A. Definisi
B. Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, antara
lain 4T (Tone dimished, Trauma, Tissue, Thrombin) :
1. Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus tidak mampu untuk
berkontraksi dengan baik dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim.
Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat -
serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena
atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga
dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat
uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan
penyebab utama perdarahan postpartum. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan terjadinya atonia uteri :
a. Manipulasi uterus yang berlebihan.
b. General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Anestesi yang
dalam.
c. Uterus yang teregang berlebihan.
d. Kehamilan kembar.
e. Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 - 5000 gram ).
f. Polyhydramnion.
g. Kehamilan lewat waktu, Partus lama.
h. Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ).Infeksi uterus
( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ).
i. Plasenta previa, Solutio plasenta (Fransisca, 2012).
2. Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu
dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta
belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi
belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi
perdarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi
perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
1) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva )
2) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis
menembus desidva sampai miometrium - sampai dibawah
peritoneum ( plasenta akreta - perkreta )
3) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum
keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau
karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran
konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya
plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal
merupakan penyebab 20 - 25 % dari kasus perdarahan postpartum.
(Fransisca, 2012).
2. Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan
lahir akibat :
a. Ruptur uterus
b. Inversi uterus
c. Perlukaan jalan lahir
d. Vaginal hematom
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa
menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi
uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus
sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya.
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan
biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan
pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacum atau
forcep, walaupun begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan.
Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan
menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa
menyebabkan terjadinya syok.
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika
mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada
penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara
persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus terjadi ( terutama
merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan
dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui
sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik. Pada
inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus
uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi
tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversio uteri dapat dibagi :
a. Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari
ruang tersebut.
b. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
c. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak
diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat
crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali
pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita
dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang
lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas
servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan
keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 - 70 % ). Reposisi secepat
mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita.
(Fransisca, 2012)
3. Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan
ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
a. Hipofibrinogenemia,
b. Trombocitopeni,
c. Idiopathic thrombocytopenic purpura,
d. HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet
count ),
e. Disseminated Intravaskuler Coagulation,
f. Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8
unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin
dan trombosit sudah rusak. (Fransisca, 2012).
C. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam
uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam
stratum spongiosum sehingga sinus - sinus maternalis ditempat insersinya
plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang
terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh
bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi
dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor
utama penyebab perdarahan paska persalinan. Perlukaan yang luas akan
menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perinium.
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atonia uteri dan subinvolusi uterus
menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempura sehingga terjadi per darahan terus
menerus. Trauma jalan terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum,
dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh
darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia
karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah
juga merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang
sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Lepasnya plasenta tidak terjadi bersamaan sehingga sebagian masih
melekat pada tempat implementasinya yang akan menyebabkan terganggunya
retraksi dan kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah terbuka
serta menimbulkan perdarahan. Perdarahan placenta rest dapat diterangkan
dalam mekanisme yang sama dimana akan terjadi gangguan pembentukan
thrombus di ujung pembuluh darah, sehingga menghambat terjadinya
perdarahan. Pemebentukan epitel akan terganggu sehingga akan menimbulkan
perdarahan berkepanjangan.
D. Manifestasi klinis
Gejala Klinis umum yang terjadi adalah kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah
rendah, ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
1. Perdarahan post partum akibat Atonia uteri.
b. Tindakan
Cara tarikan tali pusat yang berlebihan.
5. Perdarahan post partum akibat Hematoma.
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus
genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau
perineum. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesik dan
pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap
kembali secara alami.
6. Perdarahan post partum akibat laserasi /robekan jalan lahir.
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
post partum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan post partum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robekan servik atau vagina.
E. Komplikasi
Komplikasi perdarahan postpartum adalah
1. Anemia yang dapat memperlemah kondisi klien, menurunkan daya tahan
dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas.
2. Kematian akibat kehilangan darah yang tidak dapat ditangani. (Harry
Oxorn, 2010).
F. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1. Kadar Hb, Ht, Masa perdarahan dan masa pembekuan
2. Pemeriksaan USG
Hal ini dilakukan bila perlu untuk menentukan adanya sisa jaringan
konsepsi intrauterine.
3. Urinalisis memastikan kerusakan kandung kemih
4. Profil koagulasi menentukan peningkatan degradasi kadar produk fibrin,
penurunan fibrinogen, aktivasi masa tromboplastin dan masa
tromboplastin parsial
G. Penatalaksanaan medis/keperawatan
1. Medis
a. Methergine 0,2 mg peroral setiap 4 jam sebanyak 6 dosis. Dukung
dengan analgesik bila terjadi kram.
b. Pitocin 10 - 20 unit dalam 1000 cc cairan IV
c. Methergine 0,2 mg IM bila tidak ada riwayat hipertensi
d. Prostin supositoria pervagina, uterus atau rectum
e. Bila perdarahan terus berlanjut beri Hernabate 1 ampul per IM setiap 5
menit sebanyak tiga kali. Berikan dosis pertama 10 menit setelah
pemberian Prostin (Geri Morgan, 2009).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tekan bagian segmen uterus bagian bawah dan keluarkan bekuan darah
b. Periksa konsistensi uterus
c. Bila terjadi atonia, pijat uterus
d. Bila tidak ada respon, lakukan kompresi bimanual
e. Pantau TTV dan tanda syok
f. Bila uterus terus berkontraksi dan perdarahan terus berlanjut, perhatikan
apakah ada laserasi.
g. Bila laserasi vagina atau perineum derajat pertama atau kedua, segera
perbaiki
h. Bila laserasi serviks atau laserasi vagina atau laserasi perineum derajat
tiga atau empat: jepit perdarahan dan lakukan perbaikan bila terjadi
hemostasis
i. Pada kasus yang ekstrem, pertimbanngkan untuk melakukan hal-hal
berikut:
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan pervaginam
4. Implementasi
Pelaksanaan/implementasi merupakan tahap keempat dalam proses
keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan
(tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat
harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan
kepada pasien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan,
pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam
tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan
kolaborasi (Aziz Alimul, 2009).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil
meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009)