Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2

BLADDER TRAINING

Dosen Pembimbing :
Irfani Nurul Hamid, SST., M.Tr.Kep

Disusun Oleh :
Dimastya Andy Setiawan (P27820119064)

Tingkat III Reguler B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN


SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SOETOMO
SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Anatomi Fisiologi dengan judul “Bladder Training ”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Surabaya, 25 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
A. Latar Belakang...................................................................................4
B. Rumusan Masalah.............................................................................5
C. Tujuan.................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................
A. Pengertian Bladder Training............................................................6
B. Fisiologi EliminasiUrine...................................................................6
C. Faktor yang Memengaruhi Urinisasi...............................................6
D. Tujuan Bladder Training..................................................................7
E. Hal-hal yang perlu diperhatikan......................................................8
F. Indikasi Bladder Training.................................................................8
G. Hal yang perlu diperhatikan sebelum Bladder Training.............10
H. Persiapan Alat..................................................................................10
I. Prosedur Pelaksanaan.....................................................................10
J. Checklist Bladder Training.............................................................14

BAB III PENUTUP..........................................................................................


A. Kesimpulan.......................................................................................21
B. Saran.................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ketika memempersiapkan pelepasan kateter yang sudah terpasang
dalam waktu lama, latihan kandung kemih atau bladder training harus di
mulai dahulu untuk mengembangkan tonus kandung kemih dan dengan
demikian mencegah retensi.
Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan
berkontraksi. Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan
tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter di lepas, otot detrusor
mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeliminasi
urinnya.
Salah satu usaha untuk mengatasi gangguan ini adalah dengan
memberikan terapi bladder training. Bladder-retention training dilakukan
dengan tujuan meningkatkan ukuran fungsional kandung kemih dengan cara
menyuruh pasien dalam jumlah yang cukup banyak, kemudian pasien
diminta menahan diri untuk berkemih selama mungkin (Pillitteri, 1999).
Namun, sampai saat ini pengaruh bladder-retention training terhadap
perubahan kemampuan belum dapat dijelaskan.
Tujuan penyajian referat ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai bladder training dan cara penanganannya. Pemahaman yang lebih
baik akan membantu perawat dalam usaha menerapkan terapi bladder
training ini.
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien, informasi ini
memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang sering
memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk di pelajari. Walaupun program
dapat mulai di laksanakan di rumah sakit atau unit rhabilitasi. Program

4
tersebut mungkin perlu di lanjutkan di suatu fasilitas perawatan yang luas
atau di rumah.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari Bladder Training?
2. Bagaimanankah fisiologi eliminasi urine ?
3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi urinasi?
4. Apakah hal-hal yang perlu di perhatikan pada bladder training?
5. Apa saja fungsi/tujuan dari Bladder Training?
6. Apa sajakah hal-hal yang perlu di perhatikan sebelum tindakan bladder
training ?
7. Apakah indikasi bladder training?
8. Apa sajakah persiapan alat yang di gunakan dalam bladder training?
9. Bagaimana prosedur kerja dari Bladder Training?

C. TUJUAN
Untuk mengetahui apa saja hal-hal yang berkaitan dengan Bladder
Training, Baik itu pengertian, fungsi/tujuan, dan langkah-langkah kerja dari
masing-masing hal tersebut.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BLADDER TRAINING


Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan pola
normal perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urin.
Agar bladder training ini berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik
mampu mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi penyuluhan,
upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan umpan balik positif. Fungsi
kandung kemih sementara mungkin terganggu setelah suatu periode
kateterisasi. (Potter & perry. 2005)
Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara
terapi nonfarmakologis. (Potter & perry. 2005)

B. FISIOLOGI ELIMINASI URINE


Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darah untuk
membentuk urine. Ureter mentranspor urine dari ginjal ke kandung kemih.
Kandung kemih menyimpan urine keluar dari tubuh melalui uretra. Semua
organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi supaya urine berhasil di
keluarkan dengan baik. (Potter & perry. 2005)

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINASI


Banyak faktor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta
kemampuan klienuntuk berkemih. Beberapa perubahan dapat bersifat akut
dan kembali puli/reversible (mis, infeksi saluran kemih) sementara
perubahan yang lain dapat bersifat kronis dan tidak dapat kembali
pulih/irreversible ( mis, terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif
dan lambat). Proses penyakit yang utama mempengaruhi fungsi ginjal
( meyebabkan perubahan volume atau kualitas urine). Pada awalnya secara
umum di kategorikan sebagai parenalis, renalis, atau pascarenalis.

6
Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran
darah yang bersirkulasi dan melalui ginjal yang selanjutnya akan
menyebabkan penurunan perfusi jaringan ginjal. Dengan kata lain,
perubahan-perubahan tersebut terjadi du luar sistem perkemihan. Penurunan
perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya kemampuan untuk
membentuk urine) atau yang lebnih jarang terjadi, anuria ( ketidakmampuan
untuk memproduksi urine). Perubahan renalis diakibatkan faktor-faktor yang
menyebabkan cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis sehingga
menggangu fungsi normal filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi pada glomerulus
atau tubulus renalis tersebut.
Perubahan pasca renalis terjadi adanya obstruksi pada sistem
pengumpul urine di seyiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang
berada dalam ginjal) ke meatus uretra. Urine di bentuk oleh sistem
perkemihan tetapi tidak dapat di eliminasi oleh cara-cara yang normal.
Selain perubahan karena penyakit, faktor-faktor lain juga harus di
pertimbangkan jika klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan
eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja perkemihan dapat
merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsu, dan kognitif
sehingga menyebabkan inkontinensia urine, retensi dan infeksi. (Potter &
perry. 2005)

D. TUJUAN BLADER TRAINING

Tujuan dari bladder training antara lain :

1. untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya refluks


vesioko uretral.
2. mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih
3. dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi yang
berlebihan, untuk mengembangkan refleks urinasi yang spontan dan
efektif.
4. dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas,
mempertahankan urin tanpa terbentuknya batu

7
E. HAL-HAL YANG PERLU DI PERHATIAKAN DALAM BLADDER
TRAINING
Perawat pada awalnya mengkaji pola berkemih klien. Apabila klien
menderita ISK yang mendasari gangguan pola berkemih, ISK tersebut harus
diobati pada waktu yang sama. Info ini memungkinkan perawat
merencanakan sebuah program yang sering memakan waktu
2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
Tindakan berikut dapat membantu pasien yang menderita
inkontinensia untuk memperoleh kembali kontrol berkemihnya dan
merupakan bagian dari perawatan rehabilitatif serta restorasi.
1. Mempelajari latihan untuk menguatkan dasar panggul
2. Memulai jadwal berkemih pada setiap 2 jam sepanjang siang dan sore
hari, sebelum tidur, dan setiap 4 jam pada malam hari
3. Menggunakan metode untuk mengawali berkemih. ( misalnya, air
mengalir dan menepuk paha bagian dalam).
4. Menggunakan metode untuk relaks guna membantu pengososngan
kndung kemih secara total ( misalnya, membaca dan menarik nafas
dalam )
5. Jangan pernah mengabaikan keinginan untuk berkemih ( hanya jika
masalah klien melibatkan pengeluaran urine yang jarang sehingga
dapat mengakibatkan retensi )
6. Mengonsumsi cairan sekitar 30 menit sebelum jadwal waktu berkemih.
7. Hindari teh, kopi, alkohol, dan minuman berkafein lainnya.
8. Minum obat-obatan diuretik yang sudah di programkan atau cairan
untuk meningkatkan diuresis (seperti teh dan kopi( dini pada pagi hari.
9. Semakin memanjangkan atau memendekkan periode antar berkemih.
10. Menawarkan pakaian dalam pelindung untuk menampung urine dan
mengurangi rasa malu klien (bukan popok). (Potter & perry. 2005)
F. INDIKASI
Latihan ini diperuntukkan bagi :
1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.

8
3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.

Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan


berkontraksi. Karena itu, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan
tonusnya (atonia). Apabila hal ini terjadi dan kateter di lepas, otot
detrusor mungkin tidak dapat berkontraksi dan pasien tidak dapat
mengeliminasi urinnya.

4. Klien dengan inkontinensia urin


Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih
yang tidak terkendali atau terjadi di luar keonginan. Jika inkontinensia
urin terjadi akibat kelainan inflamasi, mungkin sifatnya hanya sementara
. namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi yang serius,
kemungkinan besar sifatnya akan permanen.
Inkontinensia ini memiliki beberapa tipe inkontinensia, anatara
lain urge inkontinensia yang merupakan terjadi bila pasien merasakan
dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya
cukup lama sebelum mencapai toilet, overlow inkontinence merupakan
hal yang di tandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang
terjadi hampir terus menerus dari kandung kemih. dan inkontinensia
fungsional yang merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih
bagian bawah yang utuh tetapi ada faktor lain seperti gangguan kognitif
berat yang membuat pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya
urinasi.
5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurogenik.
Merupakan gangguan kandung kemih yang terjadi akibat lesi
pada sistem saraf. Keadaan ini disebabkan oleh cedera atau tumor
medula spinalis. Ada dua tipe kandung kemih neurogenik, yaitu
kandung kemih spastik atau hipertonik akibat statis urin dan
kateterisasi yang di lakukan kemudian. Keadaan ini di tandai oleh
pengeluaran urin bersifat otomatik, reflektoris atau tidak terkontrol dari
kandung kemih dengan pengosongan yang tidak tuntas tipe yang kedua
yaitu kandung kemih flasid di sertai gangguan daya sensibilitas untuk

9
merasakan kandung kemih yang penuh sehingga terjadi pengisian yang
berlebihan serta distensi kandung kemih.
(Brunner & suddarth, dkk. 2001)

G. HAL-HAL YANG PERLU DI PERHATIKAN SEBELUM DI LAKUKAN


TINDAKAN BLADDER TRAINING.
1. Periksa kandung kemih. bagaimana keadaannya, keras atau tidak
Kandungan urinnya bagaimana
2. Sudah ada atau belum rasa ingin mengeluarkan urin yang di alami pasien

H. PERSIAPAN ALAT
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan, dan gunting klem.

I. PROSEDUR PELAKSANAAN
Untuk pasien yang terpasang kateter
1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul 8.00
hingga 20.00 untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak boleh ada
cairan yang di minum
(kecuali untuk membasahi bibir) sesudah pukul 22.00.
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di jepit
dengan klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan kandung
kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien
mencoba buang air kecil dengan cara menekan kandung kemih,
melakukan perkusi abdomen atau meregangkan sfingter ani dengan jari
tangan untuk memicu kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di lakukan
untuk menentukan jumlah urin sisa.

10
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah terjadi
distensi kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap
tanda yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi,
kaki atau tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di
laksanakan lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa.
Kateterisasi biasanya di hentikan setelah volume urin sisa mencapai
tingkatan yang aksep-tabel.

Untuk pasien yang tidak terpasang kateter

1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur,


setiap 2-3 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam
sekali pada malam hari.
2. Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu
jadwal untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan.
4. Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu
yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar
panggul.
a. Latihan 1
1) intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2) Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama
berkemih kemudian memulainya kembali
3) Praktikkan setiap kali berkemih
b. Latihan 2
1) minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri.
2) Instruksikan klien mengencangkan otot - otot disekitar anus.

11
c. Latihan 3
1) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan
kemudian kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai
hitungan ke empat.
2) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara
keseluruhan.
3) Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur selama
tiga bulan.
d. Latihan 4
1) Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi
(lutut ditekuk) kepada klien.
e. Evaluasi
1). Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali per
hari atau 3-4
jam sekali.
2. Klien merasa senang dengan prosedur.
6. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal atau
terdapat gangguan :
a. Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan
dari eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk
paha bagian dalam
b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu
pengosongan kandung kemih secara total, misalnya dengan
membaca dan menarik napas dalam.
c. Mengindari minuman yang mengandung cafein
d. Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan untuk
meningkatkan deuritik
7. Sikap
a. Jaga privasi klien
b. Lakukan prosedur dengan teliti.
c. Pemberian umpan balik positif

12
Memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya,
memberikan penghargaan atas keberhasilannya dalam melaksanakan
program bladder training.

13
CHECKLIST BLADDER TRAINING

Nama : ……………………………………

NIM : …………………………………

NILAI
ASPEK YANG DINILAI
0
1 2

DEFINISI :

Bladder training adalah salah satu upaya untuk


mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat
atau menstimulasi pengeluaran urin. Agar bladder training ini
berhasil, klien harus menyadari dan secara fisik mampu
mengikuti program pelatihan. Program tersebut meliputi
penyuluhan, upaya berkemih yang terjadwal, dan memberikan
umpan balik positif. Fungsi kandung kemih sementara
mungkin terganggu setelah suatu periode kateterisasi.

TUJUAN :

1. Untuk melatih kandung kemihyang adekuat tanpa terjadinya


refluks vesioko uretral.
2. Mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih
3. Dengan latihan kandung kemih ini juga untuk mencegah distensi
yang berlebihan, untuk mengembangkan refleks urinasi yang
spontan dan efektif.
4. Dapat mengosongkan kandung kemih secara teratur dan tuntas,
mempertahankan urin tanpa terbentuknya batu.

14
INDIKASI :

Latihan ini diperuntukkan bagi :

1. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan.

2. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urin.

3. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama.

4. Klien dengan inkontinentia urin

5. Klien dengan perubahan pola urinasi : kandung kemih neurgenik

15
PELAKSANAAN Tahap pre interaksi a. Persiapan pasien
1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan pada klien dan keliarga klien tentang prosedur dan tujuan
tindakan yang akan di lakukan.
4. Penjelasan yang di sampaikan di mengerti klien/keluarga.
5. Selama komunikasi di gunakan bahasa yang jelas, sistematis.
6. Klien/keluarga di beri kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7. Privasi klien selama tindakan di hargai
8. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan dan perhatian serta
respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
9. Membuat kontrak waktu
b. Persiapan alat dan bahan
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat deuritik jika diperlukan
c. Persiapan lingkungan Sampiran

Tahap orientasi

1. Memberi salam , panggil klien dengan panggilan yang disenangi


2. Memperkenalkan nama perawat
3. Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada klien atau keluarga
4. Menjelaskan tentang kerahasiaan
Tahap Kerja Untuk pasien yang terpasang kateter

1. Pasien minum cairan dengan jumlah yang sudah di ukur dari pukul 8.00
hingga 20.00;untuk menghindari distensi yang berlebihan, tidak boleh ada
cairan yang di munum (kecuali untuk membasahi bibir) sesudah pukul
22.00.

16
2. Sebelum kateterisasi di hentikan, kateter urin secara bergantian di jepit
dengan klem dan di lepas jepitannya ketika melakukan latihan kandung
kemih.
3. Setiap 2 jam sekali, kateter di klem selama 20 menit. Tindakan ini
memungkinkan kandung kemih terisi urin dan otot detrusor berkontraksi.
4. Kemudian Pada suatu waktu yang di tentukan di lepaskan dan pasien
mencoba buang air kecil dengan cara menekan kandung kemih, melakukan
perkusi abdomen atau meregangkan sfingter ani dengan jari tangan untuk
memicu kandung kemih.
5. Segera sesudah mencoba urinasi, kateterisasi (di lepas klem) di lakukan
untuk menentukan jumlah urin sisa.
6. Volume urin yang di eliminasi dan di peroleh melalui kateterisasi di ukur.
7. Kandung kemih di palpasi beberapa kali untuk menentukan apakah terjadi
distensi kanding kemih.
8. Pasien tanpa sensasi yang lazim di anjurkan untuk mewaspadai setiap
tanda yang menunjukkan penuhnya kandung kemih, seperti perspirasi,
kaki atau tangan yang dingin dan perasaan cemas.
9. Interval antar kateterisasi di perpanjang dan program latihan di laksanakan
lebih lanjut dengan berkurangnya volume urin sisa. Kateterisasi biasanya
di hentikan setelah volume urin sisa mencapai tingkatan yang aksep-tabel.

Untuk pasien yang tidak terpasang kateter

1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun tidur, setiap
2-3 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum tidur dan 4 jam sekali
pada malam hari.
2. Berikan klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum waktu jadwal
untuk berkemih
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu perawat jika
rangsangan berkemihnya tidak dapat ditahan.
4. Klien disuruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang waktu
yang telah ditentukan 2-3 jam sekali

17
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah ditentukan,
mintalah klien untuk memulai berkemih dengan teknik latihan dasar
panggul.

a. Latihan 1
1) intruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul2) Minta
klien berupaya menghentikan aliran urine selama berkemih
kemudian memulainya kembali3) Praktikkan setiap kali berkemihb.
Latihan 2
1) minta klien untuk mengambil posisi duduk atau berdiri.2)
Instruksikan klien mengencangkan otot - otot disekitar anus.c.
Latihan 3
1) Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan kemudian
kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai hitungan ke
empat.2) Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara
keseluruhan.3) Ulangi latihan empat jam sekali, saat bangun tidur
selama tiga bulan.d. Latihan 4
1) Apabila memungkinkan anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi(lutut
ditekuk) kepada klien.e. Evaluasi1) Klien dapat menahan berkemih
dalam 6-7 kali per hari atau 3 4

jam sekali.
2) Klien merasa senang dengan prosedur.
6. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belum optimal
atauterdapat gangguan :
a. Maka metode di atas dapat ditunjang dengan metode rangsangan dari
eksternal misalnya dengan suara aliran air dan menepuk paha bagian
dalam
b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu pengosongan
kandung kemih secara total, misalnya dengan membaca dan menarik
napas dalam.

18
c. Mengindari minuman yang mengandung cafein
d. Minum obat deuritik yang telah diprogramkan atau cairan untuk
meningkatkan deuritik
7. Sikap
a. Jaga privasi klien
b. Lakukan prosedur dengan teliti.
c. Pemberian umpan balik positif
Memberikan penghargaan atas apa yang telah dilakukannya,
memberikan penghargaan atas keberhasilannya dalam melaksanakan
program bladder training.

Tahap terminasi

1. Menyimpulkan hasil prosedur yang dilakukan


2. Melakukan kontrak untuk tindakan selanjutnya
3. Berikan reinforcement sesuai dengan kemampuan klien Tahap
Evaluasi

Menanyakan pada pasien apa yang dirasakan setelah dilakukan kegiatan .


Tahap dokumentasi

Catat seluruh hasil tindakan dalam catatan keperawatan Keterangan :

0 = tidak dikerjakan

19
1= di kerjakan tapi tidak lengkap/ tidak sempurna

2= dikerjakan dengan sempurna

20
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Jadi bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan


fungsi kandung kencing yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke
fungsi optimal neurogenik.
Teknik ini dapat dilakukan oleh klien atau pasien yang susah buang
air kecil (BAK) sehingga pasien mudah untuk eliminasi sesuai dengan
kebutuhan klien atau pasien. Teknik ini dapat juga dijadikan sebagai solusi
penumpukan penyakit yang ada di kandung kemih.

B. SARAN
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar penulis serta pembaca
dapat lebih memahami dan mengerti mengenai Bladder training tersebut
guna lebih mematangkan pengetahuan dalam terjun langsung ke dalam dunia
medis.

21
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddarth, dkk. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Volume 2.Jakarta:EGC

Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatankonsep, proses dan
praktik volume 2.Jakarta : EGC

22

Anda mungkin juga menyukai