Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN

TETRALOGY OF FALLOT PADA ANAK DI RUANG PICU

Oleh :

Ade Nurianti Saputri I1031181009

Amira Melati Fitri I1031181021

Serly Novitasari I1031181024

Wahyu Maulana I1031181031

M. Rizki Farhan I1031181032

Ersy Aprilya Fransiska I1031181034

Mutiara Tri Handayani I1031181035

Syarifah Fitria Azzahra I1031181048

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu
yang telah ditetapkan. Sholawat serta salam kami tuturkan pada junjungan Nabi
Besar Muhamad Shallallahu Alaihi Wasallam, para keluarga dan sahabatnya.

Makalah ini mengangkat judul “Asuhan Keperawatan Tetralogy Of


Fallot (TOF) pada Pasien Anak di Ruang PICU” yang disusun berdasarkan
sumber dari buku dan jurnal, serta media internet sebagai pendukung. Makalah ini
disusun secara sistematis sesuai aturan penulisan makalah pada umumnya.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Herman, S.Kep., Ners,


M.Kep. selaku dosen pembimbing, yang tidak bosannya dalam mengoreksi serta
memberi masukan hingga terciptanya makalah yang baik dan benar. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan yang
harus di perbaiki. oleh karena itu, kami berharap ada kritik dan saran yang
membangun kepada kami agar meningkatnya optimalisasi kami dalam menyusun
sebuah tulisan.

Pontianak, September 2021

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

2.1 Definisi ............................................................................................................ 3

2.2 Etiologi............................................................................................................ 3
2.3 Manifestasi Klinis........................................................................................... 4

2.4 Patofisiologi .................................................................................................... 6


2.5 WOC Tretalogi of Fallot ................................................................................ 9

2.6 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 10


2.7 Penatalaksaan................................................................................................. 11

2.8 Pembedahan ................................................................................................... 12


2.9 Komplikasi ..................................................................................................... 12

ASUHAN KEPERAWATAN .............................................................................. 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 27

3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 27

3.2 Saran............................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 29

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan struktural atau
susunan jantung dan pembuluh darah besar intratoraks, yang berpotensi atau
secara nyata memberikan pengaruh fungsional yang signifikan, mungkin
sudah terdapat sejak lahir. Di Indonesia, angka kejadian 8 tiap 1000 kelahiran
hidup. Secara garis besar PJB dibagi atas dua kelompok, yaitu sianotik dan
asianotik. Pada PJB sianotik terjadi sianosis sentral oleh karena aliran darah
paru berkurang akibat obstruksi aliran keluar ventrikel kanan sehingga terjadi
pirau kanan ke kiri.
Tetralogi of Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
paling banyak ditemukan, yakni lebih kurang 10% dari seluruh kejadian
penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan tersebut memiliki 4
komponen, yaitu defek septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis
pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. Komponen yang paling penting,
yang menentukan derajat beratnya penyakit, adalah stenosis pulmonal, yang
bervariasi dari sangat ringan hingga berupa atresia pulmonal. Manifestasi
klinis utama berupa sianosis dengan derajat bervariasi tergantung pada
sumber dan jumlah aliran darah paru yang dapat berasal dari duktus arteriosus
persisten, major aortopulmonary collateral arteries (MAPCAs), atau
kombinasi keduanya. Pada waktu lahir, bayi biasanya belum sianotik, tetapi
kemudian gejala tersebut muncul setelah tumbuh.
Pasien dengan kelainan jantung kongenital tipe sianotik, terdapat shunt
dari kanan ke kiri pada aliran darah jantung dimana aliran tersebut tidak
melewati sirkulasi pulmonal. Sehingga bakteri yang ada di dalam pembuluh
darah tidak dapat difiltrasi di sirkulasi pulmonal, yang dimana hal ini terjadi
proses fagositosis pada sirkulasi pulmonal. Dengan adanya gangguan
hemodinamik yang dapat menyebabkan hipoksia maka penata laksanaan
anaestesi pada operasi bedah bukan jantung harus dilakukan secepat mungkin
diusahakan agar tidak terjadi serangan hipoksia baik sebelum anestesi, selama

1
anestesi maupun setelah anestesi (Geva, 2011; Harahap & Wahyudi, 2019).
Tanda pada auskultasi adalah ditemukannya ejeksi murmur yang terdengar di
batas sternum kiri akibat dari darah yang melewati katup pulmonal
yangmengalami stenosis. Gambaran foto thoraks dari pasien dengan TOF
menunjukkan penurunan vaskular pada paru-paru dan gambaran jantung
“boot shape”.Gambaran EKG ini menunjukan adanya hipertrofi ventrikel
kanan (Butterworth,2013; Harahap & Wahyudi, 2019).
Ciri khas dari pasien dengan TOF yaitu terdapat adanya tet spell. Tet spell
ini merupakan hasil dari spasme infundibular pulmonal yang disebabkan oleh
stimulasi dari cathecolamine simpatik endogen, yang menyebabkan
peningkatan shunting dari kanan ke kiri. Tet spell sering terjadi pada anak-
anak dan dapat menyebabkan sinkop. Pada anak yang usianya lebih matang,
maka mereka dianjurkan untuk melakukan squat pada saat terjadi tet spell.
Hal ini berkaitan dengan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan
meningkatkan preload dari RV dan meningkatkan SVR sehingga mengurangi
shunting dari kanan ke kiri (Butterworth,2013; Harahap & Wahyudi, 2019).
Bayi atau anak dengan tetralogi Fallot memiliki peluang untuk mengalami
komplikasi neurologis. Komplikasi neurologis yang paling utama adalah
bencana serebrovaskular (cerebrovascular accident / stroke) dan abses serebri,
yang sangat berpengaruh terhadap mortalitas maupun morbiditas pasien.
Insidensi kedua komplikasi tersebut, berdasarkan dokumentasi beberapa
literatur di negara – negara Barat, adalah 8,6% pada bencana serebrovaskular
dan 13,7% pada abses serebri. Defisit neurologis yang disebabkan oleh
komplikasi tersebut dapat bervariasi berdasarkan deteksi dini.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan dengan Menjelaskan asuhan keperawatan
dengan Tetralogy Of Fallot (TOF) pada pasien anak diruang PICU?
1.3. Tujuan
Menjelaskan asuhan keperawatan dengan Tetralogy Of Fallot (TOF) pada
pasien anak diruang PICU.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Tetralogy of fallot (TOF) pertama kali ditemukan pada tahun 1672 dan
paling sering ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik (Harahap &
Wahyudi, 2019) ditandai dengan adanya defek septum ventrikel, stenosis
pulmonalis, overriding (dextropotition) aorta, dan hipertrofi ventrikel kanan
(Harahap & Wahyudi, 2019). Derajat stenosis pulmonal sangat menentukan
gambaran kelainan pada TOF. Pada obstruksi ringan tidak terdapat sianosis
sedangkan pada obstruksi berat sianosis tampak nyata (Harahap & Wahyudi,
2019).

TOF ini ditandai dengan adanya 4 kelainan pada jantung, yaitu: stenosis
arteri pulmonal / obstruksi RVOT, Ventricular Septal Defect (VSD),
Overriding Aorta, dan Hipertrofi ventrikel kanan. Tanda dan gejala dari
setiap pasien dengan TOF sangat berbeda-beda tergantung dari tingkat
keparahan dari obstruksi RVOT. Pada pasien dengan obstruksi RVOT berat
akan terjadi sianosis yang berat karena peningkatan shunt dari kanan ke kiri
melalui VSD, sedangkan pada pasien dengan obstruksi RVOT ringan tidak
terjadi sianosis dengan saturasi oksigen dalam batas normal, hal ini disebut
sebagai pink tets. Murmur sistolik yang terdengar berasal dari aliran
turbulensi yang melewati RVOT dan hal tersebut menandakan tingkat
keparahan dari obstruksi RVOT anestesi (Amelia, 2019).

2.2 Etiologi

Dalam sebagian besar kasus penyakit jantung bawaan yang terjadi,


penyebabnya tidak diketahui. Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat
meningkatkan terjadinya Tetralogy of Fallot. Menurut Agrawala (2017),
dapat diketahui bahwa terdapat faktor penyebab penyakit jantung bawaan
Diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen.

3
1. Faktor endogen
a) Berbagai jenis penyakit genetik: kelainan kromosom
b) Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
c) Adanya penyakit tertentu dalam keluarga, seperti diabetes mellitus,
hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan
2. Faktor eksogen
a) Riwayat kehamilan ibu
b) Sebelumnya ikut program kb oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa
resep dokter
c) Ibu menderita penyakit infeksi rubella
d) Pajanan terhadap sinar X

2.3 Manifestasi Klinis

Menurut Agrawala (2017), tanda dan gejala yang muncul pada penderita
Tetralogy Of Fallot adalah sebagai berikut:

1. Sianosis
Sianosis merupakan manifestasi yang paling terlihat diantara
manifestasi lainnya tetapi manifestasi ini belum terlihat pada waktu bayi
dilahirkan. Obstruksi aliran keluar dari ventrikel kanan mungkin sedikit
ringan dan bayi mungkin memiliki jalur cadangan dari kiri ke kanan yang
besar dan bisa jadi juga bayi memiliki gagal jantung kongesif.
2. Dyspnea
Dyspnea terjadi jika penderita melakukan aktivitas fisik. Bayi dan
anak yang mulai belajar berjalan akan bermain aktif untuk waktu singkat
kemudian akan duduk atau berbaring. Anak yang lebih besar mungkin
mampu berjalan sejauh kurang lebih lebih satu blok sebelum berhenti
untuk beristirahat. Derajat kerusakan yang dialami jantung pada penderita
tercermin oleh intensitas sianosis yang terjadi. Secara khas anak akan
mengambil sikap berjongkok untuk meringankan dan menghilngkan
dyspnea yang terjadi akibat dari aktivitas fisik, biasanya anak tersebut
dapat melanjutkan aktivitasnya kembali dalam beberapa menit.

4
3. Stenosis arteri pulmonal
Setiap pasien yang didiagnosa TOF memiliki tanda dan gejala yang
berbeda sesuai dengan tingkat keparahan stenosis arteri pulmonalnya.
Stenosis arteri pulmonal yang berat pada pasien akan menyebabkan
sianosis yang parah karena meningkatnya shunt melalui VSD dari kanan
ke kiri, sedangkan pada pasien dengan stenosis arteri pulmonal yang
ringan sianosis tersebut tidak terjadi dan saturasi oksigen nya normal.
Stenosis arteri pulmonal yang parah bisa diketahui dari suara murmur
sistolik dapat terdengar melalui aliran turbulensi yang melewati RVOT.
4. Serangan dyspnea paroksimal
Bayi menjadi dyspnea dengan gelisah, sianosis yang terjadi
menjadi bertambah hebat dan penderita mulai sulit bernafas. Serangan
tersebut sering terjadi pada pagi hari. Serangan dispneu paroksimal
biasanya ini terjadi pada saat dua tahun pertama kehidupan penderita.
Anak akan mengalami dispneis dan gelisah, sianosisnya menjadi berat,
dan mulai kesusahan untuk bernaapas. Biasanya serangan ini terjadi pada
saat pagi hari. Pertumbuhan dan perkembangan pada penderita TOF
biasanya mengalami gangguan seperti tinggi badan dan keadaan gizi
berada di bawah rata-rata, otot jaringan subkutan juga terlihat kendur dan
lunak serta pubertas yang terhambat. Bising sistolik yang ditemukan pada
penderita terdengar kasar dan keras, dan dapat menyebar ke bagian tepi
kiri tulang dada.
5. Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan pertumbuhan tinggi badan terutama pada anak gizi
kurang dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot dari jaringan subkutan
terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
6. Bising sistolik
Salah satu tanda dan gejala yang dialami oleh penderita TOF
adalah murmur. Murmur ini merupakan suara tambahan yang bisa kita
dengar pada jantung bayi yang menderita TOF. Suara murmur ini biasanya
sudah bisa kita dengar ketika bayi sudah berusia beberapa hari.

5
Bising sistolik ditemukan sering kali terdengar keras dan kasar,
bising tersebut menyebar luas, tetapi paling besar intensitasnya pada tepi
kiri tulang dada. Bising sistolik terjadi di atas lintasan aliran keluar
ventrikel kanan serta cenderung kurang menonjol pada obstruksi berat dan
pintasan dari kanan ke kiri. Bunyi jantung kedua terdengar tunggal dan di
timbulkan oleh penutupan katub aorta. Bising sistolik tersebut jarang
diikuti oleh bising diastolic, bising yang terus menerus ini dapat terdengar
pada setiap bagian dada, baik di anterior maupun posterior, bising tersebut
dihasilkan oleh pembuluh darah koleteral bronkus yang melebar atau
terkadang oleh suatu duktus arteriosus menetap.

2.4 Patofisiologi

Tetralogy Of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung kongiental yang


umum ditemukan pada anak. Penyebab dari TOF sendiri masih belum
diketahui secara pasti. Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat
menyebabkan TOF ini yaitu faktor lingkungan/eksogen seperti penyakit yang
diderita dan penggunaan obat-obatan pada ibu hamil, serta faktor genetic
berupa penyakit genetik/endogen seperti George Syndrom. Namun, pada
lebih banyak kasus TOF ditemukan terjadi akibat multifaktor. Faktor-faktor
tersebut akan mempengaruhi perkembangan janin dalam kandungan, terutama
pada masa kehamilan dimana awal terjadi pembentukan jantung janin pada
minggu ke 4 hingga akhir dari minggu ke 8 (Egbe et.al, 2019).

Kelainan khas pada penyakit TOF terdiri dari defek septum ventrikel
sejajar (VSD), obstruksi saluran keluar ventrikel kanan/stenosis pulmonal,
overriding aorta (pembesaran katup aorta) dan hipertrofi ventrikel kanan.
Sebagai akibat dari kelainan tersebut, maka akan menyebabkan beberapa
permasalahan diantaranya:

a) Defek septum ventrikel (VSD) yaitu lubang pada sekat antara kedua
rongga ventrikel. Kelainan ini akan mengakibatkan darah yang dipompa

6
jantung akan bercampur antara ventrikel kanan yang mengandung banyak
CO2 dan darah pada ventrikel kiri yang mengandung banyak O2.
b) Stenosis pulmonal terjadi karena penyempitan katup pada pembuluh darah
yang keluar dari ventrikel kanan menuju paru, bagian otot di bawah katup
juga menebal dan menimbulkan penyempitan.
c) Aorta overriding, yaitu sebagai akbiat dari adanya lubang pada sekat
antara kedua ventrikel mengakibatkan pembuluh darah utama dari
ventrikel kanan mengalir langsung bersama dengan darah dari ventrikel
kiri menuju aorta.
d) Hipertrofi ventrikel kanan atau penebalan otot di ventrikel kanan terjadi
karena adanya peningkatan tekanan di ventrikel akibat dari stenosis
pulmonal yang menghambat aliran darah menuju paru.

Tingkat keparahan gejala tergantung pada tingkat keparahan obstruksi


aliran keluar ventrikel kanan yang terlihat pada berbagai tingkatan, misalnya
sub-valvar, valvar dan supra-valvar dan biasanya pada berbagai level. TOF
memiliki lima belas persen kejadian atresia paru (Putri & Winarti, 2016).

Bayi dengan TOF secara klinis akan terlihat sianosis saat lahir, sedangkan
semua bayi dengan TOF akan mengalami murmur jantung akibat obstruksi
aliran keluar ventrikel kanan/stenosis pulmonal. Sianosis dikenali secara
klinis saat anak tumbuh dengan peningkatan tekanan pada aliran darah
menuju paru yang melewati arteri pulmonalis/stenosis pulmonal. Tanda
sianosis biasanya muncul setelah bayi berusia 4 minggu, usia saat dimana
bayi juga akan mengalami anemia fisiologis. Biasaya akajn lebih sering
terlihat pada pagi hari saat menangis, makan, buang air besar dan saat mandi
air hangat. Selama bayi mengalami masa sianosis, bayi menjadi lebih biru
karena peningkatan lubang antara ventrikel kanan ke kiri dari penurunan
resistensi vaskular sistemik diikuti oleh hiperventilasi untuk mengkompensasi
asidosis metabolik dan kemudian menjadi lemas, lesu, dan dapat mengalami
kejang dan bahkan akan mengalami stroke/cerebro vascular accident (CVA).
Murmur pada jantung akan menghilang selama masa sianosis karena aliran

7
darah yang berkurang ke arteri pulmonalis. Gagal jantung kongestif sangat
jarang terlihat pada usia sekitar 6 minggu juka hanya disebabkan oleh
stenosis pulmonal ringan. Oleh karena itu, tanda gagal jantung yang terlihat
disebabkan oleh adanya pintasan darah dari ventrikel kiri ke kanan melalui
lubang VSD (Agarwala, 2017).

Biasanya bayi dan anak dengan TOF tidak mengalami gagal tumbuh
kecuali dikaitkan dengan kelainan genetik. Akan tetapi, anak yang tumbuh
dengan TOF akan mudah mengalami kelelahan ketika melakukan aktivitas
fisik. Tanda sianois juga akan secara umum kurang terlihat pada usia ini
karena mereka mempelajari batasan aktivitas fisik untuk mencegah sianotis.
Selain itu, jari tabuh/clubbing finger pada bantalan kuku jari tangan dan kaki
akan terlihat dan berkembang pada usia sekitar 18 bulan (Agarwala, 2017).

8
WOC Tetralogy of Fallot

Faktor Eksogen : FaktorEndogen:


Diabetes, obat-obatan Genetik

Pembentukan Jantung Janin Terganggu

Kelainan Jantung Kongiental

Pulmonal Stenosis Vascular Septal Defector Overriding Aorta Hospitalisasi

Deviasi Outlet Septum Tidak Ada Sekat Tekanan Kedua Darah CO2 Dampak Ke
Antara Kedua Ventrikel Sama Masuk Ke Aorta Keluarga

Muskularisasi Ventrikel

Darah CO2 dan


Penebalan Katup Ventrikel Kanan Defisit Ansietas
O2 bercampur
Pulmonal Bekerja Keras Pengetahuan

Darah O2 ke
Gangguan Sirkulasi Gangguan Intoleransi
Aorta
CO2 ke Paru Hipertropi Metabolisme Aktivitas
Ventrikel Kanan
Hambatan Hipoksemia
Kadar O2
Pertukaran Kelemahan
Sesak Menurun
Gas
Hipoksia

Ketidakefektifan Sianosis
Penurunan O2 Pada Sel
Pola Napas Otak dan Jantung
Ketidakefektifan
Risiko
(Ontoseno, 2014) Perfusi Jaringan
Penurunan Risiko Penurunan
Perifer Risiko Penurunan Risiko
Curah Jantung 9
Perfusi Jaringan Perfusi Jaringan Syok
Jantung Otak
2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penderita Tetralogy Of


Fallot adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium
Adanya peningkatan hemoglobin dan hematokrit (Ht) akibat
saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin di pertahankan
16-18 gr/dl dan hematocrit antara 50-65%. Nilai gas darah arteri
menunjukkan peningkatan tekanan parsial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan klien yang
memiliki nilai Hb dan Ht normal atau rendah mungkin menderita
defisiensi besi.
2. Radiologi
Pemeriksaan sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran
darah pulmonal, tidak ada pembesaran jantung, gambaran khas jantung
tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu. Selain itu,
didapatkan hasil arkus aorta di sebelah kanan, aorta asendens melebar,
konus pulmonalis, apeks terangkat dan vaskularitas paru berkurang.
3. Elektrokardiogram
Pada pemeriksaan EKG di dapatkan hasil sumbu QRS hampir
selalu berdevisiasi kekanan. Tampak pula hipertropi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan, penurunan arteri pulmonalis dan penurunan aliran darah
ke paru.
5. Kateterisasi
Kateterisasi diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk
mengetahui defek septum ventrikel multiple, mendeteksi kelainan arteri
koronari dan mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya
penurunan saturasi oksigen, peningkatan ventrikel kanan, dengan tekanan
pulmonalis normal atau rendah.

10
2.7 Penatalaksanaan

Menurut Perdhana & Adriane (2018), pada penderita yang mengalami


serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi
serangan tersebut, antara lain dengan cara:

1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah


2. Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kg SC, IM atau Iv untuk menekan pusat
pernafasandan mengatasi takipneu.
3. Bikarbonas natrikus 1 Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis
4. Oksigen dapat diberikan, walaupun pemberian disini tidak begitu tepat
karena permasalahan bukan karena kekuranganoksigen, tetapi karena
aliran darah keparu menurun. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan
dengan pemberian:
a) Propanolo 1 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga seranga dapat diatasi. Dosis total dilarutkan
dengan 10 ml cairandalam spuit, dosis awal/bolus diberikan
separohnya, bila serangan belum teratasisisanya diberikan perlahan
dalam 5-10 menit berikutnya.
b) Ketamin 1-3 mg/kg (rata-rata 2,2 mg/kg) IV perlahan. Obat ini bekerja
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan juga sedatif
c) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif
dalam penganan serangan sianotik. Penambahan volume darah juga
dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke paru
bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke seluruh
tubuh juga meningkat.
5. Lakukan selanjutnya:
a) Propanolol oral 2-4 mg/kg/hari dapat digunakan untuk serangan
sianotik
b) Bila ada defisiensi zat besi segera diatasi
c) Hindari dehidrasi

11
2.8 Pembedahan

1. Bedah paliatif
Bedah paliatif yang biasa dilakukan adalah operasi B-T (Block-
Taussig) Shunt yang bertujuan meningkatkan sirkulasi pulmonal dengan
menghubungkan a.subklavia dengan a.pulmonalis yang ipsilateral.
Umumnya operasi paliatif dilakukan pada bayi kecil atau dengan
hipoplasia a.pulmonalis dan pasien yang sering mengalami sianotik.
Selain BT Shunt terdapat pula Potts Shunt, Waterston Shunt, dan Glenn
Shunt. Tetapi BT Shunt merupakan yang paling sering digunakan karena
memberikan hasil yang paling baik. Tetapi BT Shunt juga menimbulkan
beberapa komplikasi walaupun angka kejadiannya sangat kecil.
Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain: hipoplasia pada lengan,
gangren pada digitalis, cedera nervus frenikus, stenosis a.pulmonal.
2. Bedah Korektif
Pada bedah korektif dilakukan koreksi total yang dapat didahului
atau tanpa bedah paliatif. Bila arteri pulmonalis tidak terlalu kecil,
umumnya koreksi total dilakukan pada pasien Tetralogi Fallot di bawah
usia 2 tahun.

2.9 Komplikasi

Menurut Pitra & Susanti (2019), komplikasi dari gangguan ini antara lain
adalah:

1. Thrombosis Serebri
Biasanya terjadi dalam sinus duralis dan terkadang dalam arteri
serebrum, lebih sering ditemukan pada polisitemia hebat. Dapat juga
dibangkitkan oleh dehidrasi. Thrombosis lebih sering ditemukan pada usia
2 tahun.
2. Abses Otak
Komplikasi abses otak biasanya dialami oleh pasien yang telah
mencapai usia di atas 2 tahun. Awitan penyakit sering kali tersembunyi di

12
sertai demam derajat rendah. Mungkin ditemukan nyeri tekan setempat
pada cranium. Laju endap darah dan hitung jenis leukosit dapat meningkat.
Penderita juga dapat mengalami serangan seperti epilepsy.
3. Endocarditis Bakterialis
Komplikasi ini terjadi pada penderita yang tidak mengalami
pembedahan, tetapi lebih sering ditemukan pada anak yang menjalani
prosedur pembuatan pintasan selama masa bayi.
4. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif dapat terjadi pada bayi yang mengalami
atresia paru dan memiliki aliran darah kolateral yang besar. Kondisi ini
hampir tanpa pengecualian, akan menaglami penurunan selama bulan
pertama kehidupan dan penderita menjadi sianosis akibat sirkulasi paru
yang menurun.
5. Hipoksia
Hipoksia terjadi akibat stenosis pulmonal yang menyebabkan
aliran darah dalam paru menurun.
6. Perdarahan
Perdarahan hebat terutama terjadi pada anak-anak dengan
polisitemia.

13
ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus :
An. T berjenis kelamin laki-laki berusia 7 tahun dirawat di ruang PICU
kamar 2 sejak tanggal 8 Oktober 2021 dengan keluhan sesak nafas sudah 3 bulan
yang lalu. Sebelum masuk rumah sakit Tn. D berusia 40 tahun menjelaskan
bahwa selain mengalami sesak nafas, An. T mengalami kebiruan disekitar mulut
serta menjalar ke seluruh tubuh yang nampak hingga sekarang dan CRT pada jari
tangan ˃3 . Keadaan An. T sekarang adalah masih merasa sesak nafas dan tampak
menggunakan nafas cuping hidung, ditemukan pula suara mengi dan terdapat
retraksi dinding dada. Tidak ada perbesaran jantung, namun ictus cordis teraba
dan terdengar suara murmur. Selain itu, tampak lemah, kesadaran compos mentis
dengan GCS E4M6VT, sklera anikterik dan pupil isokor. An. T terpasang NGT,
ETT yang tersambung ke ventilator mekanik dengan mode SIMV PS, PEEP 5,
IPL 10, I:E 1:2, FiO2 40%, serta terpasang OPA. Tanda-tanda vital HR
134x/menit, RR 38x/menit, S 37,60C, TD 130/82 mmHg, serta SpO2 81 %.
Terapi yang diberikan KAEN MG3 25 tetes/jam menggunakan infus
pump, morfin 1ml/jam melalui syringe pump, midazolam 1ml/jam melalui
syringe pump, dobutamin 1ml/jam melalui syringe pump vankomisin
3x300mg/syringe pump, meropenem 3x800mg/ syringe pump, paracetamol
200mg (kalau perlu), omeprazole 2x20mg/ syringe pump, fluconazole 1x230mg/
syringe pump, dan proponolol 4x10mg/NGT.
Pada usia 3 bulan An. T mengalami keluhan yang sama seperti sesak
nafas, pernah dibawa ke rumah sakit dan disarankan untuk melakukan tindakan
operasi kepada An. T pada saat An. T berusia 1 tahun, tetapi orangtuanya yaitu
Tn. D dan Ny. S tidak melakukan itu dengan alasan tidak ada biaya.
Keluarga tidak memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi dan diabetes
mellitus. Namun, ibu An. T yaitu Ny. A memiliki riwayat Tetralogy of Fallot
(ToF) yang memiliki gejala seperti yang dirasakan atau dikeluhkan oleh An. T.

14
Pengkajian
1. Identitas
1. Nama Klien : An. T
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. No. RM : 765193
4. Usia : 7 tahun
5. Tgl MRS : 8 Oktober 2021
6. Tgl Pengkajian : 28 Oktober 2021
7. Alamat/Telfon : Jl. Kenanga
8. Kontak Keluarga Dekat :
- Nama orang tua : Tn. D
- Hubungan : Ayah kandung
- Umur : 40 tahun
- Alamat : Jl. Kenanga
9. Ruang : PICU
10. Diagnosa Medis : Tetralogy of Fallot (ToF)

2. Keluhan Utama
An. T usia 7 tahun dirawat di ruang PICU kamar 2 sejak tanggal 8 Oktober
2021 dengan keluhan sesak nafas sudah 3 bulan yang lalu. Sebelum masuk rumah
sakit selain mengalami sesak nafas, An. T mengalami kebiruan disekitar mulut
serta menjalar ke seluruh tubuh yang nampak hingga sekarang.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pada usia 3 bulan An. T mengalami keluhan yang sama seperti sesak nafas,
pernah dibawa ke rumah sakit dan disarankan untuk melakukan tindakan operasi
kepada An. T pada saat An. T berusia 1 tahun, tetapi keluarga tidak melakukan itu
dengan alasan tidak ada biaya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

15
Keluarga tidak memiliki penyakit keturunan seperti hipertensi dan diabetes
mellitus. Namun, ibu An. T yaitu Ny. A memiliki riwayat Tetralogy of Fallot
(ToF) yang memiliki gejala seperti yang dirasakan atau dikeluhkan oleh An. T.

5. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


a. Riwayat kehamilan
Ibu mengatakan bahwa kehamilannya saat melahirkan An. T adalah cukup
bulan selama 37 minggu, pemeriksaan kehamilan juga rutin di puskesmas,
imunisasi sat hamil juga lengkap.
b. Riwayat persalinan
Ibu mengatakan persalinan dibantu dokter kandungan di RS. A, lahir
normal dengan BB 2150 gr
c. Riwayat imunisasi
Ibu mengtakan An. T telah mendapatkan imunisasi BCG, DPT lengkap,
Polio lengkap, Hepatitis

6. Riwayat Tumbuh Kembang


An. T baru bisa berjalan ketika umurnya 1,5 tahun dan berat badan An. T
adalah 14 kg tidak sesuai usianya,

7. Pengkajian Fisik
a. ROS
Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4M6VT

Tanda-tanda Vital

- Tekanan Darah : 130/82 mmHg


- Nadi : 134x/menit
- Suhu : 37,60C

16
- Respirasi : 38x/menit
- SpO2 : 81%
Masalah Keperawatan : Pasien mengeluhkan sesak nafas

b. Sistem pernafasan
Sesak Nafas : Ada, tampak menggunakan nafas
cuping hidung
Bentuk Dada : Simetris, tidak nampak perbesaran
jantung
Sekresi Batuk : Tidak ada
Bunyi Nafas : Mengi
Retraksi Dinding Dada : Ada
Alat Bantu Nafas : An. T terpasang ETT dengan
kedalaman 19cm yang tersambung ke
mesin ventilator mekanik dengan
mode SIMV PS, OPA no 8, IPL 10,
PEEP 5
Masalah Keperawatan : Pola nafas tidak efektif
c. Sistem kardiovaskular
Tekanan darah : 130/82 mmHg
Nadi : 134 x/menit
Jantung : tidak tampak perbesaran jantung,
ictus cordis teraba
Suara jantung : terdengar suara murmur
CRT : CRT >3
Masalah keperawatan : Perfusi perifer tidak efektif
d. Sistem persarafan
Tingkat kesadaran : Compos mentis
GCS : E4M6VT
Mata : Conjungtiva ananemis

Masalah keperawatan : Perfusi perifer tidak efektif

17
e. Sistem Perkemihan
Produksi urin : Normal, tidak terpasang kateter
Masalah keperawatan :-
f. Sistem Pencernaan
Bibir : Mukosa bibir tampak kering
Mulut : Mulut tampak sianosis kebiruan
disekitar mulut serta menjalar ke seluruh tubuh
Abdomen : Tidak teraba distensi abdomen,
tympani.
Alat bantu : Terpasang NGT
Masalah keperawatan : Perfusi perifer tidak efektif
g. Sistem otot, tulang dan integumen
ROM : Tidak ada masalah
Kulit : Elastisitas turgor baik, tampak
adanya sianosis disekitar mulut serta
menjalar ke seluruh tubuh yang
Masalah keperawatan : Perfusi perifer tidak efektif
h. Sistem endokrin
Perbesaran kelenjar tyroid : Tidak ada
Perbesaran kelenjar getah bening : Tidak ada
Hiperglikemia : Tidak ada
Hipoglikemia : Tidak ada
Masalah keperawatan :-

8. Data Penunjang
Tangan kanan dan kiri An. T terpasang iv line dengan tri way untuk
disambungkan ke syringe pump, tangan kiri terpasang infus KAEN MG3 dengan
infus pump 25 tetes/jam, morfin 1ml/jam melalui syringe pump, midazolam
1ml/jam melalui syringe pump, dobutamin 1ml/jam melalui syringe
pumpvankomisin 3x300mg/syringe pump, meropenem 3x800mg/syringe pump,

18
paracetamol 200mg (kalau perlu), omeprazole 2x20mg/ syringe pump,
fluconazole 1x230mg/ syringe pump, dan proponolol 4x10mg/NGT.

1.1 Rumusan Diagnosa Keperawatan SDKI


Analisa Data
No Data Etiologi Masalah

1. Ds : Penurunan Perfusi Perifer Tidak


konsentrasi Efektif (D.0009 – Hal )
 Keluarga mengatakan bahwa An. T
hemoglobin
terlihat sesak nafas sejak 3 bulan
yang lalu
Do :

 Pasien tampak sesak nafas


 Pasien tampak mengalami kebiruan
disekitar mulut serta menjalar ke
seluruh tubuh
 Conjungtiva anemis
 Auskultasi jantung terdengar murmur
 Capilary Refill Time ˃ 3
 Mukosa bibir tampak kering
 TTV
- HR 134 x/menit
- TD 130/82 mmHg
- RR 38 x/menit
 Pemeriksaan penunjang
- SpO2 81%
 Terapi pengobatan
- KAEN MG3 25 tetes/jam
- Proponolol 4x10mg/NGT

19
2. Ds: Hambatan upaya Pola Nafas Tidak Efektif
 Klien mengeluhkan sesak nafas (kelemahan (D.0005 – Hal )
Do: otot pernapasan)

 Klien tampak lemah/lelah


 Klien tampak menggunakan nafas
cuping hidung
 Terdapat retraksi dinding dada
 Capilary Rrefill Time > 3
 TTV:
- HR 134 x/menit
- TD 130/82 mmHg
- RR 38 x/menit
 Pemeriksaan Penunjang:
 Klien terpasang NGT, ETT yang
tersambung ke ventilator
mekanik dengan mode SIMV
PS, PEEP 5, IPL 10, I:E 1:2,
serta terpasang OPA
 FiO2 40%
 SpO2 81%
 Terapi Pengobatan:
 Proponolol 4x10mg/NGT
3. Ds: Ketidakseimbang Intoleransi Aktivitas

 Klien mengeluhkan sesak an antara suplai (D.0056 – Hal 128)


Do: dan kebutuhan
oksigen
 Klien tampak lemah/lelah
 CRT >3
 TTV:
- HR 134 x/menit

20
- TD 130/82 mmHg
- RR 38 x/menit
 Pemeriksaan Penunjang:
- Klien terpasang NGT, ETT yang
tersambung ke ventilator mekanik
dengan mode SIMV PS, PEEP 5,
IPL 10, I:E 1:2, serta terpasang
OPA
- FiO2 40%
- SpO2 81%
 Terapi Pengobatan:
- Proponolol 4x10mg/NGT
- Dobutamin 1ml/jam

Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009 – Hal ) b/d Penurunan konsentrasi
hemoglobin d/d sianosis disekitar mulut serta menjalar ke seluruh tubuh
2. Pola Nafas Tidak Efektif (D.0005 – Hal ) b/d Hambatan upaya nafas
(kelemahan otot pernapasan) d/d nafas cuping hidung, retraksi dinding dada
3. Intoleransi Aktivitas (D.0056 – Hal 128) b/d ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen d/d aritmia, SpO2 81%

Perencanaan
No SDKI SLKI SIKI

1. Perfusi Perifer Tidak Setelah diberikan asuhan Perawatan Sirkulasi


Efektif (D.0009 – Hal keperawatan 3 x 24 jam,
O:
) diharapkan inspirasi dan
ekspirasi memberikan Periksa sirkulasi perifer

ventilasi adekuat dengan (nadi, pengisian kapiler,

indikator: warna dan suhu)

21
1. Pola napas kembali N:
normal
 Lakukan hidrasi dengan
Dengan kriteria hasil:
diberikan KAEN MG3 25
Denyut Nadi
Perifer tetes/jam menggunakan infus
Menurun 1 pump
Cukup 2
E:
Menurun
Sedang 3
Cukup 4  Anjurkan minum obat
Meningkat pengontrol tekanan darah
Meningkat 5
proponolol
Warna kulit
pucat
Meningkat 1 Pemantauan Tanda Vital
Cukup 2
Meningkat O:
Sedang 3
Cukup 4  Monitor tekanan darah, nadi,
Menurun
pernafasan dan suhu
Menurun 5
 Monitor oksimetri nadi
Pengisian N:
kapiler
Memburuk 1  Dokumentasikan hasil
Cukup 2
pemantaian
Memburuk
Sedang 3 E:
Cukup 4
Membaik  Informasikan hasil
Membaik 5
oemantauan

Tekanan
darah Terapi Oksigen
sistolik dan
diastolik O:
Memburuk 1
Cukup 2  Monitor tanda-tanda
Memburuk
Sedang 3 hipoventilasi

22
Cukup 4 N:
Membaik
Membaik 5  Pertahankan kepatenan jalan
nafas
C:

 Kolaborasikan penentuan
dosis oksigen

2. Pola Nafas Tidak Setelah diberikan asuhan Manajemen jalan napas:


Efektif (D.0005 – keperawatan 3 x 24 jam, O:
Hal ) diharapkan inspirasi dan  Monitor pola napas
ekspirasi memberikan (frekuensi, kedalaman, usaha
ventilasi adekuat dengan napas)
indikator:  Monitor bunyi napas
tambahan (misalnya
2. Pola napas kembali
gurgling, mengi, wheezing,
normal
ronkhi kering)
Dengan kriteria hasil:
.
Ventilasi
semenit N:
Menurun 1
 Posisikan semi-fowler
Cukup 2
Menurun atau fowler
Sedang 3
 Berikan oksigen
Cukup 4
Meningkat
Meningkat 5 Pemantauan respirasi:
Kapasitas O:
vital  Monitor frekuensi,
Menurun 1
Cukup 2 irama, kedalaman, dan upaya
Menurun nafas
Sedang 3
Cukup 4  Asukultasi bunyi napas
Meningkat  Monitor saturasi
Meningkat 5
oksigen

23
Tekanan N:
ekspirasi
 Atur interval
Menurun 1
Cukup 2 pemantauan respirasi sesuai
Menurun
kondisi pasien
Sedang 3
Cukup 4  Dokumentasikan hasil
Meningkat
pemantauan
Meningkat 5
E:
Tekanan  Jelaskan tujuan dan
inspirasi
Menurun 1 prosedur pemantauan
Cukup 2  Informasikan hasil
Menurun
Sedang 3 pemantauan jika perlu
Cukup 4
Meningkat
Meningkat 5

Pengunaan
otot bantu
napas
Meningkat 1
Cukup 2
meningkat
Sedang 3
Cukup 4
Menurun
Menurun 5

Pernapasan
cuping
hidung
Meningkat 1
Cukup 2
meningkat
Sedang 3
Cukup 4
Menurun
Menurun 5

24
3. Intoleransi Aktivitas Setelah diberikan asuhan Pemantauan Tanda Vital:
(D.0056 – Hal 128) keperawatan 3 x 24 jam, O:
diharapkan klien mudah  Monitor tekanan darah,
melakukan aktivitas dengan nadi, pernapasan.
indikator: N:
 Atur interval
1. Curah jantung membaik
pemantauan sesuai kondisi
2. Toleransi aktivitas
pasien
Dengan kriteria hasil:
 Dokumentasikan hasil
Kekuatan
pemantauan
nadi
perifer E:
Menurun 1
 Jelaskan tujuan dan
Cukup 2
Menurun prosedur pemantauan
Sedang 3
 Informasikan hasil
Cukup 4
Meningkat pemantauan, jika perlu
Meningkat 5

Takikardia Manajemen Aritmia:


Meningkat 1 O:
Cukup 2
Meningkat  Monitor frekuensi dan
Sedang 3 durasi aritmia
Cukup 4
Menurun  Monitor saturasi
Menurun 5 oksigen
N:
Lelah
Meningkat 1  Pasang jalan napas
Cukup 2
buatan, jika perlu
Meningkat
Sedang 3  Pasang akses intravena
Cukup 4
C:
Menurun
Menurun 5  Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
Saturasi
oksigen
Menurun 1

25
Cukup 2 Rehabilitasi Jantung:
Menurun
O:
Sedang 3
Cukup 4  Monitor tingkat
Meningkat
toleransi aktivitas
Meningkat 5
N:
Tekanan  Fasilitasi pasien
darah
Memburuk 1 menjalani latihan fase 1-4
Cukup 2 E:
Memburuk
Sedang 3  Jelaskan rangkaian
Cukup 4 fase-fase rehabilitasi jantung
Membaik
Membaik 5  Anjurkan menjalani
latihan sesuai toleransi
Frekuensi
napas
Memburuk 1 Manajemen Energi:
Cukup 2
O:
Memburuk
Sedang 3  Identifikasi gangguan
Cukup 4
fungsi tubuh yang
Membaik
Membaik 5 mengakibatkan kelelahan
N:
 Berikan aktivitas
distraksi yang menenangkan
E:
 Anjurkan tirah baring
C:
 Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

26
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan struktural atau
susunan jantung dan pembuluh darah besar intratoraks, yang berpotensi atau
secara nyata memberikan pengaruh fungsional yang signifikan, mungkin
sudah terdapat sejak lahir. Di Indonesia, angka kejadian 8 tiap 1000 kelahiran
hidup. Secara garis besar PJB dibagi atas dua kelompok, yaitu sianotik dan
asianotik. Pada PJB sianotik terjadi sianosis sentral oleh karena aliran darah
paru berkurang akibat obstruksi aliran keluar ventrikel kanan sehingga terjadi
pirau kanan ke kiri.
Tetralogi Of Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
paling banyak ditemukan, yakni lebih kurang 10% dari seluruh kejadian
penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan tersebut memiliki 4
komponen, yaitu defek septum ventrikel, over-riding aorta, stenosis
pulmonal, serta hipertrofi ventrikel kanan. terdapat beberapa faktor yang
dapat meningkatkan terjadinya Tetralogy of Fallot. Menurut Agrawala
(2017), dapat diketahui bahwa terdapat faktor penyebab penyakit jantung
bawaan Diduga karena adanya faktor endogen seperti berbagai jenis penyakit
genetik: kelainan kromosom, anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit
jantung bawaan dan adanya penyakit tertentu dalam keluarga, seperti diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit jantung atau kelainan bawaan serta eksogen
seperti riwayat kehamilan ibu, sebelumnya ikut program kb oral atau suntik,
minum obat-obatan tanpa resep dokter, ibu menderita penyakit infeksi rubella
dan pajanan terhadap sinar X.
Saat kita melakukan auskultasi pada pasien TOF tanda yang dapat kita
temukan adalah adanya ejeksi murmur yang terdengar di batas sternum kiri
akibat darah yang melewati katup pulmonal yang mengalami stenosis. Ciri
yang unik dari pasien TOF yang dapat kita temukan adalah adanya tet spell.
Tet spell ini merupakan hasil dari spasme infundibular pulmonal yang

27
diakibatkan stimulasi dari cathecolamine simpatik endogen, yang
mengakibatkan tingginya shunting kanan ke kiri. Tet spell ini biasa terjadi
pada anak-anak dan bisa mengakibatkan sinkop. Pada remaja mereka
disarankan untuk melakukan squat ketika tet spell ini
kambuh. Hal tersebut berkaitan dengan naiknya tekanan intraabdomen yang
akan membuat preload RV dan SVR naik sehingga berkurangnya shunting
kanan ke kiri.
3.2. Saran
Menentukan penilaian dalam proses asuhan keperawatan diperlukan
critical thingking sehingga menjamin bahwa intervensi yang dilakukan pada
anak penderita Tetralogi Of Fallot dengan benar dan sesuai kemanfaatannya.

28
Daftar Pustaka

Agarwala, B. (2017). Tetralogy of Fallot Agarwala. Open Access Journal of


Cardiology, 1(2), 000107.
Amelia, P. (2019). Tetralogy Fallot (TOF). Medan: Repositori Institusi
Universitas Sumatera Utara
Egbe, A. C., Bonnichsen, C., Reddy, Y. N., Anderson, J. H., & Borlaug, B. A.
(2019). Pathophysiologic and Prognostic Implications of Right Atrial
Hypertension in Adults With Tetralogy of Fallot. Journal of the
American Heart Association, 8(22), e014148.
Harahap, M. W., & Wahyudi. (2019). Penatalaksanaan Anestesi pada Pasien
Labiognatopalatoschizis dengan Tetralofy of Fallot. Green Medical
Journal: Jurnal Kedokteran, 1 No. 1, 10. doi:2686-6668

Kusumaningtyas, Aprilia dan Lidyawati. (2017). Asuhan Keperawatan


Tetralogy of Fallot. Jember: Universitas Jember.

Ontoseno, T. S. (2014). Buku Ajar Kardiologi Anak Penyakit Jantung Bawaan


Sianosis. Surabaya: Airlangga University Press.
Perdhana, F., & Adriane, P. (2018). Penanganan Perioperatif Pasien
Dengan TOF dan Kardiomiopati Dilatatif Disertai Multiple
Thrombus di Semua Ruang Jantung. JAI (Jurnal Anestesiologi
Indonesia), 9(1), 10-18.

Pitra, D. A. H., & Susanti, L. (2019). Ischemic Stroke In infant With


Tetralogy of Fallot. Health & Medical Journal, 1(1), 64-70.
Putri, D. A., & Winarti, Y. (2016). Asuhan Keperawatan pada Anak S yang
Mengalami Tetralogy of Fallot di Ruang Melati Rumah Sakit Umum
Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

29

Anda mungkin juga menyukai