Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PATOFISIOLOGI

VASOKONTRIKSI GINJAL

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 6

1. VIVI RIYANI (2119201719)

2. MILAWATI NASUTION (2119201451)

3. KHOLIDAH LUBIS (2119201355)

4. RAHMA (2119201537)

5. EFRIANTI PULUNGAN (2119201191)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PRODI SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MITRA HUSADA MEDAN
T.A 2021/2022
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Ginjal merupakan organ tubuh dengan perfusi paling baik, bila dibandingkan dengan
berat organ dan asupan oksigen permenit. Namun tekanan oksigen jaringan pada parenkim
ginjal jauh lebih rendah dibandingkan organ lain dan tekanan terendah ada pada vena ginjal.
Medula ginjal merupakan salah satu bagian tubuh dengan tekanan oksigen terendah.
Perbedaan ini dijelaskan oleh adanya asupan oksigen yang tinggi dan tekanan oksigen
jaringan yang rendah serta arsitektur unik vaskuler ginjal. Pada korteks dan medula ginjal,
cabang-cabang arteri dan vena ginjal berjalan secara pararel dan kontak erat antara satu
dengan yang lain dalam jarak yang panjang. Hal ini memberikan kesempatan difusi oksigen
dari sistem arteri menuju sistem vena sebelum masuk menuju kapiler. Mekanisme ini
menjelaskan rendahnya tekanan oksigen di medula dan korteks ginjal.
Segmen tubulus sebagian besar mempunyai kapasitas yang terbatas terhadap energi
yang bersifat anaerobik sehingga tergantung pada oksigen dalam memelihara reabsorpsi aktif
solut transtubulus. Kombinasi antara terbatasnya asupan oksigen jaringan dan tingginya
kebutuhan oksigen merupakan faktor utama ginjal lebih mudah mengalami jejas iskemi akut.
Kapiler peritubuler ginjal merupakan basis struktur dari transport oksigen yang adekuat
untuk sel tubulus, penurunan densitas kapiler ini berhubungan penyakit ginjal kronis.
Penelitian biopsi ginjal manusia menunjukkan penurunan jumlah kapiler peritubuler
berhubungan dengan gangguan fungi ginjal yang progresif. Penelitian terbaru, hilangnya
kapiler peritubuler ditunjukkan pada berbagai model binatang, meliputi: glomerulonefritis,
model ginjal remnant, obstruksi uretra, iskemi, stenosis arteri renalis. Penurunan densitas
kapiler peritubuler terjadi dengan cepat dalam hitungan hari sejak terjadinya rangsangan awal
dan tetap bertahan dalam beberapa minggu.
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Ginjal


Ginjal terletak di dinding abdomen posterior, masing-masing satu buah di sisi kiri dan
kanan kolum vertebra, di belakang peritoneum dan di bawah diafragma. Ginjal kanan
biasanya sedikit lebih pendek daripada ginjal kiri, karena di atas ginjal kanan terdapat ruang
yang ditempati hati.
Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang
punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar
pada hilum. Di setiap atas ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Setiap ginjal
memiliki panjang 6-7,5 sentimeter, dan tebal 1,5 sampai 2,5 sentimeter. Pada orang dewasa
beratnya kira-kira 140 gram.
2.2 Fungsi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah sangat banyak tugasnya memang
pada dasarnya adalah untuk “menyaring”/”membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal
sekitar 1.2 liter/menit sampai 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat
sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke dalam tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam
tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. Selain
itu, fungsi primer ginjal adalah memepertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel
dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Setiap ginjal mengandung sekitar 1 juta unit fungsional yang kita sebut nefron, nefron
sendiri terdiri dari berbagai jenis sel khusus yang berasal dari keturunan embriologi. Setiap
nefron berfungsi sebagai tempat filtrasi tubuh terjadi pada Glomerulus dan saluran tubulus
yang terdiri dari selusin segmen berbeda. Bagian akhir pada tubulus akan bertemu pada suatu
saluran pengumpul yang mana akan membawa ke dalam pelvis ginjal.
2.3 Pembentukan Urine
Ginjal membentuk urine, yang mengalir melalui ureter ke kandung kemih untuk
disimpan sebelum diekskresi. Komposisi urine menunjukkan pertukaran zat antara nefron dan
darah di kapiler renal. Produk sisa metabolisme protein akan diekskresikan, kadar elektrolit
dikontrol dan pH (keseimbangan asam-basa) dipertahankan dengan ekskresi ion hidrogen.
Terdapat tiga proses yang terlibat dalam pembentukan urine yaitu:
Filtrasi Penghalang yang berfungsi pada Filtrasi Glomerulus adalah sel-sel fenestrated
sel yang berpori kecil atau bermembran sangat rumit. Permeabel terhadap air, zat terlarut
kecil atau dengan berat molekul protein rendah sampai albumin. Sebagian besar akan
menghalangi Filtrasi pada plasma ketika massa yang lebih dari 60-70 kDa, terutama yang
bermuatan negatif. Dengan demikian Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) dipengaruhi oleh hasil
dari filtrasi sendiri, permeabilitas hidrolik, tekanan ultrafiltrasi bersih menghasilkan filtrate
Filtrasi yang berisi zat yang sudah terlarut plasma, beberapa gram protein dengan berat
molekul rendah. Sedikit gangguan pada struktur hemodinamik Glomerulus akan mengurangi
Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau meningkatnya perembesan protein ke dalam urin yang
sebenarnya menjadi 2 tanda klasik penyakit Ginjal.
Reabsorpsi Selektif Sepanjang segmen Tubular zat filtrate terlarut, senyawa dengan
berat molekul protein rendah juga air direabsorpsi kembali. Sekresi protein seperti gel disebut
uromudulin dan ginjal akan mengkoreksi apabila terjadi kelebihan kalium, asam atau basa.
Proses yang mempengaruhi komposisi urin diperantarai oleh sistem transport terpolarisasi
yang beroperasi di epitel Tubulus. Kemudian Tubulus Proksimal akan menyerap kembali
massa sekitar 2/3 dari air dan senyawa zat terlarut, seperti hormon, protein (enzim, vitamin)
karena Tubulus memiliki 8 reseptor multiligand yang terlibat dalam penyerapan zat-zat yang
masih dibutuhkan. Setelah direabsorpsi, protein kembali dimetabolisme. Di bawah kondisi
fisiologis urin manusia hampir tidak mengandung protein plasma. Reabsorpsi berperan besar
dalam bersihan metabolisme, homeostasis hormon, dan pengelolaan vitamin esensial seperti
vitamin A, vitamin D, dan vitamin B12.
Sekresi Tubulus Ginjal memediasi interaksi penting dengan beberapa organ,
mempertahankan berbagai fungsi vital termasuk mengatur rasa haus, tekanan darah,
metabolisme obat, keseimbangan kalium, eritropoiesis, metabolisme kalsium dan fosfat dan
juga homeostasis asam-basa. Regulasi eksresi NaCl berperan sangat penting dalam mengatur
volume cairan ekstraseluler dan kontrol tekanan darah dipengaruhi oleh sistem renin-
angiotensin-aldosteron dan sistem saraf simpatik.
Ekskresi kalium dari ginjal tergantung pada laju alir tubular distal dan pelepasan aksi
Aldosteron pada sel-sel utama di nefron distal. Regulasi kadar air tubuh (osmoregulasi)
melibatkan aksi vasopressin sedangkan regulasi dari fosfor dan kalsium mencerminkan
interaksi kompleks dengan tulang, kelenjar Paratiroid, usus dan segmen Tubular melibatkan
faktor pertumbuhan (FGF) 23, hormon paratiroid, dan vitamin D. Ginjal juga merupakan
tempat utama penginderaan O2 sistemik yaitu mengatur pasokan oksigen ke sel-sel darah
merah.
Reabsorpsi adalah proses transportasi molekul dari ultrafiltrat ke dalam darah
sedangkan sekresi proses sebaliknya dimana molekul diangkut dari darah menuju urin.
Keseimbangan Elektrolit Beberapa contoh kation dalam tubuh adalah Natrium (Na+ ),
Kalium (K+ ), Kalsium (Ca2+), Magnesium (Mg2+). Sedangkan anion adalah Klorida (Cl- ),
HCO3- , HPO4- , SO4- . Dalam keadaan normal, kadar kation dan anion ini sama besar
sehingga potensial listrik cairan tubuh bersifat netral. Pada cairan ekstrasel (cairan di luar
sel), kation utama adalah Na+ sedangkan anion utamanya adalah Cl-. Sedangkan di intrasel
(di dalam sel) kation utamanya adalah Kalium (K+).
Disamping sebagai penghantar listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat
tergantung jenisnya seperti: Natrium berfungsi sebagai penentu utama osmolaritas dalam
darah dan pengaturan volume ekstra sel. Kalium fungsinya mempertahankan tekanan
osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam
cairan ekstrasel. Kalsium fungsinya sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya
berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah
serta magnesium berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan
Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh
darah tubuh.
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air. Sedangkan Jaringan Adiposa komposisi
air nya lebih rendah. Oleh karena itu pada orang obesitas fraksi air pada berat badan berbeda
dengan individu yang lebih kurus sebagai konsekuensi kandungan lemak mereka lebih besar.
Pada wanita memiliki rata-rata kandungan air lebih rendah dibanding pria sekitar 55 bahkan
60%. Ciri nilai normal Ion dalam tubuh disajikan pada tabel berikut
Keseimbangan pH Individu dengan fungsi ginjal normal akan menghasilkan ion
hidrogen yang cukup untuk mengambil kembali semua bikarbonat yang telah disaring dan
mengeluarkan 1 meq/kg per hari ion hidrogen yang dihasilkan dari metabolisme protein
makanan. Sebagai akibatnya, ginjal mengkompensasi pH konstan cairan tubuh dengan
buffering ion hydrogen oleh protein, hemoglobin, fosfat dan bikarbonat.
Pada pasien dengan CKD kapasitas ginjal berkurang dalam mensintesis ammonia
(NH3) dan mengeluarkan ion hydrogen (H+ ). Kompensasi umumnya terdiri dari kombinasi
mekanisme respiratorik dan ginjal, ion hydrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat
membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal mengupayakan
ekskresi ion hydrogen ke urin dan memproduksi ion bikarbonat yang dilepaskan ke cairan
ekstrasel. Kadar ion HCO3- normal adalah 24 mEq/L dan kadar normal PCO2 adalah 40
mmHg.
Organ Ekskresi Ginjal memiliki fungsi utama dalam menjaga keseimbangan internal
dengan jalan menjaga komposisi cairan ekstraseluler. Ginjal pula berfungsi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme protein (ureum, kalium, fosfat, sulfur anorganik, dan asam
urat), regulasi volume cairan tubuh dikarenakan aktivitas anti-diuretik (ADH) yang akan
mempengaruhi volume urin yang akan dikeluarkan tubuh dan ginjal yang bermanfaat dalam
menjaga keseimbangan asam-basa.
2.4 Fungsi Non-Ekskresi
Fungsi non-ekskresi ginjal adalah dalam mensintesis dan aktifasi hormon-hormon
berikut: a) Renin yang berperan dalam pengaturan tekanan darah. b) Eritropoetin untuk
merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. 11 c) 1,25-Dihidroxyvitamin D3
adalah bentuk aktif dari vitamin D diproduksi oleh sel tubulus proksimal ginjal. Peran
hormon steroid ini sangat penting dalam regulasi keseimbangan kalsium dan fosfat dalam
tubuh. d) Prostaglandin yang berperan sebagai vasodilator dan bekerja lokal serta melindungi
dari kerusakan iskemik ginjal. e) Hormon polipeptida, insulin, prolaktin, ADH (Antidiuretik
Hormon) juga digredasi oleh ginjal.
2.5 Pengaturan Tekanan Darah
Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan
sekresi renin. Sistem renin-angiotensin aldosteron (RAAS) merupakan sistem endokrin
penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus
ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon
dari sistem saraf simpatik. Mekanisme terjadi peningkatan darah melebihi normal atau
hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin converting
enzyme (ACE).
ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, kemudian oleh hormone renin yang
diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin I. Angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II merupakan suatu
vasokonstriktor kuat yang utama menyebabkan vasokontriksi arteri menyebabkan
peningkatan resistensi pada aliran darah dan peningkatan tekanan darah.
Angiotensin II bersikulasi menuju kelenjar adrenal dan menyebabkan sel korteks
adrenal membentuk hormone lain yaitu aldosteron. Aldosteron merupakan hormone steroid
yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron
mengurangi ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi
NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah.
2.6 Vasokontriksi
Vasokontriksi merupakan suatu proses penyempitan pembuluh darah, tidak hanya di
ginjal namun kondisi ini dapat digunakan secara umum untuk semua pembuluh darah di
tubuh yang mengalami penyempitan. Umumnya hal ini dikarenakan adanya mekanisme atau
rangsangan tertentu di tubuh. Misalnya pada kondisi tubuh yang kekurangan darah seperti
saat terjadi perdarahan, maka mekanisme tubuh yang ingin tetap mempertahankan volume
darah di dalam pembuluh darah akan menyebabkan pembuluh darah menyempit sehingga
perdarahan dapat berkurang, selain itu penghentian proses perdarahan ini juga dibantu dari
mekanisme pembekuan darah di tubuh.
Vasokontriksi pada pembuluh darah di ginjal menandakan adanya penyempitan pada
pembuluh darah di ginjal hal ini dapat menandakan adanya gangguan pada ginjal, untuk lebih
memperjelas kondisi yang dialami ada baiknya anda utuk mengkonsultasikan hal ini kepada
dokter secara langsung, anda juga dapat berkonsultasi dengan dokter spesialis penyakit
dalam, sehingga dokter dapat memastikan kondisi yang dialami dan kemungkinan-
kemungkinan lainnya.
Vasokinstriksi pada ginjal biasanya dihubungkan dengan hipertensi renal, karena
adanya gangguan pada ginjal merupakan salah satu penyebab hipertensi. Ginjal merupakan
salah satu organ bagi tubuh manusia yang berfungsi penting dalam homestasis yaitu
mengeluarkan sisasisa metabolisme, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit,
memproduksi hormon yang dapat mempengaruhi organorgan lainnya, salah satu contohnya
adalah kontrol tekanan darah dalam menyeimbangkan tekanan darah. Organ ginjal itu sendiri
bekerja di dukung oleh aliran darah ke ginjal, jaringan ginjal dan saluran pembungan ginjal,
bila salah satu faktor pendukung terganggu maka akan menyebabkan fungsi ginjal akan
terganggu bahkan dapat berhenti.
Beberapa penyakit ginjal yang menyebabkan hipertensi yaitu : a renovascular : renal
artery steonosis, polyarteritis nodusa, renal artery neurysm, renal artery malformation; b.
Renoparenchymal : glomerulonephritis, polycystic kidney disease, analgesic nephropathy,
renal tumor as Wilms’ tumor, dan penyakit parenchmal lainnya.
Penyakit-penyakit ini pada intinya dapat menyebabkan dua kejadian penting yaitu,
peningkatan resistensi peredaran darah ke ginjal; dan penurunan fungsi kapiler glomerulus.
Hal ini menyebabkan terjadinya ischemia pada ginjal yang merangsang peningkatan
pengeluaran renin (pro renin menjadi renin) pada glomerular sel. Renin ini akan
menyebabkan meningkatnya angiotensin I dan angiotensin II yang mempunyai efek
vasokontrisi dan pengeluaran aldosteron yang mempunyai efek intrarenalm hemodynamics
dan sodium retention (presure natriuresis).
Iskemia ginjal merupakan faktor utama penyebab terjadinya hipertensi,iskemia yang
merupakan kurangnya pasokan darah menuju ginjal karena berbagai penyakit pada ginjal,
menyebabkan pengurangan tekanan arteri sistemik proksimal ke lesi (distal), sehingga
menginduksi hipo-perfusi untuk segmen arteri distal, hal ini menyebabkan mekanisme
autoregulation yang sebenarnya untuk memulihkan hipoperfusi pada ginjal. Kejadian ini akan
merangsang terbentuknya hormon enzimatik yaitu renin (dikeluarkan oleh sel granular
aparatus jukstraglomerulus).
Renin yang telah diproduksi akan dibawa oleh darah yang dapat berikatan dengan
angiotensinogen menjadi angitensin I, angiotensin I yang terbentuk dapat dirubah menjadi
angiotensin II oleh ACE (angiotensin converting enzim) yang diproduksi di jaringan paru
maupun di sel endotel pembuluh darah. Angiotensin II dapat mengaktifkan AT1 Reseptor
akibatnya akan terjadi efek vasokontriksi yang kuat pada pembuluh darah, rangsangan
aldosteron yang menyebabkan retensi Na dan Air, meningkatnya inflamasi, meningkatnya
oksidatif stres yang menurnkan kadar NO, dan meningkatnya fibrosis.
Angiotensin converting enzim yang ada dalam darah juga mempunyai efek
menurunkan bradikinin dan Nitric Oxide (NO) yang menambah terjadinya efek
Vasokonstriksi. Angiotensin II juga tidak hanya dihasilkan oleh renin, tetapi juga oleh non
renin yaitu dapat diproduksi langsung oleh angiotensinogen dan angiotensin I tanpa ACE
(melalui enzim chymase). Rangsangan Aldosteron oleh angiotensin II akan menyebabkan
retensi natrium dan air. Angiotensin II juga mempunyai efek meningkatkan risiko terjadinya
atherosclerosis akibat meningkatnya inflamasi. Sehingga pada akhirnya efek keseluruhan
akan menyebabkan meningkatnya tekanan darah atau hipertensi, bahkan bila tidak diobati
akan menyebabkan hipertensi yang menetap.
Hipertensi menyebabkan rangsangan barotrauma pada kapiler glomerolus dan
meningkatkan tekanan kapiler glomerolus terebut, yang lama kelamaan akan menyebabkan
glomerolusclerosis. Glomerulusclerosis dapat merangsang terjadinya hipoksia kronis yang
menyebabkan kerusakan ginjal. Hipoksia yang terjadi menyebabkan meningkatnya
kebutuhan metabolisme oksigen pada tempat tersebut, yang menyebakan keluarnya substansi
vasoaktif (endotelin, angiotensin dan norephineprine) pada sel endotelial pembuluh darah
lokal tersebut yang menyebabkan meningkatnya vasokonstriksi. Aktivasi RAS (Renin
Angiotensin Sistem) disamping menyebabkan vasokontriksi, juga menyebakan terjadinya
stres oksidatif yang meningkatkan kebutuhan oksigen dan memperberat terjadinya hipoksia.
Stres oksidatif juga menyebabkan penurunan efesiensi transport natrium dan kerusakan pada
DNA, lipid & protein, sehingga pada akhirnya akan menyebakan terjadinya tubulointertitial
fibrosis yangn memperparah terjadinya kerusakan ginjal.
Kerusakan ginjal yang terjadi akibat penyakit ginjal menyebabkan hipoksia, yang
merangsang terbentuknya renin, renin yang beredar ke seluruh tubuh akan menyebabkan
meningkatnya substansi - substansi seperti angiotensinogen, angiotensin I, ACE, angiotensin
II, dan aldostoeron. Substansi-substansi ini menyebabkan perubahan-perubahan yaitu :
meningkatnya resistensi dan vasokonstriksi pembuluh darah, vasokonstriksi pembuluh darah
juga diperberat oleh penurunan kadar bradikinin oleh ACE yang menyebabkan penurunan
kadar Nitric Oxide (NO), penurunan NO ini akan memperberat terjadinya vasokonstriksi
pembuluh darah, penurunan NO juga menyebabkan retensi Na atau meningkatnya reabsorbsi
Natrium (renal presure natriuresis).
Keadaan ini akan meningkatkan tahanan perifer total dan Cardiac Output dan
menyebabkan terjadinya Hipertensi Angiotensin II yang terbentuk juga akan menyebabkan
peningkatan vasokonstriksi pembuluh darah yang menyebabkan peningkatan tahanan perifer
total, peningkatan volume plasma akibat rangsangan aldosteeron, serta peningkatan
reabsorbsi NA. Peningkatan reabsorbsi Na ini terjadi melalui peningkatan tekanan osmotik
cairan interstisial dan penurunan tekanan hidrostatik cairan interstitial. Kesemuanya ini akan
memperberat terjadinya Hipertensi.
Sebenarnya peningkatan tekanan darah (hipertensi) dapat mengirimkan feedback
negatif kepada ginjal untuk menurunkan produksi renin, apabila kondisi ginjal baik, maka
produksi renin akan di tekan dan diharapkan dapat menurunkan tekanan darah. Tapi dalam
hal ini apabila kelainan terjadi pada jaringan ginjal yang rusak (renal disease), maka
feedback negatif yang terjadi tidak optimal dan tidak dapat menurunkan produksi renin,
kejadian ini menyebabkan terjadinya hipertensi yang menetap.
KESIMPULAN

Penyakit Ginjal merupakan penyakit yang dapat menimbulkan hipertensi melalui


mekanisme peningkatan resistensi peredaran darah ke ginjal dan penurunan fungsi kapiler
glomerulus. Mekanisme ini menimbulkan keadaan hipoksia pada ginjal dan meningkatnya
aktivitas renin, angiotensinogen, angiotensin I, angiotensin II, Hub (ACE), aldosteron dan
penurunan bradikinin, penurunan nitric oxide (NO). Peningkatan dan penurunan substansi ini
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan tahanan perifer, serta
meningkatnya volume plasma yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah
(hipertensi).
Hipertensi atau peningkatan ginjal merupakan mekanisme umpan balik untuk
menurunkan dan menyeimbangkan substansi yang keluar agar tekanan darah menjadi normal
kembali, tetapi apabila kerusakan ginjal (renal disease) tidak diobati dengan baik, maka akan
menambah berat penyakit hipertensi. Sehingga penanganan Hipertensi pada penyakit ginjal
harus dilihat secara baik, karena keduanya saling berhubungan erat, dimana penyakit ginjal
dapat menyebabkan hipertensi, dan hipertensi yang menetap dapat menyebabkan penyakti
ginjal yang lebih memburuk lagi.

Anda mungkin juga menyukai