Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT JANTUNG REUMATIK (PJR)/

Rheumatic Heart Disease (RHD)

Disusun oleh :
Kelompok 2:
1. Dita Wati P (920173143)
2. Feronika Parastuti (920173065)
3. Frieska Pusparini (920173066)
4. Khoirunnisa’ (920173074)
5. Harun Bagus P (920173068)
6. Nilta Fitria (920173081)
7. Rohmatul Aimah (920173080)
Makul : Keperawatan Anak II
Kelas : 3B / S1-Ilmu Keperawatan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS


Jl. GANESHA 01 PURWOSARI KUDUS
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiratNya. Yang telah melimpahkan rahmat hidayah
serta inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelasaikan makalah tentang
“Patofisiologi Peradangan pada Sistem Kardiovaskuler dan Asuhan Keperawatan Penyakit
Jantung Reumatik (PJR) / Rheumatic Heart Disease (RHD)”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempelancar dalam pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca. Karna kebenaran hanya milik Allah SWT dan yang salah, dosa,
khilaf hanya milik kami.

Kudus, 23 Oktober 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penyakit jantung reumatik (PJR) adalah salah satu komplikasi yang
membahayakan dari demam reumatik.Penyakit jantung reumatik adalah sebuah
kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari katup-katup jantung yang disebabkan
oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak karena proses perjalanan
penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh bakteri
Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang
bisa menyebabkan demam reumatik.
Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi
kelainan pada jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang
selaput jantung), bahkan kematian.Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik,
pada pasien bisa terjadi stenosis katup (gangguan katup), pembesaran atrium (ruang
jantung), aritmia (gangguan irama jantung) dan gangguan fungsi ventrikel (ruang
jantung).Penyakit jantug reumatik masih menjadi penyebab stenosis katup mitral dan
penggantian katup pada orang dewasa di Amerika Serikat.
RHD(Rheumatic Heart Desease) terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000
kasus baru demam rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok
anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab,
lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang memadai.Sementara dinegara
maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat perekonomian lebih baik dan
upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit di Indonesia
tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah
penderita yang dirawat. Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini
merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah penyakit jantung rematik itu?
2. Bagaimana etiologi penyakit jantung rematik?
3. Bagaimana patofisiologi penyakit jantung rematik?
4. Apa saja manifestasi klinis pada penyakit jantung rematik?
5. Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan pada penyakit jantung rematik?
6. Penatalaksanaan medis apa saja demam rematik aktif atau reaktivitas?
7. Bagaimana patofisiologi peradangan pada system kardiovaskuler?
8. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit jantung
rematik?

C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui apa itu penyakit jantung rematik
2. Untuk mengetahu bagaimana etiologi dari jantung rematik
3. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi jantung rematik
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis yang timbul pada jantung rematik
5. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk
menegakkan diagnosa jantung rematik
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis pada demam rematik aktif atau
reaktivitas
7. Untuk mengetahui patofisiologi peradangan pada system kardiovaskuler
8. Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit
jantung rematik
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan
pada katup jantung akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita
selekta, edisi 3, 2011)
Demam Reumatik / penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan
sistemik akut atau kronik yang merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta
Streptococcus Hemolyticus Grup A yang mekanisme perjalanannya belum diketahui,
dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis migrans akut, Karditis, Korea
minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatum.

B. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi
autoimun (kekebalan tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi
streptococcusβ hemolitikus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya
demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama maupun demam reumatik
serangan ulang.
            Faktor-faktor predisposisi terjadinya penyakit jantung rematik / Rheumatic
Heart Desease terdapat pada diri individu itu sendiri dan juga faktor lingkungan.
Faktor dari Individu diantaranya yaitu :
1. Faktor genetik
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam
rematik menunjukan hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan
antibodi monoklonal dengan status reumatikus.
2. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya
demam reumatik / penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering
mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak sekitar umur 8 tahun.
Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang
sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah.
Tetapi Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah
mereka yang berumur 2-6 tahun.

3. Keadaan gizi dan lain-lain


Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
4. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang
demam reumatik lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding
dengan orang kulit putih. Tetapi data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin
berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut
berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
5. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan
anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan
jenis kelamin, meskipun manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan
pada satu jenis kelamin.
6. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian
dinding sel streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam
katub mungkin ini mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada
reumatik fever.
Faktor-faktor dari lingkungan itu sendiri :
1. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Insidens demam reumatik di
negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum era antibiotik termasuk
dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan yang buruk,
rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian
untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan
yang rendah sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain.
Semua hal ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam
reumatik.
2. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi
saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga
meningkat.
3. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak
didapatkan didaerah yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini
menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai insidens yang tinggi, lebih
tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya agak tinggi agaknya
angka kejadian demam rematik lebih tinggi daripada didataran rendah.

C. PATOFISIOLOGI
Terjadinya jantung rematik disebabkan langsung oleh demam rematik, suatu
penyakit sistemik yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A. demam rematik
mempengaruhi semua persendian, menyebabkan poliartritis. Jantung merupakan
organ sasaran dan merupakan bagian yang kerusakannya paling serius.
Kerusakan jantung dan lesi sendi bukan akibat infeksi, artinya jaringan
tersebut tidak mengalami infeksi atau secara langsung dirusak oleh organism tersebut,
namun hal ini merupakan fenomena sensitivitas atau reaksi, yang terjadi sebagai
respon terhadap  streptokokus hemolitikus. Leukosit darah akan tertimbun pada
jaringan yang terkena dan membentuk nodul, yang kemudian akan diganti dengan
jaringan parut. Miokardium tentu saja terlibat dalam proses inflamasi ini; artinya,
berkembanglah miokarditis rematik, yang sementara melemahkan tenaga kontraksi
jantung. Demikian pula pericardium juga terlibat; artinya, juga terjadi pericarditis 
rematik selama perjalanan akut penyakit. Komplikasi miokardial dan pericardial
biasanya tanpa meninggalkan gejala sisa yang serius. Namun sebaliknya
endokarditis rematik mengakibatkan efek samping kecacatan permanen.
Endokarditis rematik secara anatomis dimanifestasikan dengan adanya
tumbuhan kecil yang transparan, yang menyerupai manik dengan ukuran sebesar
kepala jarum pentul, tersusun dalam deretan sepanjang tepi bilah katup. Manic-manik
kecil itu tidak tampak berbahaya dan dapat menghilang tanpa merusak bilah katup,
namun yang lebih sering mereka menimbulkan efek serius. Mereka menjadi awal
terjadinya suatu proses yang secara bertahap menebalkan bilah-bilah katup,
menyebabkan menjadi memendek dan menebal disbanding yang normal, sehingga
tidak dapat menutup dengan sempurna. Terjadilah kebocoran, suatu keadaan yang
disebut regurgitasi katup. Tempat yang palinh sering mengalami regurgitasi katup
adalah katup mitral.
Penyimpangan KDM
DEMAM REMATIK
streptococcus beta-hemolyticus grup A.

reaksi imonolgy ( anti body )

sarcolemma myocardial
                                                                    

                                          toxin                       myocard rusak


                                   stretolysin titer o           
                                                 

                Bersifat toxik


                      terhadap jaringan myocard
D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang terkena.
Katup mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal jantung kiri:
sesak napas dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya gejala tergantung pada
ukuran dan lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme yang
menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita infeksi sistemik,
maka harus dicurigai adanya infeksi endokarditis.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pasien demam rematik 80% mempunyai ASTO positif. Ukuran proses
inflamasi dapat dilakukan dengan pengukuran LED dan protein C-reaktif.

F. PENATALAKSANAAN
Tata laksana demam rematik aktif atau reaktivitas adalah sebagai berikut:
1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
2. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2
juta unit IM bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan <
30 kg, atau penisilin 2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin,
diberikan eritromisin 2x20 mg/kg BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis
diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali. Bila alergi penisilin,
diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk yang
lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-minggu
pertama, jika leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan.
Diberikan sampai 5-10 tahun pertama terutama bila ada kelainan jantung dan
rekurensi.
3. Antiinflamasi Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan
ditambah kortikosteroid jika ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi
dapat menyebabkan intoksikasi dengan gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien
dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik. Pada artritis sedang atau berat
tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100 mg/kg BB/hari
dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian
dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian. Kortikosteroid
diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah
prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis
maksimal 80 mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti
prednison oral. Sesudah 2-3 minggu secara berkala pengobatan prednison
dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara bersamaan, salisilat dimulai dengan 75
mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu sesudah prednison dihentikan.
Tujuannya untuk menghindari efek rebound atau infeksi streptokokus baru.

G. PATOFIOLOGI PERADANGAN PADA SISTEM KARDIOVASKULER


Aterosklerosis dimulai ketika kolestrol berlemak tertimbun di intima arteri
besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menganggu absorbsi nutrien
oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan
menyumbat aliran darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan
parut, selanjutnya lumen menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada
lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadi pembentukan
bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler,
diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan komplikasi tersering aterosklerosis.
Mekanisme yang mungkin, adalah pembentukan trombus pada permukaan
plak; konsolidasi trombus akibat efek fibrin; perdarahan ke dalam plak; dan
penimbunan lipid terus-menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris
lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri dan kapiler di sebelah
distal plak yang pecah.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PENYAKIT JANTUNG REUMATIK

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istrahat
Gejala :  Kelelahan, kelemahan.
Tanda :  Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala :  Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi,
jatuh pingsan.
Tanda :  Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction
rub, murmur,  edema, petekie, hemoragi splinter.
3. Eliminasi
Gejala      :  Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda       :  Urine pekat gelap.
4. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala      :  Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk,
gerakan menelan, berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda       :  Perilaku distraksi, mis: gelisah.
5. Pernapasan
Gejala      :  dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak
produktif).
Tanda       :  takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum
banyak dan berbercak darah (edema pulmonal).
6. Keamanan
Gejala      :  Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda       :  Demam.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
dan kebutuhan.
3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan dalam
preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi glomerulus.
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

C. INTERVENSI
NOC
NO DX.KEP (TUJUAN&KRITERIA NIC RASIONAL
HASIL)
1 Nyeri Setelah dilakukan 1. Selidiki 1. Perbedaan gejala
akut tindakan keperawatan, laporan nyeri perlu untuk
berhubun diharapkan nyeri dapat dada dan mengidentifikasi
gan teratasi dengan Kriteria bandingkan penyebab nyeri.
dengan Hasil (KH) : dengan Perilaku dan
proses a. Nyeri hilang atau episode perubahan tanda
inflamasi terkontrol sebelumnya. vital membantu
. Gunakan skala menentukan
nyeri (0-10) derajat/ adanya
untuk rentang ketidaknyamanan
intensitas. pasien khususnya
Catat ekspresi bila pasien
verbal/non menolak adanya
verbal nyeri, nyeri.
respons 2. Aktivitas yang
otomatis meningkatkan
terhadap nyeri kebutuhan oksigen
(berkeringat, miokardia
TD dan nadi (contoh; kerja
berubah, tiba-tiba, stress,
peningkatan makan banyak,
atau terpajan dingin)
penurunan dapat
frekuensi mencetuskan nyeri
pernapasan). dada.
2. Berikan 3. Mengarahkan
lingkungan kembali perhatian,
istirahat dan memberikan
batasi aktivitas distraksi dalam
sesuai tingkat aktivitas
kebutuhan. individu.
3. Berikan 4. Membantu pasien
aktivitas untuk istirahat
hiburan yang lebih efektif dan
tepat. memfokuskan
4. Dorong kembali perhatian
menggunakan sehingga
teknik menurunkan nyeri
relaksasi. dan
Berikan ketidaknyamanan.
aktivitas 5. Dapat
senggang. menghilangkan
5. Kolaborasi nyeri, menurunkan
pemberian respons inflamasi
obat dan meningkatkan
nonsteroid dan kenyamanan.
antipiretik
sesuai
indikasi.
2 Intoleran Setelah dilakukan 1. Kaji toleransi 1. Parameter
aktivitas tindakan keperawatan, pasien terhadap menunjukkan
berhubun diharapkan toleransi aktivitas respons fisiologis
gan aktivitas dapat teratasi menggunakan pasien terhadap
dengan dengan Kriteria Hasil parameter stres aktivitas dan
ketidakse (KH) : berikut: indikator derajat
imbanga a. Menunjukkan frekuensi nadi pengaruh
n antara peningkatan yang 20/menit diatas kelebihan
suplai dapat diukur dalam frekuensi kerja/jantung
oksigen toleransi aktivitas. istirahat; catat 2. Stabilitas
dan peningkatan fisiologis pada
kebutuha TD, dispnea istirahat penting
n. atau nyeri dada; untuk memajukan
kelelahan berat tingkat aktivitas
dan kelemahan; individual.
berkeringat; 3. Konsumsi
pusing; atau oksigen
pingsan. miokardia selama
2. Kaji kesiapan berbagai aktivitas
untuk dapat
meningkatkan meningkatkan
aktivitas contoh jumlah oksigen
penurunan yang ada.
kelemahan/kele Kemajuan
lahan, TD aktivitas bertahap
stabil/frekuensi mencegah
nadi, peningkatan tiba-
peningkatan tiba pada kerja
perhatian pada jantung.
aktivitas dan 4. Teknik
perawatan diri. penghematan
3. Dorong energi
memajukan menurunkan
aktivitas / penggunaan
toleransi energi sehingga
perawatan diri. membantu
4. Berikan keseimbangan
bantuan sesuai suplai dan
kebutuhan dan kebutuhan
anjurkan oksigen.
penggunaan 5. Seperti jadwal
kursi mandi, meningkatkan
menyikat toleransi terhadap
gigi/rambut kemajuan
dengan duduk aktivitas dan
dan sebagainya. mencegah
5. Dorong pasien kelemahan.
untuk
berpartisipasi
dalam memilih
periode
aktivitas.
3 Penuruna Setelah dilakukan 1. Pantau TD, 1. Indikator klinis
n curah tindakan keperawatan, nadi apikal, dari keadekuatan
jantung diharapkan penurunan nadi perifer curah jantung.
berhubun curah jantung dapat 2. Tingkatkan / Pemantauan
gan teratasi dengan Kriteria dorong tirah memungkinkan
dengan Hasil (KH) : baring dengan deteksi
perubaha a. Menunjukan kepala tempat dini/tindakan
n dalam penurunan episode tidur terhadap
preload/p dispnea, nyeri dada, ditinggikan 45 dekompensasi
eningkat dan ditritmia. derajat 2. Menurunkan
an 3. Bantu dengan volume darah
tekanan aktivitas sesuai yang kembali ke
atrium indikasi (mis: jantung (preload),
dan berjalan) bila yang
kongesti pasien mampu memungkinkan
vena. turun dari oksigenasi,
tempat tidur. menurunkan
4. Berikan dispnea dan
oksigen regangan jantung.
suplemen 3. Melakukan
sesuai indikasi. kembali aktivitas
Pantau secara bertahap
DGA/nadi mencegah
oksimetri. pemaksaan
5. Berikan obat- terhadap cadangan
obatan sesuai  jantung.
indikasi. Mis: 4. Memberikan
antidisritmia, oksigen untuk
obat inotropik, ambilan miokard
vasodilator, dalam upaya
diuretik. untuk
mengkompensasi
peningkatan
kebutuhan
oksigen.
5. pengobatan
distritmia atrial
dan ventrikuler
khusnya
mendasari kondisi
dan simtomatologi
tetapi ditujukan
pada
berlangsungnya/m
eningkatnya
efisiensi/curah
jantung.
Vasodilator
digunakan untuk
menurunkan
hipertensi dengan
menurunkan
tahanan vaskuler
sistemik
(afterload).
Penurunan ini
mengembalikan
dan
menghilangkan
tahanan. Diuretic
menurunkan
volume sirkulasi
(preload), yang
menurunkan TD
lewat katup yang
tak berfungsi,
meskipun
memperbaiki
fungsi jantung dan
menurunkan
kongesti vena.
4 Kelebiha Setelah dilakukan 1. Pantau 1. Penting pada
n volume tindakan keperawatan, pemasukan pengkajian
cairan diharapkan kelebihan dan jantung dan
berhubun volume cairan dapat pengeluaran, fungsi ginjal dan
gan teratasi dengan Kriteria catat keefektifan terapi
dengan Hasil (KH) : keseimbangan diuretik.
ganggua a. Menunjukkan cairan (positif Keseimbangan
n filtrasi keseimbangan atau negatif), cairan positif
glomerul masukan dan timbang berat berlanjut
us. haluaran, berat badan badan tiap (pemasukan lebih
stabil, tanda vital hari. besar dari
dalam rentang normal, 2. Berikan pengeluaran) dan
dan tak ada edema. diuretik berat badan
contoh meningkat
furosemid menunjukkan
(Lazix), asam makin buruknya
etakrinik gagal jantung.
(Edecrin) 2. Menghambat
sesuai reabsorpsi
indikasi. natrium/klorida,
3. Pantau yang
elektrolit meningkatkan
serum, ekskresi cairan,
khususnya dan menurunkan
kalium. kelebihan cairan
Berikan total tubuh dan
kalium pada edema paru.
diet dan 3. Nilai elektrolit
kalium berubah sebagai
tambahan bila respons diuresis
diindikasik dan gangguan
4. Berikan cairan oksigenasi dan
IV melalui alat metabolisme.
pengontrol. Hipokalemia
5. Batasi cairan mencetus pasien
sesuai indikasi pada gangguan
(oral dan IV). irama jantung.
4. Pompa IV
mencegah
kelebihan
pemberian cairan.
5. Diperlukan untuk
menurunkan
volume cairan
ekstrasel/ edema.

5 Ansietas Setelah dilakukan 1. Pantau 1. Membantu


berhubun tindakan keperawatan, respons fisik, menentukan
gan diharapkan tingkat contoh derajat cemas
dengan kecemasan dapat teratasi palpitasi, sesuai status
perubaha dengan Kriteria Hasil takikardi, jantung.
n status (KH): gerakan Penggunaan
kesehata a. Menunjukan perilaku berulang, evaluasi seirama
n untuk menangani gelisah. dengan respons
stress. 2. Berikan verbal dan non
tindakan verbal.
kenyamanan 2. Membantu
(contoh perhatian
mandi, mengarahkan
gosokan kembali dan
punggung, meningkatkan
perubahan relaksasi,
posisi). meningkatkan
3. Dorong kemampuan
ventilasi koping.
perasaan 3. Mekanisme
tentang adaptif perlu
penyakit- untuk
efeknya mengkoping
terhadap pola dengan penyakit
hidup dan katup jantung
status kronis dan secara
kesehatan tepat mengganggu
akan datang. pola hidup
Kaji seseorang,
keefektifan sehubungan
koping dengan dengan terapi
stressor. pada aktivitas
4. Libatkan sehari-hari.
pasien/orang 4. Keterlibatan akan
terdekat dalam membantu
rencana memfokuskan
perawatan dan perhatian pasien
dorong dalam arti positif
partisipasi dan memberikan
maksimum rasa kontrol.
pada rencana 5. Memberikan arti
pengobatan. penghilangan
5. Anjurkan respons ansietas,
pasien menurunkan
melakukan perhatian,
teknik meningkatkan
relaksasi, relaksasi dan
contoh napas meningkatkan
dalam, kemampuan
bimbingan koping.
imajinasi,
relaksasi
progresif.

D. EVALUASI
1. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
2. Menunjukan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
3. Melaporkan/menunjukan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
4. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital
dalam rentang normal, dan tak ada edema.
5. Menunjukan perilaku untuk menganani stress.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang
mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan
pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A.
Demam reumatik adalah suatu sindroma penyakit radang yang biasanya
timbul setelah suatu infeksi tenggorok oleh steptokokus beta hemolitikus golongan A,
mempunyai kecenderungan untuk kambuh dan dapat menyebabkan gejala sisa pada
jantung khususnya katub.
Demam reumatik akut biasanya didahului oleh radang saluran nafas bagian
atas yang disebabkan oleh infeksi streptokokus beta-hemolitikus golongan A,
sehingga kuman termasuk dianggap sebagai penyebab demam reumatik akut. Infeksi
tenggorokan yang terjadi bisa berat, sedang, ringan, atau asimtomatik, diikuti fase
laten (asimtomatik) selama 1 sampai 3 minggu. Baru setelah itu timbul gejala-gejala
demam reumatik akut.
Seseorang yang mengalami demam rematik apabila tidak ditangani secara
adekuat, Maka sangat mungkin sekali mengalami serangan penyakit jantung rematik.
Infeksi oleh kuman Streptococcus Beta Hemolyticus group A yang menyebabkan
seseorang mengalami demam rematik dimana diawali terjadinya peradangan pada
saluran tenggorokan, dikarenakan penatalaksanaan dan pengobatannya yang kurah
terarah menyebabkan racun/toxin dari kuman ini menyebar melalui sirkulasi darah
dan mengakibatkan peradangan katup jantung. Akibatnya daun-daun katup
mengalami perlengketan sehingga menyempit, atau menebal dan mengkerut sehingga
kalau menutup tidak sempurna lagi dan terjadi kebocoran.
Apabila diagnosa penyakit jantung rematik sudah ditegakkan dan masih
adanya infeksi oleh kuman Streptococcus tersebut, maka hal utama yang terlintas dari
Tim Dokter adalah pemberian antibiotika dan anti radang. Misalnya pemberian obat
antibiotika penicillin secara oral atau benzathine penicillin G. Pada penderita yang
allergi terhadap kedua obat tersebut, alternatif lain adalah pemberian erythromycin
atau golongan cephalosporin. Sedangkan antiradang yang biasanya diberikan adalah
Cortisone and Aspirin.
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim Medis
akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal
jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan diberikan diet bergizi
tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Seseorang yang terinfeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus dan
mengalami demam rematik, harus diberikan therapy yang maksimal dengan
antibiotiknya. Hal ini untuk menghindarkan kemungkinan serangan kedua kalinya
atau bahkan menyebabkan Penyakit Jantung Rematik

B. SARAN
Seseorang yag terinfeksi kuman streptococcus hemoliticus dan mengalami
demam reumatik, harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotika, hal ini
untuk menghindari kemungkinanserangan kedua kalinya bahkan menyebabkan
penyakit jantung reumatik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media
Aesculapius. Jakarta.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed.
6 Vol 1. EGC. Jakarta.
Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai