Anda di halaman 1dari 39

TUGAS KELOMPOK

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PRENATAL


PADA IBU HAMIL REMAJA DENGAN ABORTUS
Dosen Pengampu : Fitra Arsy Nur Cor’yah,SST.,M.Keb

Oleh :

1. HIKMATUL ISNAINI P07124122019A


2. HILYATUL AULIA P07124122020A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES MATARAM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan karunia-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan Tugas Psikologi
Perkembangan “Psikologi Perkembangan Prenatal Pada Ibu Hamil Remaja
Dengan Abortus” selesai tepat waktu. Dalam penyusunan tugas ini penulis banyak
mendapat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucap kan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Dr. Yopi Harwinanda Ardesa, M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan
Kemenkes Mataram.
2. Dr.Sudarmi, SST.,M.Biomed selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Mataram.
3. Imtihantun Najahah, SST., M.Kes selaku Ketua Jurusan Terapan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Mataram
4. Fitra Arsy Nur Cory’ah SST.,M.Keb Selaku dosen pengajar matakuliah Psikologi
Perkembangan
5. Sahabat dan teman-teman seperjuangan yang senantiasa meluangkan
waktunya untuk mau memberikan semangat dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karna itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
untuk perbaikan selanjutnya. Demikian, semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan
menambah wawasan bagi penulis dan para pembaca pada umumnya

Mataram, Januari 2023

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................ i

Kata pengantar ............................................................................................ii

Daftar Isi ....................................................................................................iii

Daftar Lampiran ..........................................................................................30

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang ..............................................................................1


B. Tujuan............................................................................................3
C. Manfaat..........................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5


A. Kehamilan Remaja ......................................................................5
1. Pengertian Remaja ................................................................5
2. Pengertian Kehamilan Remaja ..............................................5
3. Faktor penyebab kehamilan Remaja .....................................6
4. Kebutuhan Nutrisi pada Ibu Hamil di Usia Remaja ................6
5. Dampak Kehamilan Remaja ..................................................7
B. Abortus ........................................................................................9
1. Pengertian Abortus ................................................................9
2. Jenis-jenis Abortus ................................................................9
3. Patofisiologi Abortus ..............................................................11
4. Etiologi Abortus .....................................................................12
C. Psikologi perekembangan Prenatal .............................................13
1. Pengertian..............................................................................13
2. Tahapan Perkembangan Prenatal .........................................13
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Prenatal. 16
4. Komplikasi Prenatal ...............................................................17
BAB III ANALISIS MASALAH......................................................................21
A. Pembahasan................................................................................21
BAB IV PENUTUP........................................................................................26
A. Kesimpulan..................................................................................26

iii
B. Saran............................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27

iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 PPT............................................................................................30

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Angka kematian ibu masih sangat tinggi. Sekitar 99% kematian
maternal terjadi di negara-negara berkembang. Angka kematian ini masih
menjadi masalah di berbagai negara berkembang ermasuk Indonesia.
Sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi kehamilan atau
persalinan diseluruh dunia setiap hari. Remaja muda menghadapi risiko
komplikasi dankematian lebih tinggi akibat kehamilan dibandingkan
wanita lain. Risiko kematian ibu hamil paling tinggi untuk remaja putri di
bawah 15 tahun dan komplikasi pada kehamilan dan persalinan adalah
penyebab utama kematiandi kalangan remaja perempuan di negara
berkembang (WHO, 2014).
Millenium Development Goals menargetkan rasio kematian
diIndonesia pada tahun 2015 adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup
( Profil kesehatan Indonesia,2021) .Pada tahun 2013 Angka Kematian
Ibu (AKI) di dunia 210 per 100.000 kelahiran hidup, AKI di negara
berkembang 230 per 100.000 kelahiran hidup dan AKIdi negara maju 16
per 100.000 kelahiran hidup. Asia Tenggara 140 per100.000 kelahiran
hidup dan Asia Barat 74 per 100.000 kelahiran hidup (WHO,2014) Salah
satu penyebab langsung AKI yaitu abortus ( Profil Kesehatan Inonesia,
2021). WHO menetapkan bahwa abortus termasuk dalam masalah
kesehatan reproduksi yang perlu mendapatkan perhatian dan merupakan
penyebab penderitaan wanita diseluruh dunia. Masalah abortus
mendapat perhatian penting dalam kesehatanmasyarakat karena
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas maternal.
Abortus spontan diperkirakan sebesar 10-15%.5 Di dunia terjadi 20
juta kasus abortus tiap tahun dan 20 ribu wanita meninggal karena
abortus tiap tahunnya. Sampai saat ini, data yang komprehensif tentang
kejadian abortus di Indonesia belum ada. Berbagai data yang
diungkapkan adalah berdasarkan survei dengan cakupan yang relatif

1
terbatas. Diperkirakan tingka tabortus di Indonesia adalah sekitar 2
sampai dengan 2.6 juta kasus per tahun,atau 43 abortus untuk setiap 100
kehamilan. Diperkirakan pula bahwa 30% diantara abortus tersebut pada
usia 15-24 tahun. Frekuensi abortus meningkat 12% pada perempuan
yang berusia <20 tahun. Seseorang yang abortus dapat mengalami
komplikasi perdarahan, perforasi, infeksi dan bisa mengalami
syok( Saifuddin, 2010 dalam Utari 2017 ). Faktor risiko yang
menyebabkan abortus adalah faktor janin, faktor ibudan faktor ayah.
Faktor risiko dari janin meliputi kelainan perkembanganzigot, kelainan
jumlah kromosom, kelainan struktur kromosom, kelainanplasenta.
Sedangkan faktor risiko dari ibu meliputi konsumsi alkohol,kelainan
imunologi, penyakit ibu seperti anemia, hipertensi, dan diabetesmelitus,
kelainan rahim, umur, paritas, jarak kehamilan, riwayat abortus,
danpekerjaan. Faktor risiko dari ayah meliputi kelainan kromosom
sperma dan umur.
Komplikasi abortus yang dapat menyebabkan kematian ibu antara
lain karena perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang terjadi selama
abortus dapat mengakibatkan pasien menderita anemia, sehingga
dapat meningkatkan resiko kematian ibu (Cunningham, 2009 dalam
Heryanti 2018 ).Komplikasi abortus yang membahayakan kesehatan ibu
dan dapat memberikan dampak negatif pada berbagai aspek tersebut
harus dapat dicegah. Pencegahan sekaligus menekan kejadian
abortus dengan memperhatikan usia pernikahan, usia
pernikahan yang ideal yaitu 20-35 tahun, karena pada usia diatas
20 tahun organ reproduksi perempuan sudah siap mengandung
dan melahirkan, sedangkan pada usia 35 tahun mulai terjadi proses
regeneratif. Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan abortus
adalah umur ibu, usia kehamilan, jumlah paritas, jarak kehamilan,
tingkat pendidikan status ekonomi, dan riwayat abortus sebelumnya
(Rimanto dkk, 2014)
Menurut Direktur penelitian WomenResearch Institutte Edriana
Noerdin, penyebabutama angka kematian ibu di Indonesia, yaitu
perdarahan dan infeksi. Salah satu penyebabkedua hal ini adalah

2
abortus. 15 persen abortusdi Indonesia terjadi pada perempuan berusia
dibawah 20 tahun dan sekitar 2,3 juta abortus terjadi setiap tahun di
Indonesia. Sebanyak 1 juta keguguran spontan, 700 ribukarena
kehamilan tidak diinginkan dan 600 ribukarena kegagalan keluarga
berencana.
Berdasarkan hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Putri Nurvita
(2013) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi abortus menunjukkan
bahwa usia ibu, interval kehamilan dan paritas berpengaruh terhadap
kejadian abortus ( Rochmawati, 2013). Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Astari Resha (2015) mengenai hubungan usia ibu
dan paritas dengan kejadian abortusbahwa usia ibu dan paritas
berpengaruh terhadap kejadian abortus dengan hasil p=0.000.11
Berdasarkan hasil penelitian Silmi, Lili, Putri, dan Astari Resha bahwa
usia ibu ada perbedaan kebermaknaan.
Kehamilan pada remaja menjadi salah satu faktor risiko terjadinya
abortus. Kehamilan yang terjadi pada usia remaja rentanmengalami
gangguan kehamilan dan permasalahan lain yang berhubungandengan
kehamilan di usia muda(Saifuddin,2014).Usia yang terlalu muda untuk
hamilmemicu risiko bagi ibu dan anak dari segi fisik dan psikis
selamakehamilan( Rusli RA,2011 dalam Utari 2017 ). Risiko abortus
meningkat pada ibu usia <20 tahun karena dari segi biologis
perkembangan alat-alat reproduksinya masih dalam proses kematangan
belum sepenuhnya optimal sehingga belum siap untuk
menerimakehamilan (Wiknjosastro,2007 dalam Utari 2017 ). Kehamilan
remaja adalah kehamilan yang berlaku pada wanitayang berusia 10-19
tahun (WHO,2015).
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui psikologi perkembangan prenatal pada ibu
Hamil Remaja dengan Abortus.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahuui apa itu Remaja
b. Untuk mengetahui apa itu kehamilan Remaja

3
c. Untuk mengetahui Faktor penyebab kehamilan Remaja
d. Untuk mengetahui Kebutuhan Nutrisi pada Ibu hamil Remaja
e. Untuk mengetahui dampak kehamilan Remaja
f. Untuk mengetahui apa itu abortus
g. Menganalis factor-faktor resiko permasalahan psikologi terkait
kehamilan remaja dengan abotus dan factor-faktor yang
berperengaruh selama prenatal.
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswi
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang factor-
faktor resiko permasalahan psikologi terkait kehamilan remaja dengan
abotus dan factor-faktor yang berperengaruh selama prenatal.
2. Bagi institusi pendidikan
Untuk menambah informasi dan pengembangan ilmu serta
menambah iteratur bacaan sebagai bahan ajar untuk kurikulum
pendidikan jurusan kebidanan khususnya yang berkaitan psikologi
prekembangan prenatal dengan kehamilan remaja dengan Abortus.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kehamilan Remaja
1. Pengertian Remaja
World Health Organization (WHO) dalam Jurnal Universitas Galuh
(Hindiarti, 2019) mengatakan remaja merupakan penduduk yang memiliki
batas usia antara 10-19 tahun.
Puspita dalam Jurnal Maternitas Aisyah (2019) mengatakan bahwa
remaja adalah Penduduk dalam rentang usia 10-19 tahun. Masa ini
merupakan periode persiapan menuju masa dewasa yang akan melewati
beberapa tahapan perkembangan penting dalam hidup. Selain kematangan
fisik dan seksual, remaja juga menuju kemandirian sosial dan ekonomi,
membangun identitas, akuisisi kemampian untuk kehidupan masa dewasa
serta kemampuan bernegosiasi.
2. Pengertian Kehamilan Remaja
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada wanita usia
10-19 tahun baik pada remaja yang menikah maupun yang belum menikah.
Kehamilan usia remaja memberikan resiko yang sangat tinggi terhadap
kematian ibu dan bayi, hal ini dikarenakan kehamilan pada usia remaja bisa
menyebabkan terjadinya perdarahan pada saat hamil yang beresiko
terhadap kematian ibu. Angka kematian maternal pada wanita hamil dan
melahirkan usia dibawah 20 tahun dua sampai lima kali lebih tinggi daripada
kematian maternal yang terjadi pada wanita hamil usia 21-29 tahun
(Meriyani, 2016).
Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada usia remaja
(kurang dari 20 tahun). Wanita yang hamil pada usia 10-19 tahun mempunyai
risiko yang lebih besar untuk mengalami komplikasi kehamilan dan
persalinan. Wanita kurang dari 20 tahun organ-organ reproduksinya belum
berfungsi dengan sempurna sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan

5
akan lebih mudah mengalami komplikasi (Bidan dan Dosen Kebidanan,
2018b : 587). Usia 10-20 tahun adalah usia remaja yang mempunyai risiko
lebih tinggi kesulitan melahirkan, sakit, cacat, kematian bayi atau ibu
daripada kehamilan dalam usia usia diatasnya (Puspita, 2019).

3. Faktor Penyebab Kehamilan Remaja


Masalah seksual dikalangan remaja adalah masalah yang cukup pelik
untuk diatasi, perkembangan seksual itu muncul sebagai bagian dari
perkebangan yang harus di jalani. Namun, disisi lain penyaluran hasrat
seksual yang belum semestinya dilakukan dapat menimbulkan dan berakibat
yang serius, seperti kehamilan. Fenomena kehamilan remaja perempuan
saat ini sudah banyak dijumpai, beberapa faktor yang menyebabkan
kehamilan pada remaja antara lain hubungan seks pada masa subur,
renggangnya hubungan antara remaja dengan orang tuanya, rendahnya
interaksi ditengah-tengah keluarga dan keluarga yang tertutup terhadap
informasi seks. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan kehamilan
remaja diantaranya:
a. Kurangnya pengetahuan tentang seksualitas
b. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
c. Rendahnya sosial ekonomi
d. Pengaruh pergaulan dengan teman sebaya yang negatif
e. Faktor sosiodemografi
f. Hubungan antar keluarga
g. Kebutuhan terhadap perhatian
h. Penyalahgunaan obat-obat terlarang
i. Kemudahan dalam mengakses media informasi (Bidan dan Dosen
Kebidanan Indonesia, 2018b : 632).

4. Kebutuhan Nutrisi Pada Ibu Hamil di Usia Remaja


Remaja yang hamil memiliki kebutuhan yang makanan khusus karena
tubuh mereka sendiri belum berkembang sepenuhnya bahkan saat mereka
mendukung pertumbuhan janin. Penelitian akan kehamilan remaja telah
menunjukan ibu muda dan janin mereka bersaing mendapatkan zat gizi, lebih

6
daripada ibu dewasa. Remaja pun memiliki kemungkinan dua kali lebih besar
untuk memiliki bayi yang lahirnya rendah atau melahirkan prematur.
Kekurangan apapun dalam makanannya bisa mengorbankan kesehatan ibu
dan janin. Remaja seringkali memiliki kebiasaan makan yang lebih buruk
ketimbang perempuan biasa. Selain itu, karena lebih dari 90% kehamilan
remaja tidak direncanakan, para remaja memiliki kemungkinan lebih kecil
siap hamil (Yohana, Yovita dan Yesika, 2015).
Pada remaja yang hamil membutuhkan kalsium dan fosfor ekstra,
yang keduanya penting bagi kesehatan tulang, juga jumlah magnesium dang
seng yang lebih besar. Mereka harus memiliki target porsi ekstra susu
rendah lemak dan tanpa lemak. Juga danging tanpa lemak, sayuran berdaun
hijau, gandum utuh dan legum. Minum vitamin prenatal juga bisa menolong
mengamankan makanan seorang ibu muda. Namun para perempuan muda
juga tidak boleh overdosis suplemen vitamin atau mineral, terutama vitamin A
yang bisa menumpuk didalam tubuh dan menjadi toksin bagi janin (Yohana,
Yovita dan Yesika, 2015).
5. Dampak Kehamilan Remaja
Kesiapan seorang perempuan untuk hamil dan melahirkan atau
mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam tiga hal, yaitu kesiapan
fisik, kesiapan mental, emosi, psikologis dan kesiapan social ekonomi. Dalam
kurun waktu reproduksi sehat, dikenal bahwa usia aman untuk kehamilan
adalah 20-30 tahun. Dimana wanita disaat usia 20-30 tahun, fisik terutama
organ reproduksi dan psikologis secara keseluruhannya telah siap untuk
bereproduksi (Peter, 2014).
a. Dampak Biologis
Secara biologis pada masa remaja terjadi proses awal
kematangan organ reproduksi manusia, kehamilan pada masa remaja
mempunyai resiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja
alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya. Rahim
(uterus) akan siap melakukan fungsinya setelah perempuan berumur 20
tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal.
Sedangkan pada usia 15-19 tahun, sistem hormonal belum setabil.
Dengan sistem hormonal yang belum setabil maka proses kehamilan

7
menjadi tidak setabil dampaknya akan banyak resiko kesehatan yang
akan dihadapi seperti abortus, anemia, kurang gizi, preeklamsi dan
eklamsi. Sedangkan pada saat persalinan dapat menimbulkan,
persalinan lama, ketuban pecah dini, ketidak seimbangan kepala bayi
dengan lebar panggul, persalinan premature, berat badan bayi lahir
rendah dan perdarahan yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu
maupun bayinya. Resiko pada bayi yang di lahirkan prematur dan BBLR
(Hanum, 2015 : 94).
Menurut BKKBN dalam LTA Lestari tahun 2016 terdapat
beberapa alasan medis untuk menunda usia perkawinan pertama dan
kehamilan pertama bagi istri yang belum berumur 20 tahun yaitu kondisi
rahim dan panggul belum berkembang optimal sehingga dapat
mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian pada saat persalinan, nifas
serta bayinya, dan kemungkinan timbulnya risiko medik. Resiko tinggi
kehamilan remaja yang dialami ibu meliputi: keguguran, perdarahan,
infeksi, anemia kehamilan dan keracunan kehamilan (gestosis) yang
menimbulkan persalinan yang lama dan sulit. Risiko untuk bayi meliputi:
prematuritas, berat lahir rendah (BBLR), cacat lahir, angka kematian bayi
(Lestari, 2016 : 1).

b. Dampak Psikologis

Adapun resiko secara psikologis adalah stress, depresi berat,


berhenti untuk tidak meneruskan pendidikannya, penganiayaan terhadap
bayinya, merasa terasing karena lingkungan dan teman-teman menjauh
(Hanum, 2015 : 94).

Pada akhirnya, masalah kehamilan remaja mempengaruhi diri


remaja itu sendiri. Remaja dengan kehamilan tidak diinginkan merupakan
masalah yang menyababkan stres. Sumber stres utama aib karena hamil
tanpa menikah, merasa berdosa karena menggugurkan. Ia akan merasa
semakin tertekan karena takut menyampaikan pada orang tua, tersisih
dari keluarga karena hamil, dianggap abnormal dalam pergaulan
(Hanum, 2015 : 94).

8
Remaja yang hamil akan mengalami stres. Stres yang berlebihan
menimbulkan hiperemesis gravidarum (mual muntah yang berlebihan),
terjadi kenaikan tekanan darah atau keracunan kehamilan yang disebut
pre-eklampsia atau berlanjut menjadi eklampsia dan dapat mengancam
jiwa dan meningkatkan angka kematian ibu (Hanum, 2015 : 94).

Pada kehidupan sosialnya pun remaja akan gagal menikmati


masa remajamya dan akan menerima sikap ungkapan yang negatif
karena dianggap memalukan, yang dapat menimbulkan sikap penolakkan
remaja terhadap bayi yang dikandungnya. Kehamilan remaja juga dapat
menimbulkan berbagai konsekuensi psikososial seperti putus sekolah,
rasa rendah diri dan kawin muda (Hanum, 2015 : 94).

B. Abortus
1. Pengertian Abortus
Abortus didefinisikan sebagai ancaman atau pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus ialah penghentian kehamilan sebelum usia kehamilan 20
minggu dengan berat lahir janin kurang dari 500 gram. Abortus adalah
persalinan kurang bulan sebelum usia janin yang memungkinkan untuk
hidup, dan dalam hal ini kata ini bersinonim dengan keguguran.
2. Jenis-jenis Abortus
a. Abortus iminens (keguguran yang mengancam)
Abortus tingkat permulaan yang merupakan ancaman terjadinya
abortus, ditandai perdarahan bercak, ostium uteri masih tertutup dan
hasil konsepsi masih baik dalam kandungan. Penderita mengeluh mulas
sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan bercak.
Besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan
urin masih positif. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui
pertumbuhan janin dan keadaan plasenta apakah sudah terjadi
pelepasan. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut
atau dipertahankan.

9
b. Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung)
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks
telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.
Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahan sedang hingga banyak sesuai dengan pembukaan serviks
dan usia kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan usia kehamilan
dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan
didapati pembesaran uterus yang masih sesuai dengan usia kehamilan,
gerak janin dan gerak jantung janin masih jelas walau mungkin sudah
mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks atau
pembukaannya.
c. Abortus komplet (keguguran lengkap)
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup,
uterus sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan. Pemeriksaan USG tidak perlu
dilakukan bila pemeriksaan secara klinis sudah memadai. Pada
pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah
abortus. Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus
ataupun pengobatan.
d. Abortus inkomplet (keguguran bersisa)
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih
ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan
hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus di mana pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan
dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Besar,
uterus sesuai dengan usia kehamilan. Perdarahan biasanya masih terjadi
jumlahnya pun bisa sedang hingga banyak bergantung pada jaringan

10
yang tersisa. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila ragu dengan
diagnosis secara klinis
e. Abortus tertahan (Missed abortion)
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi
seluruhnya masih tertahan dalam kandungan. Penderita missed abortion
biasanya tidak merasakan keluhan apa pun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan
sekunder pada payudara mulai menghilang. Pada pemeriksaan tes urin
kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya
pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan
uterus mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak
beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan
kemungkinan terjadinya gangguan penjendalan darah oleh karena
hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan
evakuasi dan kuretase. Pengelolaan missed abortion perlu diutarakan
kepada pasien dan keluarganya secara baik karena risiko tindakan
operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan atau
tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan.
f. Abortus berulang
Abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih secara berturut
turut. Penderita abortus pada umum nya tidak sulit untuk hamil kembali ,
tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran / abortus secara berturut
turut.
3. Patofisiologis Abortus
Abortus biasanya diawali oleh perdarahan desidua basalis diikuti
nekrosis jaringan sekitarnya. Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari
terlepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang menyebabkan
perdarahan sehingga janin kekurangan nutrisi dan oksigen. Bagian yang
terlepas dianggap benda asing, sehingga rahim berusaha untuk

11
mengeluarkan dengan kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan
seluruhnya atau sebagian masih tertinggal yang menyebabkan berbagai
penyulit. Oleh karena itu, keguguran memiliki gejala umum sakit perut karena
kontraksi rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau
sebagian hasil konsepsi.
Wanita hamil pada usia <20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Secara biologis
perkembangan alat-alat reproduksinya masih dalam proses kematangan
belum sepenuhnya optimal sehingga belum siap untuk menerima kehamilan.

Kondisi panggul yang masih sempit, otot rahim yang belum terbentuk
sempurna, pembuluh darah yang mensuplai endometrium belum banyak
terbentuk yang disebabkan karena masih dalam masa pertumbuhan
sehingga bila terjadi kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami
komplikasi diantaranya abortus.21 Keadaan tersebut akan makin
menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologi, sosial, ekonomi,
sehingga memudahkan terjadinya abortus.5 Pada usia <20 tahun secara
psikologis kondisi mental yang belum siap menghadapi kehamilan dan
menjalankan peran sebagai ibu.

4. Etiologi
Kejadian abortus lebih dari 80% terjadi pada 12 minggu pertama, dan
setelah itu angka ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan
penyebab pada sedikitnya separuh dari kasus abortus dini, dan setelah itu
insidensinya juga menurun. Risiko abortus spontan meningkat seiring
dengan paritas serta usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang diketahui
secara klinis meningkat 12% pada perempuan yang berusia <20 tahun. Usia
ayah juga sama peningkatannya yaitu 12%. Insidens abortus meningkat jika
perempuan mengandung dalam 3 bulan setelah melahirkan bayi aterm.
Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya
lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah faktor
genetik yaitu translokasi parental keseimbangan genetik seperti kelainan
Mendelian atau mutasi pada beberapa lokus (gangguan poligenik atau
multifaktor). Selain itu, kelainan kongenital uterus seperti anomali duktus

12
Mulleri, septum uterus, uterus bikornis, inkompetensi serviks uterus, mioma
uteri, dan sindroma Asherman. Autoimun seperti aloimun, mediasi imunitas
humoral dan seluler, serta defek fase luteal seperti sintesis LH yang tinggi,
antibodi antitiroid hormon dan faktor endokrin eksternal juga merupakan
penyebab terjadinya abortus. Infeksi, kelainan hematologik dan pengaruh
lingkungan juga bisa menyebabkan abortus pada wanita hamil.

C. Psikologi Perkembangan Pada Prenatal


1. Pengertian
Perkembangan pranatal adalah perkembangan awal dari manusia.
Dimulai dari pembuahan yang terjadi dari pertemuan sel sperma dengan sel
telur. Sel telur yang telah matang dibuahi oleh sel sperma yang matang yang
akhirnya akan menjadi sel-sel baru dan membentuk zigot. Pembuahan ini
menandakan berfungsi dengan baiknya organ reproduksi manusia. Dalam
pembuahan ada beberapa kondisi yang ditentukan yaitu bawaan lahir,
penentuan jenis kelamin, jumlah anak, dan urutan dalam keluarga.
Masa prenatal memiliki beberapa ciri penting, diantaranya yaitu:
Terjadinya pembauran sifat sifat yang diturunkan oleh kedua orang tua janin,
Pengaruh kondisi-kondisi dalam tubuh ibu, Kepastian jenis kelamin,
Pertumbuhan cepat, Mengandung banyak bahaya fisik dan psikis, dan
Membentuk sikap-sikap yang baru diciptakan. (Marliani 2015)
2. Tahap Perkembangan Prenatal
Selama tahapan prenatal ini, zigot yang awalnya hanya satu sel
kemudian tumbuh menjadi embrio yang kemudian menjadi janin. Adapun
tahap tahap perkembangan prenatal ini terjadi dalam tiga tahap, yaitu
geminal, embrionik dan fetal:
a. Tahapan Germinal

Tahapan germinal terjadi sejak pembuahan sampai 2 minggu.


Zigot membelah diri dan menjadi lebih kompleks kemudian menempel
pada dinding rahim menjadi tanda awal masa kehamilan. Dalam waktu
36 jam setelah pembuahan, zigot memasuki masa pembelahan dan
duplikasi sel cepat (mitosis). 72 jam setelah pembuahan, zigot membelah

13
diri menjadi 16 dan kemudian 32 sel, sehari kemudian menjadi 64 sel.
Pembelahan ini terus berlangsung sampai satu sel pertama berkembang
menjadi 800 juta atau lebih sel khusus yang membentuk tubuh manusia.
(Papalia, dkk. 2009 dalam Aprilia 2020)

Sampai membelah diri, sel telur yang telah dibuahi kemudian


melewati tuba falopi menuju rahim dengan perjalanan 3-4 hari. Bentuk
yang semula kumpulan sel yang berbentuk bola berubah menjadi bulatan
yang berisi cairan dan disebut blastosista. Blastosista ini mengapung
bebas dalam rahim selama 1-2 hari lalu melekat di dinding rahim.

Hanya sekitar 10-20% dari telur yang dibuahi yang dapat


menyelesaikan tugas penting melekatkan diri pada dinding rahim dan
menjadi embrio. Sebelum melekatkan diri, seiring dengan diferensiasi sel
terjadi, beberapa sel di bagian luar blastosista berkumpul di satu sisi
untuk membentuk cakram embrionik, masa sel yang menebal yang
menjadi tempat bagi embrio untuk mulai berkembang. Massa ini akan
melakukan diferensiasi menjadi tiga lapisan Ektoderma (lapisan paling
atas) akan menjadi lapisan luar kulit, kuku rambut, gigi, panca indera, dan
sistem saraf termasuk otak dan tulang belakang. Endoderma (lapisan
bawah) akan menjadi sistem pencernaan, hati, pankreas, kelenjar ludah,
dan pernapasan. Mesoderma (lapisan tengah) akan membangun dan
mendiferensiasi menjadi lapisan kulit dalam, otot, tulang, serta sistem
pembuangan dan sirkulasi. Bagian lain dari blastosista mulai terbentuk
menjadi organ yang akan menghidupi dan melindungi embrio: rongga
amnion, dengan lapisan luarnya, amnion dan karion, plasenta dan tali
pusar.(Papalia dkk 2009 dalam Aprilia 2020 ).
b. Tahapan Embrionik
Tahapan kedua masa kehamilan ini dimulai dari 2-8 minggu.
Organ dan sistem tubuh utama berkembang pesat. Ini adalah masa kritis,
saat embrio paling rentan terhadap pengaruh destruktif dari lingkungan
pranatal. Sistem atau struktur organ yang masih berkembang pada saat
terpapar lebih mungkin untuk terkena efeknya. Cacat yang terjadi pada
saat kehamilan tahapan selanjutnya tidak lebih serius.

14
Janin laki-laki lebih memiliki kemungkinan untuk mengalami
keguguran secara spontan atau dilahirkan dalam keadaan meninggal
daripada janin perempuan. Walaupun sekitar 125 lakilaki di konsepsi
untuk 100 perempuan, fakta yang fakta yang dihubungkan dengan
mobilitas sperma dalam membawa kromosom Y yang lebih kecil, hanya
105 anak laki-laki yang dilahirkan untuk setiap 100 perempuan.
Kerentanan laki-laki berlanjut setelah dilahirkan, lebih banyak dari
mereka yang meninggal di awal kehidupan, dan di setiap tahapan
kehidupan mereka lebih rentan terhadap berbagai macam penyakit.
Hasilnya, hanya ada 96 laki-laki untuk setiap 100 perempuan di AS.
(Papalia, Olds, dan Feldman 2009 dalam Aprilia 2020 ).
c. Tahapan Fetal
Tahapan ketiga masa kehamilan ini dimulai dari 8 minggu sampai
dengan masa kelahiran. Selama masa ini, janin tumbuh dengan pesat
sekitar 20 kali lebih besar daripada ukuran panjangnya dan organ
sekaligus sistem tubuh menjadi lebih kompleks. Sentuhan akhir seperti
kuku jari tangan dan kaki tumbuh serta kelopak mata terbuka.
Tingkat aktivitas dan pergerakan janin menunjukkan perbedaan
individual yang ditandai dengan kecepatan jantung mereka yang
berubah-ubah. Janin lakilaki, terlepas dari besar dan ukurannya, lebih
aktif dan cenderung lebih semangat saat bergerak selama masa
kehamilan. Dengan demikian, kecenderungan bayi laki-laki untuk lebih
aktif dibandingkan bayi perempuan mungkin merupakan bagian dari
pembawaan sejak lahir.(Papalia, Olds, dan Feldman 2009).

Berawal dari sekitar minggu ke12 masa kehamilan, janin menelan


dan menghirup cairan ketuban tempatnya hidup. Cairan ketuban
mengandung zatzat yang melewati plasenta dari aliran darah ibu dan
memasuki aliran darah bayi. Mengonsumsi zat ini dapat merangsang
indera pengecapan dan penciuman yang sedang berkembang dan
berkontribusi terhadap perkembangan organ yang dibutuhkan untuk
bernapas dan mencerna. Sel perasa yang matang muncul sekitar 14
minggu usia masa kehamilan

15
Janin melakukan respons terhadap suara dan detak jantung serta
getaran dari tubuh ibunya, menujukkan bahwa mereka bisa mendengar
dan merasa. Respons terhadap bunyi dan getaran nampaknya berawal
pada minggu ke-26 dari masa kehamilan, meningkat dan mencapai
puncaknya pada sekitar inggu ke-32. Janin sepertinya belajar dan
mengingat. Dalam satu eksperimen, bayi berusia 3 hari menghisap
putting susu ibunya lebih sering saat mendengar rekaman cerita yang
sering dibacakan keras-keras oleh ibunya selama 6 minggu terakhir dari
kehamilan dibandingkan dengan saat mereka mendengar dua cerita lain.

Sepertinya bayi mengenali pola bunyi yang mereka dengar di


dalam kandungan. Kelompok kontrol di mana para ibu tidak membacakan
cerita sebelum kelahiran bayi mereka, melakukan respons secara sama
terhadap ketiga rekaman. Saat 60 janin mendengar perempuan
membaca, detak jantung mereka meningkat. Jika suara tersebut adalah
suara ibu mereka, dan detak jantungnya akan menurun jika merupakan
suara orang yang tidak dikenal. Dalam penelitian lain, bayi baru lahir
menghisap susu ibunya diberikan pilihan apakah ia akan memilih
rekaman suara ibunya atau suara yang telah “di filter” sehingga terdengar
seperti di dalam rahim. Bayi baru lahir mengisap lebih sering saat
mendengar suara yang di filter, menunjukkan bahwa janin telah
mengembangkan preferensi terhadap bunyi yang mereka dengar
sebelum lahir.(Papalia, Olds, dan Feldman 2009 dalam Aprilia 2020).

3. Faktor faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Prenatal


a. Teratogen
Teratogen. Unsur-unsur yang menyebabkan adanya kelainan
pada kelahiran akibat dari proses kehamilan yang tidak optimal. Bila
teratogen beraksi pada awal kehamilan saat proses pembuahan dan
organogenesis, bisa jadi berdampak negatif pada janin yang
mengakibatkan kelainan anatomis. Namun, apabila teratogen beraksi
pada saat organogenesis sudah lengkap dan matang di usia kehamilan
tua, kemungkinan tidak menyebabkan kelainan anatomis.(Hapsari 2017).
b. Faktor Ibu

16
Ibu menjadi kunci utama yang sangat berpengaruh terhadap
perkembangan janin. Sehingga kondisi fisik dan psikis ibu harus dijaga
agar janin berkembang dengan sempurna. Selain itu, penyakit dan
kondisi ibu selama kehamilan bisa mengakibatkan infeksi, kelainan dan
kerusakan selama proses kehamilan yang mengakibatkan bayi lahir
kurang sempurna. Beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi janin, di
antaranya, campak rubella, sifilis, herpes alat kemaluan, dan AIDS.
Selain dari penyakit, usia ibu juga mempengaruhi janin. Ibu yang hamil di
usia beresiko yaitu saat remaja (dibawah 18 tahun) dan saat usia ibu
sudah memasuki dewasa tengah (di atas 35). Bayi yang lahir dari ibu
remaja, kebanyakan mengalami prematur dan keguguran.
c. Faktor Ayah
Ayah juga berperan penting dalam perkembangan optimal janin.
Perhatian dan kasih sayang seorang ayah kepada ibu akan membuat
emosi ibu akan stabil, tenang dan bahagia. Stimulasi ayah pada janin dan
sering mengajak bicara janin dalam kandungan juga dapat menenangkan
janin, membangun ikatan emosional bayi dengan ayah dari suara dan
sentuhan bayi, bisa berdampak pada perkembangan bahasa bayi. Selain
itu, usia ayah yang sudah terlalu tua mengakibatkan anak kekurangan
kalsium sehingga tinggi badannya kurang dan bisa mengakibatkan anak
mengalami keterbelakangan mental seperti down syndrome.(Hapsari
2017).
d. Lingkungan.
Polusi dan bahan-bahan beracun yang semakin banyak di suatu
lingkungan dapat membahayakan kondisi janin dalam kandungan dan
berakibat keterbelakangan mental pada anak. Terkontaminasi polusi dan
bahan-bahan beracun dapat mengakibatkan keterbelakangan mental
pada anak. Ibu yang sedang mengandung sebaiknya sangat berhatihati
dengan lingkungan dan apa yang akan di konsumsinya, karena jika ia
mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bahan-bahan beracun
dapat mengganggu perkembangan janin.(Hapsari 2017).
4. Komplikasi Prenatal
a. Kemandulan

17
Kemandulan terjadi apabila tidak terjadi pembuahan setelah 1
tahun melakukan hubungan suami istri secara teratur. Kemandulan dapat
terjadi dari ayah maupun ibu. Beberapa penyebab yang terjadi dari faktor
ibu adalah sel telur yang dihasilkan tidak normal, adanya hambatan
dalam saluran telur, memiliki penyakit yang dapat menghambat
penanaman sel telur dalam rahim. Sedangkan faktor ayah adalah bisa
jadi sedikit menghasilkan sperma, kualitas sperma rendah, salurannya
terhambat, atau spermanya abnormal. Menurut Bracken, laki-laki
pengguna kokain berdasar penelitian menghasilkan sperma dengan
jumlah dan kualitas yang rendah serta abnormal.
b. Kehamilan beresiko tinggi
Beberapa ibu mengalami kehamilan beresiko ketika mengandung
yang mengharuskan mereka bedrest dan perlu minum banyak obat
penguat rahim. Hal ini dapat disebabkan karena faktor ibu maupun faktor
janinnya. Kehamilan 15 tahun ke bawah atau kehamilan di atas 35, berat
ibu kurang dari 40kg atau obesitas, tinggi badan kurang dari 140cm,
riwayat komplikasi kehamilan sebelumnya, riwayat pendarahan, hamil
dengan miom, hipertensi, kelainan jantung, ketidak cocokkan rhesus ibu
dan janin, riwayat operasi besar, kelainan darah, infeksi vagina dan
rahim, TORCH dan penyakit ginjal. Sedangkan faktor dari janin bisa
karena kehamian kembar, kelainan pertumbuhan janin ataupun adanya
kelainan pada janin.
c. Hamil Anggur
Mola Hidatidosa atau hamil anggur adalah kehamilan dengan
kondisi rahim yang berisi gelembung-gelembung cairan yang bentuknya
seperti buah anggur. Selsel yang seharusnya tumbuh menjadi plasenta
atau ari-ari yang banyak berisi pembuluh darah tidak terbentuk melainkan
membentuk sel-sel muda yang menyerupai gelembung-gelembung
seperti anggur dan berisi cairan. Sedangkan sel-sel yang seharusnya
berkembang menjadi janin berhenti berkembang. Jenis hamil anggur ada
tiga, mola komplit (janin tidak berkembang sama sekali karena tidak ada
makanan), mola parsial (janin sempat tumbuh tapi tidak sempurna, hanya

18
segumpal daging tanpa tulang dan organ), dan janin tumbuh namun
disertai jaringan mola.

d. Thorch
TORCH, atau Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan
Herpes. Toksoplasma disebabkan parasit toxoplasma gondi yang hidup
di organisme lain sebagai induk seperti kelinci, kucing, anjing, kambing,
atau babi. Parasit tersebut bisa bertahan selama setahun pada tinja
hewan tersebut. Rubella atau campak Jerman disebabkan virus rubella
dan bisa menular melalui urine dan udara. Bila terjadi di trisemester
pertama bisa mengakibatkan keguguran, sindrom rubella bawaan seperti
tuli dan katarak, mikorsefalus, retadasi mental dan kelainan jantung.
Begitu pula bila terjadi di kehamilan lebih dari 20 minggu.
CMV disebabkan oleh virus cytomegalo yang merupakan
golongan virus keluarga herpes, sering disebut sebagai virus paradox.
Penularan CMV bisa melalui kontak langsung sumber infeksi bukan
melalui makanan, minuman, atau hewan. Janin bisa beresiko tertular
melalui darah atau plasenta dan dapat menyebabkan cacat bawaan
seperti hidrosefalus, mikrosefalus, pengapuran otak, pembesaran hati
dan tuli.
Herpes simpleks disebabkan virus herpes simpleks tipe 1 di
sekitar mulut yang umumnya terjadi pada anak-anak atau herpes
simpleks tipe 2 di sekitar vagina yang umum terjadi pada orang dewasa
terkait dengan aktivitas seksualnya. Bila janin terinfeksi bisa
menyebabkan kematian karena virus sampai ke sirkulasi darah menuju
plasenta. Kelainan yang terjadi bisa radang selaput otak, radang di mata
dan hati.(Hapsari 2017).
e. Kehamilan Kosong
Kehamilan kosong terjadi apabila sel telur yang telah dibuahi tidak
berkembang sempurna melainkan membentuk plasenta berisi cairan.
Plasenta tetap ada sehingga seolah-olah ada janin padahal kosong. Bisa
disebabkan karena kromosom ibu, TORCH, diabetes melitus, usia suami
istri tua sehingga kualitas sperma dan ovum menurun.

19
f. Hamil di luar kandungan
Hamil ektopik atau hamil di luar kandungan adalah kondisi di
mana janin tidak berkembang di dalam rahim melainkan di luar rahim
seperti di saluran telur. Pada kondisi ini janin tidak berkembang dan akan
menimbulkan pendarahan yang berbahaya bagi janin maupun ibu.
Penyebabnya bisa karena ibu pernah mengalami radang panggul, pernah
operasi di saluran telur yang membuat salurannya sempit dan
menghambat perjalanan zigot dan terdapat tumor yang menekan dinding
saluran telur.(Hapsari 2017)
g. Mual dan Muntah Berlebihan
Saat kehamilan terjadi terkadang beberapa ibu mengalami gejala
hyperemesis gravidarum seperti morning sickness atau muntah di pagi
hari. Namun muntahnya ini tidak biasa melainkan berlebihan dan terus
menerus sepanjang hari yang bisa menyebabkan berat badan ibu turun
dan mengalami dehidrasi. Biasanya, dapat menyebabkan kondisinya
lemas. Beberapa penyebabnya bisa karena peningkatan hormon HCG
pada kehamilan kembar, stress atau kehamilan anggur.
h. Pre eklmasia
Pre-eklampsia terjadi dengan gejala tekanan darah tinggi lebih
dari 140/90 mmhg, kaki bengkak, bahkan seluruh tubuh, ada kadar
protein di urine akibat gangguan ginjal. Disebabkan oleh hamil bayi
kembar, kehamilan pertama, riwayat hipertensi, hamil di atas usia 35, diet
buruk, gangguan ginjal. Bisa menyebabkan stroke, kejang bahkan
kematian. Untuk kasus ini biasanya persalinan dilakukan dengan Caesar.
i. Anemia Zat Besi
Anemia akibat kekurangan zat besi dapat dilihat tanda-tandanya
seperti letih, lesu, dan lemah. Anemia bisa disebabkan karena jarak
kehamilan yang dekat mengandung janin kembar, pola makan buruk,
mual muntah berlebihan, dan menderita tuberkulosis. Anemia bisa
berbahaya saat hamil, saat persalinan dan sesudah persalinan karena
kurangnya suplai oksigen yang membuat ibu lesu, lemah dan tidak
berdaya.(Hapsari 2017).

20
BAB III

ANALISIS MASALAH

A. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis yang ditemukan selama bekerja,
ditemukan beberapa masalah Pada Tahun 2022 di dusun Gegutu Ledang
Desa Midang ditemukan kehamilan pada remaja umur 15 tahun yang
mengalami Abortus dimana pada saat melakukan kunjungan Nifas dan
hasil anamneses yang dilakukan pada ibu hamil remaja tersebut
mengalami stress karena ibu hamil remaja tersebut belum siap untuk
menjadi ibu. Dapat disimpulkan bahawa kehamilan Remaja Pada usia
<20 tahun secara psikologis kondisi mental belum siap menghadapi
kehamilan dan menjalankan peran sebagai ibu sehingga menimbulkan
stres. Penyulit pada kehamilan remaja lebih tinggi. Keadaan ini
disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga
dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila
ditambah dengan tekanan (stres) psikologis, sosial ekonomi ( Utari,2017).
Hal ini sejalan dengan Faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan prenatal yaitu Faktor ibu: Ibu menjadi kunci utama yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan janin. Sehingga kondisi
fisik dan psikis ibu harus dijaga agar janin berkembang dengan
sempurna. Selain itu, penyakit dan kondisi ibuselama kehamilan bisa
mengakibatkan infeksi, kelainan dan kerusakan selama proses kehamilan
yang mengakibatkan bayi lahir kurang sempurna. Beberapa penyakit
yang dapat mempengaruhi janin, di antaranya, campak rubella,sifilis,
herpes alat kemaluan, dan AIDS. Selain dari penyakit, usia ibu juga
mempengaruhi janin. Ibu yang hamil di usia beresiko yaitu saat remaja
(dibawah 18 tahun) dan saat usia ibu sudah memasuki dewasa tengah
(diatas 35). Bayi yang lahir dari ibu remaja, kebanyakan mengalami
prematur dan keguguran. Pada ibu yang berusia paruh baya, kehamilan

21
bisa berakibat keguguran, keterbelakangan mental pada bayi, dan
komplikasi penyakit ( Wahyu, 2020).
Fator penyebab kehamilan Remaja diantaranya masalah seksual
dikalangan remaja adalah masalah yang cukup pelik untuk diatasi,
perkembangan seksual itu muncul sebagai bagian dari perkebangan
yang harus di jalani. Namun, disisi lain penyaluran hasrat seksual yang
belum semestinya dilakukan dapat menimbulkan dan berakibat yang
serius, seperti kehamilan. Fenomena kehamilan remaja perempuan saat
ini sudah banyak dijumpai, beberapa faktor yang menyebabkan
kehamilan pada remaja antara lain hubungan seks pada masa subur,
renggangnya hubungan antara remaja dengan orang tuanya, rendahnya
interaksi ditengah-tengah keluarga dan keluarga yang tertutup terhadap
informasi seks ( Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia, 2018) .
Dampak dari kehamilan remaja Menurut BKKBN dalam LTA
Lestari tahun 2016 terdapat beberapa alasan medis untuk menunda usia
perkawinan pertama dan kehamilan pertama bagi istri yang belum
berumur 20 tahun yaitu kondisi rahim dan panggul belum berkembang
optimal sehingga dapat mengakibatkan risiko kesakitan dan kematian
pada saat persalinan, nifas serta bayinya, dan kemungkinan timbulnya
risiko medik. Resiko tinggi kehamilan remaja yang dialami ibu meliputi:
keguguran, perdarahan,infeksi, anemia kehamilan dan keracunan
kehamilan (gestosis) yang menimbulkan persalinan yang lama dan sulit.
Risiko untuk bayi meliputi: prematuritas, berat lahir rendah (BBLR), cacat
lahir, angka kematian bayi (Lestari, 2016 : 1).
Hal ini sesuai dengan penelitian Ida Dwi Utari dengan judul
“Hubungan Kehamilan Remaja Dengan Kejadian Abortus Di Rsud
Wonosari Gunungkidul Tahun 2017” Berdasarkan hasil uji chi-square
menunjukkan nilai p-value 0.031(<0.05) yang berarti terdapat hubungan
antara kehamilan remaja denganabortus. Pernikahan remaja, usia
kehamilan yang terlalu muda merupakan risiko dari abortus( WHO,2014).
Ibu hamil yang berusia <20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin. Secara biologis
perkembangan alat-alat reproduksinya masih dalam proses kematangan

22
belum sepenuhnya optimal sehingga belum siap untuk menerima
kehamilan (Wiknjosastro H,2007 dalam utari 2017). Kondisi panggul yang
masih sempit, otot Rahim yang belum terbentuk sempurna, pembuluh
darah yang mensuplai endometrium belum banyak terbentuk yang
disebabkan karena masih dalam masa pertumbuhan sehingga bila terjadi
kehamilan dan persalinan akan lebih mudah mengalami komplikasi
diantaranya abortus (Marmi,2011 dalam utari, 2017). Keadaan tersebut
akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologi,
sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya abortus (Manuaba
IAC dkk,2010 dalam utari 2017). Pada usia<20 tahun secara psikologis
kondisi mental belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan
peran sebagai ibu sehingga menimbulkan stres. Stres fisik atau mental ini
dapat menyebabkan peningkatan sekresi hormon Adrenokortikotropik
(ACTH) dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis anterior dan
akibatnya sekresikortisol juga akan sangat meningkat. Kadar katekolamin
dalam darah juga meningkat sehingga menyebabkan fungsi plasenta
menurun dan progesteron juga menurun yang akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya abortus ( Utari, 2017)
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya.
Berdasarkan hasil penelitian Ricika (2014) menunjukkan bahwa ada
hubungan antara umur dengan kejadian abortus pada ibu primigravida
dengan p-value = 0.041 (<0.05) dan OR = 4.333 (CI 95% 1.203–15.605)
yang artinya ibu primigravida dengan umur <20 tahun memberi peluang
4.333 kali untuk terjadinya abortus dibanding dengan ibu dengan umur ≥
20 tahun. Menurut hasil penelitian Maliana (2014) menunjukkan
bahwaada hubungan antara umur dengan kejadian abortus dengan p-
value =0.011 (<0.05). Penelitian Maliana juga membuktikan bahwa faktor
risiko paling dominan sebagai penyebab abortus dari hasil uji statistik
multivariate yaitu umur dengan nilai OR tertinggi yaitu sebesar 1.985
(95% CI 1.218-3.236), ibu dengan umur berisiko (<20 atau >35 tahun) 2
kali lebih tinggiterjadi abortus dibandingkan ibu dengan umur tidak
berisiko (20-35tahun) (Maliana A,2016).

23
Menurut penelitian heryanti 2017 dengan judul “Hubungan Umur
Dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus Inkomplitdi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang”. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
diketahui bahwa responden dengan umur resiko tinggi sebanyak
100 responden (66,7 %) lebih sedikit dibandingkan dari umur resiko
rendah sebanyak 23 responden (11,6 %). Berdasarkan hasil uji
statistik dengan mengunakanchi-squaredidapatkanhasil p value = 0,000 <
ɑ= 0,05, sehingga hipotesis menyatakan ada hubungan yang
bermakna antara umur dengan kejadian abortus inkomplitdi rumah
sakit muhammadiyah palembang tahun 2017 teruji secara statistik.
Penelitianini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraini
(2016), di RSUD Kelet Kabupaten Jepara Propinsi Jawa Tengah
menyatakan penderita abortus inkomplit pada kategori umur <20 tahun
dan > 35 tahun (berisiko) adalah sebesar 24 responden (80%) dari 30
responden sedangkan berdasarkan hasil uji Chi-Squaredidapatkan hasil
ρ value0,034, ≤ (kurang dari sama dengan) α 0,05 sehingga ada
hubungan yang bermakna antara umur dan paritas ibu hamil
dengan kejadian Abortus Inkomplit di RSUD Kelet Kabupaten Jepara.
Menurut teori Winkjosastro (2010 dalam heryanti 2017) salah
satu penyebab abortus inkomplit adalah umur diatas 35 tahun dan
kurang dari 20 tahun karenapada usia lebih dari 35 tahun mereka
memiliki alat reproduksi yang sudah tidak sanggup lagi bekerja
semaksimal mungkin, sehingga kejadian abortus lebih sering terjadi
dan pada usia < 20 tahun organ reproduksinya yang belum sempurna
secara keseluruhan dan kejiwaan yang belum bersedia menjadi ibu
yang dapat mengakibatkan peningkatan resiko mengalami persalinan
komplikasi atau komplikasi obstetrik toksemia, eklamsia, solusio
plasenta, intersia uteri, perdarahan post partum, persalinan macet,
BBLR, kematian neonatus dan perinatal. Menurut teori Wahyudin (2007
dalam heryanti 2017) umur berpengaruh terhadap kejadian abortus
karena mengingat seorang wanita yang ingin hamil, mereka harus
mempersiapkan diri secara fisik maupun mental, wanita yang memiliki
usia kurang dari 20 tahun tentunya belum memiliki kematangan

24
organ-organ reproduksi sehingga dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin, selain itu psikologinya juga belum mapan untuk
menerima perubahan yang terjadi selama hamil, begitupula wanita
yang usianya lebih dari 35 tahun, mereka memiliki alat reproduksi
yang sudah tidak sanggup lagi bekerja semaksimal mungkin, sehingga
kejadian abortus lebih sering terjadi.

25
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada Masa Prenatal terdapat beberapa factor-faktor yang
mempengaruhi prenatal yaitu dari daktor ibu yang usis beresiko yaitu < 20
tahun dimana bayi yang lahir dari ibu remaja, kebanyakan mengalami
prematur dan keguguran.
Kehamilan Remaja Pada usia<20 tahun secara psikologis kondisi
mental belum siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai
ibu sehingga menimbulkan stres. Penyulit pada kehamilan remaja lebih
tinggi. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk
hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah
dengan tekanan (stres) psikologis, sosial ekonomi sehingga memudahkan
terjadinya abortus.
B. Saran
Kita sebagai tenaga Kesehatan mampu memberikan Edukasi yang
Baik Pada Remaja mengani bahaya kehamilan pada remaja sehingga Rmaja
dapat memahami dan mengerti kehamilan pada remaja.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia,Wahyu. 2020. PERKEMBANGAN PADA MASA PRANATAL DAN


KELAHIRAN. 2020. ISSN: 2580-4197 (print) E ISSN: 2685-0281 (online)

Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia. 2018a. Kebidanan Teori dan Asuhan
Volume 1. Jakarta: EGC

Bidan dan Dosen Kebidanan Indonesia. 2018b. Kebidanan Teori dan Asuhan
Volume 2. Jakarta: EGC

Heryanti. 2017. Hubungan Umur Dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian Abortus
Inkomplitdi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembangtahun 2017. JPP( Jurnal
Kesehatan Palembang ) Volume13 No.1Juni 2018

Marmi, Suryaningsih ARM, Fatmawati E. Asuhan Kebidanan Patologi.Riyadi S,


editor. Yogyakarta : Pustaka Pelajar; 2011.

Maliana A. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Abortus Inkomplit di


Ruang Kebidanan RSUD Mayjend HM Ryacudu Kota Bumi.Jurnal
Kesehatan. 2016 Apr;7 (1):17-25.

Manuaba IAC, Manuaba IBGF, Manuaba IBG. Ilmu Kebidanan, PenyakitKandungan,


dan KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi 2. Ester M, Tiar E, editor.Jakarta:
EGC; 2010.

Profil Kesehatan Indonesia


2014.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2021.pdf

27
Rochmawati PN. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Abortus di RSUP Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten. Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2013.

Resha A. Hubungan Usia Ibu dan Paritas Ibu dengan Kejadian Abortus di RSUP
Dr.Pirngadi Medan. Mahasiswa Sarjana Keperawatan USUInstitutional
Repository. 2015.

Rusli RA, Meiyuntariningsih T, Warni WE. Perbedaan Depresi PascaMelahirkan


pada Ibu Primipara Ditinjau dari Usia Ibu Hamil. Jurnal INSAN. 2011;13 (1):
21-31.

Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, editor.


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH,editor.


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014.

Utari, Dwi Ida. 2017. Hubungan Kehamilan Remaja Dengan Kejadian Abortus Di
Rsud Wonosari Gunungkidul .Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Jurusan
Kebidanan: Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta

Wiknjosastro H. Ilmu kebidanan. Edisi 3. Saifuddin AB, Rachimhadhi T.Jakarta:


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2007.

World Health Organization (WHO). Maternal Mortality Rate. WHO; 2014.

World Health Organization (WHO). (2015), ‘Adolescent Development:Topics at


Glance’, diunduh darihttp://www.who.int/maternal_child_adolescent/
topics/adolescence/dev/en/#

28
LAMPIRAN

29
Lampiran 1 PPT

30
31
32
33
34

Anda mungkin juga menyukai