Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit Kejang Demam


1.1 Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
mencapai >380C. Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai
dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling
sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan
kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan
peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Kejang demam jarang terjadi setelah usia 5 tahun (Dona L.Wong, 2009).

1.2 Etiologi
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10. Penyakit degeneratif susunan saraf.
11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal

1.3 Tanda gejala


Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

1.4 Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion
natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi
ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di
luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun
sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa
yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan
dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat
yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Elektro encephalograft (EEG)
Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal
tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang
demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi
dianjurkan untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis, terutama
pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali
gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18
bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka
(di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.

1.6 Komplikasi
Menurut Ngastiyah (2005) risiko terjadi bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pada
pasien kejang demam antara lain:
1. Dapat terjadi perlukaan misalnya lidah tergigit atau akibat gesekan dengan gigi.
2. Dapat terjadi perlukaan akibat terkena benda tajam atau keras yang ada di sekitar
anak.
3. Dapat terjadi perlukaan akibat terjatuh.
Selain bahaya akibat kejang, risiko komplikasi dapat terjadi akibat pemberian obat
antikonvulsan yang dapat terjadi di rumah sakit. Misalnya:
1. Karena kejang tidak segera berhenti padahal telah mendapat fenobarbital kemudian
di berikan diazepam maka dapat berakibat apnea.
2. Jika memberikan diazepam secara intravena terlalu cepat juga dapat menyebabkan
depresi pusat pernapasan.

1.7 Penatalaksanaan
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang
diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun
demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang
demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam
dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :
– Fero barbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
– Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
– Klonazepam : (indikasi khusus)

1.8 Pathway

Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll

Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh

HIPERTERMI

Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin

Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron

Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+


secara cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron


dengan cepat

KEJANG
Spasme Bronkus
Penurunan kesadaran

Spasme otot Kekakuan otot


ekstermitas pernafas

Resiko cidera
Pola nafas tidak
efektif

(Sumber : Wong, Donna L. 2009)


II. Rencana Asuhan Klien Dengan Gangguan Kejang Demam
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak
meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, alamat.
2. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan:
 Apakah betul ada kejang?
Diharapkan ibu atau keluarga yang mengantar dianjurkan menirukan
gerakan kejang si anak
 Apakah disertai demam?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan
kejang.
 Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
 Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
 Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per-tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
 Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah aura atau rangsangan tertentu
yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit
kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya.
Sesudah kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur,
kesadaran menurun, ada paralise, menangis dan sebagainya?
 Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali?
Apakah ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-
lain.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi
atau sakit panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per- vaginam
sewaktu hamil, penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat
persalinan ditanyakan apakah sukar, spontan atau dengan tindakan
(forcep/vakum), perdarahan ante partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama
neonatal apakah bayi panas, diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-
kejang.
5. Riwayat Imunisasi
Jenis imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah
mendapat imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat
menimbulkan kejang.
6. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Personal sosial (kepribadian/tingkah laku sosial): berhubungan dengan
kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan motorik halus: berhubungan dengan kemampuan anak untuk
mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang
cermat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan motorik kasar: berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah
dan berbicara spontan.
7. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah anggota keluarga yang menderita kejang (+25 % penderita kejang
demam mempunyai faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit syaraf atau lainnya? Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti ISPA, diare atau penyakit infeksi menular yang dapat
mencetuskan terjadinya kejang demam.
8. Riwayat sosial
Untuk mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji
siapakah yang mengasuh anak?
Bagaimana hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya?
9. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana?
 Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan
medis?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
 Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak? Bagaimana selera makan
anak? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari?
 Pola Eliminasi
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan
bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah? Serta ditanyakan apakah
disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir?
10. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam? Aktivitas apa yang disukai?
11. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur? Berangkat tidur jam berapa? Bangun tidur jam
berapa? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
2.1.2 Pemeriksaan fisik
Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital: tingkat kesadaran, tekanan darah,
nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu
tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum
kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan fisik
 Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala?
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum?
 Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
 Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila
anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah
tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus
cranial ?
 Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
 Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari
telinga, berkurangnya pendengaran.
 Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas?
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
 Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah?
Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi?
 Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi faring,
cairan eksudat?
 Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah
pembesaran vena jugularis?
 Thorax
Pada inspeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
 Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi
tambahan? Adakah bradicardi atau tachycardia?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana
turgor kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah
pembesaran lien dan hepar?
 Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat
oedema, hemangioma? Bagaimana keadaan turgor kulit?
 Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral?
 Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda
infeksi?
2.1.3 Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi:
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N< 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral
oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Hipertermia (00007)
2.2.1 Definisi: peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal
2.2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
Klien mengatakan badannya panas
Objektif
 Kulit merah
 Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal
 Frakuansi napas meningkat
 Kejang atau konfulsi
 Kulit teraba hangat
 Takikardi
 Tachipnea
2.2.3 Faktor yang berhubungan
 Dehidrasi
 Penyakit atau trauma
 Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
 Pakaian yang tidak tepat
 Peningkatan laju metabolism
 Obat atau anastesia
 Terpajan pada lingkungan yang panas
 Aktivitas yang berlebihan
 Proses penyakit

Diagnosa 2: Ketidakefektifan Pola Nafas (00032)


2.2.4 Definisi: Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang
adekuat
2.2.5 Batasan karakteristik
Subjektif
 Dispnea
 Napas pendek
Objektif
 Perubahan ekskursi dada
 Mengambil posisi tiga titik tumpu
 Bradipnea
 Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
 Penurunan vntilasi semenit
 Penurunan kapasitas vital
 Napas dalam
 Peningkatan diameter anterior-posterior
 Napas cuping hidung
 Ortopnea
 Fase ekspirasi memanjang
 Pernapasan binir mencucu
 Kecepatan respirasi
 Usia dewasa atau 14 tahun lebih ; ≤11 atau ≥24 x permenit
 Usia 5-14 tahun < 15 atau > 25
 Usia 1-4 tahun <20 atau >30
 Usia bayi <25 atau >60
 Takipnea
 Rasio waktu
 Pengunaan otot bantu asesoris untuk bernapas

2.2.6 Factor yang berubungan


 Ansietas
 Posisi tubuh
 Deformitas tulang
 Deformitas dinding dada
 Penurunan energy dan kelelahan
 Hiperventilasi
 Sindrom hipoventilasi
 Kerusakan musculoskeletal
 Imaturitas neurologis
 Disfungsi neuromuscular
 Obesitas
 Nyeri
 Kerusakan persepsi atau kognitif
 Kelelahan otot-otot pernapasan
 Cedera medulla spinalis

Diagnosa 3 : Resiko cedera (00035)


2.2.7 Definisi : Rentan mengalami cedera fisik akibat kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber adaptif dan sumber defensif individu, yang dapat
mengganggu kesehatan.
2.2.8 Faktor yang berhubungan
Eksternal
 Agen nosocomial
 Gangguan fungsi kognitif
 Gangguan fungsi psikomotor
 Hambatan fisik
 Hambatan sumber nutrisi
 Moda transfortasi tidak aman
 Pajanan pada kimia toksik
 Pajanan pada patogen
 Tingkat imunisasi di komunitas
Internal
 Disfungsi biokimia
 Disfungsi efektor
 Disfungsi imun
 Disfungsi integrasi sensori
 Gangguan mekanisme pertahanan primer
 Gangguan orientasi afektif
 Gangguan sensasi
 Hipoksia jaringan
 Malnutrisi
 Profil darah yang abnormal
 Usia eksterm
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan catat suhu 1. Tindakan ini sebagai
keperawatan selama 3 x tubuh setiap 2 atau 4 dasar untuk
24jam pasien menunjukkan jam. menentukan
kestabilan suhu tubuh : intervensi.
NOC : 2. Observasi membrane 2. Untuk
Nilai suhu, denyut nadi, mukosa, pengisian mengidentifikasi
frekuensi pernapasan, TD kapiler, dan turgor tanda-tanda dehidrasi
dalam rentang normal. kulit. akibat panas.
3. Berikan minum 2-2,5 3. Kebutuhan cairan
liter sehari selama 24 dalam tubuh cukup
jam. mencegah terjadinya
panas.
4. Berikan kompres 4. Kompres hangat
hangat pada dahi, memberi efek
ketiak, dan lipat paha. vasodilatasi
pembuluh darah,
sehingga
mempercepat
penguapan tubuh.
5. Anjurkan pasien untuk
5. Menurunkan
tirah baring (bed rest)
kebutuhan
sebagai upaya
metabolisme tubuh
pembatasanaktivitas
sehingga turut
selama fase akut.
menurunkan panas.
6. Anjurkan pasien untuk
6. Pakaian tipis
menggunakan pakaian
memudahkan
yang tipis dan
penguapan panas.
menyerap keringat.
Saat suhu tubuh naik,
pasien akan banyak
mengeluarkan
keringat.
7. Berikan terapi obat
7. Untuk menurunkan
golongan antipiretik
atau mengontrol
sesuai program medis
panas badan.
evaluasi
efektivitasnya.
8. Pemberian antibiotik 8. Untuk mengatasi
sesuai program medis. infeksi dan mencegah
penyebaran infeksi.
9. Pemberian cairan 9. Penggantian cairan
parenteral sesuai akibat penguapan
program medis. panas tubuh.
10. Observasi hasil 10. Untuk mengetahui
pemeriksaan darah dan perkembangan
feses. penyakit tipes dan
efektivitas terapi.
11. Observasi adanya 11. Peningkatan suhu
peningkatan suhu secara terus -
secara terus - menerus, menerus setelah
distensi abdomen, dan pemberian antiseptik
nyeri abdomen. dan antibiotik,
kemungkinan
mengindikasikan
terjadinya komplikasi
perforasi usus.

Diagnosa 2 : Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan kelelahan otot-otot pernapasan.

TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
Setelah dilakukan tindakan NIC Label : Airway NIC Label : Airway
keperawatan selama 3 x Management Management
24jam pasien menunjukkan
1. Posisikan pasien 1. Untuk
keefektifan pola
semi fowler memaksimalkan
nafas, dengan kriteria hasil:
2. Auskultasi suara potensial ventilasi
NOC Label : Respiratory nafas, catat hasil 2. Memonitor
Status: Airway patency penurunan daerah kepatenan jalan
ventilasi atau tidak napas
1. Frekuensi, irama,
adanya suara 3. Memonitor
kedalaman
adventif respirasi dan
pernapasan dalam
3. Monitor pernapasan keadekuatan
batas normal
2. Tidak menggunakan dan status oksigen oksigen
otot-otot bantu yang sesuai
NIC Label : Oxygen
pernapasan
NIC Label : Oxygen Therapy
NOC Label : Vital Signs Therapy
1. Menjaga
Tanda Tanda vital dalam 1. Mempertahankan keadekuatan
rentang normal (tekanan jalan napas paten ventilasi
darah, nadi, pernafasan) (TD 2. Kolaborasi dalam 2. Meningkatkan
120-90/90-60 mmHg, nadi pemberian oksigen ventilasi dan
80-100 x/menit, RR : 18-24 terapi asupan oksigen
x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C) 3. Monitor aliran 3. Menjaga aliran
oksigen oksigen mencukupi
kebutuhan pasien
NIC Label : Respiratory
Monitoring NIC Label : Respiratory
Monitoring
1. Monitor kecepatan,
ritme, kedalaman 1. Monitor
dan usaha pasien keadekuatan
saat bernafas pernapasan
2. Catat pergerakan 2. Melihat apakah ada
dada, simetris atau obstruksi di salah
tidak, menggunakan satu bronkus atau
otot bantu adanya gangguan
pernafasan pada ventilasi
3. Monitor suara nafas 3. Mengetahui adanya
seperti snoring sumbatan pada
4. Monitor pola nafas: jalan napas
bradypnea, 4. Memonitor keadaan
tachypnea, pernapasan klien
hiperventilasi,
respirasi kussmaul,
respirasi cheyne-
stokes dll.
Diagnosa 1: Resiko cedera berhubungan dengan aktifitas motorik yang meningkat (kejang).

TUJUAN DAN KRITERIA


INTERVENSI RASIONAL
HASIL
Setelah dilakukan tindakan 1) Jelaskan pada keluarga 1) Penjelasan yang baik
keperawatan selama 1 x akibat-akibat yang terjadi dan tepat sangat
24jam pasien menunjukkan sat kejang berulang (lidah penting untuk
penurunan resiko cedera. tergigit). meningkatkan
Kriteria hasil : pengetahuan dalam
Lidah tidak tergigit dan mengatasi kejang
jatuh ke belakang. (lidah tergigit)
2) Sediakan spatel lidah 2) Spatel lidah digunakan
yang telah dibungkur untuk menahan lidah
gaas verban jika tergigi
3) Beri posisi miring 3) Mencegah aspirasi pada
kiri/kanan lambung
4) Kolaborasi dengan dokter 4) Obat anti konvulsan
dalam pemberian obat sebagai pengatur
anti konvulsan gerakan motorik dalam
hal ini anti konvulsan
menghentikan gerakan
motorik yang
berlebihan.
III. Daftar Pustaka
Http://Askepkita.Com

Nanda 2011-2012. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Primamedika.

T. Heather Hermand, Shigemi Kamitsuru. Diagnosis Keperawatan, Definisi dan


Klasifikasi 2015 – 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC, 2015.

Wilkinson, Judith M. 2012. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9. Jakarta : EGC.

Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6. Jakarta: EGC

Banjarmasin, Mei 2018

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(……….……….….………....) (…..…………..….…………….)

Anda mungkin juga menyukai