R DENGAN
POST OP ORIF e.c COMPLETE MULTIPLE FRAKTUR
DI LANTAI 1 GPS RSUP FATMAWATI
Disusun Oleh
Kelompok 1
Dibimibing Oleh
Mumpuni SKp, M. BioMed
Jakarta
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya serta usaha yang dilakukan, kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Tn. R dengan Post Op ORIF e.c
Close Multiple Fraktur di Lantai 1 GPS RSUP Fatmawati”. Telah banyak bantuan yang
diberikan kepada kami baik dalam bentuk moril maupun materil. Tanpa bantuan
tersebut, makalah ini tidak dapat diwujudkan. Untuk itu kami menyampaikan rasa
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
terselesaikan dengan baik. Rasa terima kasih kami sampaikan terutama kepada:
1. Ibu Uun Nurulhuda selaku Koordinator Mata Kuliah PKKMB II
2. Ibu Mumpuni SKp, M. BioMed sebagai dosen pembimbing kelompok 1
3. Ibu Ns. Tita Dewi, S.Kep selaku CI ruangan lantai 1 Gedung Prof Soelarto
RSUP Fatmawati
4. Orang tua yang telah banyak memberikan semangat, bantuan, doa, cinta dan
kasih sayangnya hingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
5. Teman-teman yang telah memberi motivasi serta saling mendukung kami.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik kepada semua pihak yang
telah disebutkan di atas. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak dengan harapan bahwa karya tulis ini akan menjadi semakin baik. Akhir
kata, kami mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna dan memperluas wawasan
kita semua. Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
iii
2.12.1 Pengertian ................................................................................................. 24
2.12.2 Tujuan tindakan operasi ............................................................................ 24
2.12.3 Indikasi ...................................................................................................... 24
2.12.4 Kontra indikasi .......................................................................................... 25
2.12.5 Komplikasi ................................................................................................ 25
2.12.6 Pengkajian keperawatan............................................................................ 25
2.12.7 Persiapan dan prosedur di ruang operasi .................................................. 27
2.12.8 Tehnik pembedahan dan alat .................................................................... 28
BAB 3 .......................................................................................................................... 30
PEMBAHASAN .......................................................... Error! Bookmark not defined.
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH ......................... 46
A. IDENTITAS KLIEN ........................................................................................... 46
B. RIWAYAT KEPERAWATAN........................................................................... 47
C. PENGKAJIAN FISIK ......................................................................................... 52
D. DATA PENUNJANG ......................................................................................... 59
E. PENATALAKSANAAN MEDIS ....................................................................... 59
3.1 Pengkajian .......................................................................................................... 30
3.1.1 Pengkajian umum........................................................................................ 30
3.2.1 Pemeriksaan fisik ........................................................................................ 31
3.2 Diagnosa keperawatan ....................................................................................... 32
3.3 Intervensi keperawatan ...................................................................................... 32
3.4 Implementasi keperawatan................................................................................. 33
3.5 Evaluasi keperawatan......................................................................................... 34
BAB 4 .......................................................................................................................... 36
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 36
4.2 Diagnosa ............................................................................................................ 38
4.3 Perencanaan Keperawatan ................................................................................. 42
4.4 Implementasi keperawatan................................................................................. 44
BAB 5 .......................................................................................................................... 76
PENUTUP.................................................................................................................... 76
5.1 Kesimpulan.................................................................................................... 76
5.2 Saran .............................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
217 kasus, dengan korban meninggal 28 orang, luka berat 40 orang, dan luka ringan
sejumlah 480 orang (Polda Jateng, 2011).
Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor patologik,
dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah dengan
adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis.
Komplikasi lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union,
non union atau bahkan perdarahan (Price, 2005). Berbagai tindakan bisa dilakukan
di antaranya rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian
masalah pasien fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut
sampai tindakan setelah atau post operasi.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada Tn. R dengan multiple fraktur di
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian selama memberikan asuhan keperawatan
pada Tn. R dengan multiple fraktur
2
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan selama memberikan asuhan
keperawatan yang tepat dari masalah yang timbul pada Tn. R dengan
multiple fraktur
c. Mampu merumuskan rencana tindakan selama memberikan asuhan
keperawatan pada Tn. R dengan multiple fraktur
d. Mampu melakukan rencana tindakan keperawatan pada Tn. R dengan
multiple fraktur
e. Mampu melakukan evaluasi pada Tn. R dengan multiple fraktur
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Sijamsu Hidayat,
2005).
1. Fungsi Rangka:
4
d. Proteksi (Protection). Beberapa bagian sistem rangka berfungsi untuk
melindungi organ tubuh lain, seperti otak, jantung, dan paru-paru.
Pembentukan sel-sel darah (Hematopoiesis).
5
2. Klasfikasi tulang
a. Tulang Panjang
Pada tulang ini, panjangnya lebih besar daripada
lebarnya.Tulang ini mempunyai corpus berbentuk tubular, diafisis, dan
biasanya dijumpai epifisis pada ujung-ujungnya.Selama masa
pertumbuhan, diafisis dipisahkan dari epifisis oleh kartilago
epifisis.Bagian diafisis yang terletak berdekatan dengan kartilago
epifisis disebut metafisis.Corpus mempunyai cavitas medullaris di
bagian tengah yang berisi sumsum tulang.Bagian luar corpus terdiri
atas tulang kompakta yang diliputi oleh selubung jaringan ikat yaitu
periosteum.Ujung-ujung tulang panjang terdiri atas tulang spongiosa
yang dikelilingi oleh selapis tipis tulang kompakta.Facies artikularis
ujung-ujung tulang diliputi oleh kartilago hialin. Tulang-tulang panjang
yang ditemukan pada ekstremitas antara lain tulang humerus, femur,
ossa metacarpi, ossa metatarsal dan phalanges.
6
2.3 Etiologi
Pasien yang mengalami fraktur tulang pada walnya memiliki tanda dan gejala
berikut:
1. Nyeri yang kontinyu dan meningkat saat bergerak dan spasme otot terjadi
segera setelah fraktur (Tarwoto,Wartonah,2015).
2. Kehilangan fungsi: sokongan terhadap otot hilang ketika tulang patah.
Nyeri juga berkontribusi terhadap kehilangan fungsi (Tarwoto & wartonah,
2015).
3. Deformitas : ekstremitas atau bagiannya dapat memebngkok atau berotasi
secara abnormal karena pergeseran lokasi akibat spasme otot dan edema.
4. Pemendekan ekstremitas: spasme otot menarik tulang dari posisi ke
sejajaranya dan fragmen tulang dapat menjadi dari sisi ke sisi, bukan sejajar
ujung ke ujung (Tarwoto,wartonah,2015).
5. Krepitus: krepitus merupakan sensasi patahan atau suara yang berkaitan
dengan pergerakkan fragmen tulang ketika saling bergesekan, yang
bahkan dapat menimbulkan trauma lebih besar pada jaringan, pembuluh
darah, dan syaraf (Tarwoto,wartonah,2015).
6. Edema dan diskolorasi: kondisi tersebut dapat terjadi sekunder akibat
trauma jaringan pada cedera ( Hurst Marlene, 2016).
Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang
dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tulang terbuka
dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur
yang terjadi, seperti berikut:
Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo, 1976 dikutip Sjamsuhidajat & Jong, 2010.
7
Fraktur sangat bervariasi dari segi klinis, namun untuk alasan praktis, fraktur
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Complete fractures
Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen.Patahan fraktur yang dilihat
secara radiologi dapat membantu untuk memprediksi tindakan yang harus
dilakukan setelah melakukan reduksi.Pada fraktur transversal (gambar 1a),
fragmen tetap pada tempatnya setelah reduksi, sedangkan pada oblik atau
spiral (gambar 1c) lebih cenderung memendek dan terjadi pergeseran
meskipun tulang telah dibidai.Fraktur segmental (gambar 1b) membagi
tulang menjadi 3 bagian.Pada fraktur impaksi fragmen menumpuk saling
tumpang tindih dan garis fraktur tidak jelas.Pada raktur kominutif terdapat
lebih dari dua fragmen, karena kurang menyatunya permukaan fraktur yang
membuat tidak stabil (Solomon et al., 2010).
b. Incomplete fractures
Pada fraktur ini, tulang tidak terbagi seutuhnya dan terdapat kontinuitas
periosteum. Pada fraktur buckle, bagian yang mengalami fraktur hampir
tidak terlihat (gambar 1d). Pada fraktur greenstick (gambar 1e dan 1f),
tulang melengkung atau bengkok seperti ranting yang retak.Hal ini dapat
terlihat pada anak‒anak, yang tulangnya lebih elastis daripada orang
dewasa.Pada fraktur kompresi terlihat tulang spongiosa tertekan kedalam
(Solomon et al., 2010).
a b c d e f
Gambar 1.Variasi fraktur.Keterangan : Complete fractures: (a) transversal;
(b) segmental; (c) spiral. Incomplete fractures: (d) fraktur buckle; (e),(f)
fraktur greenstick (Solomon et al., 2010).
8
a. Stadium I Pembentukan Hematoma
b. Stadium II Proliferasi Seluler
c. Stadium III Pembentukan Kallus
d. Stadium IV Konsolidasi
e. Stadium V Remodelling
Klavikula 6 minggu
vertebra 12 minggu
9
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi deformitas, pemendekkan ekstremitas, pembekangan lokal, krepitasi dan
perubahan warna.
2.6 Patofisiologi
Penyebab dari terjadinya fraktur antara lain karena adanya trauma dan
kelemahan abnormal pada tulang. Jika satu tulang sudah pata, maka jaringan lunak
sekitarnya juga rusak dan dapat menembus kulis sehingga dapat terjadi
kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur.Cidera yang terjadi
juga dapat menimbulkan spasme otot dan adanya luka terbuka yang mengakibatkan
terpotongnya ujung-ujung syaraf bebas sehingga merangsang dikeluarkannya
bradikinin dan serotinin sehingga menimbulkan nyeri. Rusaknya jaringan lunak di
sekitar patah tulang dan terpisahnya periostium dari tulang menimbulkan
perdarahan yang cukup berat sehingga membentuk bekuan darah yang kemudian
10
menjadi jaringan granulasi di mana sel-sel pembentuk tulang primitif (osteogenik)
berdiferensiasi menjadi osteoblast dan kondroblast yang akan mensekresi fosfat
yang merangsang deposit kalsium sehingga terbentuk lapisan tebal (kalus) yang
terus menebal, meluas dan bersatu dengan fragmen tulang menyatu. Kalus tulang
akan mengalami remodelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru yang
akhirnya menjadi tulang sejati. (Smeltzer, 2002)
11
Pathway
Trauma
Fraktur
Perubahan Reaksi
Cedera sel Diskontinuitas Luka terbuka
status kes. peradangan
fragmen tulang
Luas
Gg. Pertukaran Penurunan laju permukaan
gas difusi paru
Risiko disfungsi
neurovaskuler
Sumber: Rosyidi,
2013
12
2.7 Komplikasi Fraktur
Adapun beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan masalah
fraktur menurut Brunner & Suddarth (2001) yaitu:
2.7.1 Komplikasi Awal
a. Syok hipovolemik atau traumatic
Diakibatkan oleh perdarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun
yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak,
dapat terjadi pad fraktur ekstermitas, thoraks, pelvis, dan vertebra. Karena
tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khusunya
pada fraktur femur dan pelvis.Adapun penanganannya yaitu dengan
mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang diderita pasien,
memasang bebatan yang memadai, dan melidungi pasien dari cedera lebih
lanjut.
b. Sindrom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple, atau cedera
remuk, dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada dewasa muda (20
sampai 30 tahun) pria. Pada saat terjadi fraktir, globula lemak dapat masuk
ke dalam darah karena tekanan susmsum tulang lebih tinggi dari tekanan
kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stress pasien
akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit
membentuk emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang
memasok otak, paru, ginjal, dan organ lain. Awitan gejalanya yang sangat
cepat dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cedera,
namun paling sering terjadi dalam 24 jam sampai 72 jam.
Penyumbatan banyak pembuluh darah kecil mengakibatkan tekanan
paru meningkat, kemungkinan mengakibatkan gagal jantung ventrikel
kanan. Edema dan perdarahan dalam alveoli mengganggu transport oksigen,
sehingga mengakibatkan hipoksia. Selain itu terjadi takipnea, nyeri dada
perikordial, batuk, dyspnea, edema paru akut, krepitasi, mengi, dan
takikardia.Gangguan serebral diperlihatkan dengan adanya perubahan status
mental yang bervariasi dari agitasi ringan dan kebingungan sampai delirium
dan koma yang terjadi sebagai respons terhadap hipoksia, akibat
13
penyumbatan emboli lemak di otak.Gas darah menunjukkan PO2
<60mmHg, dengan alkalosis respiratori lebih dulu dan kemudian asidosis
respiratori.Sinar-X dada menunjukkan infiltrat khas “badai salju”, maka
terjadi sindrom distress pernapasan dewasa dan gagal jantung. Pasien juga
akan nampak pucat, tampak ada petekie pada membrane pipi dan kantung
konjungtiva, di atas lipatan dada, dan lipatan ketiak depan. Lemak bebas
dapat ditemukan dalam urine, bahkan mengakibatkan gagal ginjal.
Adapun penanganannya adalah dengan dilakukan imobilisasi
segera.Tujuan penatalaksanaan yang diberikan yaitu untuk menyokong
sistem pernapasan dan mengoreksi gangguan homeostatis.AGD dilakukan
untuk menentukan derajat gangguan pernapasan, karena gagal napas
merupakan penyebab utama kematian.Pertama, pasien diberikan oksigen
dengan konsentrasi itnggi.Ventilasi volume terkontrol dengan tekanan akhir
ekspirasi positif (PEEP) dilakukan untuk menangani edema
paru.Kortikosteroid diberikan untuk menangani reaksi inflamasi paru dan
mengontrol edema otak.Obat vasoaktif untuk mencegah hipotensi, syok,
dan edema paru interstisial.Pencatatan masukan dan haluaran yang akurat
memungkinkan terapi penggantian cairan yang memadai.
c. Sindrom kompartment
Disebabkan karena penurunan ukuran compartment otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat atau gips yang menjerat, atau
peningkatan isi compartment otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan iskemia dan cedera remuk. Pasien mengeluh adanya
nyeri dalam karena gerakan peregangan pasif otot atau iskemia saraf,
berdenyut tak tertahankan, dan pembengkakan saat palpasi pada
otot.Adapun pencegahannya adalah dengan meninggikan ekstermitas yang
cedera setinggi jantung dan memberikan kompres es setelah cedera sesuai
resep untuk mengontrol edema.Apabila terjadi sindroma compartment,
balutan yang ketat harus dilonggarkan.Fasiotomi (eksisi bedah membrane
fibrus yang menutupi dan membagi otot) juga diperlukan bila upata
konservatif tak dapat mengembalikan perfusi jaringan dan mengurangi nyeri
dalam 1 jam.Selain itu dapat dilakukan pembidaian dengan posisi
fungsional dan latihan ROM tiap 4-6 jam.
14
d. Tromboemboli, infeksi (untuk semua fraktur terbuka), dan koagulopati
intravaskuler diseminata (KID)
KID meliputi sekelompok kelainan perdarahan dengan berbagai
penyebab, termasuk trauma masif dengan manifestasinya yaitu ekimosis,
perdarahan yang tak terduga setelah pembedahan, dan perdarahan dari
membrane mukosa, tempat tusukan jarum infus, saluran gastrointestinal,
dan saluran kemih.
2.7.2 Komplikasi Lambat
a. Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu dan berhubungan
dengan infeksi sistemik dan distraksi (tarikan jauh) fragmen
tulang.Sedangkan tidak ada penyatuan terjadi karena kegagalan penyatuan
ujung-ujung patahan tulang.Pasien mengeluh tidak nyaman dan gerakan
yang menetap pada tempat fraktur. Adapun penanganannya adalah dengan
dipasang graft tulang dari krista iliaka, ditempatkan pada defek tulang, dan
dilanjutkan dengan imobilisasi rigid.
b. Nekrosis avaskuler tulang
Terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan mati, dapat terjadi
setelah fraktur, dislokasi, terapi kortikosteroid dosis tinggi, penyakit ginjal
kronik, anemia sel sabit, dan penyakit lain. Tulang yang mati mengalami
15
kolaps dan diganti dengan tulang baru. Pasien akan mengalami nyeri dan
keterbatasan gerak. Penangannya terdiri atas usaha mengembalikan vitalitas
tulang dengan graft tulang, penggantian prosthesis atau arthrodesis
(penyatuan sendi).
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah
terjadi, namun kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai
menimbulkan gejala.Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indicator
utama telah terjadinya masalah.Bila alat diangkat, tulang perlu dilindungi
dari fraktur kembali sehubungan dengan osteoporosis, struktur tulang yang
terganggu dan trauma. Remodeling tulang akan mengembalikan kekuatan
structural tulang.
d. Terjadi non-union, delayed union, atau mal-union
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Lukman & Ningsih (2009), pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan pada pasien dengan masalah fraktur adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan Rontgen: untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya
trauma
2. Scan tulang, tomogram, CT scan/MRI: untuk memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Anteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular
4. Hitung darah lengkap: hematokrit meningkat/menurun
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple, atau cedera hati.
2.9 Penatalaksanaan
Menurut Rosyidi (2013), penatalaksanaan yang dapat dilakukan terhadap pasien
dengan masalah fraktur adalah sebagai berikut:
1. Recognition: diagnosa dan penilaian fraktur. Prinsip pertama adalah mengetahui
dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis dan radiologi.
Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin
terjadi selama pengobatan.
16
2. Reduction: tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang.
Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi
tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian
memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi
mekanis. Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak
memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan
itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu dengan
pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan
untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi
bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
3. Retention: imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan
reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi
merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian
tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya
untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas,
mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligament tubuh/mengurangi
spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu: skin traksi
dan skeletal traksi.
4. Rehabilitation: mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin.
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak dan dipertahankan sesuai
kebutuhan.
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan
rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi,
yaitu pemasangan bidai/spalk, maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi
kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya
dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
17
3. Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu
dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6
bulan.
Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu
yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi.Maka untuk
mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
2.10 Metode Fiksasi Internal
Terdapat 5 metode fiksasi internal yang digunakan, antara lain:
18
5. Lempeng konstruksi
Lempeng yang dirancang khusus dan dapat dilekuk serta menyerupai
bentuk mandibula.Lempeng ini sering digunakan bersama dengan lempeng
mini.Lag screw dan lempeng kompresi. (Barbara J. Gruendemann dan Billi
Fernsebner,2005)
19
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien yang Mengalami Fraktur
2.11.1 Pengkajian
Data Dasar Pengkajian
a) Aktivitas/ istirihat
b) Sirkulasi
c) Fungsi motoric
Menurut Long, B.C, (1996:380), terdapat perubahan-perubahan pada
sistem tubuh akibat dari fraktur yaitu :
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
a. Terhadap Otot
Perubahan muskuloskeletal dipengaruhi oleh aktifitas, kurangnya
rangsangan, dan stress menyebabkan penurunan kekuatan otot, masa
otot dan atropi.Atropi otot terjadi akibat immobilisasi yang
mempengaruhi kurangnya impuls dan motor neuron dan tidak terjadi
pelepasan asetilkolin.Sehingga potensial aksi tidak terjadi.Apabila
kondisi ini terjadi secara terus-menerus mengakibatkan kelelahan pada
otot (kondisi atropi).
b. Terhadap Tulang
Kondisi immobilisasi mengakibatkan aktifitas pertumbuhan
tulang (osteoblast) dan penghancuran tulang (osteoklast) menjadi
terganggu.Aktifitas osteoklast meningkat daripada osteoblast
sehingga mengakibatkan matriks tulang rusak dan kalsium terbuang,
hal ini pada akhirnya menyebabkan osteoporosis.
20
c. Terhadap Sendi
Jaringan otot yang diganti dengan jaringan penyambung akan
menyebabkan persendian menjadi kaku, sehingga tidak dapat
digerakan secara maksimal dan cacat yang tidak dapat disembuhkan.
Klasifikasi atropik pada jaringan lunak sekitar persendian dapat
menyebabkan ankilosis yang menetap pada persendian.
d) Neurosensori
- Gejala: hilang gerakan/sensasi, spasme otot. Kebas/kesemutan (parastesis)
- Tanda: deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekkan, rotasi,
krepitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi.Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas/trauma lain.
e) Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri hebat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokasi pada area
jaringan/ keruakan tulang: dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri
akiat kerusakan syaraf.Spasme/ kram otot.
f) Keamanan
g) Penyuluhan Pembelajaran
- Gejala: lingkungan cidera
- Pertimbangan rencana pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama
dirawat: femur 7,8 hari: penggul/pelvis; 6,7 hari: lain-lain: 4,4 hari bila
ada perawatan di rumah sakit. Memerlukan bantuan dengan transportasi ,
aktivitas perawtan diri, tugas pemeliharaan/perawat rumah.
h) Pemerikasaan Diagnostik
- Foto Ronsen: menentukan lokasi /luasnya fraktur/trauma.
- Scan tulang, Tomogram, Skan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga
dapat mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
- Angiogram: dilakukan bila dicurigai kerusakan vaskuler
- Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) . peningkatan jumlah
SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
21
- Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
- Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel.
23
2.11.4 Evaluasi
a. Nyeri berkurang skala nyeri 1-0/ hilang.
b. Perfusi perifer dijaringan adekuat.
c. Kerusakan integritas kulit teratasi
d. Tidak terjadi hambatan mobilitas fisik
e. Tidak ada tanda-tanda infeksi
f. Tidak ada tanda tanda syok
2.12 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien ORIF ( Open Reduction Internal
Fixation)
2.12.1 Pengertian
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) adalah suatu bentuk pembedahan
denganpemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. ORIF (Open Reduksi
Internal Fiksasi),open reduksi merupakan suatu tindakanpembedahan untuk memanipulasi
fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapatmungkin kembali seperti letak
asalnya.Internal fiksasi biasanya melibatkan penggunaan plat,sekrup, paku maupun suatu
intramedulary (IM) untuk mempertahan kan fragmen tulangdalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
ORIF (Open Reduction Internal Fixation) Merupakan tindakan pembedahan
denganmelakukan insisi pada derah fraktur, kemudian melakukan implant pins, screw, wires,
rods,plates dan protesa pada tulang yang patah
2.12.3 Indikasi
a. Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
b. Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
24
c. Fraktur Kominutif
d. Fraktur Pelvis
e. Fraktur terbuka
f. Trauma vaskuler
g. Fraktur shaft humeri bilateral
h. Floating elbow injury
i. Fraktur patologis
j. Reduksi tertutup yang sukar dipertahankan
k. Trauma multiple
l. Fraktur terbuka derajat III
2.12.5 Komplikasi
Pada kasus ini jarang sekali terjadi komplikasi karena incisi relatif kecil dan
fiksasicenderung aman.Komplikasi akn terjadi bila ada penyakit penyerta dan gangguan
padaproses penyambungan tulang.
25
4. Pola tidur dan istirahat. Semua klien fraktur biasanya merasa nyeri, geraknyaterbatas,
sehingga dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.
Pengkajian juga dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasa
an tidur,kesulitan tidur, dan penggunaan obat tidur.
5. Pola aktifitas. Hal yang perlu dikaji adalah bentuk aktifitas klien terutamapekerjaan klien,
karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinyafraktur.
6. Pola hubungan dan peran. Klien akan mengalami kehilangan peran dalamkeluarga dan
masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7. Pola persepsi dan konsep diri. Dampak yang timbul adalah ketakutan akankecacatan akibat
fraktur, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukanaktifitas secara optimal, dan
gangguan citra diri.
8. Pola sensori dan kognitif. Pada klien fraktur, daya rabanya berkurang terutamapada bagian
distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain dan kognitifnya tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
9. Pola reproduksi seksual. Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual karenaharus
menjalani rawat inap, mengalami keterbatasan gerak, serta merasa nyeri.Selain itu juga, perlu
dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak dan lamaperkawinan.
10. Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas akan keadaan dirinya.Mekanisme koping
yang ditempuh klien dapat tidak efektif.
11. Pola tata nilai dan keyakinan. Klien fraktur tidak dapat melakukan ibadah denganbaik, hal
ini disebabkan oleh rasa nyeri dan keterbatasan gerak klien.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Gambaran Umum
a. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
b. Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung
pada keadaan klien.
c. Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus
fraktur biasanya akut.
d. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk.
Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan
proksimal sertabagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.
2. Keadaan lokal
a. Look (inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :
26
Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi)
Fistula
Warna kemerahan atau kebiruan (livid) atau heperpigmentasi
Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang
tidak biasa (abnormal)
Posisi dan bentuk ekstremitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b. Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien di
perbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi).
Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit
Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema
terutama disekitar persendian.
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan(1/3 proksimal,
tengah, atau distal).
Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat di permukaan atau melekat pada tulang
c. Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan
menggerakan ekstremitas, kemudian mencatat apakah ada keluhan
nyeri pada pergerakan. Pergerakkan yang dilihat adalah pergerakkan
aktif dan pasif.
27
Narkotik dihindari karena dapat menghilangkan tanda dan gejala, antibiotik
untuk menanggulangi infeksi
Pengecekan status
Mengecek status pasien sudah tepat dilakukan operasi orif, dengan
menyesuaikandiagnosanya. Apabila sudah tepat diagnosanya maka segera diantar ke ruang
operasiuntuk dilakukan operasi
Persiapan alat dan ruangan
- Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi, Suction, Hepafik,Gunting.
- Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction steril, Selang cuterSteril,side 2/0,
palain 2/0,berbagai macam ukuran jarum
28
g. Control perdarahan > perdarahan disuction atau dep dengan
kassa,danmemakai cuter.
h. Memposisikan tulang dengan keadaan semula,mengukur panjang plate
danscrewi.
i. Kemudian tulang di bor dan diukur kedalaman bor dengan alat penduga
j. Memasang plate dan screw pada tulang yang telag dibork.
k. Mencuci dengan NaCl, dan memastikan tidak ada lagi perdarahan.
l. Melakukan hecting dengan polisorb 2-0, pada sevi menggunakan safil 2-
0 danpada bagian kulit menggunakan byosin 4-0
m. Menutup luka dengan sufra tulle, kasa dan diplester.
n. Daerah area operasi dibersihkan dengan Nacl 0,9%, dan handuk basah.
o. Operasi selesai, mengobservasi A, B, C, ET dilepaskan
p. Klien dipindahkan ke brancard dan pindahkan keruang recovery.
29
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang asuhan keperawatan pada Tn. R
dengan diagnose Multiple Fraktur Closed Fraktur Right Femur mulai dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan evaluasi keperawatan.
3.1 Pengkajian
30
3.2.1 Pemeriksaan fisik
Status : BB: 80 kg, TB: 172 cm, dan IMTnya 27 termasuk
kecenderungan obesitas. Tanda-tanda vital: TD: 140/80 mmHg, nadi:
0
89x/menit,suhu: 36,8 C, RR: 20 x/menit. Kesadaran umum klien:
composmentis.
Pemeriksaan fisik pada mata klien: ukuran pupil 2 mm, bentuk simetris, ,
conjungtiva merah muda, fungsi penglihatan terlihat baik, jelas, dan tidak
kabur, sklera tidak ikterik, tidak ada tanda-tanda radang, operasi tidak ada,
tidak memakai kacamata dan kontak lensa, reaksi terhadap cahaya baik
Sistem pendengaran normal, tidak ada serumen, tinitus tidak ada, fungsi
pendengaran terlihat baik, tidak memakai alat bantu.
Pada sistem pernafasan jalan nafas bersih, tidak klien sesak, tidak ada
otot bantu nafas, frekuensi 20 x/menit, irama nafas teratur, kedalaman dalam,
ada batuk, tidak ada sputum, palpsi: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri,
tidak ada edema, tidak ada lesi, perkusi: suara dullness disemua lobus,
auskultasi: terdengar suara vesikuler. Nadi 89 x/menit, denyut kuat, irama
teratur.Tekanan darah 140/80.Kulit kemerahan, temperature hangat.Kapiler >
2 detik.Denyut apical cepat, irama teratur, tidak ada bunyi bunyi gallop dan
murmur, tidak ada nyeri dada.
Tidak ada sakit kepala, tingkat kesadaran composmentis, GCS normal E:
4 (mata dapat terbuka spontan), M: 6 (dapat mengikuti apa yang disuruh), V:
5 (Berespon baik), tidak ada peningkatan TIK, pada pemeriksaan reflek
didapat tangan kanan kiri normal, kaki kanan fraktur kiri normal
Keadaan mulut normal, tidak ada gigi palsu, lidah tidak kotor, salifa
normal.Tidak ada nyeri pada perut, bising usus 8 x/menit.Tidak diare.BAB
warna feses coklat, setengah padat.Hepar tidak teraba.
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak
ada luka ganggren.BAK warna kuning, tidak ada distensi kandung kemih,
pinggang tidak sakit.Kondisi kulit turgor baik, temperature hangat, warna
pucat, tidak ada kelainan pada kulit.Keadaan rambut kotor karena belum
dicuci. Ada kesulitan dalam pergerakan, ada sakit pada tulang dan sendi,
ada fraktur, keadaan tonus otot baik, kekuatan otot 5555 4444
5555 0000
31
3.2 Diagnosa keperawatan
Hasil pengkajian tanggal 8 Oktober 2018 didapatkan diagnosa:
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera fisik (fraktur) ditandai dengan klien
mengatakan nyeri pada tangan dan kaki, klien mengatakan sulit tidur pada
malam hari, klien tampak meringis, klien sulit tidur, pengkajian nyeri P : timbul
karena pasca op, Q: seperti di tusuk-tusuk dan diterkam, R : di tangan dan kaki
kanan, S :skala nyeri 8, T : 10 menit.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur
tulang ditandai dengan klien mengatakan sulit menggerakkan tangan dan kaki,
gerakan terbatas, nyeri saat digerakkan.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan post fasiotomy.
4. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
33
klien mampu melakukan ADL mandi dengan bantuan, klien merasa lebih nyaman
dan segar setelag dimandikan.
Implementasi diagnosa ketiga : menerapkan tehnik septik dan antiseptik.
Hasil : tidak ada tanda tanda infeksi pada lokasi penusukan infus, dan lokasi bekas
operasi, rubor (-), kalor(-),dolor (-). Kolaborasi pemberian terapi antibiotik sesuai
program dengan dokter. Klien diberikan cefriaxone 1 gr. Respon : obat masuk,
tidak ada alergi , klien kooperatif, kesadaran composmentis.
34
ADL dengan bantuan,gerakan terbatas. assesment : gangguan mobilitas fisik
belum teratasi , planing : motivasi klien untuk mobilisasi.
Evaluasi pada tanggal 12 oktober 2018 diagnosa ketiga: subyektif : klien
mengatakan nyeri pada area post operasi, klien mengatakan nyaman setelah
dilakukan perawatan luka , obyektif : luka tampak tidak rembes,rubor (-), kalor (-),
dolor (-), bengkak (-), assesment : risiko infeksi belum teratasi , planing :
intervensi dilanjutkan,.
Evaluasi pada tanggal 13 oktober 2018 diagnosa pertama : subyektif :
klien mengatakan nyeri berkurang pada tangan kanan dan kaki kanan area pos
operasi, skala nyeri 6, seperti ditusuk-tusuk, terasa apabila digerakkan atau di
angkat, berlurang jika melakukan tarik napas dalam dan setelah diberikan obat,
klien mengatakan sudah bisa tidur , obyektif : klien tampak tenang dari hari
kemarin, TD 130/84 mmHg, N 90x/menit, S 36,5̊, R 16x/menit, assesment : nyeri
akut belum teratasi , planing : intervensi dilanjutkan, kaji skala nyeri, ajarkan tehnik
napas dalam, kolaborasi dalam pemberian analgetik, antibiotik.
Evaluasi pada tanggal 13 oktober 2018 diagnosa kedua :subyektif : klien
mengatakan mobilisasi masih dibantu karena takut menggerakkan kaki kanan yang
sakit dan tangan kanan yang sakit, jari kaki kanan dapat digerakkan namun jari
tangan belum bisa digerakkan , obyektif : klien dibantu sebagian oleh keluarga
dan perawat untuk mobilisasi, assesment : gangguan mobilitas fisik belum teratasi ,
planing : intervensi dilanjutkan, motivasi klien untuk mobilisasi.
Evaluasi pada tanggal 13 oktober 2018 diagnosa ketiga :subyektif: klien
mengatakan tidak merasakan rasa panas pada tangan kanan dan kaki kanan, hanya
mengatakan nyeri akibat post operasi , obyektif : tidak tampak kemerahan, bengkak
pada tangan kanan, assesment : risiko infeksi belum teratasi , planing : intervensi
dilanjutkan.
35
BAB 4
PEMBAHASAN
Dalam bab ini kelompok kami akan membahas kesenjangan antara teori dank
asus pada “Asuhan Keperawatan pada Tn. R yang mengalami Fraktur Multiple di
ruang GPS lantai 1 RSUP Fatmawati” yang telah di lakukan selama 3 hari, mulai
tanggal 11-13 oktober 2018. Pembahasan ini bertujuan untuk menganalisa kesenjangan
yang mungkin ditemukan antara teori dan kasus. Kelompok melakukan terhadap semua
komponen asuhan keperawatan yaitu pengkajian, menentukkan diagnosa keperawatan,
rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi keperawatan.
4.1 Pengkajian
36
Selama pasien dirawat dirumah sakit dilakukan pengkajian yang meliputi
bio, psiko, sosio dan spiritual. Selain itu juga didukung oleh data yang ada dalam
catatan keperawatan / studi dokumentasi yang mendukung pengkajian penulis.
Adapun data yang penulis temukan pada teori dan ditemukan pada kasus
fraktur meliputi :
a. Pemendekan Tulang
Pada kasus Tn R tidak terdapat adanya deformitas. Karena sudah
dilakukan tindakan invasif pembedahan debridement dan backslab serta
fraktur tampak bersih.
b. Hipertensi, hipotensi, takikardia, tidak ada nadi pada bagian distal,
pengisian kapiler lambat dan parastesis tidak penulis temukan pada
kasus karena pada saat pengkajian penulis mendapatkan TTV pasien,
TD : 140/80 mmHg, HR : 89 x/m, RR : 20 x/m, S : 36,8 0c. Karena
fraktur yang dialami Tn.R sudah dilakukan tindakan invasif
pembedahan debridement.
Status : BB : 80kg, TB : 172 cm, dan IMT nya 27 termasuk
kecenderungan obesitas.
Pemeriksaan fisik pada mata klien : ukuran pupil 2mm, bentuk simetris,
conjungtiva merah muda, fungsi penglihatan terlihat baik, jelas dan tidak kabur,
37
sklera tidak ikterik, tidak ada tanda-tanda radang, operasi tidak ada, tidak
memakai kacamata dan kontak lensa, reaksi terhadap cahaya baik Sistem
pendengaran normal, tidak ada serumen, tinitus tidak ada, fungsi pendengaran
terlihat baik, tidak memakai alat bantu.
Pada sistem pernafasan jalan nafas bersih, tidak klien sesak, tidak ada otot
bantu nafas, frekuensi 20 x/menit, irama nafas teratur, kedalaman dalam, ada
batuk, tidak ada sputum, palpasi: tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri, tidak
ada edema, tidak ada lesi, perkusi: suara dullness disemua lobus, auskultasi:
terdengar suara vesikuler. Nadi 89 x/menit, denyut kuat, irama teratur. Tekanan
darah 140/80. Kulit kemerahan, temperature hangat. Kapiler < 2 detik. Denyut
apical cepat, irama teratur, tidak ada bunyi gallop dan murmur, tidak ada nyeri
dada.
Tidak ada sakit kepala, tingkat kesadaran composmentis, GCS normal E: 4
(mata dapat terbuka spontan), M: 6 (dapat mengikuti perintah dari perawat), V:
5 (Berespon baik), tidak ada peningkatan TIK, pada pemeriksaan reflek didapat
tangan kanan kiri normal, kaki kanan fraktur dan kaki kiri normal
Keadaan mulut baik, tidak ada gigi palsu, lidah tidak kotor, salifa normal.
Tidak ada nyeri pada perut, bising usus 8 x/menit. Tidak diare. BAB: warna feses
coklat, setengah padat. Hepar tidak teraba.
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak ada
luka ganggren. BAK warna kuning, tidak ada distensi kandung kemih, pinggang
tidak sakit. Kondisi kulit turgor baik, temperature hangat, warna pucat, tidak ada
kelainan pada kulit. Keadaan rambut kotor karena belum dicuci. Ada kesulitan
dalam pergerakan, ada sakit pada tulang dan sendi, ada fraktur, keadaan tonus
otot baik, kekuatan otot 5000 5555.
5555 5555
4.2 Diagnosa
A. Pengertian
38
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari
3 bulan (PPNI, 2016).
Kenapa prioritas utama masalah keperawatan adalah nyeri akut ? Karena dalam
pengkajian keperawatan hal dalam menentukan diagnosekeperawatan yang paling
utama adalah masalah yang membuat pasien mengganggu kesehatan
jasmani atau rohani. Pada kasus Tn. R, nyeri menjadi prioritas karena Tn. R merasakan
nyeri sepanjang waktu pada daerah post op dan juga karena nyeri Tn. R tidak dapat
beristirahat sehingga mempengaruhi tanda-tanda vitalnya.
A. Pengertian
39
Pada kasus Tn. R terjadi gangguan mobilitas fisik karena Tn. R
terdapat multiple fraktur dan juga Tn. R post op ORIF dan fasiotomi
sehingga Tn. M tidak dapat menggerakkan tangan dan kaki kanan dan juga
Tn. M membutuhkan bantuan total dalam melakukan aktivitasnya.
Diagnosa ini menjadi prioritas kedua karena pada kasus Tn. R sisi
kanan klien sudah tidak bisa digerakkan dan timbulnya nyeri saat dicoba
digerakkan dan juga klien post op orif dan fasiotomi sehingga klien
terlihat sangat kesakitan saat diubah posisi nya atau berpindah tempat dan
juga klien membutuhkan bantuan total saat akan melakukan aktivitas
seperti bangun, makan dll.
3. Risiko infeksi
A. Pengertian
40
B. Alasan diagnosa ditegakkan
4. Risiko injury
A. Pengertian
Pada kasus Tn. M risiko injury muncul karena Tn. M post op ORIF
dan fasiotomi dan Tn. M mengalami gangguan mobilitas fisik. Tn.M
membutuhkan bantuan total dalam melakukan aktivitas
41
Alasan diagnosa resiko injry berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot ditegakkan karena pada pengkajian pada klien di temukan
data subyektif klien mengatakan nyeri di kaki dan tangan kanan dan kaki
kanan, klien mengatakan takut bergerak karena paska operasi, data obektif:
Tanda-tanda vital TD: 140/80 mmHg, N : 89 x/menit, Rr : 20 x menit, S:
36,8 C. Dan apabila diagnosa ini tidak ditegakkan akan memungkinkan
terjadinya cidera pada penderita. Hal tersebut sesuai dengan batasan
karakteristik menurut (NANDA, NIC dan NOC, 2010) yaitu cidera tidak
terjadi dan pasien tidak cidera.
42
tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi
yang tepat); kaji kualitas lokasi nyeri (rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri
klien); posisikan klien senyaman mungkin (rasional:posisi yang nyaman dapat
menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri); ajarkan terapi nonfarmakologis:
relaksasi (teknik napas dalam), distraksi (mendengarkan lagu), dan ambulasi dini
(menggerakan ekstremitas dengan cara menekuk dan meluruskan, miring kanan-
kiri, duduk, berdiri dan berjalan) (rasional: dengan melakukan latihan nafas dalam
dapat meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi, distraksi relaksasi dapat
meningkatkan kemampuan koping klien terhadap nyeri dan untuk rencana tindakan
ambulasi dini dapat mengurangi nyeri dengan cara menghilangkan konsentrasi
klien pada lokasi nyeri dan mengurangi aktivasi mediator kimiawi); observasi
tanda-tanda vital setiap 8 jam (rasional:perubahan tanda-tanda vital terutama
tekanan darah, suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang
dialami oleh klien); kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda nyeri
tramadol 2 x 200 mg melaui iv pada pukul 15.00, 23.00; ceftriaxone 3 x 100 mg
melalui iv pukul 07.00, 15.00, 23.00; omeprazole 3 x 40 mg melalui iv pukul 07.00,
15.00, 23.00; citicolin 2 x 500 mg melalui iv pukul 15.00, 23.00; gentamicin 2 x
80 mg melalui iv pukul 15.00, 23.00 (rasional:dengan pemberian analgesik dapat
mengurangi rasa nyeri klien).
Diagnose 2:Beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi
diagnose kedua adalah tingkatkan aktivitas pasien sesuai batas toleransi (rasional:
memaksimalkan mobilitas), pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
(rasional: mencegah iritasi dan komplikasi), lakukan latihan ROM pasif dan aktif
sesuai program (rasional: meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur),
libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien (rasional: keluarga
mampu melakukan perawatan secara mandiri).
Diagnose 3:Beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi
diagnose ketiga adalah inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
(rasional: meminimalkan kesempatan introduksi bakteri), kaji sisi pen atau kulit
perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema,
eritema, drainase atau bau tak enak (rasional: dapat mengindikasikan timbulnya
infeksi local atau nekrosis jaringan yang timbul yang dapat menimbulkan
osteomilitis), lakukan perawatan pen/kawat steril sesuai protocol dan latihan
mencuci tangan (rasional: dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan
43
infeksi), instruksikan klien untuk tidak menyentuh sisi insersi (rasional:
meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi), observasi luka dari pembentukan
bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase tidak enak
(rasional: tanda perkiraan infeksi gas gangrene), kaji tonus otot, reflex tendon
dalam dan kemampuan berbicara (rasional: kekuatan otot, spasme tonik otot
rahang, dan disfagia menunjukan terjadinya tetanus), selidiki adanya nyeri tiba-tiba
atau keterbatasan gerakan dengan edema local/eritema ekstremitas cedera
(rasional: dapat mengindikasikan terjadinya osteomilitis).
44
dapat mempertahankan mobilitas optimal. Masalah risiko infeksi teratasi sebagian
yaitu tidak ada tanda tanda infeksi rubor (-), kalor (-), dolor (-), fungsioesa (-).
Tanda-tanda vital belum batas normal T 130/84 mmHg, N : 90 x/meniT, RR : 16
x/menit, S 36,5̊ C. Rencana tindak lanjut untuk dirumah yaitu anjurkan pada
pasien untuk check up secara teratur di tempat pelayanan kesehatan, anjurkan untuk
makan makanan yang bergizi dan banyak mengandung serat, minum obat sesuai
instruksi dokter, pada saat berjalan menggunakan tumpuan lebih banyak pada kaki
yang tidak sakit, melatih ujung kaki untuk digerakkan 1-3 kali dalam setengah jam,
merawat dan menjaga kebersihan luka dan segera laporkan ke tenaga kesehatan
bila ada bau yang tidak enak, ada rembesan darah keluar, demam yang tinggi,
anjurkan untuk banyak minum 2-3 liter/hari.
45
Lampiran
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
A. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Tn.R
Usia : 24 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Karyawan
46
Alamat : Jl. Masjid al jihad RT 04/ RW 04 ,Pesanggrahan
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama : nyeri pada area fraktur di tangan dan kaki kanan, tabrakan
motor dengan angkot pagi subuh di tabrak.
b. Kronologis Keluhan :
Faktor Pencetus : Nyeri
Timbulnya Keluhan : Akibat kecelakaan, terasa saat malam menjelang
tidur
Lamanya : 10 Menit
Cara Mengatasi : Istigfar
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
a. Riwayat Alergi (obat, makanan, binatang , lingkungan
Tidak ada riwayat alergi obat, makanan, lingkungan, binatang.
b. Riwayat Kecelakaan
Seminggu yang lalu kecelakaan pada hari minggu (30 september 2018)
c. Riwayat dirawat di Rumah Sakit (kapan, alasan, dan berapa lama)
Tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya
d. Riwayat pemakain obat
Tidak pemakai obat
47
3. Riwayat Kesehatan Keluarga ( Genogram dan Keterangan)
Ket
Laki laki
Perempuan
Meninggal
Meninggal
4. Riwayat yang pernah diderita anggota keluarga yang menjadi factor resiko
Keluarga klien mengatakan kakek klien memiliki Hipertensi.
5. Riwayat Psikososial dan Spiritual
a. Adakah orang yang dekat dengan pasien : Klien dekat dengan bapaknya
b. Interaksi dalam keluarga
Pola Komunikasi : Klien dapat berkomunikasi dengan baik dan
lancar
Pembuat Keputusan : klien berunding dengan ayah dan ibumu
Kegiatan Kemasyarakatan : klien mengikuti kegiatan kemasyarakatan
seperti gotong royong
c. Dampak penyakit pasien terhadap keluarga
Waktu yang dimiliki keluarga digunakan untuk menemani klien di RS.
d. Masalah yang mempengaruhi pasienn
Klien ingin segera pulang dan klien ingin segera sembuh.
e. Mekanisme Koping terhadap stress
48
(o) Makan ( o ) Cari Pertolongan
a. Pola Nutrisi
Frekuensi makan : 3.x/hari
3x/hari 3x/hari
Nafsu makan : baik / tidak
Alasan : Baik, tidak mual, tidak Kurang nafsu makan,
muntah, tidak ada klien sedikit mual dan
( mual, muntah, sariawan )
sariawan sariawan
Porsi makan yang dihabiskan
Makanan yang tidak disukai
Makanan yang membuat alergi 1 Porsi makan habis Terkadang habis
49
Tidak ada Tinggi protein
2-3x/hari 2x/hari
4) Mengganti Pakaian
50
Lama tidur malam : ….. jam/hari 3x/hari 1x/hari
Kebiasaan sebelum tidur
Setelah mandi pagi dan Saat pagi
sore dan sbelum tidur
e. Pola aktivitas dan Latihan
Waktu bekerja : Pagi/Siang/Malam
Olahraga : ( √ ) Ya Tidak Belum mencucui rambut
(v) 2x/hari
Rambut nampak kotor
Jenis olahraga : …..
2-3x/hari
Frekuensi olahraga : ….. x/minggu 1x/hari
Keluhan dalam beraktivitas
( Pergerakkan tubuh / mandi /
mengenakan pakaian / sesak setelah 5jam/hari
beraktivitas ) Tidak pernah tidur siang
Sulit tidur malam karena
8 jam/hari nyeri, 2 jam
1 minggu 1x
51
Tidak merokok Tidak merokok
C. PENGKAJIAN FISIK
a. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Berat badan : 80 .Kg, Tinggi Badan : 172 cm
b. Tekanan darah : 140/80 mmHg
c. Nadi : 89 x/menit, irama cepat
d. Frekuensi nafas : 20 x/menit
e. Suhu tubuh : 36,8oC
f. Keadaan umum : (o) Ringan (√ ) Sedang ( o )
Berat
g. Kesadaran : Composmentis
h. Pembesaran kelenjar getah bening : (o ) Ya ( √ ) Tidak
b. Sistem Penglihatan
a. Posisi mata : ( √ ) Simetris ( o ) Asimetris
b. Kelopak mata : ( √ ) Normal ( o ) Ptosis
c. Pergerakkan bola mata : ( √ ) Normal ( o )
Abnormal……………………
d. Konjungtiva : (√ ) Merah muda ( o) Anemis
( o ) Sangat merah
52
e. Kornea : ( √ ) Normal ( o ) Keruh / berkabut
( o ) Terdapat pendaharan
c. Sistem Pendengaran
a. Daun telinga : ( √ ) Normal ( o ) Tidak, kanan/kiri
b. Karateristik serumen ( warna, konsistensi, bau ) : Tidak ditemukan
c. Kondisi telinga tengah : ( √ ) Normal ( o ) Kemerahan
( o ) Bengkak (o ) Terdapat lesi
( o ) Dysatria ( o ) Dyphasia
53
( o ) Anarthia
e. Sistem Pernafasan
a. Jalan nafas : ( √) Bersih ( o ) Ada sumbatan :
b. Pernafasan : ( √ ) Tidak sesak ( o ) Sesak
c. Menggunakan otot Bantu nafas : ( o) Ya ( √ ) Tidak
d. Frekuensi : 20 x/menit
e. Irama : (√ ) Teratur ( o ) Tidak teratur
f. Jenis pernapasan : Vesikuler
g. Kedalaman : ( o ) Dalam ( o ) Dangkal
h. Batuk : ( o ) Tidak ( √ ) Ya
i. Sputum : ( √ ) Tidak ( o ) Ya
j. Konsistensi : ( o ) Kental ( o ) Encer
k. Terdapat darah : ( ) Ya ( √ ) Tidak
l. Inspeksi dada : Simetris, tidak ada otot bantu nafas, ekspansi dada
simetris, tidak ada lesi, tidak ada hematom
m. Palpasi dada : Tidak ada benjolan,tidak tumor, tidak ada nyeri,
n. Perkusi dada : Sonor
o. Auskultasi dada : vesikuler
p. Suara nafas : (√ ) Vesikuler ( o ) Ronchi
(o) Whezzing ( o ) Rales
54
Pengisian kapiler : > 2 detik
Edema : ( o ) Ya (√ ) Tidak
( o) Tungkai atas ( o ) Tungkai bawah
( o ) Periorbital ( o ) Muka
( o ) Skrotalis ( o ) Anasarka
b. Sirkulasi jantung
Kecepatan denyut apikal : Cepat
Irama : (√ ) Teratur ( o ) Tidak teratur
Kelainan bunyi jantung : ( o ) Murmur ( o ) Gallop
Sakit dada : ( o ) Ya (√ ) Tidak
- Timbulnya : ( o ) Saat aktivitas ( o ) Tanpa aktivitas
( o ) Seperti dibakar
g. Sistem Hematologi
Gangguan Hematologi
Pucat : ( √ ) Tidak ( o ) Ya
Pendarahan : ( √ ) Tidak ( o) Ya
( ) Ptechie ( o ) Purpura ( o ) Mimisan
55
d. Tanda-tanda peningkatan TIK : ( √ ) Tidak ( o ) Ya
( o ) Muntah
proyektil
( o ) Nyeri kepala
( o ) Papil edema
f. Pemeriksaan reflek :
Reflek fisiologis : ( o ) Normal (√ ) Tidak
Tangan : kanan normal, kiri normal
Kaki : kanan fraktur, kiri normal
Reflek patologis : ( o ) Tidak (√ ) Ya
i. Sistem Pencernaan
a. Keadaan mulut : 1. Gigi : ( o ) Caries ( √ ) Tidak
2. Gigi palsu : ( o ) Ya ( √ ) Tidak
3. Stomatitis : ( o ) Ya ( √ ) Tidak
b. Muntah : ( √ ) Tidak ( o ) Ya
c. Nyeri daerah perut : ( o ) Ya ( √ ) Tidak
d. Skala nyeri : Tidak ditemukan
e. Lokasi dan karateristik : Tidak ditemukan
( o ) Seperti ditusuk ( o ) Melilit ( o ) Cramp
56
(o ) Berpindah pindah ( o ) Kanan/ Kiri bawah
j. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tiroid : ( √ ) Tidak ( o ) Ya
( o ) Exoptalmus
( o ) Tremor
( o ) Diaporesis
( o ) Polipagia
k. Sistem Urogenital
a. Balance cairan :
b. Perubahan pola kemih : ( o ) Retensi ( o ) Urgency
( o )Disuria
( o ) Tidak lampias ( o ) Nocturia
( o ) Inkontinen
57
c. BAK : Warna : ( √ ) Kuning (o ) Kuning kental
( o ) Merah ( o ) Putih
l. Sistem Integumen
a. Turgor kulit : ( √ ) Baik ( o ) Buruk
b. Temperatur kulit : hangat
c. Warna kulit : ( o ) Pucat ( o ) Sianosis (√ ) Kemerahan
d. Keadaan kulit : ( √ ) Baik ( o ) Lesi ( o)
Ulkus
(√ ) Luka, Lokasi tibia dekstra, metakarpal
dekstra, femur dekstra, metatarsal dekstra
- Kebersihan : ( o ) Ya (√ )
Bau karena belum di cuci
rambut
m. Sistem Muskuloskeletal
a. Kesulitan dalam pergerakkan : (√ ) Ya ( o ) Tidak
b. Sakit pada tulang, sendi, kulit : (√ ) Ya ( o ) Tidak
c. Fraktur : (√ ) Ya ( o ) Tidak
d. Lokasi fraktur : tibia dekstra, metakarpal dekstra, femur dekstra
e. Kelainan pada bentuk tulang dan sendi : ( √ ) Kontraktur ( o )
Bengkak
f. Kelainan struktur tulang belakang : ( o ) Skoliosis ( o ) Lordosis
( o ) Kifosis
58
g. Keadaan tonus otot : ( √ ) Baik ( o ) Hipotoni
( o ) Hipertoni ( o ) Atoni
DATA TAMBAHAN :
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Cairan :
2. Diet :
a. Tinggi protein 1900 kkal, Nasi Biasa
b. Ekstra putih telur
3. Obat :
a. Citicoline 2X500 mg via IV
b. Ceftriaxone 2X1 gr via IV
c. Tramadol 1X200 mg via IV
d. Omeprazole 2X40 mg via IV
e. Vitamin C 2X200 mg via IV
f. Gentamicin 2X80 mg via IV
59
Jakarta, 8 Oktober
2018
Yang mengkaji
(…………………)
60
A. ANALISA DATA
S: 8
T: 10 menit
61
2. Ds:
Ds: -
Tindakan invasif
3. Resiko Infeksi
Do: (fasiotomi)
Ds:
4. Resiko injury
Klien mengatakan nyeri di kak Penurunan kekuatan
dan tangan kanan nya otot
Klien mengatakan takut
62
bergerak karena pasca operasi
Do:
63
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
64
No Tujuan dan Perencanaan Tindakan Rasional Paraf dan
Kriteria Hasil nama
- dengan
pemberian
analgesik dapat
mengurangi rasa
nyeri klien
65
selama 3X24 jam program, libatkan mencegah
dengan keluarga dalam kontraktur
program latihan
Kriteria Hasil : - keluarga mampu
aktivitas,
klien dapat - pantau tekanan darah melakukan
melakukan pindah dalam melakukan perawatan
posisi secara aktivitas,
secara mandiri
mandiri, klien - perhatiakan adanya
dapat keluhan pusing,
mempertahankan - ubah posisi secara
mobilitas optimal periodik serta dorong
dengan untuk latihan batuk
karakteristiknya dan napas dalam.
0 : mandiri penuh, - Kolaborasi : konsul
1 : memerlukan dengan ahli terapi
alat bantu, 2 : fisik, okupasi,
memerlukan rehabilitasi
bantuan dari
orang lain, 3 :
membutuhkan
bantuan dari
orang lain, 4 :
ketergantungan
tidak
berpartisipasi
dalam
beraktivitas.
66
tanda tanda vital klien untuk tidak
dalam batas nenyentuh sisi
normal : TD inversi.
120/80 mmHg, N : - Observasi luka dari
90x/menit, R : pembentukan bulae,
18x/menit, S : krepitasi, perubahan
36,5̊. warna kulit
kecoklatan, dan bau
drainase tidak enak.
- Kaji tonus otot,
refleks tendon dalam
dan kemampuan
berbicara.
- Selidiki adanya nyeri
tiba-tiba/keterbatasan
gerak dengan edema
lokal/eritema
ektremitas cedera.
- Kolaborasi :
kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian obat
antibiotik.
D.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Nama Klien / umur : Tn. R / 24 tahun Ruangan / No. kamar : 102 D RSF lt 1 GPS
No
Hari, Tanggal, Paraf &
. Tindakan keperawatan, Respon/Hasil
Jam Nama
Dx
Kamis,
11-Oktober-2018
Mengkaji nyeri
Deyana
21.10 Hasil : klien mengatakan nyeri pada bagian kaki dan
tangan
1
P : nyeri
Q : seperti di tusuk-tusuk
67
R : saat di gerakkan
S:5
T : 10 menit
68
14.00 1,2 Mengukur TTV
,3 Hasil: TD: 147/75 mmHg RR: 20 x/menit Ayuni
N: 94 x/menit S: 36oC
14.30 2 Mempertahankan posisi istirahat dengan posisi semi
fowler Ayuni
Respon: klien mengatakan lebih nyaman dengan
posisinya
14.50 1 Mengkaji skala nyeri klien
Hasil: klien mengatakan nyeri ditangan dan kaki Ayuni
sebelah kanan rasanya seperti ditusuk-tusuk skala nyeri
4
P: luka post op
Q: seperti ditusuk-tusuk dan dicengkram
R: ditangan dan kaki kanan
S: skala nyeri 4
T: 10-15 menit
15.00 1 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program yaitu
tramadol 500 mg melalui iv Ayuni
Respon: obat masuk, setelah diobservasi tidak
ditemukan tanda-tanda alergi
16.00 1 Mengajarkan klien teknik relaksasi nafas dalam
Respon: klien mengerti dan dapat melakukan sesuai Ayuni
yang diajarkan. Klien mengatakan lebih relax setelah
dilakukan teknik relaksasi nafas dalam
17.00 1 Melakukan kompres air hangat pada lengan bagian
kanan Ardian
Respon: klien mengatakan otot tangan lebih lemas,
klien mengatakan lebih nyaman
19.00 2 Melatih ROM
Hasil: klien mengikuti perintah terapi gerakan terbatas Ardian
22.00 1 Mengkaji nyeri
Hasil: klien tampak meringis Erlin
P: luka post op
Q: seperti ditusuk-tusuk
R: di metacarpal dekstra dan tibia dekstra
S: skala 4
T: 10 menit
23.00 1,3 Memberikan obat citicolin 500 mg, omeprazole 40 mg,
Vit C 200 mg, ceftriaxone 500 mg, gentamicin 80 mg, Erlin
tramadol 200 mg sesuai program terapi
Respon: obat masuk, tidak ada alergi, klien kooperatif,
mual (-)
05.30 2 Membantu dalam memenuhi kebutuhan ADL (mandi)
Respon: klien mampu melakukan ADL (mandi) dengan Fadhillah
bantuan, klien merasa lebih nyaman
06.00 2,3 Melakukan pemeriksaan TTV
Hasil: klien tampak tenang Fadhillah
TD: 110/80 mmHg RR: 20
x/menit
N: 89 x/menit S: 36 oC
69
Sabtu,
13- Oktober-2018
1 Mengkaji skala nyeri dan melihat ekspresi wajah klien
Respon: klien mengatakan nyeri berkurang pada bagian Erika
14.00 tangan kanan dan kaki kanan area post operasi, skala
nyeri di kaki 6, nyeri seperti di tusuk-tusuk, berkurang
jika tarik napas dalam dan diberi obat, terasa apabila
digerakkan. Skala nyeri di tangan 4, nyeri seperti
ditusuk-tusuk, berkurang jika tarik napas dalam dan
diberi obat, nyeri bila digerakkan. Klien mengatakan
sudah bisa tidur. Tampak meringis saat terasa nyeri
14.10 1 Mengajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam saat
terasa nyeri Erika
Respon: klien bersikap kooperatif dan mampu
melakukannya dengan baik. Klien mengatakan nyeri
sudah berkurang pada area post op
14.20 2 Melakukan elevasi pada ektremitas atas dekstra dan
ekstremitas bawah dekstra Fani
Respon: klien mengatakan merasa nyaman dan bersikap
kooperatif
14.30 2 Memberikan posisi semi fowler kepada klien
Respon: klien bersikap kooperatif dan merasa nyaman Fani
15.30 3 Memberikn obat omeprazole 40 gr, ceftriaxone 1 gr,
gentamincin 80 gr Fani
Respon: obat sudah masuk semua, tidak ada alergi obat,
klien bersikap kooperatif
15.40 1,3 Melakukan pengukuran TTV
Hasil: TD: 130/84 mmHg RR: 16 x/menit Fani
N: 90 x/menit S:
36,5oC
20.30 1 Memberikan obat citicolin 500 mg kepadaklien sesuai
program terapi Erika
Respon: obat masuk, tidak ada alergi obat, klien
bersikap kooperatif
70
B. EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Klien / umur : Tn. R / 24 tahun Ruangan / No. kamar : 102 D RSF lt
1 GPS
N : 90 kali/menit RR : 20 kali/menit
- Hasil nyeri :
P : nyeri
Q : seperti di tusuk-tusuk
R : saat di gerakkan
S:5
T : 10 menit
- Klien mengerti dan dapat melakukannya
dengan baik teknik relaksasi nafas dalam
- Diberikan Tramdol 1 amp 100mg dalam 2ml +
RL / 8 jam 500ml
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi di lanjutkan
71
A : masalah teratasi sebagian
P : intervensi di lanjutkan
P : intervensi di lanjutkan
O : P : Luka post op
R : Di metakarpal
S : Skala 4
T : 10 menit
P : Intervensi dilanjutkan
Jumat Fadillah
2 12/10/2018 S : Klien merasa nyaman, segar
Fadillah
O : Klien mampu melakukan ADL (mandi) dengan
bantuan
72
A : Gangguan monilitas fisik belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
P : Intervensi dilanjutkan
\
S : Klien mengatakan nyeri berkurang pada tangan Fani
Sabtu
1 kanan dan kaki kanan área post operasi, Skala nyeri di
13/10/2018 Fani
kaki kanan 6, nyeri seperti ditusuk tusuk, terasa apabila
digerakkan/diangkat, berkurang jika melakukan tarik
nafas dalam dalamdan setelah diberikan obat, Skala
nyeri di tangan kanan 4, nyeri seperti ditusuk-tusuk,
terasa apabila digerakkan, berkurang jika tarik nafas
dalam & setelah diberikan obat. Klien mengatakan
sudah bisa tidur
RR : 16x/menit S : 36,5°C
P : Intervensi dilanjutkan
73
2 Sabtu S : Klien mengatakann mobilisasi masih dibantu karena Erika
13/10/2018 takut menggerakkan kaki kanan yang sakit & tangan
Erika
kanan yang sakit, jari kaki kanan dapat digerakkan,
namun jari tangan kanan belum dapat digerakkan
P : Intervensi dilanjutkan
Erika
Sabtu S : Klien mengatakan tidak merasakan rasa panas pada
3
13/10/2018 tangan kanan dan kaki kanan área post op, hanya Erika
mengatakan nyeri akibat post op.
RR : 16 x/menit S : 36,5°C
P : Intervensi dilanjutkan
74
75
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah kelompok melakukan pengkajian, analisa data, penentuan diagnosa,
implementasi, dan evaluasi kepada Tn. R dengan Complete Multiple Fraktur Right
Femur di Lantai 1 GPS RSUP Fatmawati, maka dapat disimpulkan:
1. Pengkajian terhadap masalah Tn. R dengan Complete Multiple Fraktur Right
Femur telah dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil yaitu klien
mengatakan nyeri pada tangan dan kaki, klien mengatakan sulit tidur pada
malam hari, klien tampak meringis, klien sulit tidur, pengkajian nyeri P : timbul
karena pasca op, Q: seperti di tusuk-tusuk dan diterkam, R : di tangan dan kaki
kanan, S :skala nyeri 8, T : 10 menit.
2. Diagnosa yang mungkin terdapat pada klien dengan complete multiple fraktur
right femur tidak dapat kelompok munculkan semua. Sesuai dengan data yang
didapat dari pengkajian, ditemukan tiga diagnosa yang dapat ditegakkan pada
kasus. Diagnosa tersebu antara lain nyeri berhubungan dengan agen pencedera
fisik (fraktur), gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
integritas struktur tulang, risiko infeksi berhubungan dengan post fasiotomy,
dan risiko jatuh berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
3. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien complete multiple fraktur right
femur dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun.
4. Dalam melakukan perawatan pada klien dengan pasca operasi apendiktomi,
kelompok telah berusaha melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana
keperawatan dan ditujukan untuk mencegah masalah yang dialami klien.
5.2 Saran
1. Bagi profesi keperawatan
Perawat diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
tentang asuhan keperawatan post op ORIF complete multiple fraktur, baik dalam
proses pengkajian, diagnosa keperawatan, intrvensi, implementasi maupun
evaluasi, sehingga dalam melakukan proses keperawatan dapat mencapai hasil
yang optimal.
76
2. Bagi Institusi Rumah sakit
Rumah sakit diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerjasama yang baik antara tenaga kesahatan, klien,
dan keluarga klien, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal.Rumah sakit juga diharapkan menyediakan fasilitas
sarana dan prasarana kesehatan yang dapat mendukung kesembuhan klien.
3. Bagi Institusi pendidikan
Institusi pendidikan hendaknya dapat menambah dan memperbarui koleksi
buku-buku di perpustakaan kampus, serta memberi tambahan ilmu atau
wawasan tentang berbagai metode pelaksanaan prosedur bedah, sehingga dapat
tercapai hasil karya tulis ilmiah yang maksimal dan berkualitas.
77
DAFTAR PUSTAKA
M.A Henderson. 2000. Ilmu Bedah untuk Perawat .Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
Mansjoer, A. Dkk .2000 .Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 2.Edisi 3. Jakarta: Media Aesculopius
Rasjad Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Edisi ketiga. Jakarta:
Yarsif Watampore , Hal 355-357
Setiadi. 2012. Konsep dan Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah: Brunner Suddarth, Vol. 1. Jakarta: EGC
Tortora GJ, Derrickson B. 2011. Principles of Anatomy and Physiology Maintanance
and Continuity of the Human Body 13th Edition. Amerika Serikat: John Wiley
& Sons, Inc.
https://www.scribd.com/doc/115305053/askep-orif
78
Diagnose 1:beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi
diagnose pertama adalah ajarkan pola istirahat tidur (rasional: untuk mengurangi
nyeri); kaji nyeri (P: penyebab timbulnya nyeri, Q: karakteristik rasa nyeri, R:
lokasi nyeri, S: skala nyeri, T: waktu timbulnya nyeri) (rasional:Mengetahui
tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi
yang tepat); kaji kualitas lokasi nyeri (rasional: untuk mengetahui tingkat nyeri
klien); posisikan klien senyaman mungkin (rasional:posisi yang nyaman dapat
menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri); ajarkan terapi nonfarmakologis:
relaksasi (teknik napas dalam), distraksi (mendengarkan lagu), dan ambulasi dini
(menggerakan ekstremitas dengan cara menekuk dan meluruskan, miring kanan-
kiri, duduk, berdiri dan berjalan) (rasional: dengan melakukan latihan nafas dalam
dapat meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi, distraksi relaksasi dapat
meningkatkan kemampuan koping klien terhadap nyeri dan untuk rencana tindakan
ambulasi dini dapat mengurangi nyeri dengan cara menghilangkan konsentrasi
klien pada lokasi nyeri dan mengurangi aktivasi mediator kimiawi); observasi
tanda-tanda vital setiap 8 jam (rasional:perubahan tanda-tanda vital terutama
tekanan darah, suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang
dialami oleh klien); kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pereda nyeri
tramadol 2 x 200 mg melaui iv pada pukul 15.00, 23.00; ceftriaxone 3 x 100 mg
melalui iv pukul 07.00, 15.00, 23.00; omeprazole 3 x 40 mg melalui iv pukul 07.00,
15.00, 23.00; citicolin 2 x 500 mg melalui iv pukul 15.00, 23.00; gentamicin 2 x
80 mg melalui iv pukul 15.00, 23.00 (rasional:dengan pemberian analgesik dapat
mengurangi rasa nyeri klien).
Diagnose 2:Beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi
diagnose kedua adalah tingkatkan aktivitas pasien sesuai batas toleransi (rasional:
memaksimalkan mobilitas), pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
(rasional: mencegah iritasi dan komplikasi), lakukan latihan ROM pasif dan aktif
sesuai program (rasional: meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur),
libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien (rasional: keluarga
mampu melakukan perawatan secara mandiri).
Diagnose 3:Beberapa intervensi yang kelompok rencanakan untuk mengatasi
diagnose ketiga adalah inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas
(rasional: meminimalkan kesempatan introduksi bakteri), kaji sisi pen atau kulit
perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema,
79
eritema, drainase atau bau tak enak (rasional: dapat mengindikasikan timbulnya
infeksi local atau nekrosis jaringan yang timbul yang dapat menimbulkan
osteomilitis), lakukan perawatan pen/kawat steril sesuai protocol dan latihan
mencuci tangan (rasional: dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan
infeksi), instruksikan klien untuk tidak menyentuh sisi insersi (rasional:
meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi), observasi luka dari pembentukan
bula, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase tidak enak
(rasional: tanda perkiraan infeksi gas gangrene), kaji tonus otot, reflex tendon
dalam dan kemampuan berbicara (rasional: kekuatan otot, spasme tonik otot
rahang, dan disfagia menunjukan terjadinya tetanus), selidiki adanya nyeri tiba-tiba
atau keterbatasan gerakan dengan edema local/eritema ekstremitas cedera
(rasional: dapat mengindikasikan terjadinya osteomilitis).
80