Anda di halaman 1dari 18

STUDI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN REMATIK JANTUNG

Dalam memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah


yang di bimbing oleh Bapak Tri Sunaryo, S.Kp, Ns., M.Kep

Oleh :

Kelompok 13
Agustinna Laili Rachmawati
Brian Brammad Priambodo
Rizky Nur Evinda

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang membahayakan
dari demam reumatik.Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi
kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik.
Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan penyakit yang dimulai
dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe
A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa menyebabkan demam reumatik.
Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi
kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang
selaput jantung), bahkan kematian.Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik, pada
pasien bisa terjadi stenosis katup (gangguan katup), pembesaran atrium (ruang jantung),
aritmia (gangguan irama jantung) dan gangguan fungsi ventrikel (ruang jantung).Penyakit
jantug reumatik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan penggantian katup pada
orang dewasa di Amerika Serikat.
RHD (Rheumatic Heart Desease) terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000
kasus baru demam rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak
usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab,
lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara dinegara
maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan
upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia tahun
1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah penderita yang
dirawat. Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan penyebab
kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah penyakit jantung rematik itu?
2. Bagaimana etiologi penyakit jantung rematik?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit jantung rematik?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit jantung rematik?
5. Apa saja manifestasi klinis pada penyakit jantung rematik?
6. Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan pada penyakit jantung rematik?
7. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit jantung
rematik?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit jantung rematik
2. Untuk mengetahu bagaimana etiologi dari jantung rematik
3. Untuk mengetahui klasifikasi jantung rematik
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi jantung rematik
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis yang timbul pada jantung rematik
6. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosa jantung rematik

b. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan jantung rematik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Penyakit Jantung Rematik


Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart
Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan
penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme
streptococcus hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 2006).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada
katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta,
edisi 3, 2007).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik
yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup
A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor
yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema
marginatum.

2.2 Etiologi Penyakit Jantung Rematik


Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat
berhubungan erat dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh
streptococcus hemolitik-b grup A yang pengobatannya tidak tuntas atau bahkan tidak
terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis
antigen-antibody dari tubuh. Antibody yang melawan streptococcus bersifat sebagai
antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD
yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi
monoklonal dengan status reumatikus.
2. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
3.  Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah
dengan penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera
mencari pengobatan anak yang menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah
pendapatan yang rendah sehingga biaya perawatan kesehatan kurang.
4. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran
nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

2.3 Klasifikasi Jantung Rematik


Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantun reumatik dapat dibagi
dalam 4 stadium menurut Ngastiyah, 1995:99 adalah:
1.    Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus
Grup A. Keluhan : Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan
pada tonsil yang disertai eksudat
2.    Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu,kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
3.    Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini
timbulnya berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung
reumatik.Manifestasi klinis tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum
dan menifesrasi spesifik demam reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas
tersinggung, Berat badan menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit
disekitar sendi, Sakit perut
4.    Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak
menunjukkan gejala apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup
jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.Pada fase ini baik
penderita demam reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat
mengalami reaktivasi penyakitnya.

2.4 Patofisiologi Jantung Rematik


Demam reumatik dan penyakit jantung reumatik biasanya didahului oleh radang
saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-hemolitikus
golongan A, sehingga bakteri termasuk dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut.
Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti
fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala
demam reumatik akut.
Hingga sekarang masih belum diketahui dengan pasti hubungan langsung antara
infeksi streptokokus dengan gejala demam reumatik akut.
Produk streptokokus yang antigenik secara difusi keluar dari sel-sel tenggorok dan
merangsang jaringan limfoid untuk membentuk zat anti. Beberapa antigen streptokokus,
khususnya Streptolisin O dapat mangadakan reaksi-antibodi antara zat anti terhadap
streptokokus dan jaringan tubuh.
Pada demam reumatik dapat terjadi keradangan berupa reaksi eksudatif maupun
proliferatif dengan manifestasi artritis, karditis, nodul subkutan eritema marginatum dan
khorea.
Kelainan pada jantung dapat berupa endokarditis, miokarditis, dan perikarditis.
2.5 Manifestasi Klinis
Untuk menegakkan diagnose demam dapat digunakan criteria Jones yaitu:
a.    Kriteria mayor:
1. Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah – pindah, radang sendi –
sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (Poliartitis migran).
2. Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis)
3. Eritema Marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
4. Nodul Subkutan
Terletak pada permukaan ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian
kaki; tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan.
5. Khorea Syndendham
Gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal, sebagai manifestasi peradangan
pada sistem saraf pusat.
b.      Kriteria minor:
1. Mempunyai riwayat menderita demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
2. Artraliga atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang-
kadang sulit menggerakkan tungkainya
3. Demam tidak lebih dari 390 C
4. Leukositosis
5. Peningkatan laju endap darah (LED)
6. Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur
7. Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju
endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin.
2. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
3. Hapusan tenggorokan
Ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A

2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Penyakit Jantung Rematik yaitu:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
Kelompok Tirah baring Mobilisasi bertahap
Klinis (minggu) (minggu)
- Karditis (  -  )
- Artritis    ( + ) 2 2
- Karditis     ( + )
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis (  +  )
- Kardiomegali(+) 6 6
-   karditis ( +  )
-   Gagal jantung (+ ) >6 > 12

2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2


juta unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan <
30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin,
diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis
diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin,
diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang
lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama,
jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan. Diberikan
sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung dan rekurensi.
3.  Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah
kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat
menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan
arthralgia saja cukup diberikan analgesik. Pada artritis sedang atau berat tanpa
karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg BB/hari dengan
maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian dilanjutkan 75
mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali.
Obat terpilih adalah prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3
dosis dan dosis maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV
10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala pengobatan
prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai
dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison
dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus
baru.
BAB III
STUDI KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus:
Anak F, 11 tahun  dibawa ibunya berobat ke puskesmas dengan keluhan sakit
tenggorokan sejak 2 minggu yang lalu dan demam disertai sesak nafas. Sesak bertambah
bila melakukan aktivitas. Anak F sering  demam dan mengeluh nyeri sendi berpindah-
pindah. Pada pada pengkajian didapatkan takipne, takikardi, suhu 39◦c, JVP 5+2 cm H2O,
bising jantung grade 3. Pada ekstremitas terdapat nodul subkutan dan eritema marginatum.
Dokter merujuk ke RSHH  dan orang tuanya gelisah menanyakan penyakitnya. Pasien 
direncanakan pemeriksaan EKG, rontgen dan lab : leukosit, LED, CRP dan ASTO.

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Timbul pada umur 5-15 th, wanita dan pria = 1 : 1
Sering ditemukan pada lebih dari satu anggota keluarga yang terkena, lingkungan
sosial juga ikut berpengaruh.
2. Keluhan utama: Sakit persendian dan demam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Demam, sakit persendian, karditis, nodus noktan timbul minggu, minggu pertama,
timbul gerakan yang tiba-tiba.
4. Riwayat penyakit dahulu: Fonsilitis, faringitis, autitis media.
5. Riwayat penyakit keluarga: Ada keluarga yang menderita penyakit jantung
6. ADL
a. Aktivitas/istrahat
Gejala: Kelelahan, kelemahan.
Tanda: Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh
pingsan.
Tanda: Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub,
murmur, edema, petekie, hemoragi splinter.
c. Eliminasi
Gejala: Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda: Urine pekat gelap.
d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan
menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda: Perilaku distraksi, mis: gelisah.
e. Pernapasan
Gejala: dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak
dan berbercak darah (edema pulmonal).
f. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda : Demam.

7. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum lemah
Suhu : 38 – 390
Nadi cepat dan lemah
BB: turun
TD: sistol, diastole
b. Pemeriksaan fisik
Kepala dan leher meliputi keadaan kepala, rambut, mata.
Nada perkusi redup, suara nafas, ruang interiostae dari nosostae takipnos serta
takhikardi
Abdomen pembesaran hati, mual, muntah.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah
Astopiter
LED
Hb
Leukosit
Pemeriksaan EKG
Pemeriksaan hapus tenggorokan.
B. Masalah Keperawatan
Analisa Data
No Symptom Problem Etiologi
1. DS : - Penurunan curah Gangguan pada
DO : jantung penutupan pada
-  takikardia katup mitral
-   Takipnea (stenosis katup)
-  bising jantung grade 3
-   Lab : Peningkatan Sel
Retikuloendotelial, sel plasma dan
limfosit(leukositosis),Peningkatan
laju endap darah ( LED ), C-
reaktif Protein ( CRP ) positif,
-   EKG: P-R interval memanjang
2. DS: -   Klien mengeluh sesak nafas Perfusi jaringan Penurunan
-   Klien mengeluh nyeri perifer tidak metabolisme
DO: efektif terutama perifer
-   JVP (Jugular Venous akibat
Pressure) 5+2 cm H2O vasokonstriksi
-   Takipnea pembuluh darah
-   Eritema Marginatum
3. DS: Klien mengeluh nyeri sendi Nyeri akut Peradangan
berpindah-pindah pada membran
DO:-   Polyarthritis (Nyeri sendi sinovial
berpindah-pindah)
-   Takipnea
-   Takikardi
4. DS: Klien mengeluh nyeri sendi Hipertermia Peradangan
berpindah-pindah pada membran
DO: sinovial dan
-   Suhu 39◦c peradangan
-   Polyarthritis (Nyeri sendi katup jantung
berpindah-pindah)
-   Takikardi
-   Lab : Peningkatan Sel
Retikuloendotelial, sel plasma dan
limfosit(leukositosis),Peningkatan
laju endap darah ( LED ), C-
reaktif Protein ( CRP ) positif,
-   EKG: P-R interval memanjang

C. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul


1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral
(stenosis katup)
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme
terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran synovial
4. Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan
peradangan katup jantung

D. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral (stenosis
katup)
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat  diminimalkan.
Kriteria hasil:
Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas
normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut
serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
No Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD Memonitor adanya perubahan sirkulasi
secara teratur setiap 4 jam jantung sedini mungkin dan terjadinya
takikardia-disritmia sebagai kompensasi
meningkatkan curah jantung
2. Kaji perubahan warna kulit Pucat menunjukkan adanya penurunan perfusi
terhadap sianosis dan pucat. perifer terhadap tidak adekuatnya curah
jantung. Sianosis terjadi sebagai akibat
adanya obstruksi aliran darah pada ventrikel.
3. Batasi aktifitas secara adekuat. Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan komsumsi O2 dan kerja
berlebihan.
4. Berikan kondisi psikologis Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang
lingkungan yang tenang. meningkatkan TD dan meningkatkan kerja
jantung.
5. Kolaborasi untuk pemberian Meningkatkan sediaan oksigen untuk fungsi
oksigen miokard dan mencegah hipoksia.
6. Kolaborasi untuk pemberian Diberikan untuk meningkatkan kontraktilitas
digitalis miokard dan menurunkan beban kerja
jantung.

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism


terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil :
Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :

No Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba Perfusi serebral secara langsung sehubungan
atau gangguan mental dengan curah jantung dan juga dipengaruhi
kontinyu, contoh: cemas, oleh elektrolit atau variasi asam basa,
bingung, letargi, pingsan. hipoksia, atau emboli sistemik.

2. Lihat pucat, sianosis, belang, Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh


kulit dingin atau lembab. Catat penurunan curah jantung mungkin dibuktikan
kekuatan nadi perifer. oleh penurunan perfusi kulit dan penurunan
nadi.
3. Kaji tanda edema. Indikator trombosis vena dalam.

4. Pantau pernapasan, catat kerja Pompa jantung gagal dapat mencetuskan


pernapasan. distress pernapasan. Namun dispnea tiba-tiba
atau berlanjut menunjukkkan komplikasi
tromboemboli paru.
5. Pantau data laboratorium, Indikator  perfusi atau fungsi organ
contoh: GDA, BUN, creatinin,
dan elektrolit.

3. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil :
Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri,
tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
No Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan Memberikan informasi sebagai dasar dan
intensitas ( skala 1-10 ) pengawasan intervensi
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, Mengetahui keadaan umum dan memberikan
Nadi, RR , suhu) informasi sebagai dasar dan pengawasan
intervensi
3. Pertahankan posisi daerah Menurunkan spasme/ tegangan sendi dan
sendi yang nyeri dan beri jaringan sekitar
posisi yang nyaman
4. Kompres dengan air hangat Menghambat kerja reseptor nyeri
jika diindikasikan
5. Ajarkan teknik relaksasi Membantu menurunkan spasme sendi-sendi,
progresif (napas dalam, Guid meningkatkan rasa kontrol dan mampu
imageri, visualisasi) mengalihkan nyeri.
6. Kolaborasi untuk pemberian Menghilangkan nyeri
analgetik
4. Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan
katup jantung.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil :
Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-
11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada
hapusan tenggorokan.
Intervensi dan rasional :
No Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh klien dan ukur Mengetahui data dasar terhadap perencanaan
tanda-tanda vital lain seperti tindakan yang tepat
nadi, TD dan respirasi
2. Berikan klien kompres hangat Membantu meberikan evek vasodilatasi
pada lipatan tubuh dan terdapat pembuluh darah sehungga pengeluaran panas
banyak pembuluh darah besar terjadi  secara evaporasi
seperti aksilla, perut
3. Anjurkan klien untuk minum 2 Peningkatan suhu juga dapat meyebabkan
liter/hari jika memungkinkan kehilangan cairan akibat evaporasi
4. Anjurkan klien untuk tirah Mencegah terjadinya peningkatan reaksi
baring      (bed rest) peradangan dan hipermetabolisme.
5. Kolaborasi untuk pemberian Mengurangi proses peradangan sehingga
antipiretik dan antiradang peningkatan suhu tidak terjadi serta
seperti salisilat/ prednison serta streptococus hemolitikus b grup A akan
pemberian Benzatin penicillin mampu dimatikan
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
1. Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai
jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh
darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A.
2. Infeksi tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti
fase laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-
gejala demam reumatik akut.
3. Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih adanya
infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari Tim
Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat
antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang
allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin
atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah
Cortisone and Aspirin.
4. Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis akan
terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal
jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi
tinggi yang mengandung cukup vitamin.

4.2 SARAN
Seseorang yag terinfeksi kuman streptococcus hemoliticus dan mengalami demam
reumatik, harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotika, hal ini untuk
menghindari kemungkinanserangan kedua kalinya bahkan menyebabkan penyakit jantung
reumatik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.Ngastiyah (2007),


Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC ,Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3. EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius.
Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6
Vol 1. EGC. Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta.

Suriadi, SKep, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto. Tim
Penyusun. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

Anda mungkin juga menyukai