Peran :
1. Painem : Rika
2. Juminten : April
3. Surti : Senda
4. Mak Surti : Syifa
5. Kunto : Fauzi
6. Paainah : Evi
7. Halusinasi : Iqbal
8. Satpam : Sesanti
Tempat :
1. Taman
2. Ruangan
A. Justice
Pada suatu hari di Rumah Sakit Jiwa Grashia tepatnya di Ruang Sukawaras terdapat seorang
pasien bernama Painem berumur 54 tahun akan dirawat dengan diagosa gangguan persepsi
sensori: halusinasi (pendengaran). Beberapa menit kemudian, seorang perawat bernama
Perawat Juminten menghampiri pasien tersebut yang tampak gelisah, sendiri, dan histeris.
Perawat Juminten, pun langsung melakukan Bina Hubungan Saling Percaya kepada Pasien
dan melakukan SP 1 dimana salah satunya membantu pasien mengenal halusinasi,
menjelaskan cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
menghardik halusinasi.
SP1 Pasien: Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi.
Perawat : “Selamat pagi, Ibu. Saya Perawat dari UMY yang akan merawat anda.
Perkenalkan nama saya Juminten, senang dipanggil Perawat Minten. Nama anda siapa?
Senang di panggil apa?”
Perawat : “Baiklah Jeng Inem. Bagaimana perasaannya hari ini? Apa ada keluhannya
hari ini?”
Pasien : “Saya takut mbak. Dari tadi ada orang yang terus membisik-bisikan saya. Dia
menyuruh saya bunuh diri. Saya takut mbak”
Pasien : “Saya tidak tau mbak, tapi suara-suara itu terus saja datang!”
Perawat : “Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini Jeng Inem dengar, tetapi tidak tampak wujudnya?”
Pasien : “Tolong mbak, suara itu datang lagi Pak. Ayo mbak tolong saya!”
Perawat : “Baiklah bu, apakah Jeng Inem mendengar suara tanpa ada wujudnya?”
Pasien : “Iya, mbak! Dari tadi suara itu terus mengganggu saya! Tolong saya mbak!”
Perawat : “Kalau boleh tau Jeng, apa yang dikatakan suara itu?”
Pasien : “Mati Kamu, Mati! Begitu mbak yang saya dengar. Saya jadi takut mbak.
Tolong saya!”
Perawat : “Jeng Inem? Apakah suara itu terus-menerus terdengar atau sewaktuwaktu?”
Pasien : “Suara itu sering datang mengganggu saya mbak. Saya jadi takut. Mati
Kamu, Mati! Begitulah yang saya dengar mbak!”
Pasien : “Suara itu sering datang ketika saya lagi sendiri mbak”
Perawat : “Biasanya berapa kali sehari Jeng Inem mendengar suara-suara itu?”
Perawat : “Lebih dari lima kali sehari ya? Kalau begitu, pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
Pasien : “Iya mbak. Suara-suara itu datang pas saya lagi sendiri mbak, pas lagi sepi-
sepinya suara itu juga pasti datang!”
Perawat : “Apa yang Jeng Inem rasakan pada saat mendengar suara itu?”
Perawat : “Apa yang Jeng Inem lakukan saat mendengar suara itu?”
Pasien : “Saya teriak mbak. “Tidak! Tidak! Saya Tidak Mau Mati!” Begitu saya
bilang mbak”
Pasien : “Tidak mbak, suara-suara itu tetap saja saya dengar. Tolong saya mbak apa
yang harus saya lakukan, suara-suara itu terus saja datang!”
Perawat : “Baiklah jeng, Jeng Inem harus tenang sekarang ya! Bagaimana kalau kita
belajar cara-cara untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
Perawat : “Begini Jeng Inem, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang keempat minum obat
dengan teratur.”
Perawat : “Iya bu. Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan
menghardik. Caranya adalah saat suara-suara itu muncul, langsung Jeng Inem, bilang, “Pergi!
Saya tidak mau dengar! Saya tidak mau dengar, kamu suara palsu!” sambil menutup kedua
telinganya, begitu diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Jeng Inem
peragakan!”
Pasien : “(sambil menutup kedua telinganya) “Pergi! Saya tidak mau dengar! Saya
tidak mau dengar, kamu suara palsu!” Begitu ya mbak?”
Perawat : “Iya Jeng Inem. Nah begitu… bagus! Coba lagi Jeng Inem!”
Pasien : “(sambil menutup kedua telinganya) “Pergi! Saya tidak mau dengar! Saya
tidak mau dengar, kamu suara palsu!”
Perawat : “Nah, Jeng Inem, bagaimana perasaan Jeng Inem setelah memeragakan
latihan tadi?”
Pasien : “Saya sudah lega. Dan saya sudah tidak takut lagi mbak”
Perawat : “Baguslah kalau begitu Jeng Inem, nanti kalau suara-suara itu muncul lagi,
silahkan coba cara tersebut ya Jeng Inem!
Perawat : “Bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya? Apakah Jeng Inem mau”
Perawat : “Baiklah Jeng Inem, maunya jam berapa saja latihannya bu?
Pasien : “Mmmm, jam 9 pagi, jam 3 sore sama jam 7 malam saja!”
Perawat : “Jam 9 pagi, jam 3 sore sama jam 7 malam pagi ya Jeng Inem?
(Memasukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian Jeng
Inem)”
Perawat : “Kalau begitu bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang ke dua?”
Perawat : “Baiklah Jeng Inem, kalau begitu saya permisi dulu. Sampai jumpa!”
Pasien : “Dadah!”
Setelah Perawat Juminten selesai melakukan SP1 Pasien, Perawat Juminten pun mengontrak
waktu dua jam kemudian untuk mengevaluasi apa yang telah dijelaskan pada pasien dan
sekaligus melakukan SP2 Pasien yaitu melatih pasien mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap bersama orang lain.
B. Nonmalefefisience dan Veracity
Surti : Kenapa aku dibawa kesini mak? (Sembari membaca tulisan bertuliskan RSJ)
Rumah Sakit Jiwa , Aku kan nggak gendeng mak?
Mak Surti : Mak cuma pengen kamu ketemu dokter karo perawat sebentar
Painah : Perkenalkan, nama saya perawat Painah, Nama mbak siapa? (Mengulurkan
tangan dengan memberi senyum)
Painah : Ada apa di rumah?? Apa yang membuat Mbak Surti marah dan sering
memukul orang?
Surti : Lha aku kan cuma membela diri, (menoleh pada keluarga) sudah aku mau
pulang mak, aku ndak mau disini. (Berusaha berlalu)
Surti : Muleh!!!! (dengan nada tinggi dan melotot, sambil memukul ibunya)
Melihat itu perawat pun mulai menyiapkan alat restrain
Tahap Orientasi
Painah : Ibu (pada keluarga) saya akan melakukan pengamanan kepada mbak Surti,
dengan cara menggunakan baju ini, tangan mbak Surti akan terikat kebelakang agar mbak
Surti tidak memukul orang lagi. Ketika nanti mas sudah tidak memukul orang lagi maka akan
saya lepas. Cara ini tidak menyakitkan dan aman.
Perawat pun mulai memegangi pasien, agar pasien tidak kabur. Sesegera satpampun datang
untuk memberikan bantuan.
Kunto : Ibu, perawat A tadi sudah menjelaskan tindakan yang akan kami lakukan
untuk mengamankan mas paijo, bila ibu setuju tindakan itu dilakukan silahkan ibu tanda
tangan di lembar Inform Consent ini
Mak Surti : Iya saya setuju saja yang penting anak saya sembuh
Kunto : Baik ibu, kalau begitu kami akan melakukan tindakan restrain untuk anak ibu
Pasien meraung – raung agresif sambil berkata “Aku nggak gila, kalian semua yang gila”,
satpam dan para perawat pun melakukan tahap kerja dalam pemasangan restrain setelah
mendapat persetujuan keluarga.
Setelah tindakan restrain dilakukan pasien mulai tenang dan perawat mulai menyimpulkan
kegiatan
Tahap Terminasi
Painah : Mbak Surti & ibu, ini merupakan metode restrain, ini metode kami sebagai
tenaga kesehatan untuk menenangkan mbak Surti tidak memukul orang lagi. Jadi mbak Surti
terutama ibu tidak perlu khawatir.
Kunto : Nanti restrain ini akan dilepas, apabila mas paijo tidak memukul orang lagi.
(Berbicara dengan Surti)
Painah : Bu, sejenak saya akan mengajak ibu untuk melengkapi data – data mas paijo
yang belum tuntas tadi.
Mak Surti : Terima kasih, sudah membantu saya menangani anak saya, nanti kalau anak
saya mulai dirawat disini, saya titip
Kunto : Iya bu, karena itu memang tugas kami, terima kasih juga atas kepercayaan
ibu pada kami.
Selanjutnya perawat mulai melakukan tindakan dokumentasi mencacat tindakan yang telah
dilakukan pasien dan mencatat respon pasien.