Anda di halaman 1dari 24

Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Kasus Perina “Asfiksia”

Disusun Oleh

Ike Setiyaning P17120016056


Imroatul Hasanah P17120016057

Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta 1
Jl. Wijaya Kusuma Raya 47-48 Cilandak Barat- Jakarta Selatan (12430)
Telp. 021-7590 9605 Fax. 021-75909638
Website:http//www.poltekkesjakarta1.ac.id
Email : poltekkes_jkt1@yahoo.co.id

Jakarta
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang telah
memberi kami kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Kasus Perina “Asfiksia”. Mengingat
dalam pembuatan makalah ini tidaklah mudah dan perlu adanya dukungan
maupun motivasi dari berbagai pihak. Maka dari itu tidak lupa kami ucapkan
banyak terimakasih kepada:
1. Ibu Suryati B. SKp.MKM, selaku koordinator mata kuliah Keperawatan Anak
2. Ibu Amelia Arnis, M.Ners, selaku dosen pembimbing kelompok
3. Bapak, Ibu, dan Kakak tercinta yang telah memberikan dorongan moril
maupun materil, dan semangat untuk membuka semangat baru.
4. Teman-teman yang juga sudah sangat membantu kami dalam pembuatan
makalah ini.

Berkat motivasi dan dukungan dari berbagai pihak tersebut, kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Harapan kami, semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah
satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi para pembaca dalam menuntut ilmu.

Jakarta, Febuari 2018

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................................................2
1.2.1 Tujuan Umum................................................................................................................2
1.2.2 Tujuan Khusus...............................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah..................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................3
2.1 Definisi Asfiksia....................................................................................................................3
2.2 Etiologi Asfiksia....................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi Asfiksia.............................................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis..................................................................................................................6
2.5 Komplikasi............................................................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................................................8
2.7 Penatalaksanaan...........................................................................................................................8
BAB III...............................................................................................................................................10
ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................................................10
3.1 Pengkajian...........................................................................................................................10
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................................12
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................................................12
3.4 Evaluasi Keperawatan..........................................................................................................16
BAB IV...............................................................................................................................................18
PENUTUP..........................................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................................18
4.2 Saran....................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................20

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia neonatorum
dapat menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, dan asidosis (Rusepno H, 1995).
Ada beberapa faktor pencetus terjadinya asfiksia neonatorum yaitu faktor ibu
(hipoksia, eklampsi, toksemia, hipotensi karena perdarahan, diabetes melitus,
kelainan jantung, atau penyakit ginjal), faktor plasenta (gangguan pertukaran gas
antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, misalnya solusio
plasenta atau plasenta previa), faktor fetus (janin terlilit tali pusat, tali pusat
menumbung, dll), dan faktor persalinan (partus lama, kelahiran sungsang, kembar,
seksio sesarea, dan proses persalinan abnormal lainnya) (Markum AH, 2002).
Asfiksia merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas bayi
baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Di negara maju angka kejadian
asfiksia berkisar antara 1-1,5% dan berhubungan dengan masa gestasi dan berat
lahir. Di negara berkembang angka kejadian bayi asfiksia lebih tinggi
dibandingkan di negara maju karena pelayanan antenatal yang masih kurang
memadai. Sebagian besar bayi asfiksia tersebut tidak memperoleh penanganan
yang adekuat sehingga banyak diantaranya meninggal (Vera MM, 2003).
Menurut WHO deperkirakan sekitar 900.000 kematian bayi baru lahir
setiap tahun diakibatkan oleh asfiksia neonatorum. Laporan dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia
menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak
diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran
prematur (WHO, 2005). Menurut National Center for Health Statistics (NCHS)
pada tahun 2002, asfiksia neonatorum mengakibatkan 14 kematian per 100.000
kelahiran hidup di Amerika Serikat (Adhie NR, 2012). Di Indonesia mempunyai
200 juta penduduk dengan angka kelahiran 2,5% tahun sehingga diperkirakan
terdapat 5 juta kelahiran per tahun. Jika angka kejadian asfiksia 3-5% dari seluruh
kelahiran, diperkirakan 250 ribu bayi asfiksia lahir pertahun. Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2013, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia

1
adalah gangguan pernapasan/ respiratory disorders (35,9%), prematuritas (32,4%)
dan sepsis neonatorum (12.0%) (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok ingin membahas mengenai
Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan masalah Asfiksia. Sehingga diharapkan
setelah membaca makalah ini pembaca dapat mengetahui apa itu Asfiksia dan
bagaimana cara mencegah terjadinya Asfiksia terutama untuk para ibu yang
sedang hamil. Sehingga dapat mengurangi kasus Asfiksia pada bayi baru lahir di
Indonesia.

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Konsep Teori Asfiksia Neonatorum dan asuhan
keperawatan dengan masalah pada bayi dengan kasus perina “Asfiksia”

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui pengertian dari asfiksia.
2. Untuk mengetahui etiologi asfiksia.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari asfiksia.
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis asfiksia.
5. Untuk mengetahui komplikasi asfiksia.
6. Untuk mengetahui test diagnostik asfiksia.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada bayi yang menderita asfiksia.
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada bayi dengan gangguan
Asfiksia.

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Asfiksia?
2. Apa faktor penyebab Asfiksia?
3. Bagaimana patofisiologi Asfiksia?
4. Apa saja tanda dan gejala dari Asfiksia?
5. Apa komplikasi dari Asfiksia?
6. Bagaimana test diagnostik pada Asfiksia?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada bayi dengan Asfiksia?
8. Bagaimana proses keperawatan pada bayi dengan Asfiksia?

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asfiksia


Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami
gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia
dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan (Amru Sofian, 2012). Asfiksia
dalam kehamilan dapat disebabkan oleh : Penyakit Infeksi akut atau kronis,
keracunan obat bius, uremia, toksemia gravidum, anemia berat, cacat bawaan atau
trauma. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh : Partus lama, Ruptura
uteri yang membakat, tekanan kepala janin pada plasentan terlalu kuat, prolapsus,
pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta
previa, solusia plasenta, placenta tua (serotinus).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan semakin
meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut (Manuaba, 2007).

Asfiksia neonatorum merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat


bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir ( Betz dan Sowden, 2002).
Keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai
asidosis.

Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pluse, Grimace, Activity,


Respiration), Asfiksia diklasifikasikan menjadi 4 (Ghai et al, 2010), yaitu:

1. Asfiksia Berat dengan nilai APGAR 0-3.


2. Asfiksia sedang sampai ringan dengan nilai APGAR 4-6.
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

2.2 Etiologi Asfiksia


Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor ibu:
a. Hipoksia ibu

3
b. Gangguan aliran darah fetus;
 Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
 Hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan
 Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll
c. Primi tua, DM, anemmia, riwayat lahir mati, ketuban pecah dini, infeksi.
2. Faktor plasenta
Abruptio plasenta, solutio plasenta
3. Faktor fetus
Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, meconium kental, prematuritas,
persalinan ganda
4. Faktor lama persalinan
Persalinan lama, VE, Kelainan letak, operasi caesar.
5. Faktor neonatus:
a. Anastesi atau analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pernapasan pada bayi.
b. Trauma lahir sehingga mengakibatkan pendarahan intracranial.
c. Kelainan kongenital seperti hernia diagframatika, atreisa atau stenosis
saluran pernafasan, hipoplasi paru, dll.

2.3 Patofisiologi Asfiksia


Asfiksia dapat disebabkan oleh semua keadaan yang menyabebkan sebagai
berikut :

1. Asfiksia menyebabkan janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat


kemudian nafas menjadi cepat dan bisa menyebabkan apneu kemudian DJJ
dan TD menurun lalu bisa dianngkat diagnosa pola nafas tidak efektif.
2. Asfiksia menyebabkan janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat
kemudian suplai O2 ke paru menurun dan menyebabkan kerusakan otak pada
janin dan bisa mengakibatkan janin tidak tertolong dan bisa diangkat diagnosa
proses keluarga terhenti.
3. Asfiksia menyebabkan janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat
kemudian suplai O2 ke paru menurun dan menyebabkan kerusakan otak dan
bisa diangkat diagnosa resiko cedera.

4
4. Asfiksia menyebabkan janin kekurangan O2 dan kadar CO2 meningkat
kemudian suplay O2 dalam darah menurun dan bisa diangkat diagnosa resiko
ketidakseimbangan suhu tubuh.
5. Asfiksia menyebabkan paru-paru terisi cairan dan diangkat diagnosa bersihan
jalan nafas tidak efektif
6. Asfiksisa menyebabkan paru-paru terisi cairan kemudian adanya gangguan
metabolisme dan perubahan asam basa kemudian menyebabkan asidosis
respiratorik dan adanya gangguan perfusi jaringan kemudian diangkat
diagnosa kerusakan pertukaran gas

Sumber :  (Maryunani & Nurhayati, 2009. Hal 50)

5
2.4 Manifestasi Klinis

Pada bayi yeng kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan cepat dalam
periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnu primer
(Saifudin 2001).

Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-


megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apnu yang disebut apnu sekunder. Selama
periode apnu sekunder ini, denyut jantung, tekanan darah dan oksigen di dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi tidak akan bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi
kecuali jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai
segera (Saifudin 2001).

Menurut Snyder & Cloherty (1998), gejala klinis biasanya terjadi 12 jam
setelah asfiksia berat yaitu stupor sampai koma, pernafasan periodik
atau respiratory effort  yang irregular, oliguria, hipotonus, tidak ada reflek
komplek seperti Moro dan hisap, kejang tonik-klonik atau multifokal antara 12-24
jam dapat terjadi apnu yang menggambarkan disfungsi batang otak. Kemudian
terjadi perburukan berupa koma, apnu lama dan mati batang otak 24-72 jam
kemudian.

Menurut Henderson & Jones (2001) tiga gambaran klinis yang dapat
disimpulkan dari sistem penilaian APGAR adalah sebagai berikut:

1. Bayi dengan nilai APGAR sangat rendah tampak pucat, terkulai, tidak ada
usaha napas, dan nadi sangat lambat.

2. Bayi dengan nilai APGAR 4-7 memiliki nadi dibawah 100 kali permenit,
pernapasan tidak teratur dan kulit berwarna biru. Bayi ini dapat berespon
dengan baik terhadap stimulasi, tetapi seringkali membutuhkan masker
O2 atau kantong dan masker pendukung ventilator

6
3. Bayi dengan nilai APGAR >7 mempunyai irama jantung normal, bernapas dan
berespon terhadap stimulus.

Ada 2 macam kriteria :

Perbedaan Asfiksia pallida Asfiksia livida


Warna kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus otot Sudah Kurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negative Positif
Bunyi jantung Tek teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik

2.5 Komplikasi

1. Edema otak dan Perdarahan Otak


Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun
akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak
yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan
perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia,
keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang
disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih
banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan
ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2
dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma

7
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.

2.6 Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisa gas darah (AGD)


Hasil pemeriksaan AGD yang ditemukan pada kasus Asfiksia adalah
menunjukkan hasil asidosis PaO2 20mmHg, PaCO2 >55mmHg dan Ph <7,30
(Ghai et al, 2010).
2. Laboratorium Darah Lengkap dan Elektrolit darah
Hasil pemeriksaan Darah lengkap yang ditemukan pada kasus asfiksia
adalah:
 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung
turun karena O2 dalam darah sedikit.
 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena
bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
  Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
3. Gula darah
Hasil pemeriksaan Gula darah pada kasus asfiksia yaitu menunjukkan
hasil hipoglikemia.

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk Asfiksia :


Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring. Bila sudah bernapas spontan
letakkan dengan posisi horizontal.
a. Apgar Score 7 – 10 :
 Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat
adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter
melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air
ketubannya mengandung meconeum.
 Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala.

8
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
b. Apgar Score 4 – 6 :
 Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat
adanya atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter
melalui mulut sampai nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air
ketubannya mengandung meconeum.
 Bayi jangan dimandikan, cukup dikeringkan termasuk rambut kepala.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong
( lebih baik yang dihangatkan )
c. Apgar Score 4 – 6 dengan detik jantung > 100. Lakukan bag and mask
ventilation dan pijat jantung.

d. Apgar Score 0 – 3 :
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermia dengan segala akibatnya.
 Jangan diberi rangsangan taktil.
 Jangan diberi obat perangsang napas.
 Segera lakukan resusitasi.

9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian

a. Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak
keberapa, jumlah saudara dan identitas orang tua. Yang lebih ditekankan
saat pengkajian dengan asfiksia adalah umur bayi karena akan berkaitan
dengan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
b. Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal (2009) pengkajian pada asfiksia neonatorum untuk melakukan
resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga hal penting, yaitu : 15 a.
Pernafasan Observasi pergerakan dada dan masukan udara dengan cermat.
Lakukan auskultasi bila perlu lalu kaji pola pernafasan abnormal, seperti
pergerakan dada asimetris, nafas tersengal, atau mendengkur. Tentukan
apakah pernafasannya adekuat (frekuensi baik dan teratur), tidak adekuat
(lambat dan tidak teratur), atau tidak sama sekali.
c. Denyut jantung Kaji frekuensi jantung dengan mengauskultasi denyut apeks
atau merasakan denyutan umbilicus. Klasifikasikan menjadi >100 atau
Penilaian APGAR score
d. Warna Kaji bibir dan lidah yang dapat berwarna biru atau merah muda.
Sianosis perifer (akrosianosis) merupakan hal yang normal pada beberapa
jam pertama bahkan hari. Bayi pucat mungkin mengalami syok atau anemia
berat. Tentukan apakah bayi berwarna merah muda, biru, atau pucat. Ketiga
observasi tersebut dikenal dengan komponen skor apgar. Dua komponen
lainnya adalah tonus dan respons terhadap rangsangan menggambarkan
depresi SSP pada bayi baru lahir yang mengalami asfiksia kecuali jika
ditemukan kelainan neuromuscular yang tidak berhubungan.
e. APGAR       : Asfiksia berat bernilai 0-3, asfiksia sedang 4-6, asfiksia
ringan 7-9, bayi normal bernilai 10.

10
Menurut Henderson& Jones (2001) :

1. Bayi dengan nilai APGAR sangat rendah tampak pucat, terkulai,


tidak ada usaha napas, tidak berespon terhadap suksion oral dan nadi
sangat lambat.

2. Bayi dengan nilai APGAR 4-7 memiliki nadi dibawah 100 kali
permenit, pernapasan tidak teratur dan kulit berwarna biru. Terdapat
beberapa respon terhadap suksion dan beberapa tonus otot. Bayi ini
dapat berespon dengan baik terhadap stimulasi.

3. Bayi dengan nilai APGAR >7 mempunyai irama jantung normal,


bernapas dan berespon terhadap stimulus.

Tabel Penilaian APGAR score


Tanda 0 1 2
Appearance Biru, pucat Badan pucat Semuanya merah
tungkai biru muda
Pulse Tidak teraba < 100 >100
Grimace Tidak ada Lambat Menangis kuat
Activity Lemah atau Gerakan sedikit, Aktif, fleksi
lumpuh fleksi tungkai tungkai baik,
reaksi melawan
Respiratory Tidak ada Lambat, tidak Baik, menangis
teratur kuat

Algoritma Resusitasi Neonatal.

11
f. Neurology Reflek
Tidak ada reflek komplek seperti moro dan hisap.
g. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor masih cekung,
sutura belum menutup dan kelihatan masih bergerak.
h. Mata
Pada pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
i. Hidung
Yang paling sering ditemukan adalah didapatkan adanya pernafasan cuping
hidung.
j. Dada
Pada dada biasanya ditemukan pernafasan yang irregular dan frekuensi
pernafasan yang cepat.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut Amin Huda & Hardhi (2015) Diagnosa Keperawatan yang


muncul dalam kasus bayi Asfiksia, antara lain:
a) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jumlah CO2 dalam darah
meningkat.
b) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
alveoli, alveolar edema, alveoli-perfusi.
c) Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi.
d) Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh.
e) Resiko syndrome kematian bayi mendadak berhubungan dengan
prematuritas organ.

3.3 Intervensi Keperawatan

12
a) Dx : Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan jumlah CO2 dalam
darah meningkat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi,
dengan kriteria hasil sebagai berikut;
b. Menunjukan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas dan frekuensi nafas dalam batas
normal, tidak ada suara nafas abnormal.
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal

INTERVENSI RASIONAL

d. Pertahankan kepatenan jalan i. Menghilangkan lendir yang


nafas dengan melakukan menghambat pernafasan.
pengisapan lendir.
e.Monitor Tekanan Darah, Nadi, j. Mengidentifikasi jika ada
Suhu, RR. masalah pernafasan.
f. Auskultasi suara paru. k. Mengetahui pola nafas dan
ada tidaknya sumbatan pada
g. Kolaborasi dengan tim paru-paru.
kesehatan lain untuk pemeriksaan l. Membantu memenuhi kebutuhan
AGD dan pemakaian alat O2 sehingga pola nafas menjadi
bantupernafasan. efektif.
h. Berikan oksigenasi sesuai m. Membantu memenuhi
kebutuhan. kebutuhan O2 sehingga pola
nafas menjadi efektif.

13
b) Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah
ke alveoli, alveolar edema, alveoli-perfusi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
diharapkan masalah gangguan pertukaran gas dapat teratasi
dengan kriteria hasil sebagai berikut;
 Tidak ada suara nafas abnormal, paru-paru bersih dan
bebas dari tanda-tanda distress pernafasan.
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

INTERVENSI RASIONAL

 Monitor TTV  Mengetahui keadaan umum klien


 Kaji suara nafas, catat area yang  Mengetahui pola nafas
terjadi penurunan atau tidak adanya
ventilasi dan suara nafas tambahan.
 Monitor saturasi O2 dengan  Mengetahui saturasi O2.
oksimetri.
 Monitor hasil pemeriksaan lab  Mengetahui kadar O2 dalam
Analisa Gas Darah darah

c) Dx : Penurunan kardiak output berhubungan dengan ketidakseimbangan


perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan masalah penurunan kardiak output teratasi dengan
kriteria hasil sebagai berikut;
 Tanda-tanda vital dalam rentang normal.

14
 Tidak ada suara nafas abnormal.

INTERVENSI RASIONAL

 Monitor jantung dan paru.  Mengetahui keadaan jantung dan


paru bayi.
 Monitor perfusi jaringan tiap 2-4  Mengetahui perfusi jaringan pada
jam sekali. bayi.
 Monitor TTV.  Mengetahui TTV pada bayi.
 Monitor intake dan output.  Intake dan output dapat
mempengaruhi perfusi.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan  Menyeimbangkan perfusi
lain dalam pemberian vasodilator. ventilasi

d) Dx : Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam
diharapkan keadaan suhu tubuh seimbang, dengan kriteria hasil
sebagai berikut;
 Suhu tubuh dalam rentang normal
 Tidak terdapat sianosis.

INTERVENSI RASIONAL

 Monitor suhu, warna kulit dan  Mengetahui temperature tubuh


suhu kulit minimal tiap 2 jam, bayi
laporkan apabila ada tanda

15
hipotermi dan hipertermi.
 Pertahankan panas tubuh bayi
dengan menggunakan matras
panas dan selimut hangat sesuai  Mempertahankan keseimbangan
kebutuhan. suhu tubuh bayi

e) Dx : Resiko syndrome kematian bayi mendadak berhubungan dengan


prematuritas organ.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan syndrome kematian bayi tidak terjadi, dengan
kriteria hasil sebagai berikut;
 Keluarga mengetahui strategi atau tindakan untuk
mencegah syndrome kematian bayi mendadak.

INTERVENSI RASIONAL

 Kaji faktor resiko prenatal seperti  Mengetahui faktor yang


usia ibu yang terlalu muda. menyebabkan bayi beresiko
syindrome kematian bayi
mendadak.
 Memberikan pendidikan kesehatan  Keluarga mendapatkan
kepada keluaraga tentang yang pengetahuan supaya bisa
berhubungan dengan stragtegi atau mencegah syndrome kematian
tindakan untuk mencegah bayi mendadak dan mengetahui
syndrome kematian bayi mendadak tindakan untuk mengatasinya.
dan dengan tindakan resusitasi
untuk mengatasinya.

16
3.4 Evaluasi Keperawatan

a) Pola nafas efektif dengan kriteria suara nafas bersih, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada sianosis, tidak ada dyspnea, menunjukkan jalan
nafas yang paten, tanda-tanda vital dalam rentang normal.
b) Pertukaran gas dalam alveolus normal dengan kriteria adanya peningkatan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat, paru-paru bersih dan bebas dari
tanda-tanda distress pernafasan.
c) Kardiak output berangsur normal dengan kriteria tanda-tanda vital dalam
batas normal.
d) Suhu tubuh bayi kembali normal dengan kriteria suhu tubuh antara 36,5°C-
37,4°C, kelembapan cukup.
e) Tidak terjadi syndrome kematian bayi mendadak.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang


mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan dan persalinan. Patofisiologi
terjadinya Asfiksia Neonatorum diawali dengan kekuarangan O 2 dan terjadi
peningkatan kadar CO2, kemudian akibat dari kekuarangan O2 dan terjadi
peningkatan kadar CO2 dapat menimbulkan masalah-masalah keperawatan.

Proses keperawatan pada bayi dengan gangguan Asfiksia sama dengan


proses keperawatan pada umumnya, dimulai dengan proses pengkajian,
perumusan diagnosa, intervensi keperawatan, implementasi sampai dengan
evaluasi. Pada proses pengkajian pada bayi dengan Asfiksia diantaranya
adalah: riwayat kehamilan dan persalinan serta kondisi bayi post partus,
ABCDE, Penilaian APGAR score, serta reflex neurology. Diagnosa
keperawatan yang muncul pada bayi dengan Asfiksia yaitu: Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan jumlah CO2 dalam darah meningkat,
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan aliran darah ke
alveoli, alveolar edema, alveoli-perfusi, Penurunan kardiak output
berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi, Resiko
ketidakseimbangan suhu tubuh, Resiko syndrome kematian bayi mendadak
berhubungan dengan prematuritas organ, Ansietas berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang kondisi yang dialami dan proses pengobatan.

18
4.2 Saran
Setelah pembaca mengerti dan memahami Konsep Teori Asfiksia
diharapkan para pembaca dapat mengantisipasti terjadinya Asfiksia pada bayi
baru lahir. Terutama bagi ibu hamil sebaiknya rutin mengecek kandungan ke
fasilitas kesehatan supaya mengetahui keadaan janin yang ada didalam
kandungan. Bagi mahasiswa keperawatan khususnya setelah membaca
makalah ini diharapkan dapat memahami konsep dan teori Asfiksia sehingga
dapat menentukan apa yang harus dilakukan oleh perawat pada bayi yang
mengalami Asfiksia serta membuat Asuhan Keperawatan yang professional.

19
DAFTAR PUSTAKA

A.H Markum. 2002. Imunisasi, Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran UI Press:


Jakarta

Ghai, OP, Paul VK & Bagga, A. 2010. Essential Pediatrics. Seventh edition. Pp96-
140

Henderson C & Jones K. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Edisi ketiga. EGC:
Jakarta

Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba.


2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Nuratif, Amin & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Medication: Jogjakarta

Saifudin, AB. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal Kesehatan dan


Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta

Suriadi, Yuliani Rita. 2001. Asuhan keperawatan pada Anak. CV Sagung Seto:
Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai