Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN

IBU HAEMORRHAGIC POST PARTUM

Dosen Pembimbing :

Hj. Sri Hardi Wuryaningsih, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Oleh :

Dimastya Andy Setiawan

NIM. P27820119064

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO SURABAYA

TAHUN AKADEMIK 2020-2021


LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN HAEMORRHAGIC POST PARTUM


1. DEFINISI

Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada

kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi

belakang kepala yang berlangsung dalan 18 jam tanpa komplikasi baik ibu

maupun janin (Prawirohardjo, 2005).

Post Partum adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,

plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ

kandung seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu

( Saleha, 2009).

Haemoragic post partum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau

lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) ( Wiknjosastro,

2007 ).Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat

dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok,

ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus

menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi

banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok

(Mochtar, 1995). Dibagi menjadi perdarahan post partum primer dan juga

perdarahan post partum sekunder.perdarahan post partum primer terjadi

dalam 24 jam pertama. penyebab utama perdarahan post partum primer

adalah Antonia uteri, retensio plasenta,dan robekan jalan lahir. Perdarahan

post partum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau

membran.
Manifestasi klinisnya adalah suhu meningkat lebih dari 3.80oc, air

ketuban keruh kecoklatan dan berbau, leukositosis lebih dari 15.000/mm3

Manifestasi klinisnya adalah suhu meningkat lebih dari 3.80 oc, air

ketuban keruh kecoklatan dan berbau, leukositosis lebih dari 15.000/mm 3

pada kehamilan atau lebih dari 20.000/mm 3 dari persalinan (Arief Mansjoer,

1999).

Gejala-gejala perdarahan post partum (Sulaiman Sastrawinata, 2005)

adalah :

1. Perdarahan pervaginam

2. Jonsistensi rahim lunak

3. Fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan

darah atau selaput janin)

4. Tanda-tanda syok

Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 2008)

1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan postpartum yang terjadi dalam 24


jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan postpartum yang terjadi setelah 24
jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum 13 sekunder disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

Sehingga secara singkat HPP dapat disimpulkan sebagai perdarahan

sebanyak 500 cc atau lebih yang terjadi setelah 24 jam pertama post partum

atau 24 jam setelah post partum.

2. ETIOLOGI

Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena :

1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah ketidakmampuan uterus khususnya miometrium untuk
berkontraksi setelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol
oleh kontraksi serat-serat miometrium terutama yang berada di sekitar pembuluh
darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta (Wiknjosastro,
2006).Kegagalan kontraksi dan retraksi dari serat miometrium dapat menyebabkan
perdarahan yang cepat dan parah serta syok 9 hipovolemik Kontraksi miometrium
yang lemah dapat diakibatkan oleh kelelahan karena persalinan lama atau persalinan
yang terlalu cepat, terutama jika dirangsang. Selain itu, obat-obatan seperti obat anti-
inflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik, dan nifedipin juga
dapat menghambat kontraksi miometrium.
Penyebab lain adalah situs implantasi plasenta di segmen bawah rahim,
korioamnionitis, endomiometritis, septikemia, hipoksia pada solusio plasenta, dan
hipotermia karena resusitasi masif (Rueda et al., 2013). Atonia uteri merupakan
penyebab paling banyak PPP, hingga sekitar 70% kasus. Atonia dapat terjadi setelah
persalinan vaginal, persalinan operatif ataupun persalinan abdominal. Penelitian
sejauh ini membuktikan bahwa atonia uteri lebih tinggi pada persalinan abdominal
dibandingkan vaginal.
2. Laserasi jalan lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi
ekstraksi (Prawirohardjo, 2010).
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan yaitu (Rohani, Saswita
dan Marisah, 2011):
a. Derajat satu Robekan mengenai mukosa vagina dan kulit perineum.

b. Derajat dua Robekan mengenai mukosa vagina, kulit, dan otot perineum

c. Derajat tiga Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum,
dan otot sfingter ani eksternal.
d. Derajat empat Robekan mengenai mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum,
otot sfingter ani eksternal, dan mukosa rektum.
3. Retensio plasenta
Retensio plasenta adalah plasenta belum lahir hingga atau melebihi waktu 30
menit setelah bayi lahir. Hal ini disebabkan karena plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta
merupakan etiologi tersering kedua dari perdarahan postpartum (20% - 30% kasus).

Kejadian ini harus didiagnosis secara dini karena retensio plasenta sering dikaitkan
dengan atonia uteri untuk diagnosis utama sehingga dapat membuat kesalahan
diagnosis. Pada retensio 11 plasenta, resiko untuk mengalami PPP 6 kali lipat pada
persalinan normal (Ramadhani, 2011).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2002) :

a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan serosa dinding uterus.
d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.

3. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


A. PATOFISIOLOGI

Penyebab utama perdarahan post partum disebabkan kelainan

kontraksi uteri adalah atonia uteri. Atoni uteri merupakan kegagalan

miometrium untuk berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin

keluar dari rahim.Pada keadaan yang normal, miometrium bisa

berkontraksi sehingga menempatkan pembuluh darah robek dan

mengontrol kehilangan darah sehingga mencegah perdarahan yang cepat

dan berbahaya (Winkyosastro, 2007).

Perdarahan dapat terjadi meskipun rahim baik kontrak dan

kurangnya jaringan ditahan, maka trauma pada jalan lahir atau trauma
genitalia dicurigai (Winkyosastro, 2007).

Pada trauma atau laserasi jalan lahir bisa terjadi robekan perineum,

vagina serviks, forniks dan rahim.Keadaan ini dapat menimbulkan

perdarahan yang banyak apabila tidak segera diatasi. Laserasi jalan lahir

biasanya terjadi karena persalinan secara operasi termasuk seksio sesaria,

episiotomy, pimpinan persalinan yang salah dalam kala uri, persalinan

pervaginam dengan bayi besar, dan terminasi kehamilan dengan vacuum

atau forcep dengan cara yang tidak benar. Keadaan ini juga bisa terjadi

secara spontan akibat rupture uterus, inverse uterus, perlukaan jaan lahir,

dan vaginal hematom. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina

dan vulva akan menyebabkan hematom. Perdarahan akan tersamarkan

dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama

beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Hematoma

biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada

daerah jahitan perineum (Cunningham,2005).


B. PATHWAY

4. MENEJEMEN MEDIS

1. Pencegahan : obati anemia dalam kehamilan. pada pasien dengan riwayat


perdarahan pasca persalinan sebelumya, persalinan harus bersalangsung di rumah sakit.
jangan memijat dan mendorong uterus kebawah sebelum plasenta lepas. berikan 10 unit
oksitosinim setelah anak lahir dan 0,2 mg ergometrin im setelah plasenta lahir.
2. Penanganan : Tentukan apakah terdapat syok, bila ada segera berikan transfuse
cairan, atau darah, kontrol perdarahan dan berikan oksigen. bila ada keadaan umum
telah membaik , lakukan pemeriksaan untuk menentukan etiolagi.
Pada retensio plasenta, bila plasenta belum lahir dalam 30 menit, lahirkan plasenta
dengan plasenta manual. bila terdapat plasenta akreta, segera hentikan plasenta manual
dan lakukan histerektomi.
a. bila hanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran plasenta dengan digital/ kuratase,
sementara infus oksitosin diteruskan.
b.Pada trauma jalan lahir, segera lakukan reparasi.
c. Pada atonia uteri, lakukan masase dan penyuntikan 0,2 ml ergometrin intravena dan
prostaglandin parenteral. jika tidak berhasil lakukan kompresi bimanual pada uterus
dengan cara memasukan tangan kiri kedalam vagina dan dalam posisi mengepal
diletakan diforniks anterior, tangan kanan diletakan didinding perut memegang fundus
uterui. bila tetap gagal dapat dipasang tampon uterovaginal dengan cara mengisi kavum
uteri dengan kasa sampai padat selama
24 jam, atau dipasang kateter folley. bila tindakan tersebut tidak dapat menghentikan
perdarahan juga, terapi defenitif yang diberikan adalah histeroktom atau ligasi uterine
d.Bila disebabkan ganguan pembekuan darah, berikan transfusi plasma segara
Pada perdarahan pasca persalinan sekunder :
kompresi bimanual sedikitnya selama 30 menit antibiotik sprektum luas oksitosin 10 U
intramuscular tiap 4 jam atau 10-20 U/IV dengan tetesan lambat

15 smetil PGF 0,25 mg IM tiap 2 jam atau ergot alkalaoid tiap 6 jam sedikitnya selama
2 hari.
1.2 KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, status
perkawinan, agama, pekerjaan, tanggal masuk RS
2. Riwayat kesehatan
- Keluhan Utama
Pada Ibu dengan Perdarahan Post Partum biasa dijumpai klien mengeluh nyeri
perdarahan, pusing, haus, gelisah, mual, tekanan darah rendah akibat dari kehilangan
banyak darah ((>500ml), gangguan tidur
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada Ibu dengan Perdarahan Post Partum biasa dilakukan pengkajian keluhan berupa
riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre
eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi
plasenta, retensi sisa plasenta.
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada umumnya pada ibu dengan Perdarahan Post Partum dilakukan pengkajian,
ditemukan keluhan meliputi : kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi
lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin , mual,
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada pengkajian keluarga biasanya ditanyakan adanya riwayat keluarga yang pernah atau
sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.
- Riwayat Obstetric
Pada riwayat obstetric biasa dilakukan observasi / pengkajian :
a. Riwayat menstruasi meliputi : menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya,
keluhan waktu Haid, HPHT.
b. Riwayat perkawinan meliputi : usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai
hamil.
- Riwayat Hamil, Persalinan, dan Nifas yang lalu
Pada pengkajian riwayat hamil, persalinan dan riwayat nifas, biasanya ditanyakan hal
meliputi :
e. Riwayat Hamil : kondisi saat waktu hamil muda, hamil tua, terdapat abortus,
retensi plasenta atau yang lain.
f. Riwayat persalinan : tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin,
apakah ada kesulitan dalam persalinan, anak lahir atau mati, berat badan anak
waktu lahir, panjang waktu lahir.
g. Riawayat Nifas : keadaan lochea (Lokia rubra berwarna merah muda atau
coklat setelah 3-4 hari. Lokia serosa terjadi setelah 10 hari setelah bayi lahir,
warna cairan ini menjadi warna kuning sampai putih. Lokia alba bisa beratahan
selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir), observasi adanya
perdarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri
dan kontraksi
- Riwayat Kehamilan Sekarang
Pada pengkajian riwayat kehamilan sekarang biasa dilakukan observasi berupa :
a. Keluhan yang diraskan saat hamil muda ( trisemester 1,2 )
b. Pada saat hamil tua, keluhan yang diaraskan, peningkatan berat badan, tinggi
badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat
mual, keluhan lain.
c. Riawayat ANC yang meliputi dimana tempat pelayanan, beberapa kali
perawatan serta pengobatannya yang didapat.

3. Pengkajian 11 Pola Gordon


a. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Ibu dengan Haemoragic Post Partum status kesehatannya mengalami perubahan, serta
mengalami perubahan persepsi dan orientasi akibat syok setelah persalinan.
b. Nutrisisi/ metabolic
Pola makan dan minum pada masa Nifas ( post partum ) harus bermutu dan bergizi,
cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan
buah-buahan
c. Pola Eliminasi
Ibu dengan Haemoragic Post Partum rentan mengalami gangguan eliminasi.
Perhatikan apakah terjadi diuresi setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya
infolunter pengeluaran urine), hilangnya control blas, terjadi over distensi biasa atau
tidak atau retensi urune karena rasa takut luka episiotomy, pakah perlu bantuan saat
BAK, pola BAB, frekuensi, konsistensi, rasa takut BAB karena pada luka perineum,
kebiasaan pengunaan toilet, BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi
hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukhtar, 1995).
d. Pola aktivitas dan latihan
Ibu dengan Haemoragic post partum kondisi secara umum adalah lemah dan malaise
sehingga tidak banyak dapat melakukan aktifitas serta melakukan gerakan yang
terbatas.
e. Pola tidur dan istirahat
Ibu dengan Haemoragic Post Partum rentan mengalami gangguan pola tidur dan
istirahat karena perubahan peran dan kelelahan yang berlebihan. Kaji Seberapa
lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat,
penggunaan selimut, lampu atau remang-renang atau gelap, apakah mudah terganggu
dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum)
f. Pola kognitif-perseptual
Biasanya pada pola ini ibu tidak mengalami gangguan, karena klien masih dapat
berkomunikasi.
g. Pola persepsi diri / konsep diri
Ibu post partum pada umumnya mangalami fase sikap penerimaan pada tubuhnya
seperti : taking in, taking hold, Letting go, Post Partum blues.
h. Pola seksual dan reproduksi
Klien mangalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan,
perlu dilakukan pengkajian yang meliputi : frekuensi koitus atau hubungan intim,
pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan, kesulitan melakukan skes, kontinuitas
hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai hubungan intercourse pasca
partum (dapat dilakukan setelah luka episiotomy membaik dan lochea terhenti,
biasanya pada akhir minggu ke 3).
i. Pola peran-hubungan
Pasien mangalami perubahan kapasitas fisik dalam melakukan peran
j. Pola management koping stress
Emosi klien tidak stabil, mengalami ansietas, perasaan tak berdaya, tak ada harapan,
tak ada kekuatan, menolak, takut, marah, dan mudah merangsang.
k. Pola keyakinan nilai
Klien mengalami perubahan diri dalam ibadah.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Status Kesehatan Umum
Mengkaji keadaan penyakit, kesadran klien , TTV ( Tekanan Darah, Suhu tubuh, Nadi,
Napas ) pada klien penderita. Biasanaya pada ibu dengan Haemoragic Post Partum
pasien nampak lemah akibat syok perdarahan, klien merasa pusing dan tidak dapat
melakukan banyak aktifitas dan gerak. Biasanya pada 24 jam pertama terjadi peningkatan
suhu sampai 38oc menandakan adanya dehidrasi, eksersi otot dan perubahan hormone..
b. Kepala
Mengkaji bagian kepala klien seperti bentuk kepala, benjolan, nyeri tekan, trauma
kepala,. Pada ibu dengan haemoragic post partum kepala biasanya normal, simetris dan
tidak terdapat kelainan.
c. Wajah
Mengkaji kesimetrisan wajah klien, integument wajah, tanda-tanda odema, inspeksi otot
wajah dan paralisis pada rahang klien. Pada klien Haemoragic Post Partum secara umum
sering dijumpai perubahan pada integument berupa Cloasma Grvidarum, Linea nigra.
d. Mata
Mengkaji kondisi mata klien seperti alis mata, kelopak mata, konjungtiva, sclera, bola
mata, inspeksi dischange/ visus pada mata klien. Secara umum pada klien haemoragic
post partum tidak dijumpai kelainan pada organo visusnya.
e. Telinga
Mengkaji kondisi telinga klien seperti adanya secret, polip. Pada klien Haemoragic Post
Partum biasanay tidak didapati kelainan pada telinga
f. Hidung
Mengkaji kondisi hidung klien, inspeksi adanya secret dan polip. Secara umum pada ibu
dengan Haemoragic Post Partum posisi septum nasal simetris, lubang hidung bersih,
tidak ada penurunan ketajaman penciuman dan tidak ada kelainan
g. Mulut dan faring
Mengkaji kondisi mulut dan faring klien. Pada klien Haemoragic Post Partum biasanya
keadaan mukosa bibir kering/lembab dan pucat, tidak ada pembesaran tonsil serta uvula
letak simetris di tengah ( tidak ada kelainan )
h. Leher
Mengkaji kondisi kesimetrisan leher klien, palpasi pembengkakan kelenjar tyroid dan
limfe. Pada klien Haemoragic Post Partum biasanya tidak dijumpai pemesaran kelenjar
tyroid dan getah bening ( dalam keadaan normal )
i. Thoraks
Mengkaji bentuk thorak dan payudara klien. Biasanya pada klien Haemoragic Post
Partum jarang dijumpai abnormalitas pada napas. Inspeksi pada payudara secara umum
ibu post partum terjadi hiperpigmentasi areola mammae, perkusi dada sonor dengan suara
napas vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan.
j. Jantung
Mengkaji kondisi jantung klien dengan auskultasi. Biasanya pada klien GGK tidak
terdapat kelainan pada auskultasi irama jantung. Suara jantung pada S1 dan S2 tunggal,
terkait dengan perubahan kardiovaskuler, pada ibu Haemoragic Post Partum rentan terjadi
kenaikan maupun penurunan drastic tekanan darah, yang mengindikasikan terjadi
masalah alin seperti Hipotensi ortostatic dan Pre Eklamsi.
k. Abdomen
Mengkaji kondisi abdomen dengan cara inspeksi bentuk abdomen, Auskultasi peristaltic
usus dan bising aorta. Pada klien Post Partum secara umum biasadijumpai adanya luka
bekas operasi dann mengalami penurunan kekenyalan otot abdomen serta mengalami
gangguan kenyamanan perineum. Selain itu pada gastro intestinal ibu Post Partum terjadi
penurunan motalitas usus yang menyebabkan konstipasi. Perlu dilakukan pengkajian
secara bertahap untuk mengetahui jumlah perdarahan dengan inspeksi perineum, laserasi
dan hematoma
l. Inguinal- ganitalia- anus
Mengkaji kondisi inguinal dan genitalia klien Ibu post partum secara umum mengalami
perubahan pada reprodukis berupa Involusi Uteri segera setelah Post Partum, serta rentan
mengalami Diuresis 12 jam setelah lahir. Ibu PP rentan pula mengalami infeksi pada
sistim urinaria akibat Hematuria pada fase Early PP yang berakibat truma pada kandung
kemih.
m. Ekstremitas
Mengkaji ekstremitas atas/ bawah pada klein seperti sendi, jari-jari, odema, tanda infeksi,
kondisi reflek dan respon. Pada klien Haemoragic Post Partum secara umum dijumpai
hilangnya kekenyalan otot serta penurunan anggota gerak bawah pada 24 jam pertama PP
n. Tulang belakang
Mengjkaji kondisi tulang belaakang klien seperti ( nrtmal, kifosis, skoliosis, lordosis ).
Secara umum kedaan tulang eblakang klien normal.

5. Pemeriksaan Penunjang

1. Darah : kadar hemoglobin, hematokrit, masa perdarahan, masa pembekuan.

2. USG : bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan konsepsi intrauterine.

B. DIAGNOSIS

1) Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisik ditandai dengan klien
mengeluh nyeri, gelisah, dan sulit tidur.

2) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan volume tubuh secara

aktif akibat perdarahan ditandai dengan merasa lemah, mengeluh

haus, nadi teraba lemah, dan tekanan darah menurun.

3) Gangguan Pola Tidur Berhubungan Dengan Kurangnya Kontrol

Tidur ditandai dengan Gelisah dan mengeluh susah tidur.

4) Defisit Pengetahuan Berhubungan Dengan Kurang Terpapar

Informasi.

5) Resiko Infeksi Berhubungan dengan trauma jaringan, statis cairan

tubuh, penurunan Hb ditandai dengan


C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana tindakan keperawatan pada Ibu dengan Haemoargic Post Partum menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia ( SIKI, 2018 ) adalah :

1) Nyeri Akut (D.0077)


a. Tujuan umum : Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama waktu tertentu diharapkan
tingkat nyeri menurun.
b. Kriteria hasil :
a) Pasien melaporkan keluhan nyeri berkurang

b) Keluhan nyeri meringis menurun


c) Pasien menunjukkan sikap protektif menurun.
d) Pasien tidak tampak gelisah.
c. Intervensi
Manajemen Nyeri (I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri.
(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri.
(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan.
b) Terapeutik
(1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(2) Fasilitasi istirahat dan tidur
c) Edukasi
(1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(4) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.

d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2) Hipovolemia (D.0023)
a. Tujuan Umum : Setelah dilakuan intervensi
keperawatan selama waktu tertentu diharapkan status
cairan membaik.
b. Kriteria Hasil :
a) Turgor Kulit baik/ Elastis
b) Intake dan output dalam rentang normal
c) TTV dalam rentang normal
c. Intervensi :
Menejemen Hipovolemia ( I.03116 )
a) Observasi
(1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia ( mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah )
(2) Monitor Intake dan Output cairan
b) Terapeutik
(1) Hitung kebutuhan cairan,
(2) Berikan posisi modified trendelenberg
(3) Berikan asupan cairan oral.
c) Edukasi

(1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

(2) Anjurkan menghindari perubahan cairan mendadak.

d) Kolaborasi
(1) Kolaborasi pemberian cairan IV Isotonis ( mis. NaCl,RL)

(2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( mis. Glukosa 2,5


%, NaCl 0,4 % )

(3) Kolaborasi pemberian cairan koloid ( mis. Albumin,


Plasmanate )

(4) Kolaborasi pemberian produk darah.

3) Gangguan Pola Tidur (D.0055)


a. Tujuan Umum : setelah dilakukan tindakan
keperawatan pola tidur meningkat.
b. Kriteria hasil :
a) Gelisah menurun
b) Keluhan sulit tidur menurun
c) Pola tidur membaik
c. Intervensi :
Manajemen Nyeri (I.08238)
a) Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, intensitas nyeri.
(2) Identifikasi skala nyeri.
(3) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri.
(4) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan.
b) Terapeutik
(1) Berikan tehnik norfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(2) Fasilitasi istirahat dan tidur

c) Edukasi
(5) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri.
(6) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(7) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri.
(8) Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk mengutangi nyeri.
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4) Defisit Pengetahuan ( D.0111 )


a. Tujuan umum:
Setelah dialkukan tindakan keperawatan diharapkan
tingkat pengetahuan meningkat.

b. Kriteria hasil :
a) perilaku sesuai anjuran meningkat
b) verbalisasi minat dalam belajar meningkat
c) kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang
suatu topik meningkat
d) kemampuan menggambarkan pengalaman
sebelumnya yang sesuai dengan topik
meningkat
e) perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
f) pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
g) persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
h) menjalani pemeriksaan yang tidak tepat menurun
i) perilaku membaik
c. Intervensi :

Edukasi Kesehatan (I.12383)


a) Observasi
(1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima
informasi
(2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup bersih dan sehat
b) Terapeutik
(1) Sediakan materi dan medla pendidikan kesehatan
(2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sosial kesepakatan
(3) Berikan kesempatan untuk bertanya
c) Edukasi
(1) Jekaskan faktor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
(2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
(3) Ajarkan strategi yang dapat
ddigunakan untuk meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
5) Resiko Infeksi (D.0142)
a. Tujuan Umum : Setelah dilakukan intrevensi
keperawatan selama waktu tertentu diharapkan
tingkat infeksi menurun.
b. Kriteria Hasil
a) Tidak ada tandan –tanda infeksi ( Demam, Nyeri,
Kemerahan dan Bengkak).
b) Kadar sel darah putih membaik.

c. Intervensi
Pencegahan Infeksi ( I.14539 )
a) Observasi
Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik

b) Terapeutik
(1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien.
(2) Pertahankan tehnik aseptik pada psien beresiko tinggi
c) Edukasi
(1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
(2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
(3) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka.
(4) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Tahap implementasi asuhan keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan
inetrvensi untuk meemnuhi kebutuhan fisik dan emosional ( Nursalam, 2008 )
Jenis-jenis tindakan pada tahap implementasi adalah :
1. Secara mandiri ( Independent )
Adalah suatu kesiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk dan instruksi dari
dojter atau profesi kesehatan lainnya.
2. Saling ketergantungan ( interdependent )
Adalah kegiatan yang memerlukan kerjasama dengan profesi kesehatan lainnya seperti
tenaga social, ahli gizi, fisioterapis, atau dokter.
3. Rujukan / ketergantungan ( Dependent )
Adalah kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana tindakan medis, tindakan
tersebut menandakan suatu cara dimana tindakan medis dilaksanakan.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
Aadalah perbandingan yang sistemik dan rencana tindakan dari masalah kesehatan klien dengan
tujuan yang telah di tetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
pasien dan tim kesehatan lainnya. Perawat mempunyai 3 alternatif dalam menetukan sejauh
mana tujuan tercapai yaitu :
1. Berhasil
Perilaku pasien sesuai dengan tujuan dalam waktu yang telah ditetapkan
2. Tercapai sebagian
Perilaku pasien menunjukkan sebagian perkembangan tetapi tidak sebaik yang ditentukan
dalam tujuan
3. Belum tercapai
Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkam sesuai tujuan
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, dkk. ( 2005 ). Buku Ajar Keperawatan Maternitas 2. Surabaya:

FKp Universitas Airlangga [ Ebook ] Tersedia dari (

http://eprints.ners.unair.ac.id )

Chalik, TMA. 2008. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam

: BPPSDMK,Kemkes RI. ( 2016 ). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal

Neonatal. BPPSDMK : Kemenkes RI. [Ebook] Tersedia dari (

http://bppsdmk.kemkes.go.id )

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keprawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai