Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN ETIOLOGI

DIABETES MELITUS YANG SEDANG MENJALANI


TERAPI HEMODIALISIS DI POLI HEMODIALISA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh

Ria Agustina, S. Kep.


NIM. 132311101009

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN ETIOLOGI
DIABETES MELITUS YANG SEDANG MENJALANI TERAPI HEMODIALISIS

A. Anatomi Fisiologi Ginjal


a. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan homeostasis tubuh
dalam mempertahankan keseimbangan, termasuk keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal
menyekresi hormon dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah,
serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme dan menyesuaikan
ekskresi air dan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh, asiditas, dan elektrolit sehingga
mempertahankan komposisi cairan yang normal. Ginjal terletak di belakang peritoneum parietal
(retro-peritoneal), pada dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta
abdominal dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal kanan ke bawah sehingga ginjal kanan
lebih rendah daripada ginjal kiri.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal, disebelah kanan
dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal dibelakang pritonium. Kedudukan
gijal dapatdiperkirakan dari belakang, mulai dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai
vertebra lumbalis ketiga. Dan ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan
oleh hati (Pearce dan Wilson, 2006).

Gambar 1. Anatomi Ginjal


Setiap ginjal panjangnya antara 12 cm sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan tebalnya antara 1,5
cm sampai 2,5 cm, pada orang dewasa berat ginjal antara 140 gram sampai 150 gram. Bentuk
ginjal seperti kacang dan sisi dalamnya atau hilus menghadap ketulang belakang, serta sisi
luarnya berbentuk cembung. Pembuluh darah ginjal semuanya masuk dan keluar melalui hilus.
Diatas setiap ginjal menjulang kelenjar suprarenal.
Setiap ginjal dilingkupi kapsul tipis dan jaringan fibrus yang membungkusnya, dan
membentuk pembungkus yang halus serta didalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Struktur
ginjal warnanya ungu tua dan terdiri dari bagian kapiler disebelah luar, dan medulla disebelah
dalam. Bagian medulla tersusun atas 15 sampai 16 bagian yang berbentuk piramid, yang disebut
sebagai piramid ginjal. Puncaknya mengarah ke hilus dan berakhir di kalies, kalies akan
menghubungkan dengan pelvis ginjal.
Struktur mikroskopik ginjal tersusun atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional
ginjal, dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai
membentuk sebagai berkas kapiler (Badan Malpighi/Glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung
atas yang lebar pada unineferus. Tubulus ada yang berkelok dan ada yang lurus. Bagian pertama
tubulus berkelok-kelok dan kelokan pertama disebut tubulus proksimal, dan sesudah itu terdapat
sebuah simpai yang disebut simpai henle. Kemudian tubulus tersebut berkelok lagi yaitu kelokan
kedua yang disebut tubulus distal, yang bergabung dengan tubulus penampung yang berjalan
melintasi kortek dan medulla, dan berakhir dipuncak salah satu piramid ginjal.

Gambar 3. Bagian microscopic ginjal


Selain tubulus urineferus, struktur ginjal juga berisi pembuluh darah yaitu arteri renalis
yang membawa darah murni dari aorta abdominalis ke ginjal dan bercabang-cabang di ginjal dan
membentuk arteriola aferen (arteriola aferentes), serta masing-masing membentuk simpul
didalam salah satu glomerulus. Pembuluh eferen kemudian tampil sebagai arteriola eferen
(arteriola eferentes), yang bercabang-cabang membentuk jaring kapiler disekeliling tubulus
uriniferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi untuk membentuk vena renalis, yang
membawa darah kevena kava inferior. Maka darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua
kelompok kapiler, yang bertujuan agar darah lebih lama disekeliling tubulus urineferus, karena
fungsi ginjal tergantung pada hal tersebut. (Pearce dan Wilson, 2006)
Fungsi ginjal antara lain (Sloane, 2003):
1. Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mensekresi urean, asam urat, kreatinin, dan produk
penguraian hemoglobin dan hormon.
2. Pengaturan konsentrasi ion-ion penting. Ginjal mensekresi ion kalian, natrium, kalsium,
magnesium, sulfat, dan fosfat. Ekskresi ion-ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya
melalui rute lain, seperti pada saluran gastrointestinan atau kulit.
3. Pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Ginjal mengandalikan ekskresi ion hydrogen
(H+), bikarbonat (HCO3-), dan ammonium (NH4+), serta memproduksi urin asam atau basa,
bergantung pada kebutuhan tubuh.
4. Pengaturan produksi sel darah merah. Ginjal melepas eritropoietin yang mengatur produksi
sel darah merah dalam susmsum tulang.
5. Pengaturan tekanan darah. Ginjal mengatur volume cairan yang esensial bagi pengaturan
tekanan darah, dan juga memproduksi enzim renin. Renin adalah komponen penting dalam
mekanisme renin angiotensin aldosterone, yang meningkatkan tekanan darah dan retensi air.
6. Pengendalian terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah. Ginjal
melalui ekskresi glukosa dan asam amino berlebih bertanggung jawab atas konsentrasi
nutrien dalam darah.
7. Pengeluaran zat beracun. Ginjal mengeluarkan polutan, zat tambah makanan, obat-obatan,
atau zat kimia asing lain dari tubuh

b. Fisiologi Perkemihan
1) Ultrafiltrasi
Filtrasi adalah proses ginjal dalam menghasilkan urine. Filtrasi plasma terjadi ketika darah
melewati kapiler dari glomerulus. Dari proses ultrafiltrasi ini, filtrat glomerular kira-kira 180 liter
per hari. Volume ini, 99% direabsorpsi oleh ginjal. Oleh karena kemampuan ginjal yang luar
biasa untuk mengabsorpsi, rata-rata haluaran urine per hari (orang dewasa) hanya 1-2 liter dari
volume filtrat glomerular yang berjumlah 180 liter per hari. Ultrafiltrasi diukur sebagai laju
filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR). Secara klinis, GFR diartikan sebagai jumlah
filtrat glomerular yang dihasilkan dalam satu menit. GFR pada orang dewasa kira-kira 125 ml per
menit (7,5 liter per jam).
Kedua ginjal menerima sekitar 20% dari curah jantung yang dapat membuat kecepatan
aliran darah ginjal sebanyak 1200 ml per menit. Aliran darah yang sangat cepat ini memang
melampaui kebutuhan oksigen dan metabolik ginjal, tetapi diperlukan karena memperlancar
ekskresi sisa metabolik. Oleh karena itu, gangguan curah jantung yang berat atau berlangsung
lama, atau gangguan perfusi ginjal dapat mempengaruhi pembentukan urine dan kelangsungan
hidup sel yang berfungsi mempertahankan keseimbangan lingkungan internal tubuh.
Kemampuan ginjal untuk mempertahankan air dan elektrolit (melalui reabsorpsi) juga
sangat penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Tanpa kemampuan ini, seseorang dapat
mengalami kekurangan air dan elektrolit dalam 3-4 menit. Tubulus kontortus proksimal
mereabsorpsi 85-90% air yang ada dalam ultrafiltrat, 80% dari natrium; sebagian besar kalium,
bikarbonat, klorida, fosfat, glukosa, dan asam amino. Tubulus kontortus distal dan tubulus
koligentes menghasilkan urine.
Gambar 4. Mekanisme pembentukan urine dan proses filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi di nefron

Mekanisme lain yang dapat mencegah berkurangnya air dan elektrolit adalah endokrin atau
respons hormonal. Hormon antidiuretik (ADH) adalah contoh klasik bagaimana hormon
mengatur keseimbangan air dan elektrolit. ADH adalah hormon yang dihasilkan oleh
hipotalamus, disimpan dan dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis sebagai respons terhadap
perubahan dalam osmolalitas plasma. Osmolaritas adalah konsentrasi ion dalam suatu larutan.
Dalam hal ini, larutannya adalah darah. Apabila asupan air menjadi kurang atau air banyak yang
hilang, ADH akan dikeluarkan sehingga membuat ginjal menahan air. ADH mempengaruhi
nefron bagian distal untuk memperlancar permeabilitas air sehingga lebih banyak air yang
direabsoprsi dan dikembalikan ke dalam sirkulasi darah.

Tabel 1. Bagian dan fungsi utama nefron


Bagian dan fungsi utama nefron
Kapsula Bowman Filtrasi: ultrafiltrasi dan plasma masuk ke
dalam kapsula Bowman dan mengalir ke
tubulus kontortus proksimal
Tubulus kontortus Obligatory rearbsorption (66% dari filtrat
proksimal glomeruli): natrium, kalium, klorida,
bikarbonat, dan elektrolit. Lainnya: glukosa,
asam amino, air, dan urea. Sekresi: ion
hidrogen, obat, dan toksin
Ansa Henle Reabsorpsi (25% dari filtrat glomeruli):
klorida, natrium, ion kalsium, air, dan urea
Tubulus kontortus Facilitatory rearbsorption (9% dari filtrat
distal glomeruli): natrium, klorida, bikarbonat, air,
dan urea. Sekresi: hidrogen, kalium, dan
amonia
Duktus koligentes Facilitatory rearbsorption: air dan urea

2) Keseimbangan elektrolit
Sebagian besar elektrolit yang dikeluarkan dari kapsula Bowman direabsorpsi dalam
tubulus proksimal. Konsentrasi elektrolit yang telah direabsorpsi diatur dalam tubulus distal di
bawah pengaruh hormon aldosteron dan ADH. Mekanisme yang membuat elektrolit bergerak
menyebrangi membran tubula adalah mekanisme aktif dan pasif. Gerakan pasif terjadi apabila
ada perbedaan konsentrasi molekul. Molekul bergerak dari area yang berkonsentrasi tinggi ke
area yang berkonsentrasi rendah. Gerakan aktif memerlukan energi dan dapat membuat molekul
bergerak tanpa memperhatikan tingkat konsentrasi molekul. Dengan gerakan aktif dan pasif ini,
ginjal dapat mempertahankan keseimbangan elektrolit yang optimal sehingga menjamin fungsi
normal sel.
3) Pemeliharaan keseimbangan asam-basa
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH plasma 7,35 untuk darah vena
dan pH 7,45 untuk darah arteria. Keseimbangan ini dapat dicapai dengan mempertahankan rasio
darah bikarbonat dan karbon dioksida pada 20:1. Ginjal dan paru-paru bekerja lama untuk
mempertahankan rasio ini. Paru-paru bekerja dengan menyesuaikan jumlah karbon dioksida
dalam darah. Ginjal menyekresi atau menahan bikarbonat dan ion hidrogen sebagai respons
terhadap pH darah.
4) Eritropoiesis
Ginjal mempunyai peranan yang sangat penting dalam produksi eritrosit. Ginjal
memproduksi enzim yang disebut faktor eritropoietin yang mengaktifkan eritropoietin, hormon
yang dihasilkan hepar. Fungsi eritropoietin adalah menstimulasi sumsum tulang untuk
memproduksi sel darah, terutama sel darah merah. Tanpa eritropoietin, sumsum tulang pasien
penyakit hepar atau ginjal tidak dapat memproduksi sel darah merah.
5) Regulasi kalsium dan fosfor
Salah satu fungsi penting ginjal adalah mengatur kalsium serum dan fosfor. Kalsium sangat
penting untuk pembentukan tulang, pertumbuhan sel, pembekuan darah, respons hormon, dan
aktivitas listrik selular. Ginjal adalah pengatur utama keseimbangan kalsium-fosfor. Ginjal
melakukan hal ini dengan mengubah vitamin D dalam usus (dari makanan) ke bentuk yang lebih
aktif, yaitu 1,25-dihidrovitamin D3. Ginjal meningkatkan kecepatan konversi vitamin D jika
kadar kalsium atau fosforus serum menurun. Vitamin D molekul yang aktif (1,25-dihidrovitamin
D3), bersama hormon paratiroid dapat meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfor oleh usus.
6) Regulasi tekanan darah
Ginjal mempunyai peranan aktif dalam pengaturan tekanan darah, terutama dengan mengatur
volume plasma dipertahankan melalui reabsorpsi air dan pengendalian komposisi cairan
ekstraselular (mis., terjadi dehidrasi). Korteks adrenal mengeluarkan aldosteron. Aldosteron
membuat ginjal menahan natrium yang dapat mengakibatkan reabsorpsi air.
7) Ekskresi sisa metabolik dan toksin
Sisa metabolik diekskresikan dalam filtrat glomerular. Kreatinin diekskresikan ke dalam
urine tanpa diubah. Sisa yang lain seperti urea, menagalami reabsorpsi waktu melewati nefron.
Biasanya obat dikeluarkan melalui ginjal atau diubah dulu di hepar ke dalam bentuk inaktif,
kemudian diekskresi oleh ginjal.
8) Miksi
Miksi (mengeluarkan urine) adalah suatu proses sensori-motorik yang kompleks. Urine
mengalir dari pelvis ginjal, kemudian kedua ureter dengan gerakan peristalsis. Rasa ingin
berkemih akan timbul apabila kandung kemih berisi urine sebanyak 200-300 ml. Saat dinding
kandung kemih mengencang, baroseptor (saraf sensori yang distimulasi oleh tekanan) akan
membuat kandung kemih berkontraksi. Otot sfingter eksternal berelaksasi dan urine keluar. Otot
sfingter eksternal dapat dikendalikan secara volunter sehingga urine tetap tidak keluar walaupun
dinding kandung kemih sudah berkontraksi (Baradero, 2008).

B. Konsep Teori Gagal Ginjal Kronis dan Hemodialisis


1. Definisi
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi ginjal yang
menahun bersifat progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2001). Gagal ginjal
kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel. Gagal ginjal
terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk keperluan tubuh (harus
dibantu dengan dialisis atau transplantasi) (Mansjoer, et al 2001). Gagal ginjal kronik adalah
suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun,
berlangsung progresif. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/
menit.
Salah satu penyebab gagal ginjal adalah diabetes mellitus, suatu kondisi yang ditandai
dengan kadar glukosa darah tinggi (gula). Seiring waktu, tingginya tingkat gula dalam darah
merusak jutaan unit penyaringan kecil dalam setiap ginjal. Hal ini akhirnya mengarah pada gagal
ginjal. Sekitar 20 sampai 30 persen orang dengan diabetes mengalami penyakit ginjal (nefropati
diabetik), meskipun tidak semua ini akan berkembang menjadi gagal ginjal. Seseorang dengan
diabetes rentan terhadap nefropati apakah mereka menggunakan insulin atau tidak. Risiko ini
terkait dengan lamanya waktu orang yang memiliki diabetes (Prince, 2005).

2. Epidemiologi
Prevalensi penyakit gagal ginjal kronik saat ini terus mengalami peningkatan di seluruh
belahan dunia. Diperkirakan lebih dari 50 juta penduduk dunia mengalami PGK dan 1 juta dari
mereka membutuhkan terapi pengganti ginjal. Penelitian di jepang memperkirakan sekitar 13 %
dari jumlah penduduk atau sekitar 13,3 juta orang yang memiliki penyakit ginjal kronik pada
tahun 2005.
Menurut data dari CDC tahun 2010, lebih dari 20 juta warga Amerika Serikat yang menderita
penyakit ginjal kronik, angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunya. Lebih dari 35% pasien
diabetes menderita penyakit ginjal kronik, dan lebih dari 20% pasien hipertensi juga memliki
penyakit ginjal kronik dengan insidensi penyakit ginjal kronik tertinggi ditemukan pada usia 65
tahun atau lebih.
Studi di Indonesia menyebutkan angka insidensi pasien PGK sebesar 30,7 perjuta penduduk
dan angka kejadiannya sebesar 23,4 perjuta penduduk. Jumlah pasien yang menderita penyakit
ginjal kronik diperkirakan akan terus meningkat, peningkatan ini sebanding dengan
bertambahnya jumlah populasi, peningkatan populasi usia lanjut, serta peningkatan jumlah pasien
hipertensi dan diabetes.

3. Etiologi
Menururt Price (2005), penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :
a. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih terdiri dari infeksi saluran kemih bagian bawah yaitu uretritis,
sistitis, prostatitis, dan infeksi saluran kemih bagian atas yaitu pielonefritis. Pielonefritis
merupakan penyebab tersering gagal ginjal. Pielonefritis adalah inflamasi infeksius yang
mengenai parenkim dan pelvis ginjal.Infeksi ini bermula dari infeksi saluran kemih (ISK)
bawah, kemudian naik sampai ginjal. Escherichia coli adalah organisme yang paling
lazim menyebabkan pielonefritis. Pielonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara
permanen karena inflamasi yang berulang dan terbentuknya jaringan parut yang meluas.
Proses berkembangnya gagal ginjal kronik dari infeksi ginjal yang berulang berlangsung
selama beberapa tahun. Pada pielonefritis kronik, tanda yang terus menerus muncul
adalah bakteriuria sampai pada saat ketika jaringan ginjal sudah mengalami pemarutan
(skar) yang berat dan atrofi sehingga pasien mengalami insufisiensi ginjal yang ditandai
dengan hipertensi, BUN (Blood Urea Nitrogen) meningkat dan klirens kreatinin menurun
(Price, 2005).
b. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
Glomerulonefritis terjadi karena adanya peradangan pada glomerulus yang diakibatkan
karena adanya pengendapan kompleks antigen antibodi. Reaksi peradangan di
glomerulus menyebabkan pengaktifan komplemen, sehingga terjadi peningkatan aliran
darah dan peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus dan filtrasi glomerulus.
Protein-protein plasma dan sel darah merah bocor melalui glomerulus.
Glomerulonefritis dibagi menjadi dua yaitu glomerulonefritis akut dan kronis (Price, 2005).
c. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis (benigna dan maligna), stenosis arteri
renalis)
Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-
perubahan stuktur pada arteriol diseluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) di dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal,
dan mata. Pada ginjal karena aterosklerosis ginjal akibat hipertensi lama menyebabkan
nefrosklerosis benigna. Gangguan ini merupakan akibat langsung dari iskemia
renal. Ginjal mengecil, biasanya simetris dan permukaan berlubang-lubang dan
berglanula. Secara histologi lesi yang esensial adalah sklerosis arteri arteri kecil serta
arteriol yang paling nyata pada arteriol eferen. Penyumbatan arteri dan arteriol akan
menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak
(Price, 2005).
d. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
Penyakit ginjal polikistik (PKD) ditandai dengan kista-kista multiple, bilateral, dan
berekspansi yang lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal
akibat penekanan. Semakin lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi
ginjal, sehingga ginjal akan menjadi rusak (GGK) (Price, 2005).
e. Penyakit metabolik (Diabetes Mellitus, gout, hiperparatiroidisme, Amiloidosis).
Diabetes mellitus menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam bentuk nefropati diabetik
yaitu semua lesi yang terjadi di ginjal pada diabetes mellitus. Seiring waktu, tingginya
tingkat gula dalam darah merusak jutaan unit penyaringan kecil dalam setiap ginjal. Hal
ini akhirnya mengarah pada gagal ginjal. Sekitar 20 sampai 30 persen orang dengan
diabetes mengalami penyakit ginjal (nefropati diabetik), meskipun tidak semua ini akan
berkembang menjadi gagal ginjal. Seseorang dengan diabetes rentan terhadap nefropati
apakah mereka menggunakan insulin atau tidak. Risiko ini terkait dengan lamanya waktu
orang yang memiliki diabetes (Prince, 2005).
f. Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik
g. Nefropati obstruktif (batu saluran kemih)
1) Saluran kemih bagian atas : Kalkuli, neoplasma, fibrosis, netroperitoneal
2) Saluran kemih bagian bawah : Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

4. Klasifikasi
Berdasarkan persentase LFG (laju filtrasi glumerolus) yang tersisa, Gagal Ginjal
diklasifikasikan menjadi 4 tingkatan yaitu :
a. Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada sekitar 50-
80% dari normal (100 ml/menit/1,73 m2). Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon
metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak gangguan klinis.
b. Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala mulai dengan
adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan kalsium dan fosfor.
Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73 m2.
c. Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah menimbulkan
berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal, anemia, hipertensi dan
sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi di bawah 30ml/menit/1,73m2.
d. Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal tinggal 12% dari normal. LFG menurun sampai <10
ml/menit/1,73 m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialysis atau transplantasi ginjal.
Klasifikasi gagal ginjal kronik dapat dilihat berdasarkan sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsinya yaitu berkurang, ringan, sedang dan tahap akhir (Suhardjono, 2003). Ada
beberapa klasifikasi dari gagal ginjal kronik yang dipublikasikan oleh National Kidney
Foundation (NKF) Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI). Klasifikasi tersebut
diantaranya adalah:
a. Tahap pertama (stage 1)
Merupakan tahap dimana telah terjadi kerusakan ginjal dengan peningkatan LFG (>90
mL/min/1.73 m2) atau LFG normal.
b. Tahap kedua (stage 2)
Reduksi LFG mulai berkurang sedikit (kategori mild) yaitu 60-89 mL/min/1.73 m2.
c. Tahap ketiga (stage 3)
Reduksi LFG telah lebih banyak berkurang (kategori moderate) yaitu 30-59 mL/min/1.73.
d. Tahap keempat (stage 4)
Reduksi LFG sangat banyak berkurang yaitu 15-29 mL/min/1.73.
e. Tahap kelima (stage 5)
Telah terjadi gagal ginjal dengan LFG yaitu <15 mL/min/1.73.
Cara menghitung GFR atau LFG yaitu:
GFR (ml/mnt/1.73 m2) = (140-umur) x berat badan*)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85
(Pearce, 2006)
5. Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal
dan hiperfiltrasi. Glukosayang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus membawa
natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada NIDDM) yang
merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel meningkat,
terjadilah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap pengaruh
angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat menerangkan mengapa
pada diabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan ada hiperfiltrasi glomerus.
Pada gagal ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan
semakin berat. Penurunan jumlah glomeruli yang normal menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan menurunnya glomerulo filtrat
rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum.
Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia,
nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan
gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN)
biasanya juga meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara
normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan
meningkatkan resiko gagal jantung kongestif. Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat
ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan
bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh,
sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis
metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Terjadi penurunan
produksi eritropoetin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat
timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran
terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan
kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan
perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein
dalam urin, dan adanya hipertensi. (Brunner dan Suddarth, 2001)

6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Smeltzer dan Bare, (2001) antara lain:
a. Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem renin-angiotensin-
aldosteron)
b. Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
c. Perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual,
muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi).
Sedangkan manifestasi klinis menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan secara umum seperti fatigue, malaise, gagal tumbuh
b. Gangguan sistem pernapasan seperti hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
c. Gangguan pada sistem kardiovaskuler
1) Pada CKD mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron)
2) Gagal jantung kongestif
3) Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
4) Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik uremik)
d. Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia dan nause yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein dalam
usus dan terbentuknya zatzat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia
dan metal guanidine, serta sembabnya mukosa usus
2) Ureum yang berlebihan pada air liur yang diubah oleh bakteri dimulut menjadi amonia
oleh bakteri sehingga nafas berbau amonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis
dan parotitis
3) Cegukan yang belum diketahui penyebabnya
e. Gangguan pada sistem hematologi
1) Anemia, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor lain
2) Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoiesis pada sumsum
tulang menurun
3) Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik
4) Defisiensi besi dan asam folat akibat nafsu makan yang berkurang
5) Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
6) Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisma skunder
7) Gangguan fungsi trombosit dan trombosotopenia yang mengakibatkan perdarahan
8) Gangguan fungsi leukosit, di mana fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun
f. Gangguan pada neuromuskular
1) Restless leg syndrome, di mana pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan
2) Feet syndrome, yaitu rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki
3) Ensefalopati metabolic, yang menyebabkan lemah, tidak bisa tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
4) Miopati, yaitu kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal
g. Gangguan pada sistem endokrin
1) Gangguan seksual: libido, fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki, pada wanita
muncul gangguan menstruasi
2) Gangguan metabolisme glukosa: resistensi insulin yang menghambat masuknya glukosa
ke dalam sel dan gangguan sekresi insulin.GGK disertai dengan timbulnya intoleransi
glukosa
3) Gangguan metabolisme lemak: biasanya timbul hiperlipidemia yang bermanifestasi
sebagai hipertrigliserida, peninggian VLDL (Very Low Density Lipoprotein) dan
penurunan LDL (Low Density Lipoprotein). Hal ini terjadi karena meningkatnya produksi
trigliserida di hepar akibat menurunnya fungsi ginjal
4) Gangguan metabolisme vitamin D menyebabkan gangguan penyerapan usus terhadap
kalsium dan hipokalsemia. Kalsium plasma yang rendah menyebabkan kompensasi
hiperplasia paratiroid dan peningkatan sekresi hormon paratiroid (Chandrasoma, 2005)
h. Gangguan dermatologi
1) Rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan suatu penumpukan kristal
urea dikulit
2) Kulit berwarna pucat akibat anemia dan gatal-gatal akibat toksin uremik dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit
i. Gangguan pada tulang
Metabolisme kalsium dan fosfat yang abnormal menyebabkan perubahan tulang
(osteodistrofi ginjal) dan kalsifikasi metastatik. Osteodistrofi ginjal adalah suatu kombinasi
kompleks osteomalasia dengan efek hiperparatiroid (osteitis fibrosa kistik). Kalsifikasi
metastasik pada dinding pembuluh darah kecil dapat menyebabkan perubahan iskemik pada
jaringan yang terkena (Chandrasoma, 2005)
j. Gangguan metabolik
Kegagalan ekskresi ion hidrogen menyebabkan pengumpulan asam di dalam darah (tubuh
menghasilkan asam berlebihan selama metabolisme sel) menyebabkan asidosis metabolik
(Chandrasoma, 2005)
k. Gangguan cairan-elektrolit
Gangguan asam-basa mengakibatkan kehilangan natrium sehingga terjadi dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipermagnesemia, dan hipokalsemia
l. Gangguan fungsi psikososial
Perubahan kepribadian dan perilaku serta perubahan proses kognitif

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada gagal ginjal kronik dapat
dilakukan cara sebagai berikut:
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Tes darah
- BUN dan kreatinin serum meningkat
- Kalium serum meningkat
- Natrium serum meningkat
- Kalsium serum menurun, fosfor serum meningkat, PH serum dan HCO3 menurun
- Hb, Ht, trombosit menurun
- Asam urat meningkat
2) Tes urin
- Observasi warna dan kejernihan urin
- Pengkajian bau urin
- Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
- Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa dan badan keton dalam urin.
- Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk medeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah putih, silinder
(silindruria), kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri (bakteriuria).
b. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui gangguan
fungsi ginjal antara lain:
1) Flat-Plat radiografy/radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria untuk
mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal. Pada gambaran ini
akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan karena adanya proses
infeksi.
2) Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas sturktur
anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa kontras.
3) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi ginjal
dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal yang
disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat, calculi ginjal,
abses/batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang
disebabkan oleh obstruksi uropathi, proses infeksi pada ginjal serta post transplantasi
ginjal.
5) Biopsi Ginjal digunakan untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil
jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis,
neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, dan perencanaan transplantasi ginjal.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan GGK dapat dibagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan konservatif dan
penatalaksanaan terapi pengganti ginjal (Price & Wilson, 2005).
a. Penatalaksanaan konservatif
1) Pengaturan diet protein. Pengaturan diet penting sekali pada pengobatan GGK.
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil
metabolism protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurangi asupan kalium,
fosfat, dan produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Gejala-gejala seperti mual,
muntah, dan letih mungkin dapat membaik.Pembatasan asupan protein telah terbukti
menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagal ginjal.
Kemungkinan mekanisme yang berkaitan dengan fakta bahwa asupan rendah protein
mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan hiperfiltrasi glomerulus, tekanan
intraglomerulus, dan cedera sekunder pada nefron intak (Price & Wilson, 2005).
2) Pengaturan diet kalium. Hiperkalemia umumnya menjadi masalah dalam gagal ginjal
lanjut, dan juga menjadi penting untuk membatasi asupan kalium dalam diet.Jumlah yang
diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Tindakan yang harus dilakukan
adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau makanan yang tinggi kandungan
kalium.Makanan atau obat-obatan ini mengandung tambahan garam (yang mengandung
amonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan makanan seperti
sup, pisang, dan jus buah murni. Pemberian makanan atau obat-obatan yang tidak
diperkirakan akan menyebabkan hiperkalemia yang berbahaya(Price & Wilson, 2005).
3) Pengaturan diet natrium dan cairan. Pengaturan natrium dalam diet memiliki arti penting
dalam gagal ginjal. Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90
mEq/hari (1 hingga 2 gr natrium), tetapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan
secara individual pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik. Asupan
yang terlalu bebas dapat menyebabkan terjadinya retensi cairan, edema perifer, edema
paru, hipertensi, dan gagal jantung kongestif. Asupan cairan membutuhkan regulasi yang
hati-hati dalam gagal ginjal lanjut, karena rasa haus pasien tidak dapat dijadikan panduan
mengenai keadaan hidrasi pasien. Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan
kelebihan beban sirkulasi, edema, dan intoksikasi cairan. Asupan yang kurang optimal
dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan fungsi ginjal yang memburuk. Aturan umum
untuk asupan cairan adalah keluaran urin dalam 24 jam + (IWL total) mencerminkan
kehilangan cairan yang tidak disadari. IWL total terdiri dari IWL normal (1% dari BB)
ditambah dengan IWL akibat peningkatan suhu (apabila peningkatan suhu 10C maka
rumus yang digunakan 10% x IWL normal) (Price & Wilson, 2005).
4) Pencegahan dan pengobatan komplikasi. Kategori kedua dari tindakan konservatif yang
digunakan pada pengobatan gagal ginjal adalah tindakan yang ditujukan untuk mencegah
dan mengatasi komplikasi meliputi hipertensi, hiperkalemia, anemia, asidosis,
osteodistrofi ginjal, hiperurisemia, dan neuropati perifer (Price & Wilson, 2005).
5) Pengobatan segera pada infeksi. Pasien GGK memiliki kerentanan yang lebih tinggi
terhadap serangan infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Semua jenis infeksi dapat
memperkuat proses katabolisme dan mengganggu nutrisi yang adekuat serta
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga infeksi harus segera diobati untuk mencegah
gangguan fungsi ginjal lebih lanjut (Price & Wilson, 2005).
6) Pemberian obat dengan hati-hati. Ginjal mengekskresikan banyak obat sehingga obat-
obatan harus diberikan secara hati-hati pada pasien uremik. Waktu paruh obat-obatan
yang diekskresikan melalui ginjal sangat memanjang pada uremia sehingga dapat terjadi
kadar toksik dalam serum dan dosis obat-obatan ini harus dikurangi (Price & Wilson,
2005).
b. Penatalaksanaan Terapi Pengganti Ginjal
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien CKD yang belum
tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (GFR). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif (Sukandar, 2006).
2) Dialisis Peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan alternatif hemodialisis pada penanganan gagal ginjal akut
dan kronik.Dialisis peritoneal dilakukan dengan menginfuskan 1-2 L cairan dialisis ke
dalam abdomen melalui kateter. Dialisat tetap berada dalam abdomen untuk waktu yang
berbeda-beda (waktu tinggal) dan kemudian dikeluarkan melalui gaya gravitasi ke dalam
wadah yang terletak di bawah pasien. Setelah drainase selesai, dialisat yang baru
dimasukkan dan siklus berjalan kembali. Pembuangan zat terlarut dicapai melalui difusi,
sementara ultrafiltrasi (pembuangan air) dicapai melalui perbedaan tekanan osmotik dan
bukan dari perbedaan tekanan hidrostatik seperti pada hemodialysis (Price & Wilson,
2005).
3) Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu sebagai berikut.
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali.
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.

9. Hemodialisa
a. Pengertian
Hemodialisa merupakan suatu proses penyaringan darah untuk mengeluarkan produk-
produk sampah metabolisme pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi
dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit
ginjal stadium terminal (ESRD atau end-stage renal disease) yang membutuhkan terapi jangka
panjang atau terapi permanen. Satu membran sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya
(Smeltzer dan Bare, 2001).
Dialisis adalah suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses yang harus dilaksanakan oleh
ginjal.Hemodialisis digunakan untuk mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak
dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal. Hemodialisis tidak dapat
mengembalikan aktivitas metabolik atau endokrin yang dilaksanakan ginjal yang rusak dan
hemodialisis juga tidak dapat menghilangkan dampak dari gagal ginjal serta terapinya terhadap
kualitas hidup pasien. Pasien dengan gagal ginjal kronis (GGK) harus menjalani terapi dialisis
sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi)
atau sampai mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia (Smeltzer dan Bare, 2002).

b. Tujuan
Tujuan dari hemodialisis yaitu untuk mengeluarkan zat nitrogen yang toksik di dalam darah
dan mengurangi cairan yang berlebihan dari dalam tubuh. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat
toksin atau zat racun harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanen dan
menghindari kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan
(Smeltzer dan Bare, 2001).

c. Indikasi
1) Indikasi absolute
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinisnya nyata seperti mual, dan muntah, diare
b) Perikarditis uremik
c) Ensefalopati atau neuropati uremik
d) Edema paru akut dengan overhydration refrakter terhadap diuretika (tidak bisa
ditanggulangi dengan obat diuretika)
e) Kreatinin >10mg %
f) Ureum darah lebih > 200 mg/dl atau kenaikan ureum darah lebih dari 100 mg/dl per
hari (hiperkatanolisme)
g) Hiperkalemia (K serum > 6mEq/L)
h) Asidosis dengan bikarbonat serum kurang dari 10 mEq/L atau pH < 1,75
i) Anuria berkepanjangan (>5 hari)
2) Indikasi elektif
a) LFG < 15 ml/menit/1,73
b) Mual, anoreksia, muntah dan atau asthenia
c) Asupan protein menurun spontan < 0,7 gr/kg/hari

d. Kontraindikasi
Kontraindikasi proses hemodialisa diantaranya hipotensi yang tidak responsive terhadap
presor, penyakit terminal, sindroma otak organik, sindrom hepatorenal, sirosis hati dengan
ensepalopati, instabilitas hemodinamik dan koagulasi, akses vaskular yang sulit, serta Alzheimer.
e. Prinsip Hemodialisa
Prinsip yang mendasari kerja hemodialisa menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu:
1) Difusi. Toksin dan limbah dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi yaitu dengan
cara mengalirkan darah yang memiliki konsentrasi tinggi menuju cairan dialisat yang
berkonsentrasi rendah. Cairan dialisat berisi cairan elektrolit yang penting dengan
konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan dengan
rendaman dialisat (dialysate bath) secara tepat. Pori-pori kecil dalam membran
semipermeabel tidak memungkinkan lolosnya sel darah merah dan protein.
2) Osmosis. Air yang berlebih dari dalam tubuh dikeluarkan melalui proses osmosis.
Pengeluaran air dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan pengaturan gradient
tekanan (yaitu dengan mengalirkan air dari yang bertekanan tinggi atau dari tubuh pasien
ke tekanan yang rendah atau cairan dialisat).
3) Ultrafiltrasi. Proses dimana cairan dipindahkan saat dialisis dikenali sebagai ultrafiltrasi
artinya adalah pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari
tekanan dapat terjadi pada membran:
a) Tekanan positif merupakan tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam
membran. Pada dialisis hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena
terhadap darah yang mengalir balik ke fistula tekanan positifmendorong cairan
menyeberangi membran.
b) Tekanan negatif merupakan tekanan yang dihasilkan dari luar membran oleh
pompa pada sisi dialisat dari membran tekanan negatif yang menarik cairan keluar
darah.
c) Tekanan osmotik merupakan tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang
berhubungan dengan konsentrasi zat terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan
kadar zat terlarut yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan
konsentrasi yang rendah yang menyebabkan membran permeabel terhadap air.
d) Pada proses ultrafiltrasi tekanan yang digunakan adalah tekanan negatif yang
diterapkan pada alat sebagai kekuatan pengisap pada membran dan memfasilitasi
pengeluaran air karena pasien tidak dapat mengeluarkan cairan sehingga tercapai
isovolemi atau keseimbangan cairan.

f. Proses Hemodialisa
Sebelum dilakukan hemodialisa harus dilakukan pengkajian pradialisis, dilanjutkan dengan
menghubungkan klien dengan mesin hemodialisa dengan memasang blood line dan jarum ke
akses vaskuler pasien yaitu akses jalan keluar darah ke dialiser dan akses masuk darah ke dalam
tubuh. Arterio Venous (AV) fistula adalah akses vaskuler yang direkomendasikan karena
cenderung lebih aman dan nyaman bagi pasien (Thomas dalam Farida, 2010).
Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang proses hemodialisa dimulai. Saat dialisis
darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser. Darah mulai mengalir dibantu pompa
darah. Cairan normal salin diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya
hipotensi intradialisis. Infus heparin diletakkan sebelum atau sesudah pompa tergantung peralatan
yang digunakan. Darah mengalir dari tubuh ke akses arterial menuju ke dialiser sehingga terjadi
pertukaran darah dan zat sisa. Darah masuk dan keluar tubuh pasien dengan kecepatan 200/400
ml/menit (Price & Wilson dalam Farida, 2010).
Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang meninggalkan dialiser
akan melewati detektor udara. Darah yang sudah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam
tubuh pasien melalui akses venosa. Dialisis diakhiri dengan menghentikan darah dari pasien,
membuka selang normal saline dan membilas selang untuk mengembalikan darah pasien. Pada
akhir dialisis, sisa akhir metabolisme dikeluarkan, keseimbangan elektrolit tercapai dan buffer
sistem telah diperbaharui (Lemis, Smeltzer, Hudak dalam Farida, 2010).

g. Perangkat Hemodialisa
1) Perangkat khusus
a) Mesin hemodialisa
b) Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan
atau kompartemen yang meliputi kompartemen darah dan kompartemen dialisat.

c) Blood lines: selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali ke
tubuh. Mempunyai 2 fungsi yakni untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta
sisa-sisa metabolism serta untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama
dialysis.
2) Alat-alat kesehatan
a) Tempat tidur fungsional
b) Timbangan BB
c) Pengukur TB
d) Stetoskop
e) Termometer
f) Peralatan EKG
g) Set O2 lengkap
h) Suction set
3) Meja tindakan.
4) Obat-obatan dan cairan
a) Obat-obatan hemodialisa: heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
b) Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
c) Dialisat
d) Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
e) Obat-obatan emergency
h. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
1) Perawatan sebelum hemodialisa
a) Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
b) Kran air dibuka.
c) Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau saluran
pembuangan.
d) Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
e) Hidupkan mesin.
f) Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
g) Matikan mesin hemodialisis.
h) Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
i) Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.
j) Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap).
2) Menyiapkan sirkulasi darah
a) Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
b) Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi inset (tanda merah) diatas
dan posisi outset (tanda biru) dibawah.
c) Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung inset dari dialiser.
d) Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung outset adri dialiser dan tempatkan
buble tap di holder dengan posisi tengah.
e) Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
f) Hubungkan set infuse ke slang arteri.
g) Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
h) Memutarkan letak dialiser dengan posisi inset dibawah dan ouset diatas, tujuannya
agar dialiser bebas dari udara.
i) Tutup klem dari selang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
j) Buka klem dari infuse set ABL, UBL.
k) Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan
secara bertahap sampai 200 ml/mnt.
l) Isi buble tap dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
m) Memberikan tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari
dalam dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih dari
200 mmHg).
n) Melakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang
terdapat pada botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
o) Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
p) Sambungkan ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan
konektor.
q) Menghidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk
dialiser reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
r) Mengembalikan posisi dialiser ke posisi semula dimana inset diatas dan outset
dibawah.
s) Menghubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap
untuk dihubungkan dengan pasien (soaking).
3) Persiapan pasien
a) Menimbang BB
b) Mengatur posisi pasien.
c) Observasi KU
d) Observasi TTV
e) Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya
mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
1. dengan interval A-V Shunt/fistula simino
2. dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
3. tanpa 1-2 (vena pulmonalis).
(Baradero, 2008)

i. Komplikasi
1) Hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialysis cairan dikeluarkan karena terlalu banyak
darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-obatan anti hipertensi.
2) Mual dan muntah dapat muncul akibat gangguan saluran gastrointestinal, ketakutan,
reaksi obat, hipotensi.
3) Demam disertai menggigil, akibat dari reaksi fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi
bakteri pada sirkulasi darah.
4) Nyeri dada, dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya sirkulasi
darah dari luar tubuh
5) Pruritus dapat terjadi selama terapi dialysis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
(Smeltzer dan Bare, 2001)
B. Clinical Pathway
Glukosa yang difiltrasi di Volume ekstrasel Nefropatik Tahap 1: GFR , Tahap 2:
DM reabsorbsi oleh tubulus Hiperfiltrasi Albuminuria, poliuria Silent stage
meningkat Diabetik

Protein dapat melewati lubang Kerusakan glomerulus


Kerusakan pembuluh darah halus di ginjal
lubang glomerulus sebagai penyaring darah Tahap 3
Kerusakan pembuluh darah halus di
Tahap 5: BUN, Kreatinin, ginjal, albuminuria setelah latihan
Tahap 4: jasmani
Mikroalbu Proteinuria, GFR yang cepat
minuria GFR
GGK Sekresi protein terganggu
Retensi Na

Gg. Keseimbangan asam basa


Tekanan kapiler meningkat

Volume interstisial meningkat Produksi asam lambung

Nausea, vomitus
Edema (kelebihan volume cairan)
Ketidakseimbangan nutrisi
Beban jantung meningkat kurang dari kebutuhan tubuh

Hipertrovi jantung (ventrikel kiri)

Payah jantung kiri Penumpukan cairan di atrium kiri

Cardiac output Tekanan vena pulmonalis

Suplai O2 jaringan Aliran darah ginjal Kapiler paru meningkat


Metabolisme anaerob Renin Angiotensia Aldosteron Edema paru

asam laktat Retensi Na dan H2O


Gangguan pertukaran gas

Fatigue, Nyeri sendi Kelebihan Volume Cairan

Nyeri

HEMODIALISIS

Pra-Hemodialisis Intra-Hemodialisis Post-Hemodialisis

Proses Ultrafiltrasi
Pemberian terapi Tindakan invasif saat
Kecemasan menghadapi
heparin pemasangan fistula &
terapi hemodialisa penyaringan &
AV Shunt
Terapi antikoagulan pemasukan Ca
Ansietas a
Menghambat faktor Adanya jalur masuk
Depolarisasi Ca
faktor pembekuan mikroorganisme
darah
Resiko infeksi Kontraksi otot
Mudah terjadi terus menerus
pendarahan

Resiko pendarahan Kram otot

Nyeri

Nyeri akut
C. Proses Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas pasien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: kebanyakan usia dewasa
Jenis kelamin: terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa:
Pekerjaan:
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: GGK
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Biasanya badan terasa lemah, mual,
muntah, dan terdapat udem.
d. Riwayat penyakit sekarang: tanyakan pada pasien atau keluarga keluhan
muncul sejak kapan, Keluhan lain yang menyerta biasanya : gangguan
pernapasan, anemia, hiperkelemia, anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-
gatal pada kulit, asidosis metabolik.. hal-hal yang telah dilakukan oleh pasien
dan keluarga untuk mengatasi keluhan tersebut sebelum MRS.
e. Riwayat penyakit dahulu: DM, hipertensi, ISK, glomerulonefritis,
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien ada
yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien atau apakah keluarga ada
yang mengalami penyakit DM, hipertensi, glomerulonefritis,
g. Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status
emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa
cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah pasien rajin dalam melakukan ibadah sehari-
hari.
h. Aktivitas/istirahat.
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(Insomnia/gelisah atau samnolen).
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
i. Sirkulasi.
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi : nyeri dada (angina).
Tanda: Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak, tangan, Distritmia jantung. Nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir.
j. Integritas Ego.
Gejala: faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan
yang tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
k. Eliminasi.
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan,
oliguria, dapat menjadi anuria.
l. Makanan/cairan.
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak
sedap pada mulut (Pernapasan ammonia).
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi (umum,
tergantung). Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah. Penurunan otot,
penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
m. Neurosensori.
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom kaki
gelisah bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, strupor, koma. Penurunan DTR. Tanda
chvostek dan trosseau positif, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,
rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
n. Nyeri/kenyamanan.
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk saat
malam hari).
Tanda: Perilaku berhari-hari/distraksi, gelisah.
o. Pernapasan.
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak.
Tanda: takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (pernapasan
kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema
paru).
p. Keamanan.
Gejala: Kulit gatal, Ada/berulangnya infeksi.
Tanda: Pruritis. Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual
terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari normal (efek GGK/depresi respon imun), petekie, area
ekimosis pada kulit. Fraktur tulang; deposit fosfal kalsium (klasifikasi
metastatik) pada kulit, jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
q. Seksualitas.
Gejala: Penurunan libido; amenonea; infertilitas. Interaksi sosial.
Tanda: kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penumpukan cairan
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi pada ginjal
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan produksi asam lambung meningkat
4) Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan asam laktat
5) Ansietas berhubungan dengan kecemasan menghadapi terapi hemodialisa
3. Perencanaan Keperawatan
No.D
Diagnosa Keperawatan
x

1. Ketidakefektifan pola nafas Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat

Deviasi
Deviasi
Deviasi yang Deviasi Tidak
ringan
berat dari cukup sedang dari adadeviasi
dari
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran berat dari kisaran dari kisaran
kisaran
normal kisaran normal normal
normal
normal

1 2 3 4 5

0415 Status 041501 Frekuensi pernafasan


pernafasan
041502 Irama pernafasan

041504 Suara auskultasi nafas

041508 Saturasi oksigen

Sangat Berat Berat Cukup Ringan Tidak ada

1 2 3 4 5

0403 040309 Penggunaan alat bantu nafas

040310 Suara nafas tambahan


Status Pernafasan dengan bibir
040312
pernafasan: mengerucut
ventilasi
040313 Dispnea saat istirahat

040314 Dispnea saat latihan

No. NIC Intervensi Rasional

3140 Manajemen 1. Posisikan pasien untuk maksimalkan ventilasi Menjaga jalan nafas pasien
jalan nafas 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedotan tetap paten
lendir
3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
4. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan,sebagaimana mestinya
3320 Terapi 1. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier Membantu pemenuhan
oksigen 2. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan kebutuhan oksigen pasien
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen saat makan
5. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
3350 Monitor 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas Memantau pemenuhan
pernafasan 2. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi oksigen pasien
3. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti SaO 2, SvO2, SpO2) sesuai
dengan protokol yang ada
4. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut
5. Monitor hasil foto thoraks
No.D
Diagnosa Keperawatan
x
8. Resiko ketidakseimbangan volume cairan Definisi : beresiko mengalami penurunan intravaskular, intertistia, dan
atau cairan intra selular

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil berat

1 2 3 4 5

2107 Keparahan 210701 Frekuensi mual


mual muntah
210702 Intensitas mual

210704 Frekuensi muntah

210705 Intensitas muntah

210712 Intoleransi bau

210715 Nyeri lambung

210720 Ketidakseimbangan elektrolit

No. NIC Intervensi Rasional


1570 Manajemen 1. Kaji emesis terkait dengan warna, konsistensi, akan adanya darah, waktu, dan sejauh mana Agar pasien tidak
muntah kekuatan emesis mengalami muntah yang
2. Dapatkan riwayat makanan seperti makanan yang disukai, yang tidak disukai, dan dapat memperparah resiko
preferensi makanan sesuai budaya kekurangan cairan
3. Identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan atau berkontribusi terhadap muntah
4. Kendalikan faktor faktor lingkunagn yang mungkin membangkitkan keinginan untuk
muntah
5. Posisikan untuk mencegah aspirasi
6. Bersihkan setelah episode muntah dengan memberikan perhatian khusus untuk
menghilangkan bau
7. Tunggu minimal 30 menit setelah episode muntah sebelum menawarkan cairan kepada
pasien
8. Tingkatkan pemberian cairan secara bertahap jika tidak muntah yang tejadi selama 30
menit
9. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
10. Ajarkan tenik non farmakologi untuk mengelola muntah
11. Monitor efek manajemen muntah secara menyeluruh
2080 Manajemen 1. Berikan cairan sesuai resep Agar pasien tidak
elektrolit 2. Tingkatkan intake cairan per oral mengalami kekurangan
3. Minimalkan asupan makanan dan minuman dengan diuretic atau pencahar elektrolit yang dapat
4. Jaga pencatatan intake atau asupan dan output yang akurat
memperparah resiko
5. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
6. Instruksikan pasien da keluarga mengenai alasan untuk pembatasan cairan, tindakan kekurangan cairan
hidrasi, atau administrasi elektrolit tambahan, sepesrti yang ditunjukkan
4130 Monitor 1. Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan serta kebiasaan eliminasi Agar pasien tidak
Cairan 2. Tentukan apakah pasienmengalami kehausan atau gejala perubahan cairan mengalami kekurangan
3. Periksa turgor kulit dengan memegang jaringan sekitar tulang seperti tangan atau tulang cairan yang dapat
kering, mencubit kulit dengan lembut, pegang dengan kedua tangan kemudan lepaskan memperparah resiko
4. Monitor asupan dan pengeluaran kekurangan cairan
5. Monitor membrane mukosa turgor kulit dan respon haus
6. Monitor warna, kuantitas, dan berat jenis urine

No.D
Diagnosa Keperawatan
x

3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

Tidak Sedikit Cukup Sebagian Sepenuhny


No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil Adekuat adekuat adekuat besar adekuat a adekuat

1 2 3 4 5

1009 100801 Asupan makanan secara oral


Status nutrisi :
Asupan Asupan cairan secara oral
100803
Makanan dan
Cairan 100804 Asupan cairan intravena

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5
1208 Tingkat 120806 Kelelahan
depresi
120809 Insomia

120831 Berat badan turun

120832 Nafsu makan menurun

No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi Membantu klien memilih
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien makanan yang mampu
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan) memenuhi kebutuhan
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
metabolik.
gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.
1030 Manajemen 1. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana keperawatan. Membantu klien memilih
gangguan 2. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien. makanan yang mampu
makan 3. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama dengan ahli gizi. memenuhi kebutuhan
4. Monitor asupan kalori makanan harian.
metabolik
5. Monitor berat badan klien secara rutin.
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpan
dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang g dari
normal normal normal normal rentang
normal

1 2 3 4 5
1005 Status 100503 Hematokrit
Nutrisi :
Pengukuran 100504 Hemoglobin
Biokimia 100507 Gula darah

100508 Kolestrol darah

Trigliserida
100507
darah

No. NIC Intervensi Rasional

1120 Terapi nutrisi 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
2. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
1160 Monitor 1. Timbang berat badan pasien Menormalkan hematokrit,
nutrisi 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir hemoglobin, gula darah,
3. Tentukan pola makan kolestrol darah, trigliserida.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium, monitor hasilnya (misal : kolestrol, hematoktri,
hemoglobin, trigliserida, gula darah)

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil

1 2 3 4 5
1010 Status Mempertahanka
Menelan 101001 n makanan di
mulut

101003 Produksi ludah

Kemampuan
101004
mengunyah

Jumlah menelan
sesuai dengan
101008
ukuran atau
tekstur bolus

Durasi makan
sesuai dengan
101009
jumlah yang
dikonsumsi

No. NIC Intervensi Rasional

1860 Terapi 1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai kebutuhan. Membantu proses metabolik
menelan 2. Hindari penggunaan sedotan untuk minum. pada pasien malnutrsi atau
3. Bantu pasien untuk berada pada posisi duduk selama 30 menit setelah makan. pasien beresiko tinggi
4. Instruksikan klien untuk tidak berbicara selama makan.
malnutrisi.
5. Sedikan perawatan mulut sesuai kebutuhan.
1160 Monitor 1. Timbang berat badan pasien Menormalkan hematokrit,
nutrisi 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir hemoglobin, gula darah,
3. Tentukan pola makan kolestrol darah, trigliserida.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium, monitor hasilnya (misal : kolestrol, hematoktri,
hemoglobin, trigliserida, gula darah)

No.Dx Diagnosa Keperawatan

4. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial atau yang
digambarkan sebagai kerusakan (Internasional Assosiation fot the Study
of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau diprediksi.

Tidak Kadang- Secara


Jarang
pernah kadang Sering konsisten
menunju
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menunjuk menunjukk menunjukkan menunjukk
kkan
kan an an

1 2 3 4 5

1605 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi

Kontrol 160501 Menggambarkan faktor penyebab


Nyeri
Menggunakan tindakan
160504
pengurangan nyeri tanpa analgesik
Menggunakan analgesik yang di
160505
rekomendasikan
160513 Melaporkan perubahan terhadap
gejala nyeri pada profesional
kesehatan
Mengenali apa yang terkait dengan
160511 gejala nyeri

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5

2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan


nyeri
210204 Panjangnya periode nyeri

Menggosok area yang terkena


210221
dampak
210217 Mengerang dan menangis

210206 Ekspresi nyeri wajah

210208 Tidak bisa beristirahat

210224 Mengerinyit

210225 Mengeluarkan keringat berlebih

210218 Mondar mandir

210219 Focus menyempit

210209 Ketegangan otot

210215 Kehilangan nafsu makan


210227 Mual

210228 Intoleransi makanan

No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajeme 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, onsert/durasi, Membantu pasien untuk
n nyeri frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada merek yang mengurangi nyerinya
tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis maupun
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri
farmakologis.
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya: tidur, nafsu
makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab peran)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan
dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis, relaksasi,bimbingan
antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas, akupresur, aplikasi panas/dingin dan
pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajeme 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan yang Memanipulasi lingkungan
n optimal. pasien untuk mendapatkan
lingkungan 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat kenyamanan yang optimal
: 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih
kenyaman
5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi selang,
an
balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
No.Dx Diagnosa Keperawatan

5. Ansies Definisi : perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai
respons otonosm (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui
oleh individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan
individu akan adanya bahaya dan kemampuan individu untuk bertindak
menghadapi ancaman.

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil berat

1 2 3 4 5

1211 Tingkat 121101 Tidak dapat beristirahat


Kecemasan
121102 Berjalan mondar mandir

121103 Meremas-remas tangan

121104 Distres

121105 Perasaan gelisah

121106 Otot tegang

121107 Wajah tegang

121108 Iritabilitas
121109 Tidak bisa mengambil
keputusan
121110 Mengeluarkan rasa marah
secara berlebih
121111 Masalah perilaku

121112 Kesulitan berkonsentrasi

121113 Kesulitan dalam


belajar/memahami sesuatu
121114 Kesulitan dalam penyelesaian
masalah
121115 Serangan panik

121116 Rasa takut yang disampaikan


secara lisan
121117 Rasa cemas yang
disampaikan secara lisan
121118 Perhatian yang berlebih
terhadap kejadian-kejadian
dalam hidup
121119 Peningkatan tekanan darah

121120 Peningkatan tekanan nadi

121121 Peningkatan frekuensi


pernapasan
121122 Dilatasi pupil
121123 Berkeringat dingin

121124 Pusing

121125 Fatique

121126 Penurunan produktifitas

121127 Penurunan prestasi sekolah

121128 Menarik diri

121129 Gangguan tidur

121130 Perubahan pada pola buang


air besar
121131 Perubahan pada pola makan

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5

1216 Tingkat 121601 Menghindari situasi sosial


Kecemasan
Sosial 121602 Menghidari orang yang tidak
dikenal
121603 Menghindari pergi keluar
rumah
121604 Antisipasi cemas pada situasi
sosial
121605 Antisipasi cemas dalam
menghadapi orang yang tidak
dikenal
121606 Respon aktivasi sistem saraf
simpatis
121607 Persepsi diri yang negatif
pada ketrampilan sosial
121608 Persepsi diri yang negatif
terhadap penerimaan oleh
orang lain
121609 Takut diawasi orang lain

121610 Takut berinteraksi dengan


anggota jenis kelamin yang
berbeda
121611 Takut berinteraksi dengan
orang yang lebih unggul
121612 Tidak nyaman selama
menghadapi sosial
121613 Tidak nyaman dengan
perubahan yang rutin
121614 Memperhatikan tentang
penilaian orang lain setelah
pertemuan sosial
121615 Gejala panik dalam situasi
sosial
121616 Gangguan dengan fungsi
peran
121617 Gangguan dengan hubungan

No. NIC Intervensi Rasional

5820 Pengurangan 10. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan Membuat klien merasa
kecemasan 11. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan nyaman dan mampu
12. Jelaskan semua prosedur termasuk senasi yang dirasakan mengontrol kecemasan
13. Pahami situasi krisis yang terjadi dari persepsi klien
14. Berikan informasi faktual terkait diagnosis, perawatan dan prognosis
15. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
16. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan kepercayaan
17. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
18. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
5230 Peningkatan 7. Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang tepat Membantu klien dalam
koping 8. Bantu pasien untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang konstruktif menangani kecemasan
9. Sediakan informasi yang aktual mengenai diagnosis, penanganan, dan prognosis
10. Evaluasi kemampuan pasien dalam membuat keputusan
11. Dukung aktivitas-aktivitas sosial dan komunitas
12. Kenali latar belakang budaya/spiritual pasien
13. Pertimbangkan risiko pasien melukai diri sendiri
14. Bantu pasien untuk (melewati) proses berduka dan melewati kondisi kehilangan karena
penyakit kronik dan/ kecacatan, dengan tepat

6040 Terapi 1. Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi serta jenis relaksasi yang tersedia Membantu klien untuk
relaksasi 2. Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman dengan pakaian longgar dan mata merasakan nyaman , rileks
tertutup sehingga secara tidak
3. Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada klien langsung kecemasan yang
4. Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang terjadi dirasakan berkurang
5. Berikan waktu yang tidak terganggu karena mungkin saja klien tertidur
6. Gunakan relaksasi sebagai strategi tambahan dengan (penggunaan ) obat-obatan nyeri atau
sejalan dengan terapi lainnya
7. Evaluasi dan dokumentasi respon terhadap terapi relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.


Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing
Intervention Classification. Oxford: Elcevier.
Chandrasoma, P. 2005. Ringkasan Patologi Anatomi. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Moorhead, S., Johnson, M., Meridean L. Maas., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcome
Classification. Oxford: Elcevier.
Nanda International 2013. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. Jakarta:EGC
Nanda International 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta:EGC
Pearce, E.C. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia. Jakarta:
Erlangga.
Price, Sylvia. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit ed: 6.
Jakarta : EGC.
Sloane, E. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. 2001. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth,
vol:1. Jakarta: EGC.
Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: Fakultas Kedokteran UNPAD.
Suwitra, K. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai