Dosen Pembimbing :
Oleh :
NIM. P27820119064
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
JURUSAN KEPERAWATAN
belakang kepala yang berlangsung dalan 18 jam tanpa komplikasi baik ibu
( Saleha, 2009).
dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,
menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi
banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok
(Mochtar, 1995). Dibagi menjadi perdarahan post partum primer dan juga
post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau
membran.
Manifestasi klinisnya adalah suhu meningkat lebih dari 3.80oc, air
Manifestasi klinisnya adalah suhu meningkat lebih dari 3.80 oc, air
pada kehamilan atau lebih dari 20.000/mm 3 dari persalinan (Arief Mansjoer,
1999).
adalah :
1. Perdarahan pervaginam
3. Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan
4. Tanda-tanda syok
sebanyak 500 cc atau lebih yang terjadi setelah 24 jam pertama post partum
2. ETIOLOGI
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk
berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro,
2006).Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9 hipovolemik Kontraksi miometrium
yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan
yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-
inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga
dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah rahim,
korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio plasenta, dan
hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al., 2013). Atonia uteri merupakan
penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah
persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian
sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.
2. Laserasi jalan lahir
Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstraksi (Prawirohardjo, 2010).
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani, Saswita
dan Marisah, 2011):
a. Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.
b. Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum
c. Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum,
dan otot sfingter ani eksternal.
d. Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum,
otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta
merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus).
Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan
dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan
diagnosis. Pada retensio 11 plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :
a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan serosa dinding uterus.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
kurangnya jaringan ditahan, maka trauma pada jalan lahir atau trauma
genitalia dicurigai (Winkyosastro, 2007).
Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum,
perdarahan yang banyak apabila tidak segera diatasi. Laserasi jalan lahir
atau forcep dengan cara yang tidak benar. Keadaan ini juga bisa terjadi
secara spontan akibat rupture uterus, inverse uterus, perlukaan jaan lahir,
4. MENEJEMEN MEDIS
15 smetil PGF 0,25 mg IM tiap 2 jam atau ergot alkalaoid tiap 6 jam sedikitnya selama
2 hari.
1.2 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, status
perkawinan, agama, pekerjaan, tanggal masuk RS
2. Riwayat kesehatan
- Keluhan Utama
Pada Ibu dengan Perdarahan Post Partum biasa dijumpai klien mengeluh nyeri
perdarahan, pusing, haus, gelisah, mual, tekanan darah rendah akibat dari kehilangan
banyak darah ((>500ml), gangguan tidur
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada Ibu dengan Perdarahan Post Partum biasa dilakukan pengkajian keluhan berupa
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya pada ibu dengan Perdarahan Post Partum dilakukan pengkajian,
ditemukan keluhan meliputi : kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi
lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin , mual,
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada pengkajian keluarga biasanya ditanyakan adanya riwayat keluarga yang pernah atau
sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.
- Riwayat Obstetric
Pada riwayat obstetric biasa dilakukan observasi / pengkajian :
a. Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya,
keluhan waktu Haid, HPHT.
b. Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai
hamil.
- Riwayat Hamil, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Pada pengkajian riwayat hamil, persalinan dan riwayat nifas, biasanya ditanyakan hal
meliputi :
e. Riwayat Hamil : kondisi saat waktu hamil muda, hamil tua, terdapat abortus,
retensi plasenta atau yang lain.
f. Riwayat persalinan : tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan, anak lahir atau mati, berat badan anak
waktu lahir, panjang waktu lahir.
g. Riawayat Nifas : keadaan lochea (Lokia rubra berwarna merah muda atau
coklat setelah 3-4 hari. Lokia serosa terjadi setelah 10 hari setelah bayi lahir,
warna cairan ini menjadi warna kuning sampai putih. Lokia alba bisa beratahan
selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir), observasi adanya
perdarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri
dan kontraksi
- Riwayat Kehamilan Sekarang
Pada pengkajian riwayat kehamilan sekarang biasa dilakukan observasi berupa :
a. Keluhan yang diraskan saat hamil muda ( trisemester 1,2 )
b. Pada saat hamil tua, keluhan yang diaraskan, peningkatan berat badan, tinggi
badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat
mual, keluhan lain.
c. Riawayat ANC yang meliputi dimana tempat pelayanan, beberapa kali
perawatan serta pengobatannya yang didapat.
5. Pemeriksaan Penunjang
2. USG : bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine.
B. DIAGNOSIS
1) Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisik ditandai dengan klien
mengeluh nyeri, gelisah, dan sulit tidur.
Informasi.
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2) Hipovolemia (D.0023)
a. Tujuan Umum : Setelah dilakuan intervensi
keperawatan selama waktu tertentu diharapkan status
cairan membaik.
b. Kriteria Hasil :
a) Turgor Kulit baik/ Elastis
b) Intake dan output dalam rentang normal
c) TTV dalam rentang normal
c. Intervensi :
Menejemen Hipovolemia ( I.03116 )
a) Observasi
(1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia ( mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah )
(2) Monitor Intake dan Output cairan
b) Terapeutik
(1) Hitung kebutuhan cairan,
(2) Berikan posisi modified trendelenberg
(3) Berikan asupan cairan oral.
c) Edukasi
d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian cairan IV Isotonis ( mis. NaCl,RL)
c) Edukasi
(5) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(6) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(7) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(8) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Kriteria hasil :
a) perilaku sesuai anjuran meningkat
b) verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang
suatu topik meningkat
d) kemampuan menggambarkan pengalaman
sebelumnya yang sesuai dengan topik
meningkat
e) perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
f) pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
g) persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
h) menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
i) perilaku membaik
c. Intervensi :
c. Intervensi
Pencegahan Infeksi ( I.14539 )
a) Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
b) Terapeutik
(1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien.
(2) Pertahankan tehnik aseptik pada psien beresiko tinggi
c) Edukasi
(1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
(2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
(3) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka.
(4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tahap implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan
inetrvensi untuk meemnuhi kebutuhan fisik dan emosional ( Nursalam, 2008 )
Jenis-jenis tindakan pada tahap implementasi adalah :
1. Secara mandiri ( Independent )
Adalah suatu kesiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan instruksi dari
dojter atau profesi kesehatan lainnya.
2. Saling ketergantungan ( interdependent )
Adalah kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan profesi kesehatan lainnya seperti
tenaga social, ahli gizi, fisioterapis, atau dokter.
3. Rujukan / ketergantungan ( Dependent )
Adalah kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis, tindakan
tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Aadalah perbandingan yang sistemik dan rencana tindakan dari masalah kesehatan klien dengan
tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
pasien dan tim kesehatan lainnya. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menetukan sejauh
mana tujuan tercapai yaitu :
1. Berhasil
Perilaku pasien sesuai dengan tujuan dalam waktu yang telah ditetapkan
2. Tercapai sebagian
Perilaku pasien menunjukkan sebagian perkembangan tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam tujuan
3. Belum tercapai
Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkam sesuai tujuan
DAFTAR PUSTAKA
http://eprints.ners.unair.ac.id )
Chalik, TMA. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam
http://bppsdmk.kemkes.go.id )