Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah kondisi
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik tubuh (Black, 2014). Gagal jantung kongestif adalah kumpulan
gejala klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional jantung yang menyebabkan
kemampuan pengisian ventrikel dan ejeksi darah ke seluruh tubuh terganggu
(Bangsawan & Purbianto,2016).

Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) yang menampung darah
lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung
menebal, jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat dan
dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan adekuat. Sebagai
akibatnya, ginjal yang sering merespon dengan menahan air dan garam. Oleh sebab
itu akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh seperti tangan,
kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak (Kabo,2014).

Menurut Davidson et al (2015), menuliskan bahwa data dari World Health


Organization (WHO) menyebutkan bahwa 28 juta jiwa dari 68 juta angka kematian
di dunia disebabkan oleh penyakit jantung, mewakili 30% dari semua kematian global.
Lebih dari 80% kematian penyakit kardiovaskuler terjadi di negara berpenghasilan
rendah dan menengah (Artama et al., 2017). Menurut World Health Organization
(WHO) (2016), Benua Asia menduduki tempat tertinggi akibat kematian penyakit
jantung dengan jumlah penderita 276,9 ribu jiwa. Indonesia menduduki tingkat kedua
di Asia Tenggara dengan jumlah 371 ribu jiwa (Nirmalasari, 2017).
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak Menular
(PTM) 60% dari seluruh kematian. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun. Secara global PTM penyebab
kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit
kardiovaskuler adalah penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti penyakit jantung
coroner, gagal ginjal, hipertensi dan stroke (RI, 2014). Menurut American Heart
Association’s (2017) jumlah orang dewasa yang hidup dengan gagal jantung
meningkat dari sekitar 5,7 juta (2010-2012) menjadi sekitar 6,5 juta ( 2012-2014).
Berdasarkan statistik terbaru, jumlah orang yang terdiagnosis dengan gagal jantung,
yang berarti jantung terlalu lemah untuk memompa darah keseluruh tubuh, dan
diproyeksikan akan meningkat sebesar 46% pada tahun 2030 (AHA,2017). Prevalensi
penyakit CHF meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65-
74 tahun (0,5%), menurun pada umur lebih dari 75 tahun (0,4%). Prevalensi lebih
tinggi pada perempuan (0,2%) dibanding laki-laki (0,1%) (RISKESDAS, 2013).

Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, terdapat estimasi penyakit gagal
jantung pada umur ≥ 15 tahun di Indonesia yaitu: berdasarkan diagnosis dokter
prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 diperkirakan sekitar
229.696 orang, sedangkan berdasarkan diagnosis dokter atau gejala diperkirakan
sekitar 530.068 orang (RI, 2014). Sedangkan bila berdasarkan diagnosis dokter,
estimasi jumlah penderita penyakit CHF di Provinsi DKI Jakarta adalah sebanyak
11.414 orang (0,15%) dan bila berdasarkan diagnosis atau gejala pada Provinsi DKI
Jakarta adalah sebanyak 22.828 orang (0,3%) (RI, 2014). Menurut data dari Instalasi
Rekam Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo klien yang mengalami CHF di
Gedung A Lantai 6 Zona B tercatat pada bulan Maret 2018 sampai dengan April 2018
sebanyak 22 pasien (35,48%) dari jumlah seluruh pasien yaitu 65 orang yang dirawat.

Beberapa masalah yang biasanya ditemukan pada klien yang mengalami CHF yaitu
gangguan pertukaran gas, ketidakefektifan pola napas, nyeri akut, resiko penurunan
perfusi jaringan miokard, intoleransi aktivitas, kelebihan volume cairan, kerusakan
integritas kulit, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (Nurarif dan
Kusuma, 2016). Menurut SDKI (2017) klien yang mengalami CHF terdapat enam
masalah keperawatan yaitu penurunan curah jantung, hipervolemia, gangguan
pertukaran gas, intoleransi aktivitas, bersihan jalan napas tidak efektif, dan perfusi
perifer tidak efektif.

Gambaran fisik klien yang mengalami penyakit CHF dapat menimbulkan masalah
Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND) atau sesak napas pada malam hari, sering
mucul tiba-tiba yang menyebabkan klien terbangun dari istirahat nya. Salah satu
faktor yang berhubungan dengan gangguan tidur pada klien gagal jantung adalah
Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND) karena ketidakmampuan klien untuk
mengambil posisi tidur. Semakin buruk kualitas tidur klien akan mengakibatkan
proses perbaikan kondisi klien akan semakin lama sehingga dapat memperpanjang
masa perawatan di rumah sakit. Pengaturan posisi tidur merupakan hal yang penting
sebagai salah satu tindakan keperawatan yang mempunyai fungsi atau peran penting
dalam menurunkan sesak napas dan memenuhi kebutuhan istirahat sehingga
memperoleh kualitas tidur yang baik (Melanie, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Melanie (2014), tentang Analisis Pengaruh Sudut Posisi
Tidur terhadap Kualitas Tidur dan Tanda Vital Pada Klien Gagal Jantung dengan hasil
yaitu adanya pengaruh antara sudut posisi tidur 45º terhadap kualitas tidur klien gagal
jantung. Tetapi, tidak ada pengaruh yang signifikan antara sudut posisi tidur terhadap
parameter tanda vital yakni tekanan darah, nadi dan pernapasan. Pengaturan sudut
posisi tidur yang benar dapat menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga dapat
dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi untuk memenuhi kebutuhan istirahat
dan tidur klien. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Supadi (2015), tentang Analisis
Hubungan Antara Posisi Tidur Dengan Kualitas Tidur, diperoleh hasil bahwa 56,5%
posisi tidur 30º kualitas tidur nya lebih baik dibandingkan dengan 89,5% posisi tidur
20º dengan kualitas tidur buruk. Tindakan yang tepat dalam mengatasi gangguan tidur
pada klien CHF karena sesak napas saat berbaring adalah dengan mempertahankan
tirah baring dengan memberikan posisi tidur 20º- 30º atau semi fowler.
Dalam mengatasi masalah keperawatan tersebut peran perawat sangat penting untuk
mencegah mortalitas dan morbiditas kesehatan klien yakni : peran perawat sebagai
pelaksana pemberi asuhan keperawatan seperti mengukur tanda-tanda vital,
memberikan posisi semi fowler atau fowler, mempertahankan curah jantung yang
normal, menganjurkan pembatasan cairan klien, mengukur status cairan klien,
menganjurkan dan memotivasi klien agar tidak beraktivitas berat. Peran perawat
sebagai edukator yakni memberikan pendidikan kesehatan pada klien untuk
mengenali penyakit CHF, diet yang harus diterapkan, dan tindakan medis yang akan
dilakukan. Peran sebagai Fasilitator yakni perawat merupakan wadah untuk bertanya
jika masyarakat kesulitan untuk memecahkan masalah kesehatan, dan perawat
memberikan solusi dan saran untuk memecahkan masalah tersebut. Peran perawat
sebagai kolaborator adalah berkolaborasi dengan dokter dalam pemeriksaan EKG,
pemberian terapi oksigen yang sesuai, terapi obat yang sesuai, dan perawat harus
mengetahui dan memastikan bahwa asuhan keperawatan dan pengobatan yang di
jalankan sesuai program atau rencana yang ditetapkan. Perawat sebagai Kordinator
yakni perawat melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan kesehatan dapat
diterima oleh keluarga, dan bekerjasama dengan keluarga dalam proses penyembuhan
klien.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengangkat Asuhan Keperawatan


pada Tn.X yang mengalami Congestive Heart Failure (CHF) di Gedung A Lantai 6
RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat.
Daftar Pustaka

Artama,S., Rachmawaty, R., Sinrang, A, W. (2017). Evaluasi Perubahan Self Care


Dan Quality of Life Pada Pasien Chronic Heart Failure (CHF) Yang Diberikan
Health Education Programme Di Rsp. Universitas Hasanudin Makassar. JST
Kesehatan, 7(2),178-184.

AHA. (2017). Condition Heart Failure Classes Of Heart Failure.pdf. Retrieved from
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/HeartFailure/AboutHeartFailure/
Cla sses-of-Heart-Failure_UCM_306328_Article.jsp#. WwwjV3_Mfodi.

AHA. (2017). Lates Statistics Show Heart Failure On The Rise Cardiovascular
Diseases Remain Leading Killer.pdf. Retrieved from
http://newsroom.heart.org/news/latest-statistics-show-heart-failure-on-the-rise:-
cardiovascular-diseases-remain-leading-killer

Bangsawan, M., & Purbianto. (2016). Hubungan Kepatuhan Minum Obat Dengan
Kejadian Rawat Inap Ulang Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif Di Rsu
Kabupaten Tanggerang. Jurnal Keperawatan, 9(2), 77-88.

Black, M.J & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan Buku 3. Jakarta: Elsevier.

Kasron (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler, Jakarta: TIM.

Melanie,R. (2014). Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas tidur dan
Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung Di Ruang Rawat Intensif RSUP Dr. Hasan
Sadikin Bandung. Retrieved from
http://stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/.../201208-008.pdf.

Muttaqin, A.(2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.
Nurarif, A. H dan Kusuma, Hardhi. (2016) Asuhan Keperawatan Praktis Jilid I.
Jakarta: Mediaction Jogja.
RI, K. K. (2014). ‘ Info Datin Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI’.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 109(1), pp. 1-8. Doi:
10.1017/CB09781107415324.004.

Nama: Deyana Fidina Safitri

NIM : P17120016049

Anda mungkin juga menyukai