Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

DENGAN DIAGNOSA MEDIS KETUBAN PECAH DINI

DI RUANG VK BERSALIN RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

OLEH :

KELOMPOK 6

Elsa Yunita Mujarwati, S.Kep

Evi Nur Laili Rahma Kusuma, S.Kep

Iftitakhur Rohmah, S.Kep

Kartika Harsaktiningtyas, S.Kep

Lucy Kartika Dewi, S.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSTAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan “Asuhan Keperawatan
Pada Ny.F dengan Diagnosa Medis Ketuban Pecah Dini di Ruang VK Bersalin
RSUS Dr. Soetomo, Surabaya” ini dengan baik dan benar. Kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Lilik S.Keb., Bd selaku Kepala Ruang VK Bersalin IRD Lantai 2 RSUD Dr.
Soetomo Surabaya dan Pembimbing Klinik Mahasiswa Profesi Fakultas
keperawatan Universitas Airlangga yang telah memperkenankan dan
memberikan bimbingan serta arahan selama melakukan praktik klinik di
Ruang VK Bersalin Lantai 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
2. Prof. Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons), selaku Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
3. Dr. Kusnanto, S.Kp.M.Kes, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Keperawatan
Universitas Airlangga yang telah memberikan kesempatan dan dorongan
kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini.
4. Dr. Makhfudli, S.Kep.Ns.,M.Ked.Trop selaku Kepala Program Pendidikan
Profesi Ners Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah
memberikan kesempatan untuk mengikuti Program Profesi Ners.
5. Dr. Mira Triharini, S.Kp., M.Kep selaku Dosen Pembimbing Akademik
Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga yang telah memberikan
bimbingan, masukan, dan saran sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik.
Penusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan
mahasiswa keperawatan maupun instansi kesehatan lainnya.

Surabaya, 5 Desember 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul................................................................................................ i
Kata Pengantar ............................................................................................... ii
Daftar Isi......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
2.1 Definisi ..................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ..................................................................................................... 3
2.3Patofisiologi .............................................................................................. 5
2.4 Manifestasi Klinis .................................................................................... 6
2.5 Komplikasi ............................................................................................... 6
2.6 Penanganan .............................................................................................. 7
2.7 Penatalaksanaan ....................................................................................... 8
2.8 Pemeriksaan Diagnostik ........................................................................... 8
2.9 Pencegahan ............................................................................................... 9
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN KASUS ............................................. 10
3.1 Ringkasan Kasus ...................................................................................... 10
3.2 Pengkajian ................................................................................................ 10
3.3 Analisan Data ........................................................................................... 14
3.4 Diagnosa Keperawatan............................................................................. 15
3.5 Intervensi Keperawatan ............................................................................ 16
3.6 Implementasi Keperawatan dan Evaluasi ................................................ 18
BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................ 21
BAB 5 PENUTUP ......................................................................................... 24
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 24
5.2 Saran ......................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 25

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara
spontan tanpa disertai tanda persalinan (Medina and Hill, 2006). Faktor risiko
terjadinya KPD bermacam-macam, diantaranya yaitu infeksi, status nutrisi,
ibu penderita diabetes mellitus, hipertensi sosioekonomi rendah, merokok,
riwayat bersetubuh 24 jam sebelumnya (Nili dan Ansari, 2003). KPD dapat
meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin.
Efek yang bisa terjadi pada ibu antara lain korioamnionitis, tindakan operatif
dan sepsis puerperal. Sedang pada janin komplikasi yang sering terjadi ialah
prematuritas gawat janin ataupun kematian janin akibat penekanan tali pusat
(Nili dan Ansari, 2003; Parson and Williams, 1999).
Insidensi ketuban pecah dini berkisar antara 8 % sampai 10 % dari semua
kehamilan.Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6% sampai
19 %, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2 % dari semua
kehamilan (Sualman, 2009). Kejadian ketuban pecah dini di Amerika Serikat
terjadi pada 120.000 kehamilan per tahun dan berkaitan dengan resiko tinggi
terhadap kesehatan dan keselamatan ibu, janin dan neonatal (Mercer, 2003).
Sebagian besar ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum
aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban
pecah. Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh
prematusitas. Ketuban pecah dini merupakan salah satu penyebab prematuritas
dengan insidensi 30 % sampai dengan 40 % (Sualman,2009). Menurut data
yang diperoleh dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Adnan
W D Payakumbuh, pada tahun 2014 dan 2015 kejadian ketuban pecah dini
merupakan komplikasi yang dominan. Pada tahun 2014, dari 1488 orang
pasien ibu hamil yang dirawat inap, terdapat 231 pasien dengan diagnosis
ketuban pecah dini. Sedangkan pada tahun 2015 terdapat peningkatan kasus,
yaitu dari 1498 orang pasien ibu hamil yang dirawat inap terdapat 266 orang
pasien yang didiagnosis ketuban pecah dini (RSUD Dr.Adnan WD
Payakumbuh, 2016).
Ketuban pecah dini belum diketahui penyebab pastinya, namun terdapat
beberapa kondisi internal ataupun eksternal yang diduga terkait dengan
ketuban pecah dini. Yang termasuk dalam faktor internal diantaranya usia ibu,
paritas, polihidramnion, inkompetensi serviks dan presentasi janin. Sedangkan
yang termasuk dalam faktor eksternal adalah infeksi dan status gizi. Beberapa
penelitian yang menunjukkan adanya keterkaitan dengan infeksi pada ibu.
Infeksi dapat mengakibatkan ketuban pecah dini karena agen penyebab infeksi
tersebut akan melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi

1
2

uterus. Hal ini dapat menyebabkan perubahan dan pembukaan serviks, serta
pecahnya selaput ketuban (Sualman, 2009).
Sehubungan dengan hal diatas, maka diharapkan pengetahuan tentang
kondisi-kondisi yang mempengaruhi keselamatan dan kesehatan kehamilan
dapat dipahami oleh masyarakat, terutama ibu hamil. Dengan demikian
diharapkan dapat menjadi pegangan dalam usaha pencegahan atau preventif
dalam rangka menurunkan angka ketuban pecah dini, sehingga komplikasi
yang tidak diinginkan pada ibu dan janin dapat dihindari. Hal ini dalam rangka
meningkatkan keselamatan dan kesehatan, khususnya maternal dan perinatal,
serta kesehatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Selain itu asuhan keperawatan pada kasus ketuban pecah dini yang disusun
secara komprehensif dengan memerhatikan keadaan ibu dan kesejahteraan
janin diharapkan dapat menekan angka mortalitas ibu maupun janin karena
ketuban pecah dini. Oleh karena itu, penulis menyusun asuhan keperawatan
kegawatan pada klien dengan ketuban pecah dini di ruang VK Bersalin IRD
Lantai 2 RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

1.2 Tujuan
Setelah menyusun makalah seminar maternitas tentang ketuban pecah dini,
diharapkan pembaca mampu:
1. Mengetahui dan memahami definisi ketuban pecah dini.
2. Menegtahui dan memahami etiologi ketuban pecah dini.
3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis ketuban pecah dini.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi ketuban pecah dini.
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang yang dapat
menegakkan diagnosa ketuban pecah dini.
6. Mengetahui dan memahami komplikasi akibat ketuban pecah dini.
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan ketuban pecah dini.
8. Mengetahui dan memahami serta mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan pada klien dengan ketuban pecah dini.

1.3 Manfaat
1) Menambah wawasan pembaca mengenai asuhan keperawatan pada klien
dengan ketuban pecah dini.
2) Sebagai sarana pendamping belajar selain buku induk dan literatur lain
yang telah ada.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda - tanda persalinan dan setelah ditunggu satu jam belum dimulainya
tanda persalinan pada pembukaan< 4 cm. Waktu sejak pecahnya ketuban
sampai terjadi kontraksi rahim disebut Kejadian ketuban pecah dini (Manuaba,
2010: 229). Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya kantong ketuban
sebelum persalinan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun
pertengahan kehamilan jauh sebelum waktu melahirkan. KPD preterm yaitu
KPD terjadi sebelum kehamilan 37 minggu , KPD yang memanjang yaitu
KPD yang terjadi lebih dari 12 sebelum waktu melahirkan (Sarwono, 2012:
677).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa KPD adalah
pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda persalinan. Ketuban pecah
dini yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu disebut KPD preterm
sedangkan ketuban pecah dini yang terjadi setelah usia kehamilan 37 minggu
disebut KPD aterm.

2.2 Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini masih belum dapat diketahui dan tidak
dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan ada
faktorfaktor yang berhubungan erat dengan ketuban pecah dini, namun
faktorfaktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Adapun yang menjadi
faktor risiko menurut (Rukiyah, 2010; Manuaba, 2008; Winkjosastro, 2011)
adalah :
a. Infeksi
Ada 2 penyebab dari infeksi yaitu :
1) Infeksi genetalia
Dari berbagai macam infeksi yang terjadi selama kehamilan
disebabkan oleh candida candidiasis vaginalis, bakterial vaginosis dan
trikomonas yang bisa menyebebkan kekuarangnya kekuatan membran
selaput ketuban sehigga akan terjadi ketuban pecah dini
(Prawirohardjo, 2010)
2) Infeksi (amnionitis / koreoamnitis)
Koreoamnitis adalah keadaan dimana koreon amnion dan cairan
ketuban terkena infeksi bakteri. Amnionitis sering disebebkan group
bakteri streptococus microorganisme, selain itu bakteroide fragilis,
laktobacilli dan stapilococus epidermis adalah bakteri-bakteri yang
serng ditemukan pada cairan ketuban. Bakteri tersebut melepaskan
mediator inflamasi yang menyebebkan kontraksi uterus. Hal ini akan

3
4

menyebabkan pembukaan servix dan pecahnya selaput ketuban


(Sualman, 2009)
b. Servik yang tidak mengalami kontraksi (Inkompetensia)
Inkompetensi servik dapat menyebabkan kehilangan kehamilan pada
termester kedua. Kelainan ini berhubungan dengan kelainan uterus yang
lain seperti septum uterus dan bikornis. Bisa juga karena kasus bedah
servik pada konisasi, produksi eksisi elektrosurgical, dilatasi berlebihan
servik pada terminasi kehamilan atau bekas laserasi (Sarwono, 2012).
c. Trauma
Trauma yang disebabkan misalnya hubungan seksual saat hamil baik dari
frekuensi yang lebih 3 kali seminggu, posisi koitus yaitu suami diatas dan
penetrasi penis yang terlalu dalam sebesar 37,50% memicu terjadinya
ketuban pecah dini (Sualman , 2009).
d. Faktor Paritas
Faktor Paritas seperti primipara dan multipara. Primipara yaitu wanita
yang pernah hamil sekali dengan janin mencapai titik mampu bertahan
hidup. Pada primipara berkaitan dengan kodisi psikologis, mencakup sakit
saat hamil, gangguan fisiologis seperti emosi dan termasuk kecemasan
pada kehamilan . Pada ibu yang pernah melahirkan beberapa kali dan
mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan sebelumnya serta jarak
kelahiran yang terlampau dekat, diyakini lebih beresiko akan mengalami
ketuban pecah dini pada kehamilan berikutnya (Cuningham,2013)
e. Riwayat ketuban pecah dini
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami
ketuban pecah dini kembali. Hal ini karena akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan pada preterm terutama pada pasien yang beresiko
tinggi karena membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan
kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya. (Sarwono,
2012)
f. Tekanan intra uteri yang meningkat secara berlebihan
Misalnya pada hidramnion dan gemelli atau bayi besar (Cuningham,2013).
g. Umur
Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun.
Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Saifuddin, 2010). Dengan
bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin
baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilam untuk
mecegah komplikasi pada masa persalinan. Menurut Heffner (2010) umur
dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35 tahun.
Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia 20-
35 tahun (Winkjosastro, 2011). Pada usia ini alat kandungan telah matang
5

dan siap untuk dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau
terlalu muda sering menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin,
hal ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana
rahim belum bisa menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban
belum matang dan mudah mengalami robekan sehingga dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Sedangkan pada usia yang
terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko kesehatan bagi ibu dan
bayinya (Winkjosastro, 2011).
h. Kesempitan pada Panggul
Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar panggul tidak elastis lagi
sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan persalinan. Salah satunya
adalah perut ibu yang menggantung dan serviks mudah berdilatasi
sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu dini yang
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Cunningham et all (2015)
yang menyatakan bahwa sejalan dengan bertambahnya usia maka akan
terjadi penurunan kemampuan organ- organ reproduksi untuk
menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi proses
embryogenesis, kualitas sel telur juga semakin menurun, itu sebabnya
kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap perkembangan yang janin
tidak normal, kelainan bawaan, dan juga kondisi-kondisi lain yang
mungkin mengganggu kehamilan dan persalinan seperti kelahiran dengan
ketuban pecah dini.

2.3 Patofisiologi
Selaput ketuban yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion
dan korion yang sangat erat ikatannya. Lapisan ini terdiri atas sel epitel, sel
mesenkrim, dan sel trofoblas yang terkait dalam matriks kolagen. Selaput
ketuban berfungsi menghasilkan air ketuban serta melindungi janin terhadap
infeksi. Ketuban pecah pada ibu hamil disebabkan oleh adanya kontraksi
uterus dan peregangan yang berulang.Selaput ketuban pecah karena pada
daerah tertentu terjadi perubahan biokimia, yang menyebabkan selaput
ketuban inferior rapuh. Selaput ketuban pada kehamilan muda sangat kuat,
pada trimester 3 selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput
ada hubungannya dengan pembesaran uterus,kontraksi rahim, dan gerakan
janin. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar kevagina (Sarwono, 2012: 679).
Mekanisme ketuban pecah dini ini terjadi karena pembukaan prematur
servik dan membran terkait dengan pembukaan terjadi devolarisasi dan
nekrosis serta dapat di ikuti pecah spontan jaringan ikat yang menyangga
membran ketuban, dipercepat dengan infeksi yang mengeluarkan enzim
6

proteolitik, enzim kolagenase. Masa interval sejak ketuban pecah dini sampai
terjadi kontraksi disebut fase laten (Manuaba,2010: 119).

2.4 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala pada kehamilan yang mengalami KPD adalah
keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban
berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih
merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan
ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran.
Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Demam,
bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah
cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi (Manuaba, 2009).

2.5 Komplikasi
Menurut Varney (2010) komplikasi akibat ketuban pecah dini adalah:
a. Persalinan prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera timbul persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24
jam setelah ketuban pecah, sedangkan pada kehamilan 28-34 minggu 50%
persalinan terjadi dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.
b. Infeksi
Resiko infeksi meningkat pada ibu dan janin , pada ibu terjadi
korioamnionitis, pada bayi terjadi septikemia, pneumonia, dan pada
umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban
pecah dini prematur infeksi lebih sering dari pada aterm.Secara umum
insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding
dengan lamanya periode laten.
c. Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban akan terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidroamnion, semakin sedikit air
ketuban , janin semakin gawat
d. Sindrom deformitas janin
Bila ketuban pecah terlalu dini maka akan menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat. Komplikasi yang sering terjadi pada ketuban pecah dini
sebelum kehamilan 37 minggu adalah sindrom distres pernafasan, ini
terjadi pada 10-40% bayi baru lahir.resiko infeksi akan meningkat pada
kejadian ketuban pecah dini, semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini
prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya
korioamnionitis. Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat bisa
7

terjadi pada ketuban pecah dini. Resiko kecacatan dan kematian janin
meningkat pada ketuban pecah dini preterm, kejadiannya hampir 100%,
apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang
23 minggu.

2.6 Penanganan
Penanganan KPD memerlukan pertimbangan usia kehamilan, adanya
infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.
Penanganan ketuban pecah dini menurut Sarwono (2010), meliputi :
a. Konservatif
1. Pengelolaan konserpatif dilakukan bila tidak ada penyulit (baik pada
ibu maupun pada janin) dan harus di rawat dirumah sakit.
2. Berikan antibiotika (ampicilin 4 x 500 mg atau eritromicin bila tidak
tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari.
3. Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi
4. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes buss negative, berikan dexametason, observasi tanda-tanda infeksi
dan kesejahteraan janin, terminasi pada kehamilan 37 minggu
5. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24
jam.
6. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
7. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intra
uterin).
8. Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk memicu
kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.
b. Aktif
1. Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 mg intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali.
2. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi. Dan
persalinan diakhiri.
3. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan servik, kemudian induksi.
Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
4. Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam
8

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KPD menurut Manuaba (2009) tentang penatalaksanaan
KPD adalah :
a. Mempertahankan kehamilan sampai cukup bulan khususnya maturitas
paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang
sehat.
b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu
sepsis, maningitis janin, dan persalinan prematuritas
c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan
berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid,
sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
d. Pada umur kehamilan 24-32 minggu yang menyebabkan menunggu berat
janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan,
dengan kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan
e. Menghadapi KPD, diperlukan penjelasan terhadap ibu dan keluarga
sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak mungkin
dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin
harus mengorbankan janinnya.
f. Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk mengukur
distansia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air ketuban untuk
melakukan pemeriksaan kematangan paru.
g. Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat dianjurkan selang waktu 6-
24 jam bila tidak terjadi his spontan

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Pemeriksaan yang dipakai untuk menegakkan diagnosis
adalah21–24 :
a. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan
lahir atau basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat
lanjut dapat disertai mekonium.
b. Pemeriksaan inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju
kanalis servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut ditemukan
cairan amnion yang keruh dan berbau.
c. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang / oligohidramnion,
namun dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab
oligohidramnion dengan penyebab lainnya.
d. Pemeriksaan Laboratorium
9

Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang


digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL),
adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis
untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang
mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram
maupun pada kultur aerob maupun anaerob).
e. Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH cairan,
di mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih
basa daripada cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas lakmus merah
berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban. Normalnya pH
air ketuban berkisar antara 7-7,5. Namun pada tes ini, darah dan infeksi
vagina dapat menghasilkan positif palsu.
f. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk
melakukan tes, sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan
kering. Pemeriksaan diamati di bawah mikroskop untuk mencari pola
kristalisasi natrium klorida yang berasal dari cairan ketuban menyerupai
bentuk seperti pakis (Cunningham, 2013)

2.9 Pencegahan
Menurut Manuaba (2009) Pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi
ketuban pecah dini adalah :
a. Melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin ke tenaga medis
b. Menerapkan kebiasaan hidup sehat, seperti mengkonsumsi makanan
yang bergizi, memenuhi asupan cairan dalam tubuh, berolahraga secara
teratur, serta menghindari kebiasaan merokok.
c. Membiasakan diri untuk selalu membersihkan organ kewanitaan dengan
benar, seperti membersihkannya setiap kali selesai buang air kecil
maupun besar dari arah depan ke belakang.
d. Segera berkonsultasi dengan dokter atau tenaga medis lainnya apabila
ditemukan kelainan pada daerah kewanitaan, seperti terjadinya keputihan
yang abnormal, berbau, dan berwarna tidak seperti biasanya.
e. Bagi Anda yang beresiko tinggi untuk mengalami KPD, sebaiknya
menghindari melakukan hubungan suami istri untuk sementara waktu.
f. Mendapatkan istirahat yang cukup dan menghindarkan diri dari berbagai
aktivitas berat yang dapat mempengaruhi kondisi psikis dan fisik janin
Anda
g. Memenuhi asupan vitamin, terutama vitamin C bagi tubuh.
h. Menghindari guncangan yang dapat membahayakan kondisi kehamilan
Anda, seperti terjadinya guncangan ketika berkendara dan lain
sebagainya.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1 Kasus
Ny. F umur 26 tahun, ibu rumah tangga beralamat di Kediri rujukan
datang ke RSUD Dr. Soetomo rujukan dari RS. Bhayangkara Kediri pada
tanggal 30 November 2018 dengan diagnosa G1P000 Ab000 38-19 minggu,
KPP, Syndorme HELLP. Saat dilakukan anamnesa pada tanggal 30
November 2018 pukul 23.30 mengatakan bahwa datang ke RS. Bhayangkara
karena merasa pusing dan ada caira keluar dari vagina, klien mengeluh
selama hamil kaki dan tangan klien bengkak. Ny. E di diagnosa G1P0000
Ab000 38-39 minggu/T/H+Syndrome HELLP+KPP saat di RSUD Dr.
Soetomo. Menikah pada usia 23 tahun. Suami Ny. F (Tn. A 28 tahun) bekerja
sebagai pegawai swasta..Klien mengatakan mens pertama kali umur 12 tahun
selama 7 hari. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan, TD: 134/60
mmHg, nadi: 90x/menit, T: 36,80C, CRT 2detik, konjungtiva anemis, akral:
hangat, kering, merah, RR: 21x/meni, SpO2 97%. Pemeriksaan fisik lainnya
memberikan hasil bahwa turgor kulitnya cukup, mukosa bibir lembab.
3.2 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama : Ny. F
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan :Tamat S-1
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Kediri
Tanggal masuk : 30 November 2018
Tanggal pengkajian : 30 November 2018
Jam pengkajian : 23.30
No.Register : 12.71. xx. xx
Diagnosa medis : G1P0000 Ab000 38-39 minggu+ THIU Letak
kepala + PEB + HELLP Syndrome + KPP +
Obesitas grade 1 (BMI 32) + Abnormal NST
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. A
Umur : 28 tahun
Hub. Dengan Pasien : Suami
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Kediri

10
11

2. Riwayat Sakit dan Kesehatan


a. Keluhan Utama
Pusing, lemas, merasa kontraksi
b. Riwayat penyakit/ prenatal/ intranatal/ postpartum
c. Pasien melakukan ANC lebih dari 3 kali di bidan terdekat. Keluhan
pasien tangan dan kaki bengkak sejak kehamilan 20 minggu, dan tensi
naik. Pasien rujukan dari RS. Bhayangkara Kediri dengan G1P000
Ab000 38-39 minggu/ T/H + KPP + Syndrome HELLP+KPD. Saat di
RS. Bhayangkara telah diberikan injeksi dexamethason 10 mg/IV,
injeksi ceftriaxone 1gr/IV, dan nifedipine 10mg/Oral.
d. Penyakit/ operasi yang pernah diderita
Tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, TBC,
HIV, Jantung, hepatitis.
e. Penyakit yang pernah diderita keluarga
Tidak memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, TBC,
HIV, Jantung, hepatitis, kanker
f. Riwayat Alergi
Tidak memiliki riwayat alergi obat dan makanan
3. Riwayat Menstruasi
a. Menarche: umur 12 tahun
b. Banyaknya: mengganti pembalut 2-3 kali/ hari
c. Siklus: 28 hari
d. Lama haid: 7 hari
e. Dismenorhea: Tidak ada
f. HPHT : 5 Maret 2018
g. Taksiran Partus : 12 Desember 2018
h. Usia Kehamilan : 38-39 minggu
i. Menopause: tidak menopause

4. Riwayat Obstetri
G1P0000
Hamil Usia Jenis Penolong Penyulit BB/ Usia KB/Jenis/L
ke Kehamilan Persalinan TB anak ama
saat ini
Hamil - - - - - - -
ini

5. Observasi
Keadaan umum : cukup; Kesadaran : Compos mentis; Berat badan :
82 kg ; Tinggi badan: 160 cm; TD : 134/60 mmHg; Nadi : 90x/menit;
Suhu : 36.8oC; RR : 20x/ menit; CRT : 2 detik; Akral: Hangat, Kering,
12

Merah ; GCS: E4V5M6; Lain-lain: IMT : 32.0 ; Interprestasi: Obesitas


Grade I
6. Kepala dan Leher
Rambut: hitam ; Mata: Konjungtiva: an-anemis; Sklera: putih; Pupil:
reaktif terhadap cahaya ukuran 3mm/3mm; Hidung: normal; Mulut:
Mukosa Bibir: lembab; Lidah: merah muda; Gigi: lengkap; Telinga: tidak
ada gangguan pendengaran; Kebersihan telinga: baik; Cloasma: tidak
ada; Jerawat: tidak ada; tidak ada nyeri telan; tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid; tidak ada distensi vena jugularis.
Lain-lain: klien mengeluh pusing
Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan
7. Dada ( Thoraks)
Jantung: Irama: reguler; S1/S2: Normal ( tunggal); Nyeri dada: tidak
ada; Bunyi: normal; Nafas: Suara nafas: vesikuler; Batuk: tidak ada;
Sputum: tidak ada; Nyeri: tidak ada; Payudara: Konsistensi:kenyal;
Aerola: normal; Papilla: normal, simetris; Produksi ASI: tidak ada;Nyeri:
tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
8. Perut (Abdomen)
Peristaltik usus: 15x/menit
Ginekologi:
Pembesaran: tidak ada; Benjolan: tidak ada; Area:tidak ada; Ascites:
tidak ada; Nyeri Tekan: tidak; Luka: tidak ada
Prenatal dan Intranatal
Inspeksi: Striae: ada; Line: ada.
Palpasi:
Leopold 1 : TFU :31 cm, fundus teraba lunak, kurang bundar;
Leopold 2 : letak punggug berada di sisi kanan ibu teraba tahanan
memanjang, keras seperti papan bagian kiri ibu teraba bagian- bagian kecil
janin (ekstremitas);
Leopold 3 : Bagian bawah teraba bulat, keras dan melenting ( kepala);
Leopold 4: Bagian kepala 4/5 masuk PAP
DJJ: 144x/menit
Lain-lain : pasien mengatakan ada yang merembes keluar dari vagina
sebelum dibawa ke RS. Bhayangkara, His (+) jarang
Lain-lain: Tidak ada
Masalah Keperawatan: Resiko Cedera Pada Janin
9. Genitalia
Keputihan: tidak ada ; Laserasi:tidak ada ; Miksi: 8cc/jam, tidak nyeri,
warna urine kuning ; Perdarahan: tidak ada; VT: 1cm eff: 25% ;
Defekasi: 1x/hari, konsistensi lunak ; Lain-lain: tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada
13

10. Tangan dan Kaki


Kemampuan pergerakan: bebas; Kekuatan otot: 5,5,5,5; Refleks:
Patella: +, Triceps: + , Biceps: +, Babinsky: -, Brudiznsky: -, Kernig: -;
Edema: kaki dan tangan. Lain-lain: input cairan 2000cc/hari
Masalah Keperawatan: Hipervolemia

11. Perubahan
Aspek Sebelum Sakit Sesudah Sakit
Nutrisi Makan 3x sehari dengan Makan 3x sehari dengan
nasi, sayur, buah, dan nasi, sayur, buah, dan
lauk-pauk lauk-pauk
Eliminasi BAB 1x/hari BAK BAB 1x/hari BAK
normal tidak ada nyeri sedikit warna kuning ,
warna jernih tidak nyeri
Istirahat/ tidur 8 jam / hari 8jam/ hari
Aktivitas Melakukan pekerjaan Melakukan pekerjaan
rumah tangga rumah tangga
Seksual Tidak ada nyeri, tidak Tidak nyeri, tidak ada
ada perdarahan perdarahan
Kebersihan Diri Mandiri, mandi 2x/ hari Mandiri, mandi 2x/hari
Koping Tidak cemas, tidak Cemas dengan keadaan
stress bayinya
Ibadah Teratur 5waktu/ hari Teratur 5 waktu/ hari
Konsep Diri Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan

12. Pengetahuan dan Perilaku Kesehatan


Kontrasepsi : Tidak ada
Perawatan Diri : Mandiri
Merokok: Tidak
Obat/ Jamu: Tidak ada
Lain-lain: Tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak Ada

13. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium Foto/Radiologi USG Lain-lain
WBC : 12,95 x 103 /µL (3,37-10)
RBC : 4,52 x 103 /µL (3,69-5,46)
Hb : 12,0 g/dL (P: 11-14,7)
HCT : 41,6 % (P: 35,2-46,7)
PLT : 114 x x 103 /µL (150-450)
Glukosa : 116 mg/dL (N: <100;
14

Laboratorium Foto/Radiologi USG Lain-lain


DM ≥ 126)
BUN : 12 mg/dL (10-20)
Kreatinin : 0,77 mg/dL (0,50-1,2)
SGOT : 19 U/L (< 41)
SGPT : 11 U/L (P: 0-35)

14. Terapi (31-11-2018) oleh PPDS Obgyn


1) Nifedipin 10 mg per oral tiap 8 jam bila TD >160/110 mmHg
2) Metildopa 500 mg per oral tiap 8 jam bila TD >140mmHg
3) MgSO4 20% 1 gr dalam 1 jam IM boka boki
4) MgSO4 40% 1 gr dalam 15 menit IV pelan
5) RD 5 500 cc tiap 24 jam
6) Minum maksimal 1.000 cc tiap 24 jam

3.3 ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH

DS: Klien PEB Risiko perfusi


mengatakan dibawa cerebral tidak efektif
ke Rumah Sakit Gangguan multiorgan
Bhayangkara karena Otak
ada cairan keluar dari
jalan lahir dan pusing Edema cerebri

DO: Resiko peningkatan TIK

1. Rujukan dari RS Resiko perifer serebral tidak efektif


Bhayangkara
Kediri
2. TD = 134/60
mmHg
DS: klien mengatakan Ketuban pecah dini Resiko cedera pada
dibawa ke RS janin
Bhayangkara karena Janin langsung berhubungan
ada cairan keluar dari dengan dunia luar dan air ketuban
jalan lahir merembes banyak

DO: uji lakmus (+),


DJJ 146 x/menit Imunitas janin kurang Hipoksia
15

DATA ETIOLOGI MASALAH

Gangguan pertukaran gas janin

Resiko cedera pada janin

DS: klien mengatakan Primigravida Hipervolemia


sejak hamil badan
terutama tangan dan Pre eklamsi
kaki bengkak Spasme pembuluh darah

Penurunan suplai oksigen ke


plasenta
DO:

1. TD = 134/60 Hipoksia plasenta


mmHg Iskemia
2. Pitting edema
ekstremitas (+) Pelepasan tropoblastik
3. Pengeluaran urine
Endoteliasis glomerulus
25-30 cc/ jam
Proteinuria

Perpindahan cairan ke interstitial

Edema

3.4 DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN (P-E-S)


1) Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d ketuban pecah sebelum waktunya,
pusing, TD = 134/60 mmHg
2) Resiko cedera pada janin d.d ketuban pecah sebelum waktunya
3) Hipervolemia b.d gangguan aliran balik vena
INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanggal Diagnosa Keperawatan (P-E) Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana (Intervensi) Keperawatan Rasional

30-11- Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Mengetahui perkembangan kondisi
2018 efektif d.d ketuban pecah keperawatan 1x24 jam perfusi 2. Observasi balane cairan pasien
sebelum waktunya, pusing, TD jaringan serebral efektif 3. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 2. Mengetahui kecenderungan tingkat
derajat kesadaran dan potensialpeningkatan
= 134/60 mmHg
4. Pertahankan posisi tirah baring TIK
5. Pertahankan lingkungan yang tenang 3. Membantu drainage vena untuk
Kriteria Hasil: dan batasi pengunjung mengurangi kongesti vena
6. Kolaborasi pemberian obat anti 4. Aktivitas berlebih dapat
1. TD dalam batas normal hipertensi menignkatkan TIK
(120/80 mmHg) 5. Meningkatkan
2. Tidak ada penurunan Dengan menurunkan TD, aliran
kesadaran darah ke plasenta menjadi adekuat
3. Tidak ada tanda-tanda
peningkatan TIK
30-11- Resiko cedera pada janin d.d Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan ibu untuk bedrest total 1. Metabolisme menurun dan
2018 ketuban pecah sebelum Setelah dilakukan tindakan 2. Anjurkan ibu untuk tidur miring ke kiri peredaran darah ke plasenta
waktunya keperawatan 1x24 jam resiko 3. Kaji riwayat kehamilan adekuat
4. Pantau tekanan darah ibu dan DJJ janin 2. Vena cava kanan tidak tertekan dan
cedera pada janin teratasi
5. Kolaborasi pemberian obat anti aliran darah ke plasenta lancar
Kriteria Hasil: hipertensi 3. Mengetahui riwayat kehamilan
yang lalu
1. DJJ dalam batas 4. Mengetahui keadaan aliran darah

16
normal (120-160 x per dan kondisi janin
menit) 5. Aliran darah ke plasenta menjadi
2. Tidak ada tanda- tanda adekuat
gawat janin
30-11- Hipervolemia b.d gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Batasi input cairan klien 1. Menghindari kelebihan volum cairan
2018 aliran balik vena keperawatan 1x24 jam tidak 2. Kaji tingkat kesadaran, perubahan 2. Menunjukkan perpindahan cairan,
terjadi kelebihan volumen mental, adanya gelisah akumulasi toksin asidosis, terjadinya
cairan 3. Kaji kulit, área yang sering terjadi hipoksia
edema, evaluasi derajat edema 3. Mengetahui penurunan edema
Kriteria Hasil: 4. Catat pemasukan dan pengeluaran 4. Melihat fungsi ginjal
1. Tanda-tanda vital stabil cairan 5. Mengetahui fungsi ginjal
dan normal (TD= 100- 5. Monitor tanda vital 6. Mengetahui penatalaksanaan apa
120/60-80, N=80- 6. Awasi pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
100x/menit, RR=16-20 x/
menit)
2. Klien menunjukkan
haluaran urine adekuat
3. Tidak ada edema

17
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanggal Tanggal
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi (SOAP) Paraf
dan Jam dan Jam

Resiko perfusi serebral 30-11-18 1-12-18 S: Klien mengatakan kepalanya


23.40 1. Mengbservasi tanda-tanda vital 06.00 sudah tidak pusing
tidak efektif d.d ketuban
23.45 2. Mengbservasi balane cairan O: TD: 140/89 mmHg; N:
pecah sebelum 23.50 3. Tinggikan kepala tempat tidur 15-
93x/menit;
30 derajat
waktunya, pusing, TD = Klien mendengarkan penjelasan
24.55 4. Pertahankan posisi tirah baring
134/60 mmHg 05.52 5. Pertahankan lingkungan yang dengan seksama
1-12-18 tenang dan batasi pengunjung A: Masalah teratasi
05.00 6. Kolaborasi pemberian obat anti P: Pertahankan intervensi nomor 1-
hipertensi 5
Resiko cedera pada 30-11-18 1-12-18 S: Klien mengatakan cairan sudah
23.40 1. Menganjurkan ibu untuk bedrest tidak merembes
janin d.d ketuban pecah 06.00
total
sebelum waktunya 23.45 2. Menganjurkan ibu untuk tidur O: TD: 140/89 mmHg; N:
miring ke kiri 93x/menit; RR:20x/menit; S:
23.50 3. Mengkaji riwayat kehamilan 36,3ºC; DJJ: 146x/menit,
Klien hamiln 38-39 minggu,
hamil pertama, TFU: 31 cm; VT: Cairan sudah tidak merembes
1cm; eff: 25%
24.00 4. Melakukan manuver leopold A: Masalah teratasi
L1: TFU: 31 cm
L2: Letak punggung kanan P: Pertahankan intervensi nomor 1-
L3: presentasikepala

18
1-12-18 L4: bagian terendah 2/5 5
05.00 5. Memantau tekanan darah ibu
dan DJJ janin
TD: 140/89 mmHg; N:
05.05 93x/menit; RR:20x/menit; S:
36,3ºC; DJJ: 146x/menit
6. Memberikan obat Nifedipin 10
mg pero oral, metildopa 500 mg
per oral dan MgSO4 20% 1 gr
dalam 1 jam IM boka boki
Hipervolemia b.d 30-11-18 1-12-18 S: Klien mengatakan tangan dan
23.40 1. Membatasi input cairan klien 06.00 kaki bengkak
gangguan aliran balik
Minum maksimal 750 cc dalam O: TD: 140/89 mmHg; N:
vena 24 jam 93x/menit; RR:20x/menit; S:
23.40 2. Mengkaji tingkat kesadaran
36,3ºC; input: 750 cc; ouput:
Composmentis GCS E4V5M6
23.45 3. Mengkaji kulit dan derajat edema 200 cc
1-12-18 Edema pada kaki kulit kering Kesadaran composmentis
05.00 4. Mencatat balance cairan GCS: E4V5M6
Input: 750 cc; output: 200 cc Ada pitting edema pada kaki
05.00 5. Memonitor tanda vital Kulit kering
A: Masalah teratasi sebagian
P: Pertahankan intervensi nomor 1-
5

19
BAB 4
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Pengkajian dimulai dari identitas klien bernama Ny. F umur 26 tahun,
seorang ibu rumah tangga, beralamat di Kediri, datang ke RSUD Dr. Soetomo
rujukan dari RS. Bhayangkara Kediri pada tanggal 30 November 2018
dengan diagnosa G1P000 Ab000 38-39 minggu, KPP, Syndrome HELLP.
Saat dilakukan anamnesa pada tanggal 30 November 2018 mengatakan
bahwa datang ke RS. Bhayangkara karena merasa pusing dan ada cairan
keluar dari vagina, kaki dan tangan klien bengkak selama hamil. Ny. F di
diagnosa G1P0000 Ab000 38-39 minggu/TIH+Syndrome HELLP+KPP+PEB
saat di RSUD Dr. Soetomo. Menikah pada usia 23 tahun. Suami Ny. F (Tn. A
28 tahun) bekerja sebagai pegawai swasta. Klien mengatakan menstruasi
pertama kali umur 12 tahun selama 7 hari. Setelah dilakukan pemeriksaan
fisik ditemukan, TD: 134/60 mmHg, nadi: 90x/menit, T: 36,80C, CRT 2detik,
konjungtiva anemis, akral: hangat, kering, merah, RR: 21x/meni, SpO2 97%.
Pemeriksaan fisik lainnya memberikan hasil bahwa turgor kulitnya cukup,
mukosa bibir lembab.
Data prenatal dan intranatal yang dilakukan pada tanggal 30
November 2018 didapatkan hasil Inspeksi: Striae: ada; Line: ada; Palpasi:
Leopold 1 : TFU :31 cm, fundus teraba lunak, kurang bundar; Leopold 2 :
letak punggug berada di sisi kanan ibu teraba tahanan memanjang, keras
seperti papan bagian kiri ibu teraba bagian- bagian kecil janin (ekstremitas),
Leopold 3 : Bagian bawah teraba bulat, keras dan melenting (kepala);
Leopold 4: Bagian kepala 4/5 masuk PAP; DJJ: 144x/menit.
Diagnosa pertama yang dapat ditegakkan adalah Resiko perfusi
serebral tidak efektif d.d ketuban pecah sebelum waktunya, pusing, TD =
134/60 mmHg. Hal ini dibuktikan klien mengatakan dibawa ke RS
Bhayangkara karena ada cairan keluar dari jalan lahir dan pusing. Diagnosa
kedua yang dapat ditegakkan adalah Resiko cedera pada janin ditandai
dengan ketuban pecah sebelum waktunya. Hal ini dibuktikan oleh hasil uji
lakmus (+). Diagnosa ketiga yang dapat ditegakkan adalah Hipervolemia
berhubungan dengan gangguan aliran balik vena. Hal ini ditunjang oleh
anamnesa yang dilakukan yaitu sejak hamil badan terutama tangan dan kaki
bengkak.

3.2 Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Keperawatan


1) Diagnosa: Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d ketuban pecah
sebelum waktunya, pusing, TD = 134/60 mmHg.
Definisi: berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah keotak.

20
21

Faktor risiko: keabnormalan masa protombin, penurunan kinerja


ventrikel kiri, aterosklerosis aorta, diseksi arteri, fibrilasi atrium,dll.
Masalah Keperawatan Kasus: Klien mengatakan dibawa ke RS
Bhayangkara karena ada cairan keluar dari jalan lahir. DO: TD = 134/60
mmHg.
Implementasi: Implementasi yang dilakukan pada tanggal 30 November
2018 yaitu :
1. Mengobservasi tanda-tanda vital
2. Mengobservasi balane cairan
3. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat
4. Pertahankan posisi tirah baring
5. Pertahankan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
6. Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi\
Evaluasi: Evaluasi yang dilakukan 30 November 2018 Pukul 05.00
S: Klien mengatakan kepalanya sudah tidak pusing
O: TD: 140/89 mmHg; N: 93x/menit; Klien mendengarkan penjelasan
dengan seksama
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi nomor 1-6
2) Diagnosa: Resiko cedera pada janin ditandai dengan ketuban pecah
sebelum waktunya
Definisi: diagnosa keperawatan Resiko cedera pada janin menurut SDKI
tahun 2016 didefinisikan sebagai berisiko mengalami bahaya atau
kerusakan fisik pada janin selama proses kehamilan atau persalinan
Faktor risiko: besarnya ukuran janin, malposisi janin, induksi persalinan,
persalinan lama kala I, II, dan III, disfungsi uterus,dll.
Masalah Keperawatan Kasus: Klien mengatakan dibawa ke RS
Bhayangkara karena ada cairan keluar dari jalan lahir. DO: uji lakmus (+).
Implementasi: Implementasi yang dilakukan pada tanggal 30 November
2018 yaitu Menganjurkan ibu untuk bedrest total, Menganjurkan ibu
untuk tidur miring ke kiri, Mengkaji riwayat kehamilan: Klien hamil 38-
39 minggu, hamil pertama, TFU: 31 cm; VT: 1cm; eff: 25%, Melakukan
manuver leopold:
L1: TFU: 31 cm
L2: Letak punggung kanan
L3: presentasi kepala
L4: bagian terendah 4/5
Memantau tekanan darah ibu dan DJJ janin; TD: 140/89 mmHg; N:
93x/menit; RR:20x/menit; S:36,3ºC; DJJ: 146x/menit, Memberikan obat
Nifedipin 10 mg pero oral, metildopa 500 mg per oral dan MgSO4.
Evaluasi: Evaluasi yang dilakukan 30 November 2018 Pukul 05.00
S: Klien mengatakan tidak ada cairan merembes dari vagina
22

O: TD: 140/89 mmHg; N: 93x/menit; RR:20x/menit; S: 36,3ºC; DJJ:


146x/menit, Cairan sudah tidak merembes
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi nomor 1-5
3) Diagnosa: Hipervolemia berhubungan dengan gangguan aliran balik
vena
Definisi: Peningkatan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau
intraselular.
Etiologi: gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan cairan,
kelebihan asupan natrium, gangguan aliran balik vena, efek agen
farmakologis.
Implementasi: Membatasi input cairan klien: Minum maksimal 750 cc
dalam 24 jam, Mengkaji tingkat kesadaran: Composmentis GCS
E4V5M6, Mengkaji kulit dan derajat edema: Edema pada kaki kulit
kering, Mencatat balance cairan: Input: 750 cc; output: 200 cc,
Memonitor tanda vital.
Evaluasi:
S: Klien mengatakan tangan dan kaki bengkak
O: TD: 140/89 mmHg; N: 93x/menit; RR:20x/menit; S: 36,3ºC; input:
750 cc; ouput: 200 cc; Kesadaran composmentis; GCS: E4V5M6; Ada
pitting edema pada kaki; Kulit kering
A: Masalah teratasi sebagian
P: Pertahankan intervensi nomor 1-5
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kasus ketuban pecah dini dan disertai dengan PEB pada Ny. F
yang sedang menjalani perawatan di ruang VK Bersalin IRD Lantai 2
RSUD Dr. Soetomo Surabaya dengan 3 diagnosa keperawatan yang
meliputi risiko cedera pada janin, risiko cedera pada ibu dan hipervolemia
mendapat tatalaksana asuhan keperawatan yang bertujuan untuk
mengontrol rembesan ketuban yang terus menerus, pemberian obat untuk
menstabilkan tekanan darah, menjaga keamanan ibu dengan memposisikan
ibu serta pembatasan cairan untuk mengatasi kelebihan cairan pada ibu.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, masalah risiko cedera pada
janin dan ibu dapat teratasi, sehingga intervensi keperawatan tetap
dipertahankan demi mencegah terjadinya rembesan ketuban secara
berulang. Masalah keperawatan hipervolemia teratasi sebagian, sehingga
rencana intervensi awal dilanjutkan hingga kriteria hasil tercapai.
Selanjutnya akan ditunggu hingga bayi lahir secara spontan, karena pada
kehamilan Ny.F tidak disertai dengan penyulit janin selain adanya PEB
dan KPD.

5.2 Saran
1) Bagi Klien
Klien dengan KPD harus beristirahat total untuk mencegah terjadinya
rembesan ketuban yang semakin parah, mengurangi stress berlebih
dan menjaga asupan nutrisi serta cairan untuk menyiapkan janin yang
siap dilahirkan dalam kondisi urgensi.
2) Bagi Keluarga Klien
Keluarga diharapkan ikut berperan aktif dalam pemantauan klien
dengan KPD terutama memantau banyaknya cairan ketuban yang
merembes. Dikhawatirkan karena banyaknya cairan ketuban yang
merembes kemudian akan berpengaruh pada janin hingga
menyebabkan distress janin.
3) Bagi Tenaga Kesehatan
Dalam menyusun rencana tindakan keperawatan perlu dilakukan
penyesuaian dengan situasi dan kondisi klien maupun prosedur rumah
sakit.

23
WOC Kasus Ny.F
Faktor risiko: Obesitas, Usia, Primigravida

Spasme arteriola

Vasokontriksi Penurunan Produksi Akumulasi cairan di Penurunan reabsorbsi


angiotensin II jaringan protein

Preeklamsi

Peningkatan tekanan intrauterine Lesi pada arteri utero plasenta Iskemia Gangguan multiorgan

Pelepasan Tropoblastik Menyerang otak


Ketuban pecah dini

Hipoksia atau asfiksia Edema serebral


Kerusakan glomerulus

Gangguan pertukaran gas Resiko peningkatan TIK


Proteinuria

Resiko cedera pada janin Resiko Perifer tidak efektif


Perpindahan cairan ke interstitial

Hipervolemia

24
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.
Jakarta : Trans Info Medika.

Commentary on Cunningham et al. (2015): Essential chemical controls--miracle


from a black box. PubMed. DOI: 10.1111/add.12864

Cunningham FG, Kenneth JL, Steven LB, John CH, Dwight JR, Catherine YS
(2013). Obstetri Williams volume 1. Edisi 23. Alih Bahasa : Brahm U
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 25-26, 37 – 74,
392- 393.

Cunningham FG, Kenneth JL, Steven LB, John CH, Dwight JR, Catherine YS
(2013). Obstetri Williams volume 1. Edisi 23. Alih Bahasa : Brahm U
Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 25-26, 37 – 74,
392- 393.

Heffner, Linda J & Schrust DJ. At a glance sistem reproduksi. Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga Medical Series; 2010.

Manuaba, Ida Gede, dkk. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri
Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Gede, dkk. 2009. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri
Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC

Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. 229 . Jakarta:
EGC

Saifuddin, Abdul Bari, dkk. 2010. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarlito Wirawan Sarwono. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Sualman K. 2009. Penatalaksanaan ketuban pecah dini kehamilan preterm.


Pekanbaru : Universitas Riau.

Varney, Helen. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta. EGC.

Wiknjosastro, Hanifa. 2011. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina


Pustaka

25

Anda mungkin juga menyukai