Anda di halaman 1dari 10

MIND MAP MATERI KEGAWAT DARURATAN GINEKOLOGI PERDARAHAN

POST PARTUM,ABORTUS DAN PREEKLAMSIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat II

Dosen Pengampu : Vina Vitniawati, S.Kep.,Ners., M.Kep

Disusun Oleh :

Tingkat 3C ( Kelompok 1 )

Amalia Nur fadilah 191FK01008


Andiani Dwi Siswati 191FK01009
Anita Sri Widiyanti 191FK01012
Asti Nur Rahmawati 191FK01019
Bunga Sese SitiAmelia 191FK01023
Dara Nurafriani 191FK01027
Deni Merdani Septian 191FK01031
Desti Ramanti Putri 191FK01032
Dyah Nur Amalia 191FK01036
Fani Fatmala 191FK01042

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

2022
B. Definisi Perdarahan Post Partum
Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan melebihi 500 ml pasca persalinan setelah bayi
lahir (Ambar Dwi, 2010).

Perdarahan post partum adalah pendarahan yang terjadi sampai 24 jam setelah kelahiran dan
biasanya melibatkan kehilangan banyak darah melalui saluran genital (Vicky Chapman, 2006).

Perdarahan pasca partum adalah perdarahan yang terjadi setelah kelahiran bayi, sebelum, selama
dan sesudah keluarnya plasenta (Harry Oxorn, 2010).

C. Pembagian Perdarahan Post Partum


Menurut waktu kejadiannnya, perdarahan post partum dibagi atas :

 Perdarahan postpartum primer yang terjadi dalam 24 jam setelah bayi lahir dengan
jumlah 500 cc atau lebih.
 Perdarahan postpartum sekunder yang terjadi lebih dari 24 jam sampai dengan 6 minggu
setelah kelahiran bayi, dengan jumlah 500cc atau lebih (I.B.G Manuaba, 2007).

D. Etiologi Perdarahan Post Partum


Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara lain 4T (Tone dimished,
Trauma, Tissue, Thrombin) :

1. Tone Dimished : Atonia uteri


Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu untuk berkontraksi dengan
baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat - serat
myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada
tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada
palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan,
dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama
perdarahan postpartum.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri :
 Manipulasi uterus yang berlebihan.
 General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Anestesi yang dalam.
 Uterus yang teregang berlebihan.
 Kehamilan kembar.
 Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 - 5000 gram ).
 Polyhydramnion.
 Kehamilan lewat waktu, Partus lama.
 Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ).
 Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ).
 Plasenta previa, Solutio plasenta (Fransisca, 2012).
2. Tissue
 Retensio plasenta
 Sisa plasenta
 Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio
plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau
plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
 Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
 Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus
desidva sampai miometrium - sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta - perkreta )
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh
tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20 -
25 % dari kasus perdarahan postpartum. (Fransisca, 2012).
3. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir akibat :
 Ruptur uterus
 Inversi uterus
 Perlukaan jalan lahir
 Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan
dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section
secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena
persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi
kehamilan dengan vacum atau forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi pada
sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya
karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau
vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan,
atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.
Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan
mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau
vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala
III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
 Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
 Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
 Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri
yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam
vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian
tinggi ( 15 - 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk
keselamatan penderita. (Fransisca, 2012)
4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,
kelainan pembekuan darah bisa berupa :
 Hipofibrinogenemia,
 Trombocitopeni,
 Idiopathic thrombocytopenic purpura,
 HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ),
 Disseminated Intravaskuler Coagulation,
 Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena
darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.
(Fransisca, 2012)

E. Faktor Resiko Perdarahan Post Partum


Riwayat hemorraghe postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling
besar untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan untuk
menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui karena
dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum :

1. Grande multipara
2. Perpanjangan persalinan
3. Chorioamnionitis
4. Hipertensi
5. Kehamilan multiple
6. Injeksi Magnesium sulfat
7. Perpanjangan pemberian oxytocin (Fransisca, 2012)

F. Manifestasi Klinik Perdarahan Post Partum

1. Tanda - tanda perdarahan post partum secara umum :


 Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa
perdarahan yang merembes perlahan - lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya
menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.
 Pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil
 Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan
darah (sistolik <90 mmHg) nadi (>100x / menit) dan napas cepat, pucat (Hb <8%),
extremitas dingin, sampai terjadi syok (Ambar, 2010).
 Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
1. Atonia Uteri
 Gejala yang selalu ada : Uterus tidak berkontraksi dan
lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan postpartum primer).
 Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok (tekanan darah
rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-
lain)
2. Robekan jalan lahir
 Gejala yang selalu ada : perdarahan segera, darah segar
mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.
 Gejala yang kadang - kadang timbul : pucat, lemah,
menggigil.
3. Retensio plasenta
 Gejala yang selalu ada : plasenta belum lahir setelah 30
menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik.
 Gejala yang kadang - kadang timbul : tali pusat putus
akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan
4. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
 Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah) tidak lengkap dan perdarahan segera
 Gejala yang kadang - kadang timbul : Uterus berkontraksi
baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
5. Inversio uterus
 Gejala yang selalu ada : uterus tidak teraba, lumen vagina
terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan
nyeri sedikit atau berat.
 Gejala yang kadang-kadang timbul : Syok neurogenik dan
pucat (I.B.G Manuaba, 2007)

G. Patofisiologi Perdarahan Post Partum


Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus -
sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.

Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian
pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya
gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab
perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan
servix, vagina dan perinium.

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke
sana, atonia uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga
pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus
menerus. Trauma jalan terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri
juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu;
misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk
membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum.
Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih melekat pada tempat
implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot uterus,
sehingga sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan placenta
rest dapat diterangkan dalam mekanisme yang sama dimana akan terjadi gangguan pembentukan
thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga menghambat terjadinya perdarahan. Pemebentukan
epitel akan terganggu sehingga akan menimbulkan perdarahan berkepanjangan. (I.B.G Manuaba,
2007).

>>> Baca Juga Mengenai Pathway Keperawatan : Perdarahan Post Partum

H. Komplikasi Perdarahan Post Partum


Komplikasi perdarahan postpartum adalah

1. Anemia yang dapat memperlemah kondisi klien, menurunkan daya tahan dan menjadi
faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas.
2. Kematian akibat kehilangan darah yang tidak dapat ditangani. (Harry Oxorn, 2010)

I. Penatalaksanaan Perdarahan Post Partum

1. Penatalaksanaan Medis
Terapi Medis yang dapat digunakan
 Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung dengan
analgesik bila terjadi kram.
 Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
 Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
 Prostin supositoria pervagina, uterus atau rectum
 Bila perdarahan terus berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM setiap 5 menit
sebanyak tiga kali. Berikan dosis pertama 10 menit setelah pemberian Prostin (Geri
Morgan, 2009).
2. Penatalaksanaan Keperawatan Penunjang Medis
 Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
 Periksa konsistensi uterus
1. Bila terjadi atonia, pijat uterus
2. Bila tidak ada respon, lakukan kompresi bimanual
3. Berikan oksitoksik dan atau ergot, seperti berikut :
 Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
 Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
 Prostin supositoria pervagina, uterus, atau rectum
 Bila perdarahan uterus berlanjut berikan Hernabate 1 ampul per IM
setiap 5 menit sebanyak tiga kali. Beri dosis pertama 10 menit setelah pemberian
prostin.
4. Lanjutkan kompresi bimanual
5. Pantau TTV dan tanda syok
 Bila uterus terus berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut, perhatikan apakah
ada laserasi.

 Bila laserasi vagina atau perineum derajat pertama atau kedua, segera
perbaiki

 Bila laserasi serviks atau laserasi vagina atau laserasi perineum derajat tiga
atau empat: jepit perdarahan dan lakukan perbaikan bila terjadi hemostasis
 Bila terjadi tanda - tanda syok:

 Berikan infuse RL dengan cepat

 Baringkan pasien dengan kaki sedikit dinaikkan

 Berikan oksigen melalui masker

 Jaga pasien agar tetap hangat, beri selimut

 Pantau tanda - tanda vital

 Pada kasus yang ekstrem, pertimbanngkan untuk melakukan hal-hal berikut:

 Injeksi oksitosin secara langsung ke uterus dengan trompet lowa

 Lakukan kompresi aorta

 Lakukan histerektomi atau D&C bila diperlukan

 Penatalaksanaan tindak lanjut


Lakukan uji hemotokrit :
 Saat 12 jam setelah pelahiran

 Saat 24 jam sesudah pelahiran

 Pertimbangkan pemberian suplemen zat besi ( Geri Morgan, 2009).

Anda mungkin juga menyukai