Laporan Pendahuluan
oleh
Mukhammad Syafiudin S. Kep
NIM 142311101162
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN CHRONIC KIDNEY DISSEASE (CKD) DENGAN PENYEBAB
KELAINAN GINJAL DI POLI HEMODIALISA RSD dr. SOEBANDI
JEMBER
1. Kasus
Chronic Kidney Dissease (CKD) e.c Kelainan ginjal
2. Proses Terjadinya Masalah
a. Anatomi Ginjal
Ginjal terletak di belakang peritoneum parietal (retro-peritoneal), pada
dinding abdomen posterior. Ginjal juga terdapat pada kedua sisi aorta abdominal
dan vena kava inferior. Hepar menekan ginjal kanan ke bawah sehingga ginjal
kanan lebih rendah daripada ginjal kiri.
Ginjal adalah sepasang organ retroperitoneal yang integral dengan
homeostasis
tubuh
dalam
mempertahankan
keseimbangan,
termasuk
keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi hormon dan enzim yang
membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme
kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme dan menyesuaikan
ekskresi air dan pelarut. Ginjal mengatur volume cairan tubuh, asiditas, dan
elektrolit sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal.
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen terutama didaerah lumbal,
disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal
dibelakang pritonium. Kedudukan gijal dapat diperkirakan dari belakang, mulai
dari ketinggian vertebra torakalis terakhir sampai vertebra lumbalis ketiga. Dan
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena tertekan oleh hati (Pearce
dan Wilson, 2006).
kapsul
tipis
dan
jaringan
fibrus
yang
b. Fisiologi Perkemihan
1) Ultrafiltrasi
Filtrasi adalah proses ginjal dalam menghasilkan urine. Filtrasi plasma terjadi
ketika darah melewati kapiler dari glomerulus. Dari proses ultrafiltrasi ini, filtrat
glomerular kira-kira 180 liter per hari. Volume ini, 99% direabsorpsi oleh ginjal.
Oleh karena kemampuan ginjal yang luar biasa untuk mengabsorpsi, rata-rata
haluaran urine per hari (orang dewasa) hanya 1-2 liter dari volume filtrat
glomerular yang berjumlah 180 liter per hari. Ultrafiltrasi diukur sebagai laju
filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate, GFR). Secara klinis, GFR diartikan
sebagai jumlah filtrat glomerular yang dihasilkan dalam satu menit. GFR pada
orang dewasa kira-kira 125 ml per menit (7,5 liter per jam).
Kedua ginjal menerima sekitar 20% dari curah jantung yang dapat membuat
kecepatan aliran darah ginjal sebanyak 1200 ml per menit. Aliran darah yang
sangat cepat ini memang melampaui kebutuhan oksigen dan metabolik ginjal,
tetapi diperlukan karena memperlancar ekskresi sisa metabolik. Oleh karena itu,
gangguan curah jantung yang berat atau berlangsung lama, atau gangguan perfusi
ginjal dapat mempengaruhi pembentukan urine dan kelangsungan hidup sel yang
berfungsi mempertahankan keseimbangan lingkungan internal tubuh.
Kemampuan ginjal untuk mempertahankan air dan elektrolit (melalui
reabsorpsi) juga sangat penting dalam kelangsungan hidup seseorang. Tanpa
kemampuan ini, seseorang dapat mengalami kekurangan air dan elektrolit dalam
3-4 menit. Tubulus kontortus proksimal mereabsorpsi 85-90% air yang ada dalam
ultrafiltrat, 80% dari natrium; sebagian besar kalium, bikarbonat, klorida, fosfat,
glukosa, dan asam amino. Tubulus kontortus distal dan tubulus koligentes
menghasilkan urine.
sehingga lebih banyak air yang direabsoprsi dan dikembalikan ke dalam sirkulasi
darah.
Tabel 1. Bagian dan fungsi utama nefron
Bagian dan fungsi utama nefron
Kapsula Bowman
Tubulus
proksimal
Ansa Henle
Tubulus
distal
Duktus koligentes
2) Keseimbangan elektrolit
Sebagian besar elektrolit yang dikeluarkan dari kapsula Bowman direabsorpsi
dalam tubulus proksimal. Konsentrasi elektrolit yang telah direabsorpsi diatur
dalam tubulus distal di bawah pengaruh hormon aldosteron dan ADH.
Mekanisme yang membuat elektrolit bergerak menyebrangi membran tubula
adalah mekanisme aktif dan pasif. Gerakan pasif terjadi apabila ada perbedaan
konsentrasi molekul. Molekul bergerak dari area yang berkonsentrasi tinggi ke
area yang berkonsentrasi rendah. Gerakan aktif memerlukan energi dan dapat
membuat molekul bergerak tanpa memperhatikan tingkat konsentrasi molekul.
Dengan gerakan aktif dan pasif ini, ginjal dapat mempertahankan keseimbangan
elektrolit yang optimal sehingga menjamin fungsi normal sel.
3) Pemeliharaan keseimbangan asam-basa
Agar sel dapat berfungsi normal, perlu juga dipertahankan pH plasma 7,35
untuk darah vena dan pH 7,45 untuk darah arteria. Keseimbangan ini dapat
Sisa
metabolik
diekskresikan
dalam
filtrat
glomerular.
Kreatinin
diekskresikan ke dalam urine tanpa diubah. Sisa yang lain seperti urea,
menagalami reabsorpsi waktu melewati nefron. Biasanya obat dikeluarkan
melalui ginjal atau diubah dulu di hepar ke dalam bentuk inaktif, kemudian
diekskresi oleh ginjal.
8) Miksi
Miksi (mengeluarkan urine) adalah suatu proses sensori-motorik yang
kompleks. Urine mengalir dari pelvis ginjal, kemudian kedua ureter dengan
gerakan peristalsis. Rasa ingin berkemih akan timbul apabila kandung kemih
berisi urine sebanyak 200-300 ml. Saat dinding kandung kemih mengencang,
baroseptor (saraf sensori yang distimulasi oleh tekanan) akan membuat kandung
kemih berkontraksi. Otot sfingter eksternal berelaksasi dan urine keluar. Otot
sfingter eksternal dapat dikendalikan secara volunter sehingga urine tetap tidak
keluar walaupun dinding kandung kemih sudah berkontraksi (Baradero, 2008).
c.
Definisi CKD
Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irevesibel dimana
kemampuan tubuh ginjal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah). Graber, Toth, dan Herting (2006) menjelaskan bahwa sindrom klinis
gangguan ginjal kronik digolongkan dalam tiga kelompok utama, yaitu cadangan
ginjal yang tidak mencukupi ditandai dengan ketidakmampuan mengkompensasi
pembebanan atau kehilangan cairan atau zat terlarut yang ekstrim, insufisiensi
ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar BUN dan berkurangnya
kemampuan mengatasi fluktuasi zat terlarut dan air tetapi dapat mempertahankan
homeostasis, dan gagal ginjal ditandai dengan peningkatan progresif BUN sampai
menyebabkan uremia serta ketidakseimabangan cairan dan elektrolit (GFR
<6mg/men/m2).
Kriteria penyakit GGK menurut Baradero (2008) yaitu sebagai berikut.
1. Terjadi kerusakan ginjal selama 3 bulan atau lebih yang ditandai oleh
abnormalitas struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus (GFR), yang dimanifestasikan oleh abnormalitas patologis
atau tanda kerusakan ginjal, meliputi abnormalitas komposisi darah atau urin,
atau abnormalitas hasil tes
2. GFR< 60 ml/mnt/1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih, dengan atau tanpa
kerusakan ginja.
d. Etiologi
Baradero, Dayrit, dan Siswadi (2009) menyatakan bahwa penyebab utama
gagal ginjal kronik adalah diabetes melitus (32%), hipertensi (28%), dan kelainan
ginajl (45%). Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian
Renal Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak
sebagai berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi
(20%) dan ginjal polikistik (10%) (Price, 2005).
e.
Klasifikasi
CKD dapat diklasifikasikan atas dasar derajat (stage) penyakit. Klasifikasi
atas dasar penyakit dibuat berdasar LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang dihitung
dengan
menggunakan
rumus
Kockcroft-Gault.
NKF-K/DOQI
juga
*)
Deraja
t
Penjelasan
LFG
(ml/mnt/1.73 m2)
90
60-89
30-59
15-29
Gagal ginjal
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis
(Sudoyo, 2006). Perjalanan umum CKD dapat dibagi menjadi 3 stadium sebagai
berikut.
1. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum
normal dan penderita asimptomatik.
2. Stadium 2: insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
3. Stadium 3: gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
Pada pasien CKD yang memiliki DM, kejadian CKD merupakan suatu
komplikasi penyakit DM yang dimiliki tersebut. Komplikasi ini disebut Nefropati
diabetik (ND). Nefropati diabetik (ND) merupakan komplikasi penyakit diabetes
mellitus yang termasuk dalam komplikasi mikrovaskular, yaitu komplikasi yang
terjadi pada pembuluh darah kecil. Hal ini dikarenakan terjadi kerusakan pada
pembuluh darah halus di ginjal. Kerusakan pembuluh darah menimbulkan
kerusakan glomerulus yang berfungsi sebagai penyaring darah. Tingginya kadar
gula dalam darah akan membuat struktur ginjal berubah sehingga fungsinyapun
terganggu.
Dalam keadaan normal protein tidak tersaring dan tidak melewati glomerolus
karena ukuran protein yang besar tidak dapat melewati lubang-lubang glomerulus
yang kecil. Namun, karena kerusakan glomerolus, protein (albumin) dapat
melewati glomerolus sehingga dapat ditemukan dalam urin yang disebut dengan
mikroalbuminuria.
Gejala nefropati diabetik dibagi menjadi beberapa tahap, yang paling
sederhana adalah 3 tahap, yaitu mikroalbuminuria (berlangsung selama 5-15
tahun), makroalbuminuria (5-10 tahun), dan gagal ginjal terminal (3-6 tahun).
Mogensen membagi ND menjadi 5 tahap dengan menambahkan 2 tahap sebelum
mikroalbuminuria pada DM tipe 1. Tahap pertama adalah pembesaran ginjal
akibat hiperfiltrasi dan tahap kedua adalah silent stage dimana ekskresi albumin
normal tetapi struktur glomerolus berubah.
g. Tanda Gejala
Menurut Baradero (2008)), tanda dan gejala pada gagal ginjal kronik yaitu :
a. Sistem kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema, edema periorbital,
pembesaran vena leher, friction sub pericardial
b. Sistem pulmoner: krekel, nafas dangkal, kusmaul, sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual dan muntah, perdarahan saluran GI,
ulserasi dan pardarahan mulut, nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal: kram otot, kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang
e. Sistem integumen: warna kulit abu-abu mengkilat, pruritis, kulit kering
bersisik, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar
f. Sistem reproduksi: amenore, attrofi testis
g. Sistem hematologi: anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang,
hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
h. Kemih: nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang
mendasarinya.
i. Reproduksi: penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas, ginekomastia,
galaktore, atrofi testikuler.
j. Saraf: kelemahan, keletihan, kelemahan tungkai, rasa panas pada telapak
kaki, konfusi, letargi, malaise, anoreksia, tremor, mengantuk, kebingungan,
2009).
k. Kardiovaskular, gangguan keseibangan asam basa, cairan dan elektrolit,
osteodistrofi renal, dan anemia (Aziz, Witjaksono, dan Rasjidi, 2008).
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif,
eritropoietin, suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien
juga perlu mendapat penanganan dialisis yang adekuat untuk menurunkan kadar
produk sampah uremik dalam darah.
i. Pemeriksaan Penunjang
Dalam melakukan pemeriksaan penunjang pada penyakit gagal ginjal akut dan
kronis tidak jauh beda dalam prosedur pemeriksaan diagnosis, perbedaannya
terletak pada beberapa hal atau point dari hasil pemeriksaan.
1. Urinalisis
Urinalisis adalah pemeriksaan mikroskopik urine. Prosedur ini memeriksa
sedimen setelah urine disentrifugasi. Urine yang normal hampir tidak
mengandung sedimen (Baradero, dkk, 2008).
Pemeriksaan urin mencakup evaluasi hal-hal berikut:
a. Observasi warna dan kejernihan urin
b. Pengkajian bau urin
c. Pengukuran keasaman dan berat jenis urin
d. Tes untuk memeriksa keberadaan protein, glukosa dan badan keton dalam
urin.
e. Pemeriksaan mikroskopik sedimen urin sesudah melakukan pemusingan
(centrifuging) untuk medeteksi sel darah merah (hematuria), sel darah putih,
silinder (silindruria), kristal (kristaluria), pus (piuria) dan bakteri
(bakteriuria).
Urinalisis dapat mendeteksi dan menunjang diagnosa penyakit ginjal
dengan menmukan protein urin, eritrosit dan leukosit dan denan menemukan
berbagau silinder dalam sedimen urin. Hal-hal yang dapat ditemukan pada
pemeriksaan urinalisis pada gagal ginjal akut dan kronis, yaitu:
a. Volume: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri), yang terjadi
setelah ginjal rusak, pada gagal ginjal kronis juga dapat dihasilkan urine tak
ada (anuria).
b. Warna: pada gagal ginjal akut dan kronis urine berwarna kotor atau keruh,
sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin dan
porfirin. Pada penderita gagal ginjal kronis juga didapatkan kekeruhan urine
yang mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat
atau urat.
c. Berat jenis: pada penderita gagal ginjal akut berat jenis urine kurang dari
1,020 dapat menunjukkan penyakit ginjal, contoh glomerulonefritis,
kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1. Bila ada peningkatan BUN selalu
diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan intake protein.
a. Hb: menurun pada adanya anemia
b. Sedimen: sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan
hidup.
c.
pH: asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena
penurunan kemampuan ginjal untuk mengekresikan hidrogen dan hasil
d.
akhir metabolisme.
BUN/kreatinin: terdapat peningkatan yang tetap dalam BUN, dan laju
peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan
protein), perfusi renal, dan masukkan protein. Serum kreatinin
meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum
bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan
urine.
Kalium: meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel
darah merah).
g. Natrium: biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi.
h. pH, kalsium dan bikarbonat: menurun.
i. Klorida, fosfat, dan magnesium: meningkat.
j. Protein: penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan
penurunan sintesis karena kekurangan asam amino esensial (Doenges,
2000).
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia,
dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
4. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate.
5. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen. Berberapa
pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan untuk mengetahui gangguan
fungsi ginjal antara lain:
a) Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, ureter dan vesika
urinaria untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari
ginjal. Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang
mungkin disebabkan karena adanya proses infeksi.
b) Computer Tomography (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara
jelas struktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras
atau tanpa kontras.
c) Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan
fungsi ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus
gangguan ginjal yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali
kongental, kelainan prostat, calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta
obstruksi saluran kencing.
d) Aortorenal Angiography digunakan untuk mengetahui sistem arteri, vena,
dan kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras. Pemeriksaan ini
biasanya dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal,
arterovenous fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
e) Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus
yang disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal
serta post transplantasi ginjal.
6. Biopsi Ginjal
Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil
jaringan ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus
golomerulonepritis, neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan
perencanaan transplantasi ginjal.
7. Gas darah arteri
Gas darah arteri memberikan determinasi objektif tentang oksigenasi
darah arteri, pertukaran gas alveoli, dan keseimbangan asam basa. Dalam
pemeriksaan ini diperlukan sampel darah arteri yang diambil dari arteri
telah
terbukti
menormalkan
kembali
kelainan
ini
dan
Selain itu,
tindakan yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obatobatan atau makanan yang tinggi kandungan kalium. Makanan atau obatobatan tersebut mengandung tambahan garam (yang mengandung
amonium klorida dan kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, dan
makanan seperti sup, pisang, dan jus buah murni. Pengaturan natrium
dalam diet memiliki arti penting dalam gagal ginjal. Jumlah natrium yang
biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari (1-2 gr natrium),
tetapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara individual
pada setiap pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik (Price &
Wilson, 2005).
2. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk CKD harus adekuat
dengan tujuan utama
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
4. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi Hemodialisa
reguler
yang
adekuat,
medikamentosa,
atau
operasi
subtotal
paratiroidektomi.
6. Hipertensi dengan pemberian obat-obatan anti hipertensi.
7. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada GFR kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa Hemodialisa,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1. Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada
pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (GFR).
Gambar 6. Hemodialisa
2. Dialisis peritoneal
PATHWAY
Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes Gestasional
4. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian
a. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga
yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan
lingkungan juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian
CKD. Karena kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama
dan lingkungan yang tidak menyediakan cukup air minum atau
mengandung banyak senyawa/zat logam dan pola makan yang tidak
sehat.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine
output sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan
kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual muntah, mulut terasa
kering, rasa lelah, napas berbau (urea) dan gatal pada kulit
c. Riwayat penyakit sekarang
Kaji onset penurunan urin output, penurunan kesadaran, perubahan
pola napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas
berbau ammonia dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah
kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya
dan mendapat pengobatan apa
d. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, hipertensi, infeksi
saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
benign prostatic hyperplasia (BPH) dan prostatektomi, penyakit batu
saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit
diabetes melitus, dan penyakit terdahulu yang dapat menjadi penyebab
GGK
Elektrokardiografi
(EKG):
untuk
melihat
kemungkinan
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat diangkat sesuai dengan pathway adalah
sebagai berikut (NANDA, 2015).
a. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan produksi
hemoglobin akibat anemia
c. Perencanaan Keperawatan
No
1
Diagnosa
Ketidakefektifan pola
napas berhubungan
dengan penurunan
produksi hemoglobin
akibat anemia
Intervensi (NIC)
Manajemen jalan napas
1) Atur
posisi
pasien
untuk
memaksimalkan ventilasi
2) Anjurkan bernafas yang pelan dan
dalam
3) Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan atau ketiadaan ventilasi
dan adanya suara nafas tambahan
4) Monitor respirasi dan oksigenasi
5) Kolaborasi pemberian oksigen
yang sudah terhumidifikasi
Rasional
1)
2)
3)
4)
5)
Kelebihan volume
cairan berhubungan
dengan peningkatan
natrium dan kalium
dalam darah
Manajemen cairan
No
Diagnosa
Rasional
3)
4)
5)
6)
3
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
nausea, vomiting
akibat peningkatan
asam lambung
Manajemen nutrisi
1. Kaji status nutrisi pasien
2. Ukur masukan diet harian dengan
jumlah kalori
3. Bantu dan dorong pasien untuk
makan, jelaskan alasan tipe diet.
Beri makan pasien bila pasien
mudah lelah atau biarkan orang
terdekat membantu pasien.
Pertimbangkan pemilihan makanan
yang disukai.
4. Berikan makanan sedikit tapi sering
5. Berikan makanan halus, hindari
No
Diagnosa
Rasional
6. Membantu pasien untuk mendapatkan
BB ideal/normal.
7. Kebersihan dan kesegaran mulut dapat
meningkatkan nafsu makan pasien.
8. Glukosa menurun karena gangguan
glikogenesis, penurunan simpanan
glikogen atau masukan tak adekuat.
Protein menurun karena gangguan
metabolisme, penurunan sistesis hepatik,
atau kehilangan ke rongga peritoneal
(asites). Peningkatan kadar amonia perlu
pembatasan masukan protein untuk
mencegah komplikasi serius.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. F., Witjaksono, J., dan Rasjidi, I. 2008. Panduan Pelayanan Medik:
Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan
Ginjal. Jakarta: EGC
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.Baradero, Mary,
Mary Wilfrid, Yakobus Siswadi. 2009. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Bulechek, G. M., dkk. 2015. Nursing Intervention Classification (NIC). Sixth
Edition. United States of America: Elsevier Mosby.Doengoes, Marilynn.
2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi Ketiga. Jakarta: EGC
Corwin, E. J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC
Graber, M. A., Toth, P. P., dan Herting, R. L. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga
University of Iowa. Edisi 3. Jakarta: EGC.Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Grace & Borley.2007.At a Glance Ilmu Bedah. edisi ketiga.Jakarta: Erlangga
Moorhead, S., dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth
Edition. United States of America: Mosby Elsevier.
National Kidney Foundation. 2002. Clinical Practice Guidelines for Chronic
Kideny Disease: Evaluation, Classification and Stratification. New York:
National Kidney Foundation, Inc.
Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi
Keenam. Jakarta: EGC
Rahardjo P., Susalit E., Suhardjono. 2006. Hemodialisa: Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta
Sudoyo, A. W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FakultasKedokteran
Universtas Indonesia.
Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik Edisi III. Bandung: FK UNPAD.
Suwitra, K. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI.