Disusun Oleh:
KELOMPOK 8
Dian anugrah (B.22.006)
Nurmadinah (B.22.020)
Sintia (B.22.053)
Siti rahmawati (B.22.047)
Dosen Pengampu:
Fransiska Firna, S.Tr.Keb, M.Keb.
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya
yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Melakukan Penjahitan
Luka". Penulisan makalah ini bertujuan untuk tugas kelompok mata kuliah Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Penulis sadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari dukungan, dorongan,
dan bimbingan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Ibu Fransiska Firna S.Tr. Keb M. Keb selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan persalinan dan
Bayi Baru Lahir yang telah memberikan waktu, tenaja, pikiran, dan dukungan dalam bentuk
pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis merasa bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan proposal penelitian ini.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca demi perbaikan
makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................8
A. Episiotomi/Laserasi
1. Definisi Episiotomi/Laserasi...................................................................... 8
2. Tujuan Episiotomi/Laserasi....................................................................... 8
3. Waktu Episiotomi....................................................................................... 9
4. Alasan Tindakan Episiotomi/Laserasi…………………………………… 9
5. Teknik Episiotomi……………………………………………………….. 9
B. Anestesi Lokal……………………..………………………………………. 10
1. Pengertian Anestesi lokal……………………………………………….. 10
2. Manfaat Anestesi Lokal pada Penjahitan Episiotomi/Laserasi
Perineum……………………………………………….………………….. 10
C. Prinsip Penjahitan Prenium…………………………………………………11
D. Macam-Macam Penjahitan Episiotomi/Laserasi……………………............12
E. Pemantauan sedia Kala IV ……………………………………………….....18
1. Tekanan Darah……………………………………………………………18
2. Pemijatan Uterus/Massae…………………………………………………18
3. Suhu……………………………………………………………………….18
4. Perdarahan………………………………………………………………...18
5. Kandung Kemih…………………………………………………………...19
6. Tonus Uterus………………………………………………………………19
F. Wewenang bidan terhadap penjahitan luka perineum…………………………….
……………………………………….20
A. Kesimpulan....................................................................................................20
B. Saran...............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................…
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asuhan yang diberikan bidan dari mulai masa kehamilan, persalinan, bayi baru lahir.
nifas, dan penggunaan KB bertujuan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas
untuk mencegah terjadinya kematian ibu dan anak Kehamilan, persalinan, dan nifas
merupakan suatu keadaan yang alamiah yang dialami oleh setiap perempuan dengan
sistem reproduksi sehat, namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan suatu keadaan
yang dapat mengancam jiwa ibu dan bayi bahkan dapat menyebabkan kematian
(Nadia, 2012). Kehamilan merupakan proses reproduksi yang memerlukan perawatan
khusus karena menyangkut kehidupan ibu dan janin, agar dapat melewati masa
kehamilan, persalinan, dan melahirkan bayi yang sehat. Semua perempuan hamil pasti
menginginkan selama kehamilannya sampai proses kelahiran ibu dan bayi sehat, tidak
ada komplikasi atau masalah namun tidak menutup kemungkinan dalam prosesnya
dapat berubah menjadi patologis dikarenakan beberapa hal yang sangat sering terjadi
pada saat kehamilan, sehingga dalam prosesnya dapat mempengaruhi proses- proses
kedepannya seperti masalah perdarahan, preeklampsia/eklampsia, dan anemia
(Prawirohardjo, 2009).
Kehamilan dan persalinan adalah suatu proses fisiologis, diharapkan ibu akan
melahirkan secara normal, dalam keadaan sehat baik ibu maupun bayinya. Namun
apabila proses kehamilan tidak dijaga dan proses persalinan tidak dikelola dengan
baik, maka ibu dapat mengalami berbagai komplikasi selama kehamilan, persalinan,
masa nifas, bahkan dapat menyebabkan kematian (Manuaba, 2010)
4
yang fisiologis dan berkesinambungan.Persalinan normal menurut IBI adalah
persalinan dengan presentasi janin belakang kepala yang berlangsung secara spontan
dengan lama persalinan dalam batas normal tanpa intervensi (penggunaan narkotik,
epidural, oksitosin, percepatan persalinan, memecahkan ketuban dan episiotomi),
berisiko rendah sejak awal persalinan hingga partus dengan masa gestasi 37-42
minggu) (Indrayani, 2016: 21). Dasar asuhan persalinan yang normal adalah asuhan
yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya
pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan
asfiksia bayi baru lahir. Sementara fokus utamanya adalah mencegah terjadinya
komplikasi. (Prawirahardjo, 2014: 334)
Terjadinya persalinan normal bukan berarti tidak ada permasalahan dalam persalinan,
tetapi melainkan banyak kemungkinan hal yang bisa terjadi dimana dinamakan
dengan komplikasi pada saat persalinan yang menjadi salah satu penyebab terjadinya
kematian ibu bersalin maupun janinnya. Hal ini dapat menyebabkan tingginya Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) pada saat persalinan. Menurut
laporan World Health Organization (WHO) tahun 2014 bahwa AKI di dunia
mencapai 289.000 jiwa. Dimana terbagi atas beberapa negara, antara lain Amerika
Serikat 9.300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka
kematian ibu di negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia 190 jiwa, Vietnam 49
jiwa, Thailand 26 jiwa, Brunei 27 jiwa, Malaysia 29 jiwa. Sebagian besar kematian
ibu terjadi di negara berkembang karena kurang mendapat akses pelayanan kesehatan,
kekurangan fasilitas, terlambatnya pertolongan persalinan disertai keadaan sosial
ekonomi dan penidikan masyarkat yang masih tergolong rendah. (Indah, Firdayanti
dan Nadiah, 2019). Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Lampung berdasarkan
hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 - 2012 trendnya
menunjukkan kecenderungan menurun yaitu dari 55 per 1000 kelahiran hidup tahun
2002 menjadi 30 per 1000 kelahiran hidup tahun 2012. Angka Kematian Ibu (AKI)
berdasarkan laporan dari kabupaten kota tahun 2012 sebesar 115 per 100.000
kelahiran hidup. Bila dilihat berdasarkan kasus kematian yang ada di Provinsi
Lampung tahun 2012 berdasarkan laporan dari kabupaten terlihat bahwa kasus
kematian ibu (kematian ibu pada saat hamil, saat melahirkan dan nifas) seluruhnya
sebanyak 179 kasus dimana kasus kematian ibu terbesar (59,78%) terjadi pada saat
persalinan dan 70,95% terjadi pada usia 20 - 34 tahun. Sedangkan AKI di Lampu ng
5
Tengah sebanyak 27 per 21.500 kelahiran hidup tahun 2012. (Dinkes Lampung,
2012). Sebagian besar penyebab langsung angka kematian ibu, yaitu sebesar 90%
terjadi saat persalinan dan segera setelah persalinan. Penyebab langsungnya antara
lain karena perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan infeksi (11%). Data tersebut
menunjukan bahwa pengelolaan dan asuhan ibu saat persalinan merupakan salah satu
faktor penentu dalam penurunan angka kematian ibu. Untuk dapat memberikan
asuhan pada ibu bersalin yang berkualitas, dibutuhkan tenaga kesehatan terampil yang
dibekali pengetahuan lengkap tentang persalinan. (Sulistiawaty, 2010). Pada
persalinan dengan beberapa komplikasi dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya
kejadian patologis seperti persalinan kurang bulan dan pada persalinan kala I dapat
terjadi kala I memanjang, gawat janin, inersia uteri, syok, ring bandle. Pada kala dapat
terjadi kala II memanjang, distosia bahu. Pada kala III dapat terjadi retensio plasenta,
dan pada kala IV kemungkinan terjadi atonia uteri. Pada bayi dengan ibu yang
memiliki beberapa komplikasi dapat tumbuh lebih lambat di dalam rahim dari
seharusnya karena beberapa komplikasi yang terjadi pada ibu dapat mengurangi
jumlah nutrisi dan oksigen dari ibu untuk bayinya. Komplikasi yang bisa terjadi pada
bayi baru lahir adalah prematuritas, neonatal sepsis, infeksi saluran respirasi, neonatal
tetanus, infeksi tali pusat, kelainan bawaan, trauma persalinan dan asfiksia
(Prawirohardjo. 2009). Komplikasi yang terjadi pada masa nifas seperti perdarahan
dan infeksi masa nifas. Setelah masa nifas selesai segera beri konseling pada ibu
mengenai alat kontrasepsi dan anjurkan ibu untuk menggunakan alat
kontrasepsi.Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Manuaba,
2010). Namun, dari seluruh pasangan usia subur yang menjadi sasaran program KB,
terdapat sebagian yang memutuskan untuk tidak memanfaatkan program tersebut
dengan berbagai alasan. Untuk meningkatkan kesehatan ibu dalam masa reproduksi
dan bayi baru lahir maka diperlukan asuhan kebidanan komprehensif. Kemudian hal
berikutnya yang juga perlu diperhatikan yaitu masa bayi. Menurut Kristiyanasari
(2012), menyebutkan bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37
minggu sampai 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gram sampai dengan 4000
gram. Pada bayi dengan ibu yang memiliki beberapa komplikasi dapat tumbuhlebih
lambat di dalam rahim dari seharusnya karena beberapa komplikasi yang terjadi pada
ibu dapat mengurangi jumlah nutrisi dan oksigen dari ibu untuk bayinya. Jika kondisi
ibu parah, bayi mungkin lahir sebelum waktunya. Lebih dari 50% kematian bayi
6
terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan. Penyebab utama
Angka Kematian dan kecacatan pada bayi selama masa pascapersalinan termasuk
asfiksia, bayi berat lahir rendah (BBLR) dan infeksi (Kemenkes RI.2015:129)
1. Pada masa nifas, seorang ibu menjadi calon akseptor KB untuk mencegah 4 Terlalu
salah satunya terlalu cepat hamil yaitu < 2 tahun, dimana dalam masa nifas diperlukan
waktu pemulihan alat reprodu i kembali ke masa sebelum hamil sehingga pada
kunjungan nifas yang ketiga sudah menjadi calon akseptor KB. Keluarga berencana
adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak
kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Manuaba, 2010). Namun, dari seluruh
pasangan usia subur yang menjadi sasaran program KB, terdapat sebagian yang
memutuskan untuk tidak memanfaatkan program tersebut dengan berbagai alasan.
Semua perempuan hamil pasti menginginkan selama kehamilannya sampa proses
kelahiran ibu dan bayi sehat tidak ada komplikasi, namun tidak menutup
kemungkinan dapat berubah menjadi patologis pada kehamilannya yang juga dapat
mempengaruhi proses persalinannya hingga memutuskan untuk ber-KB.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu episiotomi/laserasi?
2. Apa tujuan episiotomi/laserasi?
3. Kapan waktu dilakukan tindakan episiotomi/laserasi?
4. Apa alasan tindakan episiotomi/laserasi?
5. Apa saja teknik-teknik tindakan episiotomi?
6. Apa itu anestesi lokal?
7. Apa manfaat anestesi lokal pada penjahitan episiotomi/laserasi?
8. Apa saja prinsip-prinsip penjahitan perineum?
9. Apa saja jenis-jenis penjahitan episiotomi?
10. Apa itu pemantauan kala IV?
11. Bagaimana pemantauan tekanan darah?
12. Bagaiamana pemantauan pemijatan uterus/massae?
13. Bagaimana pemantauan suhu?
14. Bagaiamana pemantauan perdarahan?
15. Bagaimana pemantauan kandung kemih?
16. Bagaimana pemantauan tonus uterus?
7
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan kebidanan yang meliputi asuhan
kebidanan persalinan dan bayi baru lahir.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui episiotomi/laserasi.
b) Untuk mengetahui tujuan episiotomi/laserasi.
c) Untuk mengetahui waktu dilakukan tindakan episiotomi/laserasi.
d) Untuk mengetahui alasan tindakan episiotomi/laserasi.
e) Untuk mengetahui teknik-teknik tindakan episiotomi.
f) Untuk mengetahui anestesi lokal.
g) Untuk mengetahui manfaat anestesi lokal pada penjahitan
episiotomi/laserasi.
h) Untuk mengetahui prinsip-prinsip penjahitan perineum.
i) Untuk mengetahui jenis-jenis penjahitan episiotomi.
j) Untuk mengetahui pemantauan kala IV.
8
BAB II
PEMBAHASAN
A. Episiotomi/Laserasi
1. Pengertian Episiotomi/Laserasi
2. Tujuan Episiotomi
9
keadaan apabila episiotomi tidak dilakukan kemungkinan besar terjadi ruptur
prenium.
3. Waktu episiotomi
b. Indikasi ibu
5. Teknik Episiotomi
a. Episiotomi medialis
10
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina
sampai batas atas otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah
cara anestesi infiltrasi antara lain dengan larutan procaine 1%-2%; atau
larutan lidonest 1%-2%; atau larutan Xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian
anestesi, dilakukan insisi dengan mempergunakan gunting episiotomi
dimulai dari bagian terbawah introitus hingga kepala dapat dilahirkan.
b. Episiotomi mediolateral
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina
menuju ke arah belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke
arah kanan ataupun kiri, tergantung pada kebiasaan orang yang
melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4 cm. Insisi ini dapat dipilih untul
melindungi sfingter ani dan rektum dari laserasi derajat tiga atau empat,
terutama apabila perineum pendek, arkus subpubik sempit atau diantisipasi
suatu kelahiran yang sulit.
c. Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira
pada jam 3 atau 9 menurut arah jarum jam. Teknik ini sekarang tidak
dilakukan lagi oleh karena banyak menimbulkan komplikasi. Luka insisi ini
dapat melebar ke arah dimana terdapat pembuluh darah pundendal interna,
sehingga dapat menimbulkan perdarahan yang banyak. Selain itu parut
yang terjadi dapat menimbulkan rasa nyeri yang menganggu penderita.
B. Anestesi Lokal
11
b) Pembiusan lokal, hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan
c) Pembiusan regional, hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh
oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
dengannya.
2. Manfaat Anastesi Lokal Pada Penjahitan Laserasi Perineum
a) Salah satu penerapan asuhan sayang ibu, karena dengan anastesi lokal
akan mengurangi rasa sakit.
b) Memberikan pengalaman yang baik bagi pasien sehingga proses adaptasi
psikologis masa nifas tidak terganggu dengan pengalaman yang tidak
menyenangkan saat persalinan.
c) Memberikan konsep yang positif tentang bidan bagi pasien.
12
diperhatikan teknik pencegahan infeksi, gunakan benang yang panjang dan sesedikit
mungkin jahitan untuk menyatukan jaringan tubuh.
Beberapa macam penjahitan luka menurut derajat luka yaitu :
1. Derajat I, merupakan luka perineum yang mencakup mukosa vagina, fourchette
posterior, dan kulit perineum. Dapat dilakukan dengan hanya dengan catgut yang
dijahitkan secara jelujur.
2. Derajat II, merupakan luka perineum mencakup mukosa vagina, fourchette
posterior, kulit dan otot perineum. Jika ditemukan pinggir robekan yang tidak rata
atau bergerigi, sebaiknya harus diratakan terlebih dahulu. Robekan sebelah kiri
dan kanan masing-masing diklem kemudian digunting. Setelah rata, selanjutnya
dilakukan penjahitan yang dimulai dari otot dengan catgut. Kemudian selaput
vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan lender
vagina dimulai dari puncak robekan terakhir kulit perineum yang dijahit dengan
benang sitera secara terputus-putus.
3. Derajat III, merupakan luka perineum mencakup mukosa vagina, fourchette
posterior, kulit perineum, otot perineum, dan otot sfingter ani. Dimulai dari
dinding vagina bagian depan rektum yang robek dijahit. Selanjutnya perineal dan
fasia septum retrovaginal dengan catgutchromic sehingga bertemu kembali.
Ujung-ujung spingter ani yang terpisah oleh robekan diklem, kemudian dijahit 2-3
jahitan menggunakan catgutchromic sehingga bertemu. Selanjutnya robekan
selanjutnya dijahit seperti derajat II.
4. Derajat IV, merupakan luka perineum mencakup mukosa vagina, fourchette
posterior, kulit perineum, otot perineum dan otot sfingter ani, dan dinding rectum
anterior. Pada derajat IV hanya boleh dijahit dengan pengawasan dokter. Berikut
langkah-langkah tindakan penjahitan luka perineum. Kaji riwayat alergi pasien
terhadap lidokain, Suntikkan 10 ml lidokain 1% di bawah mukosa vagina, otot dan
kulit perineum di 2 sisi luka, tunggu 2 menit untuk memperoleh efek anastesi,
Jahit secara jelujur dengan jarak 1 cm dari ujung luka sampai batas vagina,
Lanjutkan menjahit bagian otot perineum dengan cara yang sama, Setelah di ujung
otot, lanjutkan menjahit kulit perineum dengan jahitan subkutis sampai ke arah
vagina dan lakukan penyimpulan, dan cek kembali luka robekan setelah dilakukan
penjahitan.
D. Macam-Macam Jahitan Laserasi Perineum
13
Penjahitan episiotomi, secara umum prosedur sama dengan menjahit laserasi
perineum. Jika episiotomi telah dilakukan, pastikan lakukan penilaian hati-hati untuk
memastikan luka tidak meluas. Gunakan jahitan jelujur, namun jika ada sayatan yang
dalam sampai ke otot, mungkin diperlukan penjahitan terputus-putus untuk
merapatkan jaringan.
1. Jahitan Interuptus
Jahitan interuptus sama dengan pengikatan simpul kecuali kedua ujungnya
dipotong
2. Jahitan Kontinu/Jelujur
Jenis jahitan ini sesuai untuk menjahit dinding vulva posterior guna mencegah
terjadinya lipatan. Untuk memastikan bahwa luka telah diperbaiki secara
menyeluruh, ujung atas harus ditentukan terlebih dahulu.
Keuntungan:
a. Mudah dipelajari
b. Tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan
c. Menggunakan lebih sedikit jahitan.
Teknik
a. Jahitan pertama dimasukkan ke jaringan di atas apeks luka, tempat satu simpul
ditambatkan.
b. Ujung yang pendek dipotong
c. Jahitan berikutnya dibuat di bawahnya dan sejajar dengan yang pertama;
tangan kiri sedikit menekan benang kiri sehingga jarum muncul di sebelah
kanan benang yang dipegang. Hal ini merupakan cara mengunci jahitan
(gambar 3).
14
d. Jahitan dilanjutkan kurang lebih 1 cm di bawah dinding vagina ke arah
Fourchette(bagian kulit tipis berbentuk V yang menghubungkan labia minora
kanan dan kiri bagian bawah).
e. Jahitan diikat dengan tidak mematikan ikatan jahitan terakhir (muncul di
sebelah kiri benang yang dipegang) dan tahan lingkaran tersebut sebagai ujung
yang pendek.
f. Simpul kemudian diikat dengan cara yang sama dan dapat disembunyikan
untuk kenyamanan.
Sesuai namanya, jahitan ini berada di bawah kulit. Dimulai dari ujung anal,
dibuat satu simpul di bawah kulit. Untuk melakukan hal ini jarum harus
dimasukkan ke dalam sisi tangan kiri dari luka, kemudian dikeluarkan (masih
tetap di bagian kiri) secara superfisialis(berdekatn dengan luka) tepat di bawah
kulit. Simpul diikat (gambar 5). Jarum kemudian dibalik arah pada pegangan
jarum (ujung jarum di sebelah kanan pegangan jarum), kemudian di sisi tangan
kanan dari luka. jarum dimasukkan secara superfisial di bawah kulit berlawanan
dengan arah simpul kiri. Jarum ditusukkan secara superfisial (tetap di kanan) kira-
kira sepanjang jarum. Tusukkan berikutnya dibuat di sebelah kiri insisi, masuk
berlawanan dengan jahitan terakhir sebelah kanan. Proses ini diulang sampai
mencapai daerah Fourchette. Lingkaran benang dibuat pada tusukkan terakhir
15
untuk mematikan simpul. Kedua ujung digunting. Tidak boleh ada materi tampak
di luar pericum.
Jika episiotomi sangat dalam atau kedalamannya tidak sama, lakukan beberapa
jahitan tunggal pada bagian dalam sebelum perbaikan dilanjutkan seperti biasa.
16
b. Jahitlah mukosa vagina dengan menggunakan jahitan jelujur ke bawah
sampai lingkaran himen (gambar 7)
e. Begitu mencapai bagian luka tepat di atas rektum, putarlah jarum ke atas
dan mulailah menjahit lagi menggunakan jahitan jelujur untuk menutup
jaringan subkutikuler. Lihat gambar 10. Sekarang buatlah jahitan lapisan
kedua di daerah yang sama. Perhatikan sudut jarum pada gambar 10 dan
11. Jahitan lapisan kedua ini akan meninggalkan luka terbuka kira-kira 0,5
cm. luka ini akan menutup sendiri bersamaan dengan penyembuhan luka.
17
f. Sekarang jahitan digerakkan lagi dari luka perineum ke dalam vagina.
Perhatikan gambar 12 dan 13 jahitan keluar dari belakang himen.
a. Dapat diserap, biasanya terbuat dari jaringan ikat usus halus biri-biri dan
terdiri atas dua macam :
1) Plain Catgut: larut dalam jaringan setelah 1 minggu.
18
2) Chromic Catgut (direndam dalam kromik oksida): tahan sampai 10-40
hari. Karena kuat dan lambat diserap, jenis benang ini sangat baik
untuk menjahit episiotomi dan robekan jalan lahir akibat persalinan.
Benang jahit sintetik ada juga yang dapat diserap. Contohnya, Vikril
atau poliglaktin 910. Jenis benang ini lengkap diserap dalam 60-90 hari
b. Tidak dapat diserap
Benang jahit yang tidak dapat diserap terbuat dari kapas, sutera,
jaringan tumbuh-tumbuhan, logam atau serabut sintetik. Benda-benda ini
cenderung menimbulkan reaksi jaringan (seperti peradangan dengan
pembengkakan dan kemerahan). Jika tidak ada benang jahit yang dapat
diserap, gunakanlah benang jahit yang tidak dapat diserap. Robekan jalan
lahir yang tidak dijahit dapat menimbulkan perdarahan. Benang jahit
dibedakan menurut ukurannya. Benang dengan ukuran 3-0 (000) dan 2-0
(00) sangat kuat dan baik untuk memperbaiki robekan jalan lahir. Makin
banyak angka nolnya, semakin tipis benangnya. Benang dengan ukuran 6-
0 sangat baik untuk menjahit luka pada muka. Sedang ukuran 9-0 sangat
baik untuk operasi mata. reaksi jaringan. Benang jahit biasa pun dapat
digunakan dalam keadaan Benang jahit yang paling ideal untuk menjahit
luka episiotomi atau robekan perineum adalah Chromic Catgut karena
bersifat lentur, kuat, tahan lama dan jarang menyebabkan
E. Pemantauan Kala IV
Pemantauan pasca persalinan Penolong persalinan harus melakukan
pemantauan kepada ibu bersalin dan bayinya setelah melahirkan. Hal ini dilakukan
salam 2 jam pertama pasca persalinan. Hal-hal yang harus dipantau adalah sebagai
berikut:
1. Memantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih dan perdarahan
setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua. Jika
menemukan hal yang tidak normal, lakukan observasi dan penilaian lebih sering.
Pemantauan tekanan darah dilakukan untuk memastikan bahwa ibu tidak
mengalami syok akibat banyak mengeluarkan darah. Beberapa tanda syok yaitu
nadi cepat (110 kali/menit atau lebih), tekanan darah sistolik kurang dari 90
mmHg, pucat, berkeringat atau dingin, kulit lembab, nafas cepat (lebih dari 30
19
kali/menit), kesadaran menurun serta produksi urin sedikit sehingga menjadi
pekat.
2. Massase/pemijatan uterus untuk memastikan berkontraksi dengan baik setiap 15
menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua. Jika menemukan hal
yang tidak normal, lakukan observasi dan penilaian lebih sering. Uterus yang
tidak berkontraksi akan menyebabkan perdarahan.
3. Memantau suhu ibu setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan. Suhu yang
tinggi perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya infeksi.
4. Penilaian perdarahan, memeriksa perineum dan vagina setiap 15 menit pada jam
pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua.
Perdarahan yang normal pasca persalinan selama 6 jam pertama mungkin hanya
akan sebanyak satu pembalut per jam atau seperti darah menstruasi ynag banyak.
Jika perdarahan lebih banyak dari itu, sebaiknya dilakukanPemeriksaan lebih
cermat.
5. Memantau kandung kemih ibu, jika kandung kemih ibu penuh bantu untuk
mengosongkannya dan mengingatkan untuk selalu mengosongkan kandung
kemihnya.
Kandung kemih yang kosong akan membantu involusio uterus. Jika ibu tidak bisa
berkemih sendiri bantu dengan menyiramkan air hangat pada perineumnya untuk
merangsang keinginan untuk berkemih namun jika tidak berhasil maka perlu
dilakukan kateterisasi secara aseptik dengan menggunakan kateter nelaton steril.
6. Mengajarkan kepada ibu dan keluarga untuk menilai tonus dan perdarahan uterus
dan mengajarkan cara melakukan massase atau pemijatan uterus jika lembek.
7. Membantu ibu membersihkan dirinya dan mengenakan baju atau sarung yang
bersih serta mengatur posisi ibu dengan nyaman.
8. Menjaga kehangatan dan kebersihan bayi dengan menyelimuti dengan kain yang
bersih, kemudian memberikan kepada ibunya untuk disusui dengan ASI.
9. Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras,setiap 15 menit dalam 1
jam pertama dan setiap 30 menit pada jam ke dua
20
Asuhan Kala IV
21
7. Pemberian Uterotonika pada manajemen aktif kala III Postpartum
8. Mengadakan bimbingan kelas Ibu hamil serta memberikan keterangan
kehamilan dan kelahiran pada Ibu.
22
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
23
B. Saran
Mungkin ini lah yang dapat kami tulis, meskipun penulisan ini jauh dari kata
sempurna minimal kami mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari
penulisan kelompok kami. Kami juga butuh saran atau kritikan agar bisa menjadi motivasi
untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ani, Murni. DKK. (2023). Persalinan Berbasis Kompetensi. Sumatra Barat: Get Press
Indonesia.
Bakri, Deffi Uprianti. DKK. (2023). Asuhan Kebidanan Patologi. Sumatra Barat: CV
GETPRESS INDONESIA.
Mintaningtyas, Sestu Iriami. DKK. (2023). Buku Ajar Asuhan Persalinan Dan Bayi Baru
Lahir. Jawa Tengah: PT Nasya Expanding Management.
Ma’rifah, Umi. dan Mardiyana Nova Elok. (2018). Modul Praktikum “Asuhan Kebidanan
Persalinan Dan Bayi Baru Lahir”. Surabaya: UM Surabaya Publishing.
Parwatiningsi, Sri Anggarini. DKK. (2021). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru
Lahir. Sukabumi, Jawa Barat: CV Jejak.
Rohmawati, Wiwin. DKK. (2022). Asuhan Kebidanan Persalinan BBL. Sumatra Barat:
MITRA CENDEKIA MEDIA.
Shelvi, Ovi Lestari. DKK. (2022). Potensi hydrogel daun sirih merah terhadap percepatan
penyembuhan liuka perineum. Jawa tengah: PT PUSTAKA RUMAH CINTA.
Lilis, Dewi Nopiska. DKK. (2023). Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru Lahir.
Jawa Tengah: PT MEDIA PUSTAKA INDO.
Wulandari, Siswi. DKK. (2023). Pengantar Asuhan Kebidanan. Sumatra Barat: PT Get press
Indonesia.
25