Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh
faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Smeltzer & Bare. 2002.
Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita
Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius.).
1.2 Etiologi
Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan salmonella
parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan debu. Namun bakteri ini dapat
mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, pasien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1.2.1 Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal
dari tubuh kuman).
1.2.2 Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal
dari flagel kuman).
1.2.3 Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo.
Buku ajar ilmu penyakit dalam. 2009. Ed V.Jilid III. Jakarta: interna publishing)
1.4 Patofisiologi
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh
melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak
bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan
dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam
jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai
usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi
mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel
epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella
typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe
mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di
organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit
mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe
(Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh
jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan
keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang
disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik
secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme
di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran
endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan
tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa,
folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin
dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel,
sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan
pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo,
dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
1.6 Komplikasi
1.6.1 Komplikasi intestinal :
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ilius paralitik
1.6.2 Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis,
trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningitis, polineuritis perifer.
1.7 Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Cara pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah
dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari
minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air
sampai mendidih dan hindari makanan pedas
b. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring
dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi,
dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia
orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
c. Diet dan terapi Penunjang
1. Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
2. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus ( kembung perut), dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan
saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar
meningkatkan keadaan umum dan mempercepat proses penyembuhan. Cairan
yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
3. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja
penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
4. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana
tifoid adalah:
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat
diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas.
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg
sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim).
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu.
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc,
diberikan selama ½ jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
6. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu
seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah
terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain
kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001).
7. Vit B komplek dan Vit C sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekuatan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh kafiler.
1.8 Pathway
II. Rencana asuhan keperawatan klien dengan demam thypoid
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
- Keluhan Utama : demam
- Riwayat Keluhan Utama : demam yang tidak terlalu tinggi dan
berlangsung selama 3 minggu
- Keluhan yang menyertai : anoreksia, nyeri perut, nyeri kepala,
jual, muntah, batuk, diare.
Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Riwayat Kehamilan / Persalinan
Prenatal
Kondisi ibu saat hamil
Ada kelainan / tidak, pecahnya ketuban dini
Nutrisi yang dikonsumsi / obat-obatan yang dipakai
Berapa kali priksa kehamilan di RS / puskesmas
Dapat diimunisasi / tidak
Natal
Lahir premature / aterm atau posaterm
Lahir spontan / dengan alat atau spontan
Letak bokong atau sungsang atau normal
Ditolong oleh siapa
Ada cacat bawaan
Neonatal
Kondisi bayi waktu lahir
BB / PB apgar score
Warna kulit waktu lahir
Ada masalah / tidak setelah lahir / aspirasi
Post Natal
Lamanya ibu dirawat di RS setelah persalinan
Bagaimana produksi ASI setelah persalinan
Apa bayi bisa menetek dengan baik
2. Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana riwayat tumbuh kembang bayi
3. Riwayat Imunisasi
Pola Kebiasaan
1. Pola pernafasan : frekuensi nafas cepat dan dangkal
2. Makan dan minum : tidak ada nafsu makan
3. Eliminasi : BAK : tidak terganggu
4. BAB : > 5 x /hari, konsistensi encer, berbau
busuk
5. Pergerakan yang berhubungan dengan sikap : aktivitas terbatas
karena kelemahan
6. Istirahat dan tidur : mengalami gangguan karena sering defekasi
7. Memilih, mengenakan dan melepaskan pakaian : karena adanya
kelemahan tubuh maka pasien memerlukan bantuan dalam
mengenakan dan melepaskan pakaian
8. Suhu tubuh : terjadi peningkatan
9. Kebersihan dan kesegaran tubuh : perlu bantuan orang lain
dalam membersihkan tubuh
10. Mencegah dan menghindari bahaya : pasien rentang terhadap
bahaya karena kelemahan fisik
11. Beribadah sesuai keyakinan : umumnya pasien lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan
12. Komunikasi dengan orang lain : komunikasi terbatas karena
adanya kelemahan, adanya keterbatasan dalam mengerjakan dan
melaksanakan sesuai dengan kemampuan pasien
13. Berpartisipasi dalam bentuk rekreasi : pasien kurang berminat
dalam melakukan rekreasi
14. Belajar memuaskan keingintahuan yang mengarah pada
perkembangan kesehatan : pasien banyak bertanya-tanya tentang
penyakitnya
2.1.2 Pemeriksaan fisik : data focus
KU : lemah
Kesadaran : kompos mentis
TTV : - Tekanan darah : meningkat
Nadi : cepat
Respirasi : cepat dan dangkal
Suhu : meningkat
Kepala : nyeri tekan, simetris
Mata : simetris
Hidung : simetris
Mulut : bibir kering dan lidah beslag
Ekstremitas : pergerakan terbatas
Thoraks : normal
Kulit : pucat
Abdomen : nyeri tekan, kembung
Berat badan : terjadi penurunan berat badan
Anus : kemerahan karena seringnya defekasi
Neurology : ada gerak reflek
2.1.3 Pemeriksaan penunjang :
uji serologis
darah
isolasi kreman
2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : hipertermia (00007)
2.3.1 Tujuan dan kriteria hasil
1. Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh
indicator gangguan sebagai berikut (1 – 5 : gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
- Peningkatan suhu kulit
- Hipertermia
- Dehidrasi
- Mengantuk
2. Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut (1 – 5 : gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan):
- Berkeringat saat panas
- Denyut nadi radialis
- Frekuensi pernapasan
2.3.2 Intervensi keperawatan dan rasional
a. Terapi demam
Rasional : penatalaksaan pasien yang mengalamihiperpireksia
akibat faktor selain lingkungan
b. Regulasi suhu
Rasional : mencapai atau mempertahankan suhu tubuh dalam
rentang normal
c. Pemantauan TTV
Rasional : mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular,
pernapasan, dan suhu tubuh untuk menentukan serta mencegah
komplikasi
Suriadi dan Yuliani, Rita. Asuhan Keperawatan pada anak. Cv Sagung Seto.
Jakarta : 2001.
Aru W. Sudoyo.(2009) Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V.Jilid III. Jakarta:
Interna Publishing.
Sjamsuhidayat. (1998). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta.
Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC
Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. (2012). Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis. Jakarta: IDAI)
(……….……….….………....) (…..…………..….…………….)