahirkan dan persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu
makan meningkat.
b. Talking Hold Period. Berlangsung 3 – 4 hari post partum, ibu lebih berkonsentrasi pada
kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi.
Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitife, sehingga membutuhkan bimbingan dan
dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
c. Letting Go Period. Dialami setelah ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari atau merasa kebutuhan
bayi sangat bergantung pada dirinya (Saleha 2009, 63- 64).

2.5 Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Asuhan Masa Nifas

Peran bidan dalam memberikan asuhan masa nifas adalah memberikan asuhan yang
konsisten, ramah dan memberikan dukungan pada setiap ibu dalam proses penyembuhannya dari
stress fisik akibat persalinan dan meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam merawat bayinya.
Dalam proses penyesuaian ini, dituntut konstribusi bidan dalam melaksanakan kompetensi,
keterampilan, dan sensitivitas terhadap kebutuhan dan harapan setiap ibu dan keluarga. Bidan
harus dapat merencanakan asuhan yang diberikan pada ibu sesuai dengan kebutuhan ibu tersebut.
Peran bidan dalam masa nifas ini menurut (Jannah, 2012), antara lain:

1. Teman terdekat, sekaligus pendamping ibu nifas dalam menghadapi saat kritis masa
nifas.

12
Pada awal masa nifas, ibu mengalami masa-masa sulit. Saat itulah, ibu sangat membutuhkan
teman dekat yang dapat diandalkan dalam mengatasi kesulitan yang dia alami. Bagaimana pola
hubungan yang terbentuk antara ibu dan bidan sangat ditentukan oleh ketrampilan bidan dalam
menempatkan diri sebagai teman dan pendamping bagi ibu. Jika pada tahap ini hubungan yang
terbentuk sudah baik maka tujuan dari asuhan lebih mudah tercapai.

2. Pendidik dalam usaha pemberian pendidikan kesehatan terhadap ibu dan keluarga.

Masa nifas merupakan masa yang paling efektif bagi bidan untuk menjalankan peranya
sebagai pendidik. Dalam hal ini, tidak hanya ibu yang akan mendapatkan materi pendidikan
kesehatan, tapi juga seluruh anggota keluarga. Melibatkan keluarga dalam teknik yang dapat di
gunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan yang tepat. Selain itu, setiap pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan kesehatan selalu melibatkan keluarga sehingga bidan selalu
mengikutsertakan keluarga dalam pelaksanaan asuhan.

3. Pelaksana asuhan kepada pasien dalam hal tindakan perawatan, pemantauan, penangan
masalah, rujukan dan deteksi dini komplikasi masa nifas.

Dalam menjalankan peran dan tanggung jawabnya, bidan sangat dituntut kemampuannya
dalam menerapkan teori yang telah didapatkan kepada pasien. Perkembangan ilmu dan
pengetahuan yang paling up to date harus selalu diikuti agar bidan dapat memberikan pelayanan
yang berkualitas kepada pasien. Penguasaan bidan dalam hal pengambilan keputusan yang tepat
mengenai kondisi pasien sangatlah penting, terutama menyangkut penentuan kasus rujukan dan
deteksi dini pasien agar komplikasi dapat dicegah.

Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum.
Adapun peran dan tanggung jawab dalam masa nifas antara lain:

a) Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan


kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
b) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
c) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
d) Membuat kebijakan, perencana program kesehatan yang berkaitan ibu dan anak dan
mampu melakukan kegiatan administrasi.
e) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.

13
f) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan,
mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan
yang aman.
g) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa
dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,
mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
h) Memberikan asuhan secara professional.

14
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengertian Luka Perineum

Luka perineum adalah luka pada bagian perineum karena adanya robekan pada jalan lahir
baik karena ruptur maupun tindakan episiotomi pada waktu melahirkan janin (Walyani;
Purwoastuti, 2015: 107). Luka perineum merupakan perlukaan pada diafragma urogenitalis dan
muskulus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan normal atau persalinan dengan alat
dapat terjadi tanpa luka pada kulit perineum atau pada vagina sehingga tidak kelihatan dari luar,
sehingga dapat melemahkan dasar pinggul dan mudah terjadi prolaps genetalia (Rukiyah;
Yulianti, 2014: 361).

3.2 Jenis Luka Perineum

Jenis luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam, yaitu:

a. Ruptur

Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah
karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat proses persalinan. Banyak ruptur
biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (Walyani;
Purwoastuti, 2015: 107).

b. Episiotomi

Episiotomi adalah tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan terpotongnya selaput
lender vagina cincin selaput darah, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan
pasiaperineum dan kulit sebelah depan perineum 11 (Walyani; Purwoastuti, 2015: 107). Indikasi
untuk melakukan tindakan episiotomi dapat timbul dari pihak ibu maupun pihak janin:

1) Indikasi janin

Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala janin. Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan
cunam, ekstraksi vakum, dan janin besar.

2) Indikasi ibu
15
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi robekan
perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi
vakum, dan anak besar (Wiknjosastro, 2005: 171).

3.3 Klasifikasi Laserasi Perineum

Robekan perineum dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:

a. Derajat I yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette posterior, dan
kulit perineum. Robekan derajat I tidak perlu dilakukan penjahitan jika tidak ada perdarahan
dan aposisi luka baik.

b. Derajat II yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette posterior,
kulit perineum, dan otot perineum. Robekan derajat II perlu dilakukan penjahitan.

c. Derajat III yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette posterior,
kulit perineum, otot perineum, dan sfingter ani eksterna. Robekan derajat III jika penolong
asuhan persalinan normal (APN) tidak dibekali keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat tiga maka segera rujuk ke fasilitas rujukan.

d. Derajat IV yaitu robekan yang terjadi pada bagian mukosa vagina, fourchette posterior,
kulit perineum, otot perineum, sfingter ani eksterna, dan dinding rektum anterior. Robekan
derajat IV jika penolong asuhan persalinan normal (APN) tidak dibekali keterampilan untuk
reparasi laserasi perineum derajat empat maka segera rujuk ke fasilitas rujukan (Indrayani;
Djami, 2016: 460).

3.4 Etiologi

Luka Perineum terjadi disebabkan dari beberapa faktor baik dari ibu, janin, dan penolong
persalinan. Berikut faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya luka perineum:

a. Faktor-faktor maternal

1) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong.

2) Pasien tidak mampu berhenti mengejan.

3) Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.

16
4) Edema dan kerapuhan pada perineum.

5) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.

6) Perluasan episiotomi.

7) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan
kepala bayi ke arah posterior.

b. Faktor-faktor janin

1) Bayi yang besar

2) Posisi kepala yang abnormal

3) Kelahiran bokong

4) Ekstraksi forseps yang sukar

5) Distosia bahu

6) Anomali kongenital, seperti hidrocephalus (Oxorn; Forte, 2010: 451-452).

c. Faktor Penolong Persalinan

3.5 Fisiologi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan, hal ini juga berhubungan
dengan regenarasi jaringan (Johnson; Tylor, 2015). Fase penyembuhan luka meliputi tiga fase,
yaitu:

a. Fase Inflamatory

Fase inflamatory (fase peradangan) dimulai setelah pembedahan dan berakhir pada hari ke 3-
4 pascaoperasi. Terdapat 2 tahap dalam fase ini, yang pertama hemostasis merupakan proses
untuk menghentikan perdarahan, yakni kontraksi yang terjadi pada pembuluh darah akan
membawa platelet yang me mbentuk matriks fibrin yang berguna untuk mencegah masuknya
organismeinfeksius, luka akan mengalami sindrom adaptasi lokal untuk membentuk tekanan
yang besar. Fase kedua pada tahap ini yaitu pagositosis, memproses hasil dari konstruksi
pembuluh darah yang berakibat terjadinya pembekuan darah berguna untuk menutupi luka

17
dengan diikuti vasoliditasi darah putih untuk menyerang luka, menghancurkan bakteri dan
debris. Proses ini berlangsung kurang lebih 24 jam setelah luka beberapa dari fagosit (makrofag)
masuk ke bagian luka yang kemudian mengeluarkan anginogenesis dan merangsang
pembentukan kembali anak epitel pada akhir pembuluh darah.

b. Fase Proliferative

Fase proliferative atau fase fibroplasia dimulai pada hari ke 3-4 dan berakhir pada hari ke-21.
Fase proliferative terjadi proses yang menghasilkan zat-zat penutup tepi luka bersamaan dengan
terbentuknya jaringan granulasi yang akan membuat seluruh permukaan luka tertutup oleh epitel.
Fibroblast secara cepat memadukan kolagen dan substansi dasar akan membentuk perbaikan
luka. Selanjutnya, pembentukan lapisan tipis epitel akan melewati luka dan aliran darah
didalamnya, kemudian pembuluh kapiler akan melewati luka (kapilarisasi tumbuh) dan
membentuk jaringan baru yang disebut granulasi jaringan, yakni adanya pembulu darah,
kemerahan, dan mudah berdarah.

c. Fase Maturasi

Fase maturasi atau fase remodeling yang dimulai pada hari ke-21 dan dapat berlanjut hingga
1-2 tahun pasca terjadinya luka. Pada fase ini, terjadi proses pematangan, yaitu jaringan yang
berlebih akan kembali diserap dan membentuk kembali jaringan yang baru. Kolagen yang
tertimbun dalam luka akan diubah dan membuat penyembuhan luka lebih kuat, serta lebih mirip
jaringan. Kolagen baru akan menyatu dan menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka,
sehingga bekas luka menjadi rata, tipis, dan membetuk garis putih (Fatimah; Lestari, 2019: 27-
28).

3.6 Kriteria Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya luka perineum dengan terbentuknya
jaringan-jaringan baru menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari. Kriteria penilaian
penyembuhan luka menurut Hamilton (2002), yaitu:

a. Baik, jika luka kering, perineum menutup dan tidak ada tanda infeksi (merah, bengkak,
panas, nyeri, fungsioleosa).
b. Sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-tanda infeksi (merah,

18
bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa).

c. Buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka, dan ada tanda-tanda infeksi
(merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa) (Nurafifah, 2016: 118).

Menurut Smeltzer (2005) lama penyembuhan luka perineum terdiri dari:

 Cepat (jika luka perineum sembuh dalam waktu 1-6 hari) penutupan luka baik, jaringan
granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal.
 Normal (jika luka perineum sembuh dalam waktu 7-14 hari) penutupan luka baik,
jaringan granulasi tidak tampak, pembentukan jaringan parut minimal, akan tetapi waktu
lebih lama.
 Lama (jika luka perineum sembuh dalam waktu ≥ 14 hari) tepi luka tidak saling merapat,
proses perbaikan kurang, kadang disertai adanya pus dan waktu penyembuhan lebih lama
(Ma'rifah; Pratiwi, 2018).

3.7 Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

Faktor- faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka perineum, yaitu:

a. Budaya dan Keyakinan

Budaya dan keyakinan mempengaruhi penyembuhan luka perineum, misalnya kebiasaan


pantangan mengkonsumsi telur, ikan, dan daging ayam, akan mempengaruhi asupan gizi ibu
yang akan sangat mempengaruhi penyembuhan luka (Rukiyah; Yulianti, 2014: 363). Masih
banyak digunakan ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pascapersalinan,
meskipun oleh masyarakat modern (Fatimah; Lestari, 2019: 71).

b. Pengetahuan ibu

Pengetahuan ibu tentang perawatan pada masa nifas sangat menentukan lama penyembuhan
luka perineum. Semakin kurang pengetahuan ibu, terlebih masalah kebersihan maka
penyembuhan luka akan berlangsung lama. Banyak ibu pascapersalinan merasa takut untuk
memegang kemaluannya sendiri, sehingga saat melakukan vulva hygine menjadi kurang bersih,
jika ada luka pada perineum akan bertambah parah dan dapat menyebabkan infeksi (Fatimah;
Lestari, 2019: 72).

19
c. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana dalam perawatan perineum mempengaruhi penyembuhan luka


perineum, misalnya kemampuan ibu dalam menyediakan antiseptik (Fatimah; Lestari, 2019: 72).

d. Penanganan petugas

Selama proses persalinan memerlukan pembersihan atau pencegahan infeksi dengan tepat
oleh penanganan petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat
menentukan lama penyembuhan luka perineum (Fatimah; Lestari, 2019: 72).

e. Gizi atau nutrisi

Makanan yang bergizi dan seimbang akan membantu mempercepat masa penyembuhan luka
(Fatimah; Lestari, 2019: 72). Klien memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin A
dan C, serta mineral seperti Fe dan Zn (Fatimah; Lestari, 2019: 29). Faktor gizi terutama protein
akan sangat mempengaruhi terhadap penyembuhan luka karena protein dapat membantu
penggantian jaringan (Rukiyah; Yulianti, 2014: 362).

f. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, penyembuhan
luka pada usia muda lebih cepat dari pada orang tua. Orang yang sudah lanjut usia, tubuh lebih
sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati bisa mengganggu sintesis dari faktor
pembekuan darah, yang mengakibatkan penyembuhan luka akan terganggu dan berlangsung
lama (Fatimah; Lestari, 2019: 29).

g. Perawatan Luka Perineum

Kebersihan diri yang kurang dapat memperlambat penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan
adanya benda asing seperti debu dan kuman. Benda asing tersebut dapat menyebabkan
pengelupasan jaringan yang luas akan memperlambat penyembuhan luka. Perawatan luka yang
tidak benar dapat memperlambat penyembuhan luka dan menimbulkan infeksi. Perawatan luka
dengan kasar dan salah dapat mengakibatkan kapiler darah baru rusak dan mengalami
perdarahan. Kemungkinan terjadi infeksi karena perawatan tidak benar dan dapat meningkatkan
tumbuhnya bakteri pada luka. Perawatan luka dilakukan dengan baik, proses penyembuhan luka
akan lebih cepat (Fatimah; Lestari, 2019:73).

20
h. Aktivitas

Ibu pascapersalinan perlu menghindari aktivitas yang melelahkan karena masih dalam proses
penyembuhan (recovery). Aktivitas yang berat dan berlebih menghambat perapatan tepi luka,
sehingga mengganggu penyembuhan luka (Fatimah; Lestari, 2019:73).

i. Infeksi

Infeksi menyebabkan peningkatan inflamasi dan mekrosis yang dapat menghambat


penyembuhan luka (Ruth; Wendy, 2015 dalam Fatimah; Lestari, 2019: 73).

j. Keturunan

Sifat genetik mempengaruhi kemampuan dalam penyembuhan luka, misalnya kemampuan


dalam sekresi insulin dapat dihambat menyebabkan gula darah meningkat, sehingga terjadi
penipisan protein-kalori (Rukiyah; Yulianti, 2014: 362).

k. Obat-obatan

Obat anti inflamasi (steroid dan aspirin), heparin, dan antineoplasmik akan mempengaruhi
proses penyembuhan luka. Seseorang yang sudah menggunakan antibiotik rentan terkena infeksi
(Fatimah; Lestari, 2019: 30).

l. Diabetes melitus

Penyakit diabetes melitus (DM) yaitu terhambatnya sekresi insulin yang mengakibatkan
peningkatan glukosa darah dan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya akan terjadi
penurunan protein-kalori tubuh (Fatimah; Lestari, 2019: 30).

3.8 Perawatan Luka Ruptur

Ruptur perineum merupakan kondisi yang cukup sering terjadi dalam proses persalinan
normal. Kondisi ini lebih berisiko terjadi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan,
melahirkan janin berukuran besar, menjalani proses persalinan lama atau membutuhkan bantuan
persalinan, seperti forceps atau vakum.

Untuk mengurangi risiko terjadinya robekan perineum yang parah, dokter atau bidan
biasanya akan melakukan tindakan episiotomi. Tindakan ini juga dilakukan untuk memudahkan
proses persalinan.
21
a. Tingkat Keparahan Ruptur Perineum

Berdasarkan kedalaman atau panjangnya robekan, ruptur perineum dapat digolongkan


menjadi 4 tingkat, yaitu:

1. Ruptur perineum tingkat 1

Ruptur perineum tingkat 1 merupakan tipe robekan yang tergolong kecil dan paling ringan.
Pada tingkat ini, bagian yang robek adalah kulit di sekitar permukaan mulut vagina atau kulit
perineum. Ruptur perineum tingkat 1 biasanya tidak memerlukan jahitan dan bisa sembuh dalam
waktu sekitar 1 minggu. Meski robekan tergolong ringan, kondisi ini dapat menyebabkan sedikit
rasa nyeri atau perih ketika buang air kecil, duduk, batuk, bersin, atau berhubungan seksual.

2. Ruptur perineum tingkat 2

Pada ruptur perineum tingkat 2, bagian yang robek adalah kulit dan otot-otot perineum di
bagian dalam vagina. Kondisi ini perlu ditangani dengan jahitan dan membutuhkan waktu sekitar
beberapa minggu untuk sembuh.Sama seperti ruptur perineum tipe 1, robekan tipe ini juga akan
menimbulkan rasa tidak nyaman saat melakukan aktivitas tertentu.

3. Ruptur perineum tingkat 3

Ruptur perineum tingkat 3 terjadi ketika robekan terjadi pada kulit dan otot vagina,
perineum, hingga anus. Kondisi ini perlu mendapatkan penanganan dokter karena bisa
menyebabkan perdarahan yang berat.

4. Ruptur perineum tingkat 4

Ruptur perineum tingkat 4 adalah tingkatan ruptur perineum yang paling berat. Kondisi ini
terjadi ketika robekan sudah mencapai anus dan rektum atau bahkan usus besar. Kondisi ini perlu
ditangani dengan operasi.

Ruptur perineum derajat 3 dan 4 umumnya dilakukan penjahitan dengan mengikuti beberapa
prinsip (siapa yang melakukan tindakan, persiapan tindakan, cara perbaikan ruptur, serta jenis
alat dan bahan yang digunakan dalam tata laksana). Adapun tata laksana tambahan lainnya dapat
berupa non medikamentosa seperti ice pack dan berendam di air hangat, ataupun dengan
medikamentosa seperti antibiotik, analgesik serta laksatif.

22
 Penjahitan Robekan Ruptur Perineum
Penjahitan ruptur derajat 1 atau 2 tergantung pada penilaian dari dokter dan juga pasien,
namun yang umumnya perlu dilakukan penjahitan adalah pada ruptur derajat 3 dan 4.
Pencahayaan harus baik dan jika memungkinkan tindakan dilakukan di kamar operasi dengan
anestesi regional atau umum. Jika terjadi perdarahan, vaginal pack dapat digunakan.
Penjahitan tidak sebaiknya dilakukan dengan metode figure of eight karena dapat menyebabkan
iskemia jaringan. Mukosa anorektal yang robek dijahit dengan metode simple
interrupted  atau continuous. Jika terjadi ruptur sfingter, maka penjahitan dilakukan
menggunakan metode simple interrupted atau matras, lalu penjahitan dilakukan secara terpisah
(masing-masing lapisan).

 Tata Laksana Nonmedikamentosa


Tata laksana nonmedikamentosa yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri pasca
penjahitan robekan, umumnya dapat menggunakan ice pack, gel pads dingin, berendam dengan
air dingin atau menggunakan lubrikasi ketika kembali melakukan aktivitas seksual.

 Tata Laksana Medikamentosa


Tata laksana medikamentosa bertujuan sebagai terapi suportif, berupa pemberian
antibiotik pasca penjahitan robekan, serta pemberian obat analgesik. Selain itu, pasien dapat
diberikan laksatif atau pelunak feses.
a. Antibiotik

Antibiotik spektrum luas dapat diberikan untuk mengurangi risiko infeksi dan dehisensi luka.
Antibiotik diberikan segera setelah tindakan penjahitan dilakukan. Tidak ada pedomen mengenai
antibiotik yang sebaiknya diberikan, namun dapat disesuaikan dengan pola resistensi pada
populasi lokal.[1,2,13]

b. Analgesik

Obat analgesik diberikan untuk mengurangi nyeri pasca penjahitan, umumnya yang
digunakan adalah paracetamol

23
c. Laksatif atau Pelunak Feses

Laksatif dan pelunak feses digunakan untuk mencegah dehisensi luka yang disebabkan oleh
disrupsi luka akibat feses yang terlalu keras. Pelunak feses seperti laktulosa dianjurkan untuk
diberikan selama 10 hari.

3.9 Perawatan luka episiotomi

Luka episiotomi merupakan rusaknya jaringan atau otot-otot perineum, dimana luka tersebut
berada di daerah yang lembab dan rentan akan masuknya kuman-kuman. Pada dengan luka
persalinan masih terdapat pengeluaran darah atau yang disebut lochia dan kotoran yang keluar
dari vagina. Vagina merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki kuman dan mengakibatkan
terjadinya infeksi dan kemudian dapat menjalar ke rahim. Ada beberapa hal yang harus
dilakukan agar proses pemulihan berlangsung seperti yang diharapkan. Berikut cara perawatan
jahitan luka episiotomi:

a. Mencuci tangan

b. Menganjurkan ibu berbaring

c. Membuka pakaian bawah ibu

d. Menggunakan handscoon

Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar proses pemulihan berlangsung seperti yang
diharapkan:

1) Ibu disarankan segera melakukan mobilisasi setelah cukup beristirahat.


2) Siram vagina dan perineum hingga bersih dengan air biasa setiap kali habis BAB dan
BAK. Air yang digunakan tak perlu matang asalkan bersih.
3) Basuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel di
sekitar vagina dan perineum seperti air seni maupun feses yang mengandung kuman dan
bisa menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
4) Vagina boleh dicuci menggunakan sabun maupun cairan antiseptic karena dapat
berfungsi sebagai penghilang kuman.

24
5) Untuk menyentuh daerah vagina maupun perineum tangan harus dalam keadaan bersih.
6) Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut, lalu kenakan pembalut
baru.
7) Yang kadang terlupakan, setelah vagina dibersihkan, pembalut tidak diganti. Bila seperti
itu makan akan percuma. Pembalut tidak diganti maka vagina dan perineum akan tetap
dalam keadaan lembab yang akan menyebabkan kuman dan bakteri bersarang sehingga
dapat menyebabkan infeksi.
8) Frekuensi mengganti pembalut ialah 3 jam sekali atau bila keadaan pembalut telah penuh
atau dirasa tak nyaman.
9) Ibu dianjurkan pula untuk menjaga kelembapan pakaian dalam dengan pengganti pakaian
dalam apabila terasa lembab, basah, kotor dan apabila ibu sudah tidak nyaman lagi.
10) Setelah semua langkah dilakukan, perineum dapat diolesi salep antibiotik yang
diresepkan oleh dokter.
11) Jangan sekali-kali menaburi daerah perineum dengan bubuk bedak atau bahan lainnya
karena itu dapat menyebabkan risiko infeksi.
12) Untuk menghindari rasa sakit kala BAB, ibu dianjurkan memperbanyak konsumsi yang
berserat seperti buah-buahan dan sayuran. Dengan begitu feses yang dikeluarkan menjadi
tidak keras dan ibu tidak perlu mengejan. Kalau perlu, dokter akan memberikan obat
untuk melunakkan feses.
13) Jika ibu benar-benar takut untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk
berendam dalam larutan antiseptic selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran berupa sisa
air seni dan feses juga akan hilang (Marmi, 2012: 141- 142).

Infeksi bisa terjadi karena ibu kurang telaten melakukan perawatan dengan luka
persalinan. Ibu takut menyentuh luka yang ada di perineum sehingga memilih tidak
membersihkannya. Padahal, dalam keadaan luka, perineum rentan didatangi kumam dan
bakteri sehingga mudah terinfeksi.

Gejala-gejala infeksi yang dapat diamati adalah:

a. Suhu tubuh melebihi 37,5ºC

b. Menggigil, pusing dan mual

25
c. Keputihan

d. Keluar cairan seperti nanah dari vagina

e. Cairan yang keluar disertai bau yang sangat menyengat

f. Keluarnya cairan serta dengan rasa nyeri

g. Terasa nyeri di perut

h. Perdarahan kembali banyak padahal sebelumnya sudah sedikit (Marmi, 2012:142).

3.10 Penghambat keberhasilan penyembuhan luka

Penghambat keberhasilan penyembuhan luka menurut Boyle (2008) adalah sebagai berikut :

a. Malnutrisi

Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan luka, meningkatkan


dehisensi luka, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, dan parut dengan kualitas yang buruk.
Defisien nutrisi (sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah
meningkat) tertentu dapat berpengaruh pada penyembuhan.

b. Merokok

Nikotin dan karbon monoksida diketahui memiliki pengaruh yang dapat merusak
penyembuhan luka, bahkan merokok yang dibatasi pun dapat mengurangi aliran darah perifer.
Merokok juga mengurangi kadar vitamin C yang sangat penting untuk penyembuhan.

c. Kurang tidur

Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena tidur meningkatkan


anabolisme dan penyembuhan luka termasuk ke dalam proses anabolisme.

d. Stres

Ansietas dan stres dapat mempengaruhi sistem imun sehingga menghambat penyembuhan
luka.

e. Kondisi medis dan terapi


26
Imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, penyakit tertentu seperti AIDS, ginjal atau
penyakit hepatik dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk mengatur faktor
pertumbuhan, inflamasi, dan sel-sel proliperatif untuk perbaikan luka.

f. Asupan kurang optimal

Melakukan apusan atau pembersihan luka dapat mengakibatkan organisme tersebar kembali
disekitar area kapas atau serat kasa yang lepas ke dalam jaringan granulasi dan mengganggu
jaringan yang baru terbentuk.

g. Lingkungan optimal untuk penyembuhan luka

Lingkungan yang paling efektif untuk keberhasilan penyembuhan luka adalah lembab dan
hangat.

h. Infeksi

Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan granulasi serta


pembentukan jaringan parut.

27
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY ”M” DENGAN
P1001AB00 PASCA EPISIOTOMI DI RSUD SYEKH YUSUF GOWA TANGGAL 16
JUNI 2017

No. Register : 47.4x.xx

Tanggal partus : 16 Juni 2017, Pukul 10.15 wita

Tanggal masuk : 16 Juni 2017, Pukul 12.52 wita

Tanggal pengkajian : 16 Juni 2017, Pukul 13.00 wita

LANGKAH I: IDENTIFIKASI DATA DASAR

A. Identitas
Identitas istri/suami
Nama : Ny. M / Tn. A
Umur : 19 tahun / 19 tahun
Nikah/lamanya : 1 kali / ± 1 tahun
Suku : Makassar / Makassar
Agama : Islam / Islam Pendidikan : SMA / SMP
Pekerjaan : IRT / Wiraswasta
Alamat : Tombolo, Kec. Barombong Kab. Gowa 65 66 B.

B. Data Subjektif

1. Keluhan utama

Ibu mengeluh nyeri pada luka jahitan bekas pengguntingan pada jalan lahir

2. Riwayat keluhan utama

a. Ibu mengatakan pada saat proses persalinan dilakukan pengguntingan pada jalan lahir
b. Nyeri dirasakan setelah melahirkan pada tanggal 16 Juni 2017 pukul 10.15 wita
c. Sifat nyeri dirasakan lebih terasa jika bergerak atau bila ditekan
d. Usaha ibu untuk mengatasinya yaitu ibu berbaring dan bergerak lebih hati- hati

3. Riwayat kehamilan dan persalinan

28
a. Riwayat kehamilan

 Merupakan kehamilan pertama dan tidak pernah keguguran


 Hari pertama haid terakhir tanggal 5 Oktober 2016
 Hari taksiran persalinan tanggal 12 Juli 2017
 Selama hamil ibu telah memeriksakan kehamilannya sebanyak 4 kali
 Selama hamil telah mendapatkan suntikan imunisasi Tetanus Toxoid sebanyak 2 kali
TT 1 : 8 Februari 2017 di BPS Rahmat, Tombolo, Kec. Barombong Kab. Gowa.
TT 2 : 6 Maret 2017 di BPS Rahmat, Tombolo, Kec. Barombong Kab. Gowa 67
 Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes, asma dan penyakit serius
lainnya
 Tidak ada riwayat penyakit menurun, menular dan menahun dalam keluarga
 Selama hamil ibu tidak pernah mengalami mual muntah berlebih, nyeri perut yang
hebat, perdarahan atau tanda bahaya kehamilan lainnya

b. Riwayat persalinan

1. Kala I Ibu datang dengan rujukan dari Klinik Rahmat pada pagi hari pukul 09.50 wita,
dengan GIP0A0, gestasi 36 minggu 2 hari, pembukaan 10 cm sejak 3 jam 20 menit yang
lalu (pukul 06.30 wita), ketuban pecah jernih pada subuh hari (pukul 04.30 wita), partus
kala II lama, terpasang infuse RL 28 kali/ menit, Denyut Jantung Janin (DJJ) 132 kali/
menit, his 4 kali dalam 10 menit dengan durasi 35-40 detik.
 Keadaan umum ibu baik
 Kesadaran composmentis
 Tanda-tanda vital Tekanan darah : 100/70 mmHg
 Nadi : 82 kali/menit, teratur
 Suhu : 36,9 ºC, aksilar
 Pernapasan : 24 kali/menit, saat istirahat
2. Kala II Mengajarkan tehnik mengedan yang benar, pukul 10.10 wita pagi dilakukan
episiotomi mediolateral, dengan his yang adekuat dan kekuatan 68 mengedan ibu maka
pada pukul 10.15 wita lahir bayi laki-laki dengan Presentasi Belakang Kepala (PBK),
Berat Badan Lahir (BBL) 2800 gram, Panjang Badan Lahir (PBL) 46 cm, dan APGAR
score 7/10.

29
3. Kala III Pukul 10.15 wita pagi dilakukan manajemen aktif kala III yaitu penyuntikan
oxytosin, Peregangan Tali pusat Terkendali (PTT) selama 7 menit dan pada pukul 10.22
wita plasenta lahir lengkap dengan kotiledon dan selaput yang utuh, dan dilakukan
penjahitan luka episiotomi secara mediolateral dengan anastesi. Tidak dilakukan
pengikatan pembuluh darah karena tidak ada perdarahan aktif, penjahitan menggunakan
benang plain catgut ukuran 2/0. Penjahitan pada mukosa vagina menggunakan teknik
jelujur, sementara pada perineum menggunakan teknik satu-satu dengan jumlah jahitan
sebanyak 4 dengan jarak setiap jahitan adalah 1 cm dan jarak antara jahitan terakhir
dengan pangkal luka adalah 0,5 cm. Penjahitan dilakukan oleh bidan.
4. Kala IV

Table 3.1 Pemantauan Kala

Jam ke Waktu TD Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandun perdarahan


(WITA) g kemih
(mmHg (kali / menit) celcius uterus
)

1 10.37 110.70 87 36,8 1 baik kosong ±100

jrbpst

10.52 85 1 baik kosong ±50

jrbpst

11.07 85 1 baik kosong ±50

jrbpst

11.07 85 1 baik kosong ±50

jrbpst

30
11.22 80 1 baik kosong ±25

jrbpst

11 11.52 110.70 80 36,6 1 baik kosong ±15

jrbpst

12.22 80 1 baik kosong ±10

jrbpst

Table 3.2 Pemantauan Jahitan Luka Episiotomi

Waktu Keadaan luka Perdarahan Tanda infeksi

(WITA)

10.37 Lembab Tidak ada Tidak ada

11.37 Lembab Tidak ada Tidak ada

12.37 lembab Tidak ada Tidak ada

4. Riwayat kesehatan yang lalu

a. Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan asma

b. Tidak ada riwayat operasi

c. Tidak ada riwayat alergi obat


31
5. Riwayat keluarga berencana

a. Ibu belum pernah menjadi akseptor KB

b. Rencana KB setelah melahirkan

6. Riwayat psikososial, spiritual dan ekonomi

a. Ibu, suami dan keluarga sangat senang dengan kelahiran anak ibu
b. Ibu dan suami senantiasa berdoa agar anaknya selalu sehat
c. Biaya persalinan ditanggung oleh suami.

7. Pola pemenuhan dasar

a. Nutrisi

 Sebelum nifas
Ibu mengatakan makan 2-3 kali sehari, porsi sedang dengan nasi, sayur, ikan dan kadang-
kadang buah, serta minum 7-8 gelas sehari dengan air putih, susu dan the
 Selama nifas
Ibu mengatakan sudah makan 1 kali, menu dari rumah sakit, porsi sedang dengan nasi,
sayur, ikan, buah dan minum 1 gelas air putih dan 1 gelas teh.

b. Eliminasi

 Sebelum nifas
Buang Air Kecil (BAK) 6-7 kali sehari, warna urine kuning jernih, bau khas amoniak dan
tidak ada nyeri saat BAK
Buang Air Besar (BAB) 1-2 kali sehari, warna kuning kecoklatan, lunak, dan tidak ada
keluhan
 Selama nifas
Ibu mengatakan telah BAK 1 kali setelah melahirkan tanggal 16 Juni 2017 pukul 12.30
wita. Ibu mengatakan belum BAB setelah melahirkan

c. Istirahat/tidur

 Sebelum nifas
Ibu mengatakan tidur siang 2-4 jam dan tidur malam 8 jam

32
 Selama nifas
Ibu mengatakan baru tidur ± 1½ jam setelah melahirkan

d. Keadaan psikologis ibu mengatakan merasa bahagia dan sangat senang dengan kelahiran
anak pertamanya dalam keadaan sehat

e. Spiritual

 Sebelum nifas
Ibu mengatakan sering melewatkan salat 5 waktu, ibu sesekali membaca Al-Qur’an dan
tidak terlalu memahami tajwidnya
 Selama nifas
Ibu mengetahui bahwa selama 40 hari masa nifas tidak diperbolehkan untuk
melaksanakan ibadah dan setelah 40 hari ibu harus mandi wajib sebelum melaksanakan
ibadah.

f. Riwayat sosial budaya

 Dukungan keluarga
Ibu mengatakan suami dan keluarganya sangat mendukung dan merasa senang dengan
kelahiran anaknya
 Keluarga lain yang tinggal serumah
Ibu mengatakan iparnya pun senang dengan kelahiran anaknya
 Kebiasaan adat istiadat
Ibu mengatakan bahwa setelah bayi lahir ari-arinya ditanam dekat rumah
 Penggunaan obat-obatan
Ibu mengatakan hanya minum obat dari bidan atau dokter.

C. Data Objektif

1. Status generalis
a. Masa nifas hari pertama
b. Keadaan umum ibu baik
c. Kesadaran composmentis
d. Ekspresi ibu tampak meringis bila bergerak

33
e. Tanda-tanda vital

Tekanan darah :110/70 mmHg Nadi : 85 kali/menit, teratur

Suhu : 36,6 ºC, aksilar

Pernapasan : 24 kali/menit, saat istirahat

2. Pemeriksaan fisik Head to Toe


a. Wajah
Inspeksi : Tidak pucat, tampak meringis
Palpasi : Tidak ada pitting oedem
b. Mata
Inspeksi : konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterus
c. Hidung:
Inspeksi : tidak ada pernapasan cuping hidung, dan polip

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

d. Mulut
Inspeksi : bibir tidak pucat dan tidak pecah-pecah atau kering, keadaan mulut
bersih, gigi tidak caries
e. Telinga
Inspeksi : tidak ada kelainan dan tidak ada serumen
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
f. Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, dan vena
jugularis
g. Payudara
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, puting susu sedikit menonjol, tampak
hiperpigmentasi pada aerola, ada pembesaran, tidak ada peradangan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, bila ditekan daerah aerola terdapat pengeluaran
kolostrum
h. Abdomen

34
Inspeksi : tidak ada bekas luka operasi, tampak linea nigra dan striae livid
Palpasi : ada sedikit nyeri tekan, TFU 1 jari di bawah pusat, kontraksi uterus baik
teraba bundar dan keras
i. Vulva dan perineum
Inspeksi : tidak varices, tampak pengeluaran lochia rubra, terdapat luka jahitan
episiotomi secara mediolateral, luka jahitan masih lembab.
Palpasi : pada luka jahitan terdapat nyeri tekan, tidak ada pitting oedem pada luka
jahitan tidak terdapat pus/nanah, suhu perineum kurang lebih sama dengan suhu
tubuh sekitarnya, tidak ada bau busuk dari daerah luka.
j. Ekstremitas
Inspeksi : tidak ada varices
Palpasi : tidak ada pitting oedem

LANGKAH II: IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH AKTUAL

Diagnosa : Nyeri luka jahitan dengan luka episiotomi

Data dasar

Data Subjektif :

1. Ibu mengatakan saat bersalin dilakukan pengguntingan pada jalan lahir dan mendapatkan
beberapa jahitan
2. Ibu mengatakan nyeri pada jahitan bekas penggutingan jalan lahir dan ada pengeluaran
darah dari jalan lahir.

Data Objektif :

1. Keadaan umum ibu sedikit terlihat lemah


2. Kesadaran composmentis
3. Tanda-tanda vital

Tekanan darah :100/70 mmHg Nadi : 85 kali/menit, teratur

Suhu : 36,6 ºC, aksilar

Pernapasan : 24 kali/menit, saat istirahat

35
4. TFU 1 jari di bawah pusat
5. Kontraksi uterus baik teraba bundar dan keras
6. Tampak pengeluaran lochia rubra
7. Tampak jahitan luka episiotomi mediolateral

Analisa dan interpretasi data

1. Ibu tampak lemah karena pada saat proses persalinan ibu dengan sekuat teanaga
menyeimbangkan kontraksi yang dirasakannya dan selama proses persalinan ibu berkuat
untuk melahirkan bayinya sehingga tenaga ibu terkuras dan ibu merasa kelelahan.
2. Pada hari pertama postpartum, didapatkan tinggi fundus uteri 1 jari bawah pusat. Lochia
adalah cairan secret yang berasal dari cavum uteri dan vagina selama masa nifas. Pada
hari pertama postpartum sampai hari kedua lochia yang keluar adalah lochia rubra
(cruenta) berwarna merah karena berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks caseosa, lanugo, dan mekoneum, lochia ini yang akan keluar selama dua
sampai tiga hari masa nifas.

LANGKAH III: IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL

Diagnosa : Antisipasi terjadi infeksi luka episiotomi

Data Dasar

Data Subjektif :

1. Ibu melahirkan tanggal 16 juni 2017 pukul 10.15 wita


2. Ibu merasa nyeri pada jahitan luka jahitan
3. Ibu merasa adanya pengeluaran darah dari jalan lahir

Data Objektif :

a. Tampak jahitan luka episiotomi secara mediolateral


b. Nyeri tekan pada perineum
c. Luka jahitan episiotomi terlihat masih lembab
d. Tampak pengeluaran lochia rubra

Analisa dan interpretasi data

36
Luka episiotomi merupakan rusaknya jaringan daerah perineum tersebut, dimana luka
tersebut berada di daerah yang lembab dan rentan akan masuknya kuman-kuman. Pada masa
nifas masih terdapat pengeluaran darah lochia dan kotoran yang keluar dari vagina. Vagina
merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki kuman dan mengakibatkan terjadinya infeksi
dan kemudian dapat menjalar ke rahim. Padahal, dalam keadaan luka, perineum rentan didatangi
kumam dan bakteri sehingga mudah terinfeksi.

LANGKAH IV: TINDAKAN EMERGENCY DAN KOLABORASI

Tindakan kolaborasi yang dilakukan dengan dokter yaitu meresepkan dan pemberian obat
analgetik, analgesik, antiinflamsi dan zat besi untuk antisipasi terjadi infeksi.

a. Asam Mafenamat 500 mg dosis 3 kali sehari Sebagai obat analgetik, analgesik,
dan antiinflamasi.
b. Cefadroxil 500 mg dosis 2 kali sehari Sebagai antibiotik dengan spektrum luas,
efek melawan bakteri gram negatif maupun gram positif
c. Multi Vitamin dengan Fero Sulfat 500 mg dosis 1 kali sehari. Diberikan untuk
membentuk sel darah merah (hemoglobin) serta sebagai komponen untuk
membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein
yang terdapat pada tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim.

LANGKAH V: PERENCANAAN

Diagnosa : Masa nifas hari pertama dengan luka episiotomi

Masalah Aktual : Nyeri luka episiotomi

Masalah Potensial : Antisipasi infeksi luka episiotomi

Tujuan :

a. Masa nifas berlangsung normal


b. Nyeri pada luka episiotomi berkurang
c. Tidak terjadi infeksi

Kriteria :

a. Keadaan umum ibu baik

37
b. Ekspresi wajah ibu senang
c. Ibu tidak mengeluh nyeri pada luka bekas jahitan
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal

Tekanan darah systole 90-130 mmHg dan diastole 60-90 mmHg

Nadi 80-100 kali/menit

Suhu 36,5-37,5ºC

Pernapasan 16-24 kali/menit

TFU turun 1 cm setiap hari

Kontraksi uterus baik teraba bundar dan keras

Pengeluaran lochia sesuai waktunya

Intervensi tanggal 16 juni 2017 pukul 13.15 wita

1. Jelaskan ibu hasil pemeriksaan


Rasional: Agar ibu mengetahui dan mengerti kondisinya saat ini.
2. Observasi Tinggi Fundus Uteri (TFU), kontraksi uterus, pengeluaran lochia.
Rasional: Pemeriksaan TFU dilakukan untuk mengetahui bahwa proses involusi uteri
berjalan normal atau tidak, normalnya TFU mengalami penurunan 1 cm/hari yang teraba
bundar dan keras. Menilai kontraksi uterus merupakan salah satu upaya pencegahan
perdarahan postpartum yang diakibatkan oleh atonia uteri dan memperlambat proses
involusi. Salah satu indikator untuk mengetahui bahwa masa nifas berlangsung normal
dengan ditandai pengeluaran lochia yang sesuai dengan waktu dan warna serta baunya.
3. Jelaskan penyebab nyeri luka episiotomi yang dirasakan ibu
Rasional: Adanya pemisahan jaringan otot-otot perineum pada saat dilakukan episiotomi
yang mengakibatkan nyeri.
4. Anjurkan ibu mobilisasi dini secara bertahap
Rasional: Mobilisasi dini dapat memulihkan kondisi tubuh dengan cepat, system sirkulasi
di dalam tubuh pun bisa berfungsi normal kembali. Bahkan 80 dapat mencegah aliran
darah terhambat. Hambatan aliran darah dapat menyebabkan terjadinya thrombosis vena
dalam dan dapat menyebabkan infeksi.

38
5. Lakukan perawatan luka episiotomi
Rasional: Melakukan perawatan luka episiotomi dapat mencegah terjadinya infeksi dan
mempercepat proses penyembuhan.
6. Berikan pendidikan kesehatan tentang istirahat yang cukup
Rasional: Memulihkan kembali tenaga ibu yang terkuras selama proses persalinan.
7. Jelaskan kepada ibu tentang akibat kurang istirahat
Rasional: Kurang istirahat akan mengurangi produksi ASI dan memperbanyak
perdarahan yang dapat menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi
dan dirinya sendiri.
8. Jelaskan kepada ibu tentang manfaat dari ASI eksklusif
Rasional: Komposisi susuai kebutuhan, kalori dari ASI memenuhi kebutuhan bayi
sampai usia enam bulan, ASI mengandung zat pelindung, perkembangan psikomotorik
bayi lebih cepat, manfaat bagi ibu dapat mempercepat kembalinya rahim kebentuk
semula.
9. Anjurkan kepada ibu untuk makan makanan yang bergizi
Rasional: Makan yang bergizi mampu memulihkan tenaga dan pemenuhan nutrisi ibu
selama proses pemulihan dengan luka persalinan dan tidak hanya itu pemenuhan gizi
yang baik pada ibu akan berdampak positif terhadap produksi ASI ibu dan makanan yang
mengandung serat dapat memperlancar BAB.
10. Anjurkan kepada ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah perineum
Rasional: Menjaga kebersihan daerah perineum ibu dan mencegahnya dari infeksi serta
membantu mempercepat proses penyembuhan luka jahitan episiotomi.
11. Ajarkan kepada ibu tentang cara perawatan luka episiotomi
Rasional: Mengajarkan kepada ibu cara perawatan luka episiotomi yang benar, maka ibu
dapat mencegah terjadinya infeksi pada luka episiotomi.
12. Jelaskan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi
Rasional: Menjelaskan tanda-tanda infeksi pada jahitan luka episiotomi, diharapkan ibu
dapat lebih memperhatikan serta mencegah sedini mungkin terjadinya infeksi.
13. Jelaskan kepada ibu tentang tehnik menyusui yang baik dan benar
Rasional: Bayi akan tampak tenang karena mudah mnghisap ASI, pemenuhan nutrisi
bayi cukup, dan mencegah terjadinya puting susu lecet dan tidak terasa nyeri.

39
14. Anjurkan ibu untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 6 minggu dengan luka
persalinan
Rasional: Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran pada masa itu semua luka
akibat persalinan, termasuk luka episiotomi biasanya telah sembuh dengan baik.
15. Anjurkan ibu untuk meminum hingga habis obat analgetik dan antibiotik serta zat besi
yang telah diberikan.
Rasional: Obat analgetik dapat mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu dan obat
antibiotik dapat menghambat mikroba atau jenis lain penyebab infeksi, serta dengan
pemberian zat besi pada ibu nifas karena di masa nifas kebutuhan Fe meningkat akibat
kehilangan darah pada saat proses persalinan.

LANGKAH VI: IMPLEMENTASI

Tanggal 16 juni 2017 pukul 13.15 wita

1. Menjelaskan kepada ibu bahwa kondisinya saat ini dalam keadaan baik.
2. Mengobservasi Tinggi Fundus Uteri (TFU), kontraksi uterus, pengeluaran lochia.
3. Menjelaskan penyebab nyeri luka jahitan episiotomi yang dirasakan ibu disebabkan
oleh adanya pemisahan jaringan atau otot-otot perineum dari akibat tindakan
episiotomi.
4. Menganjurkan ibu mobilisasi dini secara
5. Melakukan perawatan luka episiotomi
a. Mencuci tangan
b. Menganjurkan ibu berbaring
c. Membuka pakaian bawah ibu
d. Menggunakan handscoon
e. Melihat keadaan luka episiotomi
f. Membersihkan dengan betadin
g. Mengompres bekas luka jahitan episiotomi dengan kassa betadin
h. Memasang pembalut, celana dalam dan pakaian bawah ibu
i. Membereskan alat
j. Melepas handscoon
k. Mencuci tangan

40
6. Memberikan pendidikan kesehatan tentang istirahat yang cukup ± 8 jam di malam
hari dan ± 2 jam di siang hari
7. Menjelaskan kepada ibu akibat kurang istirahat dapat mengakibatkan kurangnya
produksi ASI dan memperbanyak perdarahan yang dapat menyebabkan depresi dan
ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri
8. Menjelaskan kepada ibu manfaat dari ASI eksklusif yakni mengandung kalori dari
ASI memenuhi kebutuhan bayi sampai usia enam bulan, ASI mengandung zat
pelindung, perkembangan psikomotorik bayi lebih cepat, manfaat bagi ibu dapat
mempercepat kembalinya rahim kebentuk semula.
9. Menganjurkan kepada ibu untuk makan makanan yang bergizi seimbang yaitu
karohidrat (nasi, kentang, roti), protein (tahu, tempe, daging, ikan, telur), vitamin
(buah dan sayur) dan memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung protein
untuk mempercepat penyembuhan luka episiotomi. Selain itu dengan pemenuhan
nutrisi bergizi seimbang mampu menambah tenaga ibu serta pemenuhan nutrisi untuk
produksi ASI, serta makanan yang berserat.
10. Menganjurkan kepada ibu untuk menjaga kebersihan diri terutama daerah perineum,
dengan pengganti pakaian dalam apabila terasa lembab, basah, kotor dan apabila ibu
sudah tidak nyaman lagi dan mengganti pembalut ialah 3 jam sekali atau bila keadaan
pembalut telah penuh atau dirasa tak nyaman.
11. Mengajarkan kepada ibu cara perawatan luka episiotomi yang pertama sebelum
menyentuh daerah vagina maupun perineum tangan harus dalam keadaan bersih,
membasuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa- sisa kotoran yang
menempel di sekitar vagina dan perineum, setelah dibasuh, keringkan perineum
dengan handuk lembut, lalu kenakan pembalut baru dan jangan sekali-kali menaburi
daerah perineum dengan bubuk bedak atau bahan lainnya karena itu dapat
menyebabkan risiko infeksi
12. Menjelaskan tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi yakni terdapat warna
kemerahan daerah luka episiotomi, adanya pengeluaran darah yang banyak padahal
sebelumnya sudah tidak, terasa panas daerah genitalia, mengeluarkan nanah dan
mengeluarkan bau yang sangat menyengat dari luka episiotomi hingga jalan lahir, dan
suhu tubuh melebihi 37,5ºC.

41
13. Menjelaskan kepada ibu tehnik menyusui yang baik dan benar yaitu mencuci tangan
yang bersih dengan sabun, perah sedikit ASI dan oleskan di sekitar puting, kemudian
memilih posisi duduk atau berbaring.
 Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi menyanggah seluruh tubuh bayi,
kepala dan tubuh bayi lurus menghadap ke dada ibu sehingga hidung bayi
berhadapan dengan puting susu ibu.
 Segera dekatkan bayi ke payudara sedemikian rupa, sehingga bibir bawah bayi
terletak di bawah puting susu.
 Meletakkan mulut bayi dengan benar yaitu dagu menempel pada payudara ibu,
mulut bayi terbuka lebar, dan bibir bawah bayi membuka lebar.
14. Menganjurkan kepada ibu untuk tidak melakukan hubungan seksual selama 6 minggu
dengan luka persalinan dengan batasan waktu 6 minggu didasarkan atas pemikiran
pada masa itu semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi biasanya telah
sembuh dengan baik

15. Menganjurkan ibu untuk meminum hingga habis obat analgetik dan antibiotik yang
telah diberikan.

 Asam Mafenamat : 6 tablet dosis 3 kali sehari Sebagai obat analgetik dan
antiinflamasi.
 Cefadroxil : 6 tablet dosis 2 kali sehari Sebagai antibiotik dengan spectrum luas,
efek melawan bakteri gram negatif maupun gram positif
 Fero Sulfat : 3 tablet dosis 1 kali sehari. Diberikan untuk membentuk sel darah
merah (hemoglobin) serta sebagai komponen untuk membentuk mioglobin
(protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen (protein yang terdapat pada
tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta enzim. Hasil: ibu bersedia
mengkonsumsi obatnya sampai habis.

LANGKAH VII: EVALUASI

Tanggal 16 juni 2017 pukul 13.30 wita

1. Ibu mengatakan nyeri pada luka episiotomi belum berkurang dan lebih terasa saat
bergerak atau ditekan

42
2. Masa nifas berlangsung normal ditandai dengan;
a. Masa nifas hari pertama
b. Keadaan umum ibu baik
c. Ibu dapat beristirahat dengan tenang
d. Tanda-tanda vital dalam batas normal
⮚ Tekanan darah : 110/70 mmHg
⮚ Nadi : 80 kali/menit teratur
⮚ Suhu : 36,6ºC aksilar
⮚ Pernapasan : 23 kali/menit saat istirahat

e. TFU 1 jari bawah pusat

f. Kontraksi uterus baik, teraba bundar dan keras

g. Pengeluaran lochia rubra dan tidak berbau

h. Ibu bersedia mengkonsumsi makanan yang bergizi serta menjaga personal hygiene.

i. Ibu masih tampak sedikit meringis ketika bergerak

j. Nyeri tekan pada perineum

3. Terjadi nyeri pada luka episiotomi. Adapun potensial terjadi infeksi ditandai dengan
⮚ Luka jahitan masih lembab
⮚ Ada pengeluaran lochia
⮚ Nyeri tekan pada perineum

4. Semua rencana tindakan dilanjutkan

43
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Masa nifas (puepurium) adalah masa pulih kembali, mulai dari Persalinan selesai sampai alat
– alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. Jadi masa
nifas (puepurium) Adalah setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti
sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 Sampai 40 hari (Setyo Retno
Wulanjani, 2011).

Akan tetapi, seluruh otot genetalia baru pulih kembali seperti Sebelum ada kehamilan dalam
waktu 3 bulan (Astutik, 2015). Periode Pasca persalinan meliputi masa tranisi kritis bagi ibu,
bayi dan Keluarganya secara fisiologis, emosional dan social (Haryani, 2012).
Asuhan kebidanan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada pasien
mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam keadaan seperti
sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil (Saleha, 2013).
Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu rupture dalah luka pada
perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala
janin atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak teratur sehingga
jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan. Dan yang kedua yaitu episiotomi adalah sebuah
irisan bedah pada perineum untuk memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum
keluarnya kepala bayi.
Untuk meminimalkan rasa nyeri yang terjadi pada luka perineum, maka diperlukan untuk
perawatan luka perineum yang mempunyai tujuan sebagai berikut: Mencegah terjadinya infeksi
sehubungan dengan penyembuhan jaringan, Menjaga kebersihan perineum dan memberikan rasa
nyaman pada pasien dan pada perawatan luka perineum ada beberapa faktor yang mempengaruhi
yaitu gizi, pengetahuan, ekonomi, keturunan.
4.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan Askeb ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan pelayanan
kebidanan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
b. Bagi Petugas Kesehatan

44
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam
bidang kebidanan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education
dalam perawatan luka perineum untuk mencegah infeksi.

45
DAFTAR PUSTAKA

Fraser M. Diane, Cooper A. 2009. Margaret. Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC

Prahayu, Titin. 2017. “Manajemen Asuhan kebidanan ibu nifas pad any”M” dengan luka
episiotomi di RSUD Syech Yusuf gowa”.Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
Makassar: UIN Alauddin

Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.

Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Sulistyawati. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Yogyakarta: C. V Andi

offset

Saifuddin, A.2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta : Yayasan Bina Pustaka-SP

Siska, S. 2019. http://eprints.poltekkesjogja.ac.id. Diakses 15 November 2021

Varney, H. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 2007. Jakarta : EGC

Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. 2006. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka-SP

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-rezamegapr-6787-3-babii.pdf

https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/ruptur-perineum/penatalaksanaan

46

Anda mungkin juga menyukai