Dosen Pembimbing :
Tingkat 2 Reguler B
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Pelvic Inflamantory Diseasis (PID)
Hari :
Taggal :
Mahasiswa
( )
Mengetahui
( ) ( )
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah dilimpahkan rahmat hidayah dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PELVIC INFLAMANTORY DISEASIS (PID)”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, sehingga dapat mempermudah pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi membantu kami dalam
membuat makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi menyusun kalimat, maupun tata bahasa yang digunakan. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari para pembaca.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit radang pelvis adalah suatu istilah umum bagi infeksi genital yang telah
menyebar ke dalam bagian-bagian yang lebih dalam dari alat reproduksi wanita seperti
rahim, tuba falopi dan/atau ovarium. Ini satu hal yang amat mengkhawatirkan. Suatu infeksi
serius dan sangat membahayakan jiwa. Infeksi tersebut juga sangat umum. Satu dari 7
wanita Amerika telah menjalani perawatan karena infeksi ini dan kurang lebih satu juta
kasus baru terjadi setiap tahun, demikian menurut Gay Benrubi, M.D., profesor pada
Division of Gynegology Oncology, University of Florida di Jacksonville.
Kurang lebih 150 wanita meninggal per tahun sehingga cukup beralasan untuk
memperhatikan gangguan medis ini secara lebih serius. Namun, ada pula kekhawatiran
lainnya: Serangan infeksi ini diketahui sangat meningkatkan resiko seorang wanita untuk
menjadi mandul. Ketika bakteri-bakteri yang menyerang menembus tuba falopi, mereka
dapat menimbulkan luka di sepanjang lapisan dalam yang lunak, menyebabkan sukarnya
(atau tidak memungkinkannya) sebuah telur masuk ke dalam rahim, demikian Dr. Benrubi
menerangkan. Pembuluh yang tertutup juga menyebabkan sukarnya sperma yang sedang
bergerak melakukan kontak dengan sel telur yang turun. Akibatnya adalah perkiraan yang
mengkhawatirkan berikut ini: Setelah satu episode infeksi ini, resiko seorang wanita untuk
menjadi mandul adalah 10%.
Setelah infeksi kedua resikonya menjadi dua kali lipat yaitu 20%. Jika wanita ini
mendapatkan infeksi untuk ketiga kalinya, resikonya akan melambung menjadi 55%.
Secara keseluruhan, demikian Dr. Benrubi memperkirakan, penyakit radang pelvis
menyebabkan kurang lebih antara 125.000 hingga 500.000 kasus baru setiap tahun.
Kekhawatiran besar lainnya mengenai infeksi ini adalah bahwa gangguan medis ini
dapat meningkatkan resiko seorang wanita mengalami kehamilan di luar kandungan
sebesar enam kali lipat. Alasannya: karena tuba falopi sering mendapatkan parut (bekas
luka) yang timbul karena infeksi ini, telur yang turun mungkin akan macet dan hanya
tertanam di dinding tuba. Kurang lebih 30.000 kehamilan di luar kandung per tahun dapat
dipastikan disebabkan oleh infeksi seperti ini, demikian kata Dr. Benrubi. Itu masalah yang
serius: Kehamilan di luar kandungan, demikian katanya, "dewasa ini menjadi penyebab
kematian ibu dengan prosentase sebesar 15% dan dengan segera akan menjadi penyebab
kematian ibu yang paling sering terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
TINJAUAN TEORI
Pelvic Inflammatory Disease (PID) adalah suatu kumpulan radang pada saluran
genital bagian atas oleh berbagai organisme, yang dapat menyerang endometrium,
tuba fallopi, ovarium maupun miometrium secara perkontinuitatum maupun secara
hematogen ataupun sebagai akibat hubungan seksual. (widyastuti, rahmawati &
purnamaningrum, 2009).
Jadi bisa di simpulkan Pelvic inflammatory disease (PID) merupakan salah satu
komplikasi penyakit menular seksual yang serius. PID adalah infeksi pada traktus
genitalis wanita bagian atas yang mencakup endometritis, salpingitis, salpingo-
oophoritis, tubo-ovarian abscess (TOA), dan pelvic peritonitis. Diagnosa
dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat sangat diperlukan dalam kasus ini karena
komplikasi PID dapat mengancam kehidupan dan kesuburan seorang wanita.
2.1.2. Patofisiologi
Infeksi dapat terjadi pada bagian manapun atau semua bagian saluran genital atas
endometrium (endometritis), dinding uterus (miositis), tuba uterina (salpingitis),
ovarium (ooforitis), ligamentum latum dan serosa uterina (parametritis) dan
peritoneum pelvis (peritonitis). Organisme dapat menyebar ke dan di seluruh pelvis
dengan salah satu dari lima cara yaitu.
1. Interlumen
Penyakit radang panggul akut non purpuralis hampir selalu (kira-kira 99%) terjadi
akibat masuknya kuman patogen melalui serviks ke dalam kavum uteri. Infeksi
kemudian menyebar ke tuba uterina, akhirnya pus dari ostium masuk ke ruang
peritoneum. Organisme yang diketahui menyebar dengan mekanisme ini adalah N.
gonorrhoeae, C. Tracomatis, Streptococcus agalatiae, sitomegalovirus dan virus
herpes simpleks.
2. Limfatik
Infeksi purpuralis (termasuk setelah abortus) dan infeksi yang berhubungan
denngan IUD menyebar melalui sistem limfatik seperti infeksi Myoplasma non
purpuralis.
3. Hematogen
Penyebaran hematogen penyakit panggul terbatas pada penyakit tertentu (misalnya
tuberkulosis) dan jarang terjadi di Amerika Serikat.
4. Intraperitoneum
Infeksi intraabdomen (misalnya apndisitis, divertikulitis) dan kecelakaan intra
abdomen (misalnya virkus atau ulkus denganperforasi) dapat menyebabkan infeksi
yang mengenai sistem genetalia interna.
5. Kontak langsung
Infeksi pasca pembedahan ginekologi terjadi akibat penyebaran infeksi setempat
dari daerah infeksi dan nekrosis jaringan.
Terjadinya radang panggul di pengaruhi beberapa faktor yang memegang peranan,
yaitu:
1. Terganggunya barier fisiologik
Secara fisiologik penyebaran kuman ke atas ke dalam genetalia eksterna, akan
mengalami hambatan.
a. Diostium uteri internum
b. Di kornu tuba
c. Pada waktu haid, akibat adanya deskuamasi endometrium maka kuman –
kuman pada endometrium turut terbuang.
Pada ostium uteri eksternum, penyebaran asenden kuman – kuman dihambat secara :
mekanik, biokemik dan imunologik. Pada keadaan tertentu, barier fisiologik ini dapat
terganggu, misalnya pada saat persalinan, abortus, instrumentasi pada kanalis
servikalis dan insersi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR):
2.1.3. Etiologi
Penyebab paling sering dari penyakit ini adalah infeksi chlamydia trachomatis
(60%) dan Neisseria gonorrhoeae (30-80%) pada serviks atau vagina yang menyebar
ke dalam endometrium, tuba fallopi, ovarium, dan struktur yang berdekatan. Tetapi
selain itu ada beberapa penyebab lain diantaranya :
1. Infeksi Gardnerella vaginalis
2. Infeksi Bacteroides
3. Bacterial vaginosis
4. Streptococcus Group B
5. Escherichia coli
6. Actinomycosis
7. Enterococcus
1. Coxsackie B5
2. ECHO 6
3. Herpes type 2
4. Haemophilus influenzae.
2.1.4. Manifestasi Klinis
Gejala biasanya muncul segera setelah siklus menstruasi. Penderita merasakan
nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual
dan muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa
membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun,
perdarahan menstruasi yang tidak teratur da kemandulan.
1. Keluar cairan dari vagina dengan warna, konsistensi dan bau yang abnormal.
2. Demam
3. Perdarahan menstruasi yang tidak teratur atau spotting (bercak-bercak
kemerahan di celana dalam)
4. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual
5. Perdarahan setelah melakukan hubungan seksual
6. Nyeri punggung bagian bawah
7. Kelelahan
8. Nafsu makan berkurang
9. Sering berkemih dan Nyeri ketika berkemih. (Nugroho & Utama, 2014)
2.1.5. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan PID berat adalah rawat inap karena memungkinkan pemberian
antibiotic dalam pengawasan. Selain itu pasien juga dapat tirah baring. Namun, pada
kasus PID yang ringan/sedang terapi dapat dilakukan dengan rawat jalan dengan
pemberian terapi antimikrobal PID terapi dilakukan dengan 2 tahap yakni terapi
parenteral selama 48 jam kemudian dilanjutkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada
perbaikan klinis.
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Periksa darah lengkap : Hb, Ht, dan jenisnya, LED.
2. Urinalisis
3. Tes kehamilan
4. USG panggul
2.1.7. Komplikasi
Infeksi menyebar ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan parut
dan perlengketan fibrosa yang abnormal dan diantara organ-organ perut serta
menyebabkn nyeri menahun. Di dalam tuba, ovarium maupun panggul bisa terbentuk
abses (penimbunan nanah). Jika abses pecah dan nanah masuk ke rongga panggul,
gejalanya segera memburuk dan penderita bisa mengalami syok. Lebih jauh lagi bisa
terjadi penyebaran infeksi kedalam darah sehingga terjadi sepsis. (Nugroho & Utama,
2014)
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Mengkaji keadaan penyakit, kesadran klien , TTV ( Tekanan Darah, Suhu tubuh, Nadi,
Napas ) pada klien penderita. Biasanya pada penderita PID keluhan utama berupa
demam disertai takikardia, nyeri tekan pada abdomen ketika aktivitas dan istirahat ,
pasien biasanya dalam keadaan sadar namun meringis menahan nyeri.
b. Kepala
Mengkaji bagian kepala klien seperti bentuk kepala, benjolan, nyeri tekan, trauma
kepala,. Pada klien PID secara umum kepala simetris, normal dan tidak terdapat
kelainan.
c. Wajah
Mengkaji kesimetrisan wajah klien, tanda-tanda odema, inspeksi otot wajah dan
paralisis pada rahang klien. Pada klien dengan PID biasanya tidak dijumpai adanya
kelainan bentuk wajah. Turgor kulit dalam keadaan baik.
d. Mata
Mengkaji kondisi mata klien seperti alis mata, kelopak mata, konjungtiva, sclera, bola
mata, inspeksi dischange/ visus pada mata klien. Secara umum pada penderita PID
sclera putih, konjungtiva anemis, palpebra tidak dijumpai edema, dengan pupil isokor.
e. Telinga
Mengkaji kondisi telinga klien seperti adanya secret, polip. Pada klien PID biasanay
tidak didapati kelainan pada telinga
f. Hidung
Mengkaji kondisi hidung klien, inspeksi adanya secret dan polip. Secara umu pada
penderita PID posisi septum nasal simetris, lubang hidung bersih, tidak ada penurunan
ketajaman penciuman dan tidak ada kelainan
g. Mulut dan faring
Mengkaji kondisi mulut dan faring klien. Pada klien PID biasanya Keadaan mukosa
bibir kering/lembab dan pucat, tidak ada pembesaran tonsil serta uvula letak simetris di
tengah ( tidak ada kelainan )
h. Leher
Mengkaji kondisi kesimetrisan leher klien, palpasi pembengkakan kelenjar tyroid dan
limfe. Pada klien PID biasanya tidak dijumpai pemesaran kelenjar tyroid dan getah
bening ( dalam keadaan normal )
i. Thoraks
Mengkaji bentuk thorak dan payudara klien. Biasanya pada klien PID jarang dijumpai
adanya sesak napas ( dispnea ) namun pasien PID mengalami frekuensi napas tidak
teratur akibat dari takikardia.
Inspeksi dada tidak terdapat kelainan seperti benjolan / lesi, perkusi dada sonor dengan
suara napas vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan.
j. Jantung
Mengkaji kondisi jantung klien dengan auskultasi. Biasanya pada klien PID tidak
terdapat kelainan pada auskultasi irama jantung, namun pasien dengan PID didapati
peningkatan frekuensi detak jantung ( takikardia ) akibat nyeri dan syok. Suara
jantung pada S1 dan S2 tunggal, kecuali pada klien PID dengan penyakit bawaan
seperti Aritmia dan PJK.
k. Abdomen
Mengkaji kondisi abdomen dengan cara inspeksi bentuk abdomen pada beberapa
pasien PID tampak terdapat jaringan parut dan perlengketan jaringan fibrosa abnormal
dan diantara jaringan organ perut penyebab nyeri berkepanjangan. Pada penderita PID
biasanya auskultasi abdomen didapati timpani disertai nyeri tekan pada abdomen
kuadran bawah.
l. Inguinal- ganitalia- anus
Mengkaji kondisi inguinal klien seperti hernia, pembesaran limfe, tumor, abses, area
vagina, dan anus. Pada klien PID dengan Infeksi menyebar didapati cairan vagina
dengan warna, baud an konsistensi yang abnormal, nyeri tekan pada perut kuatran
bawah ( kandung kemih ) spotting ( bercak kemerahan di celana dalam ), sering
berkemih dan di dapati keputihan terus menerus. Untuk pola BAB jarang ditemui
kelainan.
m. Ekstremitas
Mengkaji ekstremitas atas/ bawah pada klein seperti sendi, jari-jari, odema, tanda
infeksi, kondisi reflek dan respon. Pada klien PID biasanya jarang ditemui
abnormalitas seperti baal/ kesemutan di ekstremitas. Namun, aktivitas dan gerak klien
terbatas karena nyeri.
n. Tulang belakang
Mengjkaji kondisi tulang belaakang klien seperti ( nrtmal, kifosis, skoliosis, lordosis ).
Secara umum kedaan tulang eblakang klien PID dalam keadaan normal, namun
dijumpai nyeri pada punggung dan pinggang yang mengganggu mobilitas klien.
5. Pemeriksaan Penunjang
B. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus,
perubahan pada reagulasi temperatur.
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sepsis akibat infeksi.
c. Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual.
d. Perubahan kenyamanan b/d infeksi pada pelvis.
e. Resiko terhadap infeksi (sepsis) b/d kontak dengan mikroorganisme.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
C. Intervensi
1. Diagnosa : Hipertermia b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus, perubahan pada reagulasi temperatur.
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari
kedinginan. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi Rasional
- Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil/diaforesis Suhu
38,9° - 41,1° C menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering
mendahului puncak suhu.
- Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal. Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Dapat membantu mengurangi demam.
- Kolaborasi
Berikan antipiretik, misalnya ASA (aspirin), asetaminofen (Tylenol). Digunakan
untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme, dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
Berikan selimut pendingin Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih
besar dari 39,5°–40° C pada waktu terjadi kerusakan/gangguan pada otak.
2. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan sepsis akibat infeksi.
Kriteria hasil : Menunjukkan perfusi adekuat yang dibuktikan dengan tanda-
tanda vital stabil, nadi perifer jelas, kulit hangat dan kering, tingkat kesadaran
umum, haluaran urinarius individu yang sesuai dan bising usus aktif.
Intervensi Rasional
- Pertahankan tirah baring, bantu dengan aktivitas perawatan. Menurunkan beban
kerja miokard dan konsumsi O2, maksimalkan efektivitas dari perfusi jaringan.
- Pantau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat perkembangan
hipotensi,dan perubahan pada tekanan denyut. Hipotensi akan berkembang
bersamaan dengan mikroorganisme menyerang aliran darah, menstimulasi
pelepasan, atau aktivasi dari substansi hormonal maupun kimiawi yang umumnya
menghasilkan vasodilatasi perifer, penurunan tahapan vaskuler sistemik dan
hipovolemia relatif.
- Pantau frekuensi dan irama jantung. Bila terjadi takikardi, mengacu pada
stimulasi sekunder sistem saraf simpatis untuk menekankan respon dan untuk
menggantikan kerusakan pada hipovolumia relatif dan hipertensi.
- Perhatikan kualitas/kekuatan dari denyut perifer Pada awal nadi cepat/kuat
karena peningkatan curah jantung. Nadi dapat menjadi lemah/lambat karena
hipotensi terus menerus, penurunan curah jantung, vasokonstriksi perifer jika
terjadi status syok.
- Kaji frekuensi pernafasan, kedalaman, dan kualitas. Perhatikan dispnea berat.
Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari
endotoksin pada pusat pernafasan di dalam otak, dan juga perkembangan
hipoksia, stres dan demam. Pernafasan dapat menjadi dangkal bila terjadi
insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
Catat haluaran urin setiap jam dan bertat jenisnya. Penurunan haluara urin
dengan peningkatan berat jenis akan mengindikasikan penurunan perfungsi ginjal
yang dihubungkan dengan perpindahan cairan dan vasokonstriksi selektif.
- Evaluasi kaki dan tangan bagian bawah untuk pembengkakan jaringan lokal,
eritema. Stasis vena dan proses infeksi dapat menyebabkan perkembangan
trombosis.
- Catat efek obat-obatan, dan pantau tanda-tanda keracunan Dosis antibiotik masif
sering dipesankan. Hal ini memiliki efek toksik berlebihan bila perfusi hepar/
ginjal terganggu.
- Kolaborasi
Berikan cairan parenteral Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah
besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
- Pantau pemeriksaan laboratorium. Perkembangan asidosis respiratorik dan
metabolik merefleksikan kehilangan mekanisme kompensasi, misalnya
penurunan perfusi ginjal dan akumulasi asam laktat.
3. Diagnosa : Disfungsi seksual b/d perubahan kesehatan seksual.
Kriteria hasil : Menceritakan masalah mengenai fungsi seksual, mengekspresikan
peningkatan kepuasan dengan pola seksual. Melaporkan keinginan untuk
melanjutkan aktivitas seksual.
Intervensi Rasional
- Kaji riwayat seksual mengenai pola seksual, kepuasan, pengetahuan seksual,
masalah seksual Mengetahui masalah-masalah seksual yang dialami.
D. Implementasi
• Memanatau kecenderungan pada tekanan darah, mencatat
perkembangan hipotensi, dan perkembangan pada denyut.
• Memantau frekuensi & irama jantung perhatikan disritmia.
• Memperhatikan kualias / kekuatan dari denyut perifer.
• Memberikan isolasi / pantau pengnjung sesuai indikasi.
• Mencuci tangan dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunkan sarung
tangan steril.
• Menginspeksi rongga mulut terhadap plak putih (sariawan) selidiki ras
gatal / peradangan vaginal / perineal.
• Mengkaji proses penyakit, prosedur pembedahan dan harapan yang akan datang.
• Mendiskusikan perlunya keseimbangan kesehatan, makanan dan pemasukan
cairan yang adekuat.
E. Evaluasi
1. Klien dapat meningkatkan kesehatan di buktikan dengan bertambahnya
kemampuan dan pemahaman klien dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.
2. klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
3. Klien memperoleh pengetahuan dan ketrampilan dalam menigkatkan
kemampuannya dalam memelihara kesehatan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS PADA PELVIC INFLAMANTORY
DISEASIS (PID)
Nama Pengkaji :-
NIM :-
Ruangan :-
No.Reg : 12.78.82. XX
Pengkajian diambil : Tanggal 27 April 2021 pukul 08.00 WIB
1. IDENTITAS
Nama : Ny. R
Umur : 37 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : Tamatan SLTA
Alamat : Surabaya
No.RM : 10301882
Diagnose medis : Pelvic Inflamatory Desearse
Tanggal MRS : 26 April 2021
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri panggul yang berasa tumpul dan terjadi terus-
menerus. Pasien mengatakan hal ini terjadi beberapa hari setelah
menstruasi terakhir, nyeri terasa sangat bila melakukan gerakan, aktivitas
dan senggama. Nyeri panggul sudah terjadi lebih dari 5 hari
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan pernah dirawat di rumah sakit karena endometrosis
namun sudah dapat diatasi dengan perawatan selama sepekan.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan sakit nyeri pinggang bagian tengah dirasakan
semakin hebat, nyeri dirasakan seperti tertekan dan seperti
tertusuk-tusuk benda tajam, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri
tidak mengilang dengan istirahat. Nyeri semakin dirasakan saat
bergerak. Nyeri dirasakan pada skala 7. Tidak ada rasa kesemutan
maupun baal pada kaki pasien, tidak ada keluhan pada BAK dan
BAB pada pasien. Pasien juga mengeluhkan mual dan tidak ada
muntah.
b. Riwayat Kesehatan Keluarga
1. Penyakit yang pernah diderita oleh anggota keluarga
Pasien mengatakan suaminya mengalami nyeri saat BAK dan keluar
nanah, pasien dan suaminya tidak tahu menahu penyebab dan tidak
mengobatinya.
2. Lingkungan Rumah dan Komunitas
Lingkungan rumah pasien dalam keadaan bersih dengan ventilasi
baik.
3. Perilaku yang memengaruhi kesehatan
Pasien mengatakan seing mengalami keputihan dan sering dijumpai
bercak merah di celana dalamnya. Pasien menganggap hal itu lumrah
dan tidak ada keinginan untuk berobat.
4. Persepsi dan pengetahuan tentang penyakit dan pelaksanaannya
Pasien mengatakan tidak tau menahu tentang penyakitnya dan
awalnya tidak ada keinginan untuk berobat. Pasien berobat ketika
gejala sudah semakin buruk.
Alat Bantu yang Dipakai :
Gigi Palsu : ( ) ya ( ) Tidak
Kacamata : ( ) ya ( ) Tidak
Alat Bantu Dengar : ( ) ya ( ) Tidak
3. PENGKAJIAN 11 POLA GORDON ( POLA FUNGSI KESEHATAN )
a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
- SMRS :
Pasien mengatakan awalnya belum mengetahui tentang
kondisinya dan tersekasan cuek terhadap penyakitnya karena
menganggap hal lumrah.
- MRS :
Pasien mengatakan sekarang lebih memperhatikan kondisinya,
dan mengikuti anjuran dan arahan dokter terkait pengobatannya.
b. Nutrisisi/ metabolic
- SMRS :
Pasien mengatakan makannya teratur 3x sehari dan habis.
Sebelumya pasien sudah mendapatkan anjuran melakukan lebih
banyak mengkonsumsi cairan
- MRS :
Setelah merasakan gejala napsu makan pasien menurun karena
mual dan muntah pasien hanya mampu makan sebanyak 2-3
sendok saja. Pasien menjalankan diit ( energy 1900KKal/ hari dan
protein 50 gr/ hari ).
c. Pola Eliminasi
- SMRS :
Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada masalah dengan pola
BAB dan BAK
- MRS :
Pasien mengatakan tidak ada kesulitan dalam BAB, namun jarang
BAB, konsistensi BAB lunak berwarna kecoklatan. Pasien
mengatakan mengalami gangguan BAK karena nyeri ketika
hendak buang air kecil. Urin berwarna kuning pekat.
d. Pola aktivitas dan latihan
- SMRS :
Pasien mengatakan sesbelumnya dapat melakukan aktifitas
dengan normal
- MRS :
Pasien mengalami intoleransi aktivitas karena malaise. Pasien
mengatakan badannya lemas dan tidak ada tenaga. Pasien
mengeluh kesulitan dalam bergerak aktif karena nyeri pada perut
dan punggung serta bertambah buruk ketika melakukan aktivitas.
Pasien hanya tirah baring, aktivitas dibantu oleh keluarganya.
e. Pola tidur dan istirahat
- SMRS :
Pasien mengatakan istirahat teratur 7 jam sehari dan tidak ada
gangguan pola tidur.
- MRS :
Pasien mengatakan terkadang bangun dari tidurnya karena sering
merasakan nyeri pada punggung dan pinggangnya, nyeri tidak
hilang ketika istirahat. Pasien lebih banyak beristirahat saat
dirumah sakit.
f. Pola kognitif-sensori
- SMRS :
Pasien mengatakan melakukan pekerjaannya seperti biasa
dengan konsentrasi baik, tidak ada gangguan pada alat indra dan
tanpa alat bantu.
- MRS :
Pasien mengatakan konsentrasinya berkurang karena merasakan
nyeri pada tubuh serta pening pada kepala.
g. Pola persepsi diri / konsep diri
- SMRS :
Pasien mengatakan percaya diri terhadap penampilannya serta
semua aktifitas yang dikerjakannya.
- MRS :
Pasien kurang percaya diri dengan penampilannya sekarang yang
terpasang infuse dan tidak percaya diri terhadap tubuhnya karena
penurunan berat badan drastis.
h. Pola seksual dan reproduksi
- SMRS :
Pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak
- MRS :
Pasien sudah menikah dan memiliki 2 orang anak
i. Pola peran-hubungan
- SMRS :
Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga dan
lingkungannya baik dan dapat melakukan peran sebagai seorang
ibu meskipun terbatas.
- MRS :
Pasien mengatakan kesulitan menjalankan peran sebagai ibu.
Keluarga bergantian menjeguk dan menjaga.
j. Pola management koping stress
- SMRS :
Pasien mengatakan dapat mengatasi stress dan masalahnya
sendiri.
- MRS :
Pasien mengatakan seringkali merasa cemas dengan kondisinya
sekarang, namun pasien menerima dengan ikhlas, pasien
kooperatif saat interaksi.
k. Pola keyakinan nilai
- SMRS :
Pasien mengatakan bisa menjalankan ibadah tepat waktu dan
mengaji.
- MRS :
Pasien mengatakan masih melakuan ibadah meskipun kesulitan
dalam menjalankan ibadah, seringkali ibadah dilakukan diatas
ranjang.
4. PEMERIKSAAN FISIK
Perencanaan
EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Evaluasi Keperawatan Catatan
No Paraf
Keperawatan Perkembangan
S : ……………………………………………………
O : ……………………………………………………
A : ……………………………………………………
P : ……………………………………………………
S : ……………………………………………………
O : ……………………………………………………
A : ……………………………………………………
P : ……………………………………………………
S : ……………………………………………………
O : ……………………………………………………
A : ……………………………………………………
P : ……………………………………………………
S : ……………………………………………………
O : ……………………………………………………
A : ……………………………………………………
P : ……………………………………………………
S : ……………………………………………………
O : ……………………………………………………
A : ……………………………………………………
P : ……………………………………………………
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun. Penyakit radang
Panggul adalah keadaan terjadinya infeksi pada genetalia interna, yang disebabkan
berbagai mikroorganisme dapat menyerang endometrium, tuba, ovarium
parametrium, dan peritoneum panggul, baik secara perkontinuinatum dan organ
sekitarnya, secara homogen, ataupun akibat penularan secara hubungan seksual.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk
melalui vagina dan bergerak ke dalam rahim lalu ke tuba fallopi 90 – 95 % kasus
PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebanbkan terjadinya penyakit menular
seksual (misalnya klamidia, gonare, mikroplasma, stafilokokous, streptokus).
Gejala biasanya muncul segera setalah siklus menstruasi. Penderita merasakan
nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual
atau muntah.
Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bisa
membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun,
perdarahan menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan, infeksi bisa menyebar
ke struktur di sekitarnya, menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan
perlengketan fibrosa yang abnormal
4.2 Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan bagi pasien Pelvis
Inflammatory Disease dengan tepat sehingga dapat meminimalkan
komplikasi. Selain itu, mahasiswa keperawatan juga diharapkan dapat
memberikan edukasi baik kepada pasien maupun keluarganya
DAFTAR PUSTAKA
taber, b.-z. (1994). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi.
jakarta: buku kedokteran EGC