Oleh:
A Z Z A H R A (183110206)
Dosen Pembimbing :
A. PENGERTIAN
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 2006).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup
jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta, edisi 3,
2007)
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau
kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau
lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul
subkutan dan Eritema marginatum.
B. ETIOLOGI
Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat
berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh
streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatannya tidak tuntas atau bahkan tidak
terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi
imunologis antigen-antibody dari tubuh. Antibody yang melawan streptococcus bersifat
sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
RHD yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B
spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada
reumatik fever.
3. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang
buruk, rumah dengan penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga
pemahaman untuk segera mencari pengobatan anak yang menderita infeksi
tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang rendah sehingga biaya
perawatan kesehatan kurang.
4. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens
infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam
reumatik juga meningkat.
C. KLASIFIKASI
1. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus
Hemolyticus Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah,
Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai eksudat
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi
streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini
berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan
berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat
ini timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas
tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit
disekitar sendi, Sakit perut
4. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup
tidak menunjukkan gejala apa-apa.
D. PATOFISIOLOGI
Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik biasanya didahului oleh radang
saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-hemolitikus
golongan A, sehingga bakteri termasuk dianggap sebagai penyebab demam reumatik
akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik,
diikuti fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul
gejala-gejala demam reumatik akut.
Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung antara
infeksi streptokokus dengan gejala demam reumatik akut.
Produk streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel tenggorok dan
merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa antigen streptokokus,
khususnya Streptolisin O dapat mangadakan reaksi-antibodi antara zat anti terhadap
streptokokus dan jaringan tubuh.
Pada demam reumatik dapat terjadi keradangan berupa reaksi eksudatif
maupun proliferatif dengan manifestasi artritis, karditis, nodul subkutan eritema
marginatum dan khorea.
Kelainan pada jantung dapat berupa endokarditis, miokarditis, dan perikarditis
E. WOC
F. MANIESFESTASI KLINIS
a. Kriteria mayor:
1. Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah – pindah, radang sendi –
sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (Poliartitis migran).
2. Karditis
3. Eritema Marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
4. Nodul Subkutan
Terletak pada permukaan ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian
kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
5. Khorea Syndendham
b. Kriteria minor:
1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik atau penyakit jantung
reumatik
2. Artraliga atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi;
pasien kadang – kadang sulit menggerakkan tungkainya
3. Demam tidak lebih dari 390 C
4. Leukositosis
5. Peningkatan laju endap darah (LED)
6. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur
7. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
G. KOMPLIKASI
1. Gagal jantung
2. Fibrilasi Atrium
3. Infeksi katup
H. PERUBAHAN SISTEM HAEMODINAMIK
I. PENATALAKSANAAN
- Karditis ( - )
- Artritis ( + ) 2 2
- Karditis ( + )
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta unit
IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau
penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin
2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3
atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat
badan < 30 kg atau 1 g untuk yang lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih
pada minggu-minggu pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat
dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung dan
rekurensi.
3. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah
kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan
intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup
diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100
mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian
dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih
adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis
maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison
oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3
hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6
minggu sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek rebound atau
infeksi streptokokus baru.
B. ETIOLOGI
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna, yaitu:
1. Faktor eksterna (dari luar jantung); hipertensi renal, hipertiroid, dan anemia kronis/
berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect
(ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral.
b. Disritmia: atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block.
c. Kerusakan miokard: kardiomiopati, miokarditis, dan infark
miokard.
d. Infeksi: endokarditis bacterial sub-akut
C. KLASIFIKASI
o kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
o kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
o kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan.
o kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring.
D. PATOFISIOLOGI
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah
jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi,
yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum
Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel
yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,
maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir
diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan
sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penatalaksanaan Medis
Terapi Lain: