Anda di halaman 1dari 19

5 Masalah Perilaku Remaja dan Cara

Mengatasinya

Anak terlihat seperti membenci Anda


1. Anak terlihat seperti membenci Anda

Saat masih kecil, anak Anda begitu manja. Mereka nampaknya tidak mau sedetik pun jauh dari
Anda. Tetapi, saat beranjak remaja, mereka justru terlihat sangat membenci Anda. Mereka tidak
mau lagi dekat-dekat dengan Anda. Saat Anda mendekat, mereka justru akan menjauh.

Solusi

Tidak bisa dipungkiri, kadang orangtua merasa sangat terluka oleh sikap tersebut. Dalam kondisi
seperti ini, yang bisa Anda lakukan adalah mendiamkannya sama sekali. Dengan berprilaku
seolah tidak acuh maka suatu saat anak Anda akan melunakkan sikapnya.

Bergantung pada alat telekomunikasi


2. Bergantung pada alat telekomunikasi

Alat telekomunikasi yang semakin canggih justru membuat remaja tidak komunikatif di rumah.
Alih-alih mengobrol dengan orangtuanya, para remaja lebih senang untuk chatting dengan teman-
teman sekolahnya.

Solusi

Melarang remaja menggunakan alat elektronik sama sekali bukanlah solusi untuk masalah ini.
Solusi yang dapat dilakukan adalah jangan berikan dia uang khusus untuk membeli pulsa.
Dengan menanggung biaya sendiri maka mereka bisa saja membatasi komunikasi dengan teman-
temannya saat di rumah.

Pulang larut malam


3. Pulang larut malam

Banyak orangtua yang memberikan batasan jam malam bagi remajanya berada di luar rumah.
Misalnya, aturan di rumah menetapkan bahwa batas terakhir berada di luar rumah adalah pukul
10 malam. Tetapi kenyataannya, banyak remaja yang tidak peduli dengan aturan ini. Mereka akan
seenaknya pulang jam 11, atau bahkan lebih malam lagi.
Solusi

Untuk masalah ini, mendiskusikan dengan anak Anda adalah cara terbaik. Jangan buat aturan satu
arah, Anda juga perlu mendengar pendapat Anak. Sebelum anak keluar rumah, pastikan ada
kesepakatan kapan dia akan pulang tanpa menanyakan secara detail apa saja yang akan
dilakukannya di luar. Saat hal ini tetap dilanggarnya, maka saatnya Anda perlu bersikap keras,
misalnya tidak mengizinkannya keluar di akhir pekan.

Bergaul dengan orang yang tidak Anda suka


4. Bergaul dengan orang yang tidak Anda suka

Anda tidak akan bisa membatasi anak untuk bergaul dengan orang tertentu saja. Karena itu,
terkadang Anda melihat anak Anda bergaul dengan orang yang tidak Anda sukai, misalnya
karena penampilannya atau latarbelakang keluarga.

Solusi

Berikan pengertian pada anak bahwa Anda tidak menyukai teman-temannya dengan alasan yang
jelas. Berikan alasan-alasan kemungkinan apa saja yang dapat menimpa anak Anda jika masih
bergaul dengan mereka. Biarkan juga anak Anda berbicara untuk membela diri dan tanggapannya
terhadap ketidaksukaan Anda

Semuanya seperti drama


5. Semuanya seperti drama

Beberapa hal kecil yang Anda bicarakan pada anak selalu direspons secara berlebihan. Para
remaja selalu menganggap apa yang dibicarakan orangtuanya selalu dalam rangka untuk
mengekang mereka.

Solusi

Hal tersebut memang akibat dari perkembangan psikologis remaja. Cara mengatasi masalah ini
adalah mencoba untuk dekat dengan anak seperti dengan teman sebaya. Katakan padanya bahwa
Anda ingin pacarnya datang ke rumah, misalnya. Dengan bersikap seperti itu, anak Anda akan
berkesimpulan bahwa Anda adalah orang yang terbuka.
BAB II KERANGKA TEORI A. Perilaku Remaja 1. Ciri-ciri Umum Masa Remaja Face remaja merupakan
segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ
fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi. Menurut Konopka, masa remaja ini meliputi (a) remaja
awal: 12-15 tahun, (b) remaja madya: 15-18 tahun, dan (c) remaja akhir: 19-22 tahun.1Masa remaja
merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini
individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas
adalah perubahan fisik di mana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang
dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga
berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini
pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orang tua dalam rangka menjalankan peran
sosialnya yang baru sebagai orang dewasa.2 Selain perubahan yang terjadi dalam diri remaja,
terdapat pula perubahan dalam lingkungan seperti sikap orang tua atau anggota keluarga lain, guru,
teman sebaya, maupun masyarakat pada umumnya. Kondisi ini merupakan reaksi terhadap
pertumbuhan remaja. Remaja dituntut untuk mampu menampilkan tingkah laku yang dianggap
pantas atau sesuai bagi orang-orang seusianya.Adanya perubahan baik di dalam maupun di luar
dirinya itu membuat kebutuhan remaja semakin meningkat terutama kebutuhan sosial dan
kebutuhan psikologisnya. Untuk memenuhi 1 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 217 2Hendriati Agustiani, Psikologi
Perkembangan (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 28 kebutuhan tersebut remaja memperluas
lingkungan sosialnya di luar lingkungan keluarga, seperti lingkungan teman sebaya dan lingkungan
masyarakat lain.Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut: a.
Masa remaja awal (12-15 tahun) Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-
anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang
tua.Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya
konformitas yang kuat dengan teman sebaya. b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini
ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.Teman sebaya masih memiliki
peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-
directed).Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar
mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan
vokasional yang ingin dicapai.Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu. c.
Masa remaja akhir (19-22 tahun) Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-
peran orang dewasa.Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan
mengembangkan sense of personal identity.Keinginanat yangkuat untuk menjadi matang dan
diterima dalam kelompok teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dari tahap ini.3
3Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 28-29 2. Proses
Perubahan Pada Remaja Sejak daam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh anak, remaja
sampai dewasa. Hal itu berarti terjadi proses perubahan setiap individu. Aspek-aspek perubahan
yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif, maupun psikososialnya.4 Masa remaja
dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa
keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode
transisional antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Kita semua mengetahui bahwa antara anak-
anak dan orang dewasa ada beberapa perbedaan yang selain bersifat biologis atau fisiologis juga
bersifat psikologis. Pada masa remaja perubahanperubahan besar terjadi dalam kedua aspek
tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa ciri umum yang menonjol pada masa remaja adalah
berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa
berbagai dampak pada perlaku remaja. Secara ringkas, proses perubahan tersebut dan interaksi
antara beberapa aspek yang berubah selama masa remaja bisa diuraikan seperti berikut ini: a.
Perubahan Fisık Rankaian perubahan yang paling jelas yang nampak dialami oleh remaja adalah
perubahan biologis dan fisiologıs yang berlangsung pada masa pubertas atau pada awal masa
remaja, yaitu sekitar umur 11-15 tahun pada wanita dan 12-16 tahun pada pria. Hormon-hormon
baru diproduksi oleh kelenjar endokrin, dan ini membawa perubahan dalam ciri-cini seks primer dan
memunculkan ciri-ciri seks sekunder, Gejala ini memberi isyarat bahwa fungsi reproduksi atau
kemampuan untuk menghasılkan keturunan sudah mulai bekerja. Seiring dengan itu, berlangsung
pula pertumbuhan yang pesat pada tubuh dan anggota-anggota tubuh untuk mencapai proporsi
seperti orang 4 Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), h. 14
dewasa.Seorang individu lalu mulai terlihat berbeda, dan sebagai konsekuensi dari hormon yang
baru, dia sendiri mulai merasa adanya perbedaan. b. Perubahan Emosionalitas Akibat langsung dari
perubahan fisik dan hormonal tadi adalah perubahan dalam aspek emosionalitas pada remaja
sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal tadi, dan juga pengaruh lingkungan yang terkait
dengan perubahan badaniah tersebut. Hormonal menyebabkan perubahan seksual dan
menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru
menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya.
Keterbatasannya untuk secara kognitif mengolah perubahan-perubahan baru tersebut bisa
membawa perubahan besar dalam fluktuasi emosinya. Dikombinasikan dengin pengaruh-pengaruh
sosial yang juga senantiasa berubah, seperti tekanan dari teman sebaya, media masa, dan minat
pada jenis seks lain, remaja menjadi lebih terorientasi secara seksual.Ini semua menuntut
kemampuan pengendalian dan pengaturan baru atas perilakunya. c. Perubahan Kognitif Semua
perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan emosional tersebut makin dirumitkan oleh
fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan
berpikir inisebagai tahap terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan
kognitifnya. Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi terikat
pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-
aspek yang hipotetis dan abstrak dari realitas. Bagaimana dunia ini tersusun tidak lagi dilihat sebagai
satu-satunya alternatif yang mungkin terjadi, misalnya, aturan-aturan dari orang tua, status remaja
dalam kelompok sebayanya, dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi dipandang
sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah. Kemampuan-kemampuan berpikir yang baru ini
memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotetis dan kontrafaktual, yang pada
gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk mengimajinasikan kemungkinan lain
untuk segala hal. Imajinasi ini bisa terkait pada kondisi masyarakat, diri sendiri, aturan- aturan orang
tua, atau apa yang akan dia lakukan dalam hidupnya. Singkatnya, segala sesuatu menjadi fokus dari
kemampuan berpikir hipotetis, kontrafaktual, dan imajinatif dari remaja. d. Implikasi Psikososial
Semua perubahan yang terjadi dalam waktu yang singkat itu membawa akibat bahwa fokus utama
dari perhatian remaja adalah dirinya sendiri Secara psikologis proses-proses dalam diri remaja
semuanya tengah mengalami perubahan, dan komponen-komponen fisik, fisiologis, emosional, dan
kognitif sedang mengalami perubahan besar. Sekarang dengan terbukanya kemungkinan bagi semua
objek untuk dipikirkan dengan cara yang hipotetis, berbeda dan baru, dan dengan perubahan dirinya
yang radikal, sepantasnyalah bagi individu untuk memfokuskan pada dirinya sendiri dan mencoba
mengerti apa yang sedang terjadi. Masyarakat, melalui orang tua atau guru, bertanya kepada remaja
untuk memilih satu peran. Dalam masyarakat kita ketika anak memasuki SMA anak harus sudah
memilih jurusan pendidikan yang akan ditempuh yang akhirnya akan menentukan perannya nanti.
Jadi ketika berumur sekitar 15 atau 16 tahun seseorang sudah mulai menempatkan dirinya pada satu
jalur yang akan membawa akibat pada apa yang akan dilakukannya pada tahun-tahun selanjutnya.
Masalahnya terjadi tepat pada saat ketika remaja berada dalam posisi yang sangat tidak siap untuk
mengambil keputusan yang berakibat jangka panjang, mereka malah diminta untuk melakukannya.
Karenanya banyak remaja berada dalam dilemma. Mereka tidak bisa menjawab pertanyaan tentang
peran sosial yang akan mereka jalankan tanpa menyelesaikan beberapa pertanyaan lain tentang
dirinya sendiri Jawaban terhadap perangkat pertanyaan yang satu saling tergantung dengan jawaban
terhadap rangkaian pertanyaan yang lain. Perasaan tertentu yang berada dalam situasi krisis bisa
muncul, krisis yang membutuhkan jawaban yang tepat tentang siapa sebenarnya dirinya Ini adalah
pertanyaan tentang definisi diri, tentang identifikasi diri Erikson menamai dilemma ini sebagai.krisis
identitas. Menurut Erikson, seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi
bagaimana dan dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan
dimaknakan. Dengan kata lain, identitas seseorang tergantung pula pada bagaimana orang lain
mempertimbangkan kehadirannya. Karenanya bisa lebih dipahami mengapa keinginan untuk diakui,
keinginan untuk memperkuat kepercayaan diri, dan keinginan untuk menegaskan kemandirian
menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, terutama mereka yang akan mengakhiri masa itu.5 3.
Permasalahan Yang Timbul Pada Masa Remaja Proses perkembangan perilaku dan pribadi di
pengaruhi oleh tiga faktor dominan yaitu faktor bawaan (heredity), kematangan (maturation), dan
lingkungan (environment) termasuk belajar dan latihan (training and learning). Ketiga faktor ini yang
kemudian saling bervariasi menjadi hal yang menguntungkan atau menghambat proses
perkembangan, yang kemudian menjadi masalah yang tidak mudah di atasi oleh individu yang
bersangkutan maupun oleh masyarakat secara keseluruhan. Masalah tersebut antara lain :
5Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan (Bandung: Refika Aditama, 2009), h. 29-31 1. Masalah-
masalah yang mungkin timbul berkaitan dengan perkembangan fisik dan psikomotorik a. Adanya
variasi yang mencolok dalam tempo dan irama serta kecepatan perkembangan fisik antarindividu
atau kelompok. b. Perubahan suara dan peristiwa menstruasi dapat juga menimbukan gejala-gejala
emosinal seperti perasaan malu. 2. Masalah-masalah yang mungkin timbul bertalian dengan
perkembangan bahasa dan perilaku kognitif a. Bagi individu-individu tertentu, mempelajari bahasa
asing bukanlah hal yang menyenangkan, kelemahan dalam bahasa dapat menjadikan bahan cemooh
yang bersifat negative b. Intelegensi merupakan kapasitas dasar belajar, bagi yang mempunyai IQ
kurang dan tidak mendapat bimbingan yang memadai akan mendapat ekses psikologis yang tidak
mencapai hasil yang diharapkan. 3. Masalah-masalah yang timbul bertalian dengan perkembangan
perilaku afektif, konatif, dan kepribadian a. Keterikatan hidup di jalan yang tidak terbimbing
menimbulkan kenakalan remaja yang berbentuk perkelahian antarkelompok, pencurian,
perampokan, prostitusi, dan bentuk-bentuk anti sosial lainnya. b. Konflik dengan orang tua, yang
berakibat tidak senang di rumah, bahkan melarikan diri dari rumah. c. Melakukan perbuatan-
perbuatan yang justru bertentangan dengan norma masyarakat atau agama, seperti mengonsumsi
ganja, narkotika, dan sebagainya.6 b. Perilaku Menyimpang Pada Remaja Definisi perilaku
menyimpang adalah hal yangcukup sulit dilakukan. Problemnya adalah menyimpang terhadap apa?
Penyimpangan terhadap peraturan orang tua, seperti pulang terlalu malam atau merokok bisa
dikatakan penyimpangan juga dan karena itu dinamakan kenakalan.Penyimpangan terhadap
tatakrama masyarakat, seperti duduk mengangkat kaki di hadapan orang yang lebih tinggi
derajatnya (di kalangan suku tertentu) bisa juga digolongkan penyimpangan yang dalam hal ini
dinamakan kekurangajaran.Dan tentu saja tingkah laku yang melanggar hukum seperti membawa
ganja ke sekolah atau mencuri uang orang tua adalah penyimpangan juga.Sebalikya., menyebabkan
kematian beberapa orang seperti diutarakan dalam Kasus 2, bisa tidak dinamakan penyimpangan,
karena tidak ada norma yang berlaku di masyarakat saat itu yang dilanggarnya. Salah satu upaya
untuk mendefinisikan penyimpangan perilaku remaja dalam arti kenakalan anak (juvenile
delinquency) dilakukan oleh M. Gold dan J. Petronio, yaitu sebagai berikut: Kenakalan anak adalah
tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui
oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa
dikenai hukuman. Dalam definisi-definisi tersebut disebutkan faktor yang penting adalah unsur
pelanggaran hukum dan usia anak yang di bawah batas usia tertentu sehingga tidak dapat dipidana.
Oleh karena itu, merokok menurut definisi tersebut bukanlah kenakalan selama tidak ada undang-
undang 6 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya ,
2012), h. 94-95 yang melarang anak di bawah usia untuk merokok. Demikian juga halnya dengan
seorang anak yang berusia 17 tahun yang minum bir di suatu negara bagian (di Amerika Serikat) yang
tidak melarang anak di bawah usia 18 tahun untuk minum. Ia tidak dianggap nakal selama ia tidak
mengetahui adanya ketentuan-ketentuan hukum itu dan karenanya ia tidak sengaja melanggar
hukum yang berlaku (misalnya karena remaja itu sedang berlibur ke negara bagian lain, sedangkan di
negara bagiannya sendiri batas usia minum minuman keras adalah 16 tahun) Kalau definisi ini
digunakan, maka yang termasuk kenakalan remaja menjadi sangat terbatas.Padahal, kelakuan-
kelakuan yang menyimpang dari peraturan orang tua, peraturan sekolah atau normanorma
masyarakat yang bukan hukum juga bisa membawa remaja kepada kenakalan-kenakalan yang lebih
serius, atau bahkan kejahatan yang benarbenar melanggar hukum pada masa dewasanya remaja.
Dengan perkataan lain, dari sudut Psikologi perkembangan dan dari sudut kesehatan mental remaja,
kita juga endefinisikan kenakalan remaja secara lebih luas. Di pihak lain, kita juga jangan sampai
begitu saja mencap anak sebagai makal hanya dari penampilannya yang berambut gondrong dan
berpakaian jorok. Dalam hubungan ini, penulis sendiri cenderung untuk membuat berbagai
penggolongan terhadap tingkah laku remaja yang menyimpang ini. Secara keseluruhan, semua
tingkah laku yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam masya- rakat (norma agama,
etika, peraturan sekolah dan keluarga, dan lain-lain) dapat disebut sebagai perilaku menyimpang
(deviation) Namun, jika penyimpangan itu terjadi terhadap norma-norma hukum pidana barulah
disebut kenakalan (delinquent). Dengan demikian, kenakalan dalam buku ini akan dibatasi
pengertiannya pada tingkah laku-tingkah laku yang jika dilakukan oleh orang dewasa disebut sebagai
kejahatan. Di luar itu, penyimpanganpenyimpangan lainnya akan disebut perilaku menyimpang saja.
Tentu saja, dengan demikian terjadi penggolongan yang relatif. Suatu perbuatan yang di mata
masyarakat tertentu diangap menyimpang (misalnya kawin pada usia 16 tahun sehingga melanggar
Undang-Undang Perkawinan) di masyarakat lain dianggap biasa saja. Untuk Indonesia yang
masyarakatnya plural dan heterogen sekali, definisi ini memang membingungkan, terutama bagi
para praktisi (pendidik, konselor, dan lainlain) Akan tetapi, hal ini tidak dapat dihindari karena
bagaimanapun iuga remaja adalah bagian dari masyarakat (subkultur) dan tingkah laku remaja mau
tidak mau harus diukur dari kebudayaan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakatnya. Justru
berbahaya adalah jika kita mencoba menilai tingkah laku remaja terlepas dari kaitan masyarakat
atau lingkungan sosial-budayanya.7 c. Kasus Siswa di Sekolah Banyak kasus siswa di sekolah yang
bersumber dari keadaan keluarganya, misalnya keluarga krisis. Biasanya jika ternyata memang kasus
itu berkaitan erat dengan masalah keluarga, maka guru pembimbing (GP) akan berusaha melakukan
kunjuangan rumah (home visit). Melakukan kegiatan home visit bukanlah pekerjaan yang mudah.
Hal ini disebabkan: a. Orang tua kurang menerima kehadiran GP karena dianggap ikut
campurdengan urusan keluarga, orang tua merasa malu dan risih, dan dianggap mengganggu
ketenteraman rumah tangganya. Akibatnya kemungkinan GP diusir, atau setidak-tidaknya secara
halus ditolak. Jika masih bisa menahan diri maka data tentang anaknya itu tidak akan diungkapkan
secara benar. Jika terjadi demikian, maka kesimpulan GP tentang siswa tersebut bisa keliru dan
membimbing dengan data keliru berarti tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. b. Pelayanan
bimbingan dan konseling (BK) di sekolah masih berjalan secara tradisional, yakni hanya memberi
nasehat, kurang melayani perkembangan siswa, guru banyak bicara, memarahi dan memaksa 7
Sarlito W. Sarwono, Psikologi Remaja (Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 251-253 siswa, dan
biasanya siswa diam dan takut dengan panggilan GP. Ha ini disebabkan: (1) GP kurang perencanaan
karena tidak memaham tentang riset BK di sekolah misalnya terhadap siswa, guru, orang tu dan
sebagainya. (2) kurang pengetahuan dan wawasan, kurang keterampilan, dan kepribadian otoriter
yang kurang mendukung untuk jadi pembimbing. Banyaknya GP di sekolah-sekolah yang tidak
berasal da jurusanBimbingan dan Konseling (BK). Mereka menjadi pembimbin karena untuk
memenuhi jam mengajar. Namun sering menganggap dirinya amat kompeten dalam bidang
itu.Mereka itu kurang menghargai disiplin ilmu Bimbingan dan Psikologi.Pernah ditemui sebuah SMA
seorang lulusan Sarjana Muda atau D3 BK tidak mendapat tempat selayaknya. Koordinator BK bukan
dari Jurusan BK dan merasa lebih hebat karena usia sudah lanjut, dan lulusan BK itu masih muda,
masih hijau dan belum matang. Sebagai contoh kegiatan "konseling" tradisional di sekolah adalah
yang dilakukan GP secara paksa seperti polisi menginterogasi pencuri.Siswa yang melanggar disiplin
semuanya ke BK (terlambat, bolos, tidak lengkap seragamnya, dan sebagainya) Padahal masalah-
masalah tersebut termasuk tugas guru dan wali kelas.8 B. Relasi orang Tua-Anak Menjadi orang tua
merupakan salah satu tahapan yang dijalani oleh pasangan yang memiliki anak. Masa transisi
menjadi orang tuapada saat kelahiran anak pertama terkadang menimbulkan masalahbagi relasi
pasangan dan dipersepsi menurunkan kualitas perkawinan.Selain itu, kajian psikologis juga
memperlihatkan bahwa perempuanmenjalani transisi yang lebih sulit daripada laki-laki. Apalagi bila
masalah ini berkaitan dengan pilihan antara mengurus anak dan kesempatan ekonomis. Dukungan
dari sanak keluarga sangat diperlukan agar perempuan tidak 8 Sofyan S. Willis, Konseling Keluarga
(Bandung: Alfabeta, 2013), h. 67 berjuang dengan susah payah imbaldalam menjalankan fungsi
keibuannya dengan baik. Bila dukungan sanak keluarga sangat kurang, maka keterlibatan dan
dukungan suami menjadi andalan utama.9 Relasi pasangan secara alamiah bergerak melalui tahap
perkembangan, salah satu tahap melibatkan transisi ke dalam peran pengasuhan, dan bagi banyak
orang hal ini dapat menjadi pengalaman yang membuat kewaahan. Problem ini membuat lebih
buruk dalam masyarakat Barat dimana keluarga-keluarga secara umum harus pindah ke tempat yang
jauh dari tempat tinggal orang tua agar dapat memperoleh pekerjaan. Akibatnya banyak orang tua
yang tidak mempunyai dukungan dari keluarga luas saat merekan sedang membesarkan anak-
anaknya. Selain itu, secara umum ada kekurangan pendidikan yang memadai bagi remaja dalam
mempersiapkan diri untuk melaksanakan pengasuhan. Hal ini memunculkan pertanyaan mengenai
bagaimana para orang tua baru mempelajari keterampilan mengasuh. Bagi banyak orang, itu adalah
kasus belajar melalui trail and error, dan hal ini secara emosional merugikan bagi kedua orang tua
secara individual, bagi relasi mereka, dan bagi kesejahteraan anak-anak mereka.10 Anak merupakan
anamah dari Allah SWT yang diberikan kepada setiap orang tua, anak juga buah hati dan juga
tumpuan harapan serta kebanggaan keluarga. Anak adlah generasi mendatang yang mewarnai masa
kini dan diharapkan membawa kemajuan dimasa mendatang. Akan tetapi anak juga merupakan
ujian bagia setiap orang tua sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surah An-Anfal ayat 28: 9 Sri
Lestari, Psikologi Keluarga (Jakarta: Kencana, 2012), h. 16 10 Kathryn Geldard dan David Geldard,
Konseling Keluarga (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 386  
      
  Artinya: “Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah cobaan
dan sesungguhnya disisi Allah pahala yang besar” Perubahan-perubahan fisik, kognitif dan sosial
yang terjadi pada perkembangan remaja mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasi orang
tua-anak. Salah satu ciri yang menonjol pada remaja yang mempengaruhi relasinya dengan orang
tua adalah perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik dan psikologis.karena remaja
meluangkan lebih sedikit waktunya bersama orang tua dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk
saling berinteraksi dengan dunia yang lebih luas, maka mereka berhadapan dengan bermacam-
macam nilai dan ide-ide. Seiring dengan terjadinya perubahan kognitif selama masa remaja,
berbedaan ide-ide yang dihadapi seiring mendorongnya untuk melakukan pemeriksaan terhadap
nilai-nilai dan pelajaran-pelajaran yang berasal dari orang tua. Akibatnya, remaja mulai
mempertanyakan dan menentang pandangan-pandangan orang tua serta mengembangkan ide-ide
mereka sendiri. Orang tua tidak lagi di pandang sebagai otoritas yang serba tahu. Secara optimal,
remaja mengembangkan pandangan-pandangan yang lebih matang dan realistis dari orang tua
mereka. Kesadaran bahwa mereka adalah seorang yang memiliki kemampuan, bakan, dan
pengetahuan tertentu, mereka memandang orang tua sebagai orang yang harus dihormati, dan
sekaligus sebagai orang yang dapat berbuat kesalahan. Sebagian dari proses pencapaian otonomi
psikologis ini mengharuskan anak remaja untuk menijau kembali gambaran tentang orang tua dan
mengembangkan ide-ide pribadi.11 11Desmita, Psikologi Perkembangan (Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 2008) h.217 Keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling utama bagi anak
untuk membentuk kepribadian dan mencapai tugas-tugas perkembangannya. Oleh karena itu,
kelurga menjadi faktor yang terpenting bagi pembentukan sikap dan perilaku anak baik dalam segi
kepribadian, sosial maupun emosional anak. Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam
upaya mengembangkan kepribadian anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan
pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan
merupakan faktor yang sangat mendukung untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang baik.12 Menurut Soelaeman, fungsi keluarga adalah sebagai berikut: 1. Fungsi
Edukasi Fungsi edukasi adalah fungsi yang berkaitan dengan pendidikan anak khususnya dan
pendidikan serta pembinaan anggota keluarga pada umumnya. 2. Fungsi Sosialisasi Orang tua dan
keluarga dalam melaksanakan fungsi sosialisasi ini mempunyai kedudukan sebagai penghubung anak
dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, yang meliputi penerangan, penyaringan dan
penafsirannya ke dalam bahasa yang dimengerti dan ditangkap maknanya oleh anak. 3. Fungsi
Proteksi (Perlindungan) Mendidik anak pada hakikatnya bersifat melindungi, yaitu membentengi dari
tindakan-tindakan yang akan merusak norma-norma. Dengan kata lain, fungsi ini melindungi anak
dari ketidakmampuannya bergaul dengan lingkungan sosialnya, melindungi dari pengaruh yang tidak
baik yang mungkin mengancamnya sehingga anak merasa terlindungi dan aman. 4. Fungsi Afeksi
12Ulfiah, Psikologi Keluarga (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016) h. 3 Anak bisa merasakan atau
menangkap suasana perasaan yang melingkupi orang tuanya pada saat komunikasi. Kehangatan
yang terpancar dari aktivitas gerakan, ucapan mimik serta perbuatan orang tua merupakan hal yang
sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan dalam keluarga. 5. Fungsi Religius Keluarga
berkewajiban untuk mengikut sertakan anak dan anggota keluarga lainnya kepada kehidupan
beragama. Tujuannya bukan hanya mengetahui kaidah-kaidah agama saja, tetapi untuk menjadi
insan yang beragama sehingga menjadi anggota keluarga yang sadar bahwa hidup hanyalah untuk
mencari ridha-Nya. 6. Fungsi Ekonomis Fungsi ekonomis keluarga meliputi pencarian nafkah,
perencanaan pembelajaran serta pemanfaatannya. Dalam mendidik anak, keluarga dengan fungsi
ekonominya perlu diperhatikan karena jika tidak seimbang dalam mengelola ini, maka akan
berakibat pula pada perkembangan anak dan pembentukan kepribadian anak. 7. Fungsi Rekreatif
Fungsi rekreatif dapat terlaksana jika keluarga dapat menciptakan rasa aman, nyaman, ceria agar
dapat dinikmati dengan tenang, damai dan jauh dari ketegangan batin, sehingga memberikan
perasaan yang bebas dari tekanan. Hal ini akan memberikan rasa saling memiliki dan kedekatan
antara tiap anggota keluarga. 8. Fungsi Biologis Fungsi biologis keluarga, yaitu berhubungan dengan
kebutuhankebutuhan biologis anggota keluarga. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan sandang,
pangan, papan, serta kebutuhan akan keterlindungan fisik termasuk di dalamnya kehidupan
seksual.13 13Ibid,. h. 4-6 Orang tua yang berusaha keras mendidik anaknya dalam lingkungan, maka
pendidikan yang diberikan tersebut merupakan pemberian yang berharga bagi sang anak, meski hal
itu terkadang jarang disadari. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Hakim Nabi shalallahu’alaihi
wasallam bersabda: َ‫“ ض َل ِم ْن أدَ ٍب َح َس ٍن َِول ًدا ِم ْن َن ْح ٍل أ فْ َح َل َواِل ٌد َما َن‬Tiada suatu pemberian yang
lebih utama dari orang tua kepada anaknya selain pendidikan yang baik.” (HR. Al-Hakim: 7679) Anak-
anak menjalani proses tumbuh dan berkembang dalam suatu lingkungan dan hubungan.
Pengalaman mereka sepanjang waktu bersama orang-orang yang mengenal mereka dengan baik,
serta berbagai karakteristik dan kecenderungan yangmulai mereka pahami merupakan hal-hal pokok
yang memengaruhi perkembangan konsep dan kepribadian sosial mereka. Menurut Thompson,
kualitas hubungan menjadi katalis bagi perkembangan dan merupakan jalur bagi peningkatan
pengetahuan dan informasi, penguasaanketerampilan dan kompetensi, dukungan emosi, dan
berbagai pengaruh lain semenjak dini. Suatu hubungan dengan kualitas yang baik akan berpengaruh
positif bagi perkembangan. Kajian tentang hubungan orang tua-anak dapat dibagi ke dalam dua
masa, yaitu sebelum berkembangnya paham dua arah (bidirection ality) pada akhir tahun 60-an dan
setelahnya. Semasa berkembangnya paham satu arah (unidirectionality), penelitian tentang
hubungan orang tua-anak memfokuskan pada mengenali strategi pengasuhan, praktik-praktik,
perilaku, gaya, dan pembawaan yang memengaruhi akibat pada anak, misalnya kompetensi,
perkembangan yang sehat, prestasi akademik, dan problem perilaku. Walaupun topik tersebut
masih menarik minat para ilmuwan, tetapi setelah era paham dua arah pengaruh imbal balik antara
orang tua dan anak mulai diperhatikan. Para ilmuwan mulai mengenali bahwa baik orang tua mau
pun anak merupakan agen bagi proses sosialisasi.14 Menurut Chen, kualitas hubungan orang tua-
anak merefleksikan tingkatan dalam hal kehangatan (warmth), rasa aman (security), kepercayaan
(trust), afeksi positif (positive affect), dan ketanggapan (responssiveness) dalam hubungan mereka.
Kehangatan menjadi komponen mendasar dalam hubungan orang tua-anak yang dapat membuat
anak merasa dicintai dan mengembangkan rasa percaya diri.Mereka memiliki rasa percaya dan
menikmati kesertaan mereka dalam aktivitas bersama orang tua. Kehangatan memberi konteks bagi
afeksi positif yang akan meningkatkan mood untuk peduli dan tanggap terhadap satu sama lain.15 C.
Pengaruh Relasi Orang Tua dengan Anak Terhadap Perilaku Lembaga pendidikan yang tidak kalah
penting dengan sekolah adalah keluarga. Seorang individu tidak akan lepas dari keluarga sebagai
lembaga pendidikan sepanjang hayatnya. Burhanudin dalam bukunya menyatakan bahwa keluarga
merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama, berlangsung secara wajar dan informal.
Keluarga menjadi tempat seorang individu memulai berinteraksi dan menerima pendidikan. Keluarga
mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap perkembangan anak. Anak akan mendapatkan
pengasuhan dan pendidikan sesuai karakteristik orang tua di dalam keluarga. Semua perilaku anak
akan disesuaikan dengan aturan yang didapat dalam keluarga. Keluarga mempunyai peran memberi
kasih sayang, aturan, contoh perilaku, dukungan moral dan berbagai sumbangan lain bagi
perkembangan anak. Keluarga harus mampu memberikan berbagai sumbangan penting bagi anak
untuk memenuhi kebutuhan perkembangan 14Sri Lestari, Psikologi Keluarga (Jakarta: Kencana,
2012), h. 17 15Ibid,. h. 18 anak. Sumbangan yang diberikan pada anak ditentukan oleh sifat
hubungan antara anak dengan berbagai anggota keluarga. 16 Jenis pola keluarga dan siapa saja
anggota keluarga yang berperan dalam memberikan sumbangan pada anak akan berpengaruh pula
pada perkembangan anak. Semua tindakan anak tidak akan terlepas dari tanggung jawab keluarga
terutama orang tua yang memegang peran yang sangat penting bagi kehidupan anaknya, oleh
karena itu orang tua bertanggung jawab atas proses pembentukan perilaku anak, sehingga
diharapkan selalu memberikan arahan, memantau, mengawasi dan membimbing perkembangan
anak melalui interaksi antara orang tua dengan anak dalam lingkungan keluarga. Tetapi, dewasa ini
peranan keluarga (orang tua) sebagai pendidik yang pertama bagi anak-anaknya nampak semakin
terabaikan di masyarakat kita. Dengan alasan berbagai kesibukan orang tua bik karena desakan
kebutuhan ekonomi atau pun profesi yang sering menjadi penyebab kurang adanya kedekatan
antara orang tua dengan anakanaknya, yang berarti terganggulah hubungan saling pengaruhi antara
keduanya. Sementara kita mengetahui bahwa hubungan yang harmonis antara keduanya di dalam
keluarga akan banya berpengaruh terhadap perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis.17
Bahkan sedikitnya peran komunikasi keluarga pun semakin berkurang dan tidak mempunyai arti
yang begitu penting, karena sebagian orang tua cenderung mengalihkan tanggung jawabnya kepada
pembantu, sehingga paling tidak sedikitnya perhatian menjadi berkurang terhadap anak-anaknya
karena berbagai macam kesibukan orang tua yang banyak menyita waktu seperti pekerjaan di
kantor, kegiatan-kegiatan sosial hingga pekerjaannya di rumah. Dan pada akhirnya tanpa disadari
akan berdampak 16 Hurlock, Psikologi Perkembangan Edisi Kelima (Jakarta:Erlangga. 2013) h. 202 17
Skripsi Hilmi Mufidah. Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Anak dan Pengaruhnya Terhadap
Perilaku Anak, Studi Kasus di SMP Islam Al-Azhar 2 Pejaten Jakarta Selatan (Jakarta:UIN Syarif
Hidayatullah, 2008) pada hubungan orang tua dan anak menjadi sedikit merenggang, sehingga untuk
berkomunikasi diantar keduanya tidak terjalin keharmonisan. Dalam hal ini, Satu yang perlu diingat
oleh para orang tua, bahwa masalah komunikasi adalah masalah kebiasaan, artinya komunikasi
harus dipelihara terus sejak anak-anak masih berada dalam kandungan ibunya sampai mereka
dewasa. Biasanya orang tua menjadi lengah akan komunikasi dengan anak-anaknya, justru pada saat
anak-anak itu meningkat dewasa, karena pada saat itu orang tua tengah menanjak karirnya dan
perhatian orang tua banyak disita oleh kesibukan pekerjaan maupun kegiatan-kegiatan sosialnya dan
adapula orang tua yang mempercayakan sepenuhnya karena mereka akan dewasa dengan
sendirinya, hal tersebut biasanya tidak disadari oleh orang tua namun sangan dirasakan oleh anak-
anak. Dan pada waktu orang tua menyadari kekurangan ini, keadaan sudah terlanjur parah untuk
diselamatkan.18 D. Pengertian Bimbingan dan Konseling Bimbingan merupakan salah satu bidang
dan program dari pendidikan, dan program ini ditujukan untuk membantu meng- optimalkan
perkembangan siswa. Menurut Tolbert, bimbingan adalah seluruh program atau semua kegiatan dan
layanan dalam lembaga pendidikan yang diarahkan pada membantu individu agar mereka dapat
menyusun dan melaksanakan rencana serta melakukan penyesuaian diri dalam semua aspek
kehidupannya sehari-hari. Bimbingan merupakan layanan khusus yang berbeda.dengan bidang
pendidikan lainnya.19 Konseling merupakan salah satu teknik dalam bimbingan, tetapi merupakan
teknik inti atau teknik kunci. Hal ini dikarenakan konseling dapat memberikan perubahan yang
mendasar, yaitu mengubah sikap. Sikap mendasari perbuatan, pemikiran, pandangan, perasaan, dan
lain-lain. 18 Alex Sobur, Anak Masa Depan (Bandung: Angkasa, 1986) h. 228 19Fenti Hikmawati,
Bimbingan Konseling Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 1 Bila kita simak definisi konseling
di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Konseling sebagai jantungnya program
bimbingan. Dalam program bimbingan, konseling dipandang sebagai layanan bimbing an yang
terpenting atau intinya program bimbingan. 2. Bimbingan lebih luas daripada konseling Bimbingan
mencakup banyak pelayanan yang di dalamnya terdapat pelayanan konse- ling, konseling dipandang
sebagai salah satu teknik bimbingan. 3. Konseling merupakan bantuan yang diberikan oleh konselor
ke- pada konseli secara langsung (direct contacts), tidak bisa diberikan secara tidak langsung melalui
perantara (media) seperti media cetak dan media elektronik. Sebagai contoh media cetak adalah
surat kabar, majalah, buku; dan contoh media elektronik adalah internet, radio, televisi, dan
telekonferensi. 4. Konseling sebagai bantuan pribadi secara tatap muka (face to face) yang diberikan
oleh seorang konselor profesional yang ber kompeten dalam bidang konseling kepada seorang
konseli yang memiliki masalah agar konseli dapat memecahkan masalahnya. Dalam batasan ini,
pelayanan konseling harus diberikan secara tatap muka, tidak bisa tidak, yaitu seorang konselor
berhadapan langsung dengan seorang konseli dalam situasi proses belajar (situation of learning
process), agar konseli dapat memahami dirinya dan juga dapat memperoleh pemahaman tentang
situasi sekarang dan akan datang Bila konseli bisa memahami dirinya dan lingkungannya, diharap
kan ia dapat melakukan penyesuaian terhadap lingkungan (adjusment sehingga ia terhindar dari
semua bentuk perilaku yang menyimpang (maladjusmen) seperti: pengingkaran, ketidakpuasan yang
berlarut- larut, kedengkian, kecemburuan, dendam, dan tidak percaya diri, semuanya itu sangat
mengganggu kehidupan konseli.20 Bimbingan dan Konseling adalah pelayanan bantuan untuk
peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang
secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan
belajar, dan perencanaan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung
berdasarkan norma-norma yang berlaku. Berdasarkan istilah tersebut, maka bimbingan dan
konseling diartikan secara umum sebagai suatu proses bantuan (helping). Namun perlu diingat
bahwa "tidak setiap bentuk bantuan adalah bimbingan. Oleh karena itu, akan dikemukakan
pendapat beberapa ahli tentang bimbingan dan konseling sesuai dengan sudut pandangnya masing-
masing sehinggamendapat gambaran yang komprehensif tentang bimbingan dan konseling.21
Secara umum dan luas, program bimbingan dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: 1.
Membantu individu dalam mencapai kebahagiaan hidup pribadi. 2. Membantu individu dalam
mencapai kehidupan yang efektif dan produktif dalam masyarakat. 3. Membantu individu dalam
mencapai kehidupan yang damai dan tentram bersama dengan individu-individu yang lain. 4.
Membantu individu dalam mencapai harmoni antara cita-cita dan kemampuan yang dimiliki.22
20Ibid,. h. 28 21Fuad Anwar, Landasan Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: Deepublish,
2015), h. 2 22 Samsul Munir Amin, Bimbingan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2010), h. 38 Konsep
konseling pun dapat terlihat dari banyaknya perintah ayatayat Al-Qur’an kepada manusia agar dapat
menghiasi diri dan jiwa mereka dengan nilai- nilai yang baik, keistimewaan dan juga etika yang akan
mengarahkan manusia kepada jlan yang lurus. Islam pun telah menetapkan interaksi yang ada
sesama manusia dengan meletakan kaidah-kaidah dasarnya. Allah berfirman: 
      
       
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar: merekalah orang-orang yang beruntung.”
(Q.S. Ali Imron 3:104)      
       
       
    “Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untu manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu yang lebih baik bagi
mereka diantara mereka yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(Q.S. Ali Imron 3:110)     
        
         
  "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah
yang lebih mengetahui tetang siapa yang tersesat dari jalannya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl 16:125) E. Strategi Bimbingan dan Konseling 1.
Penanganan Siswa Bermasalah di Sekolah Di sekolah sangat mungkin ditemukan siswa yang
bermasalah, dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku yang merentang dari
kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani siswayang bermasalah, khusus nya
yang terkait dengan pelanggaran disiplin sekolah dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu: (a)
pendekatan disiplin dan (b) pendekatan bimbingan dan konseling. 23 Penanganan siswa bermasalah
melalui pendekatan disiplin merujuk pada aturan dan ketentuan (tata tertib) yang berlaku di sekolah
beserta sangsinya.Sebagai salah satu komponen organisasi sekolah, aturan (tata tertib) siswa beserta
sangsinya memang perlu ditegakkan untuk mencegah sekaligus mengatasi terjadinya berbagai
penyimpangan perilaku siswa.Kendati demikian, sekolah bukan "lembaga hukum"yang harus
mengobral sanksi kepada siswa yang mengalami gangguan penyimpangan perilaku.Sebagai lembaga
pendidikan, justru kepentingan utamanya adalah bagaimana berusaha menyembuhkan segala
penyimpangan perilaku yang terjadi pada para siswanya. Oleh karena itu, di sinilah pendekatan yang
kedua perlu digunakan, yaitu pendekatan melalui bimbingan dan konseling Berbeda dengan 23Fenti
Hikmawati, Bimbingan Konseling Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 24 pendekatan disiplin
yang memungkinkan pemberian sanksi untuk menghasilkan efek jera, penanganan siswa bermasalah
melalui bimbingan dan konseling justru lebih mengutamakan pada upaya penyembuhan dengan
menggunakan berbagai layanan dan teknik yang ada. Penanganan siswa bermasalah melalui
bimbingan dan konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apa pun, tetapi lebih
mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara
konselor dan siswa yang bermasalah, sehingga setahap demi setahap siswa tersebut dapat
memahami dan menerima diri dan lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri guna tercapainya
penyesuaian diri yang lebih baik.24 Secara visual, kedua pendekatan dalam menangani siswa yang
bermasalah dapat dilihat dalam bagan 1 berikut: Bagan 1: Pendekatan dalam Menangani Siswa
Bermasalah Dari bagan 1 setidaknya dapat dipahami, di kedua pendekatan penanganan siswa
bermasalah, meski memiliki cara berbeda, tetapi jika dilihat dari segi tujuannya pada dasarnya sama,
yaitu tercapainya penyesuaian diri atau perkembangan yang optimal pada siswa, sehingga tidak
menjadi siswa yang bermasalah lagi. Oleh karena itu, kedua pendekatan tersebut seyogianya dapat
berjalan sinergis dan saling melengkapi. 25 24Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling Edisi Revisi
(Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 25 25Ibid,. h. 26 Siswa Bermasalah Pendekatan Disiplin Pendekatan
BK Penyesuaian diri/Perkembang an Siswa yang Optimal Paradigma pelayanan bimbingan dan
konseling lebih mengedepankan pelayanan yang bersifat pencegahan dan pengembangan,
pelayanan bimbingan dan konseling terhadap siswa bermasalah tetap masih menjadi perhatian.
Dalam hal ini, perlu diingat bahwa tidak semua masalah siswa harus ditangani oleh guru bimbingan
dan konseling (konselor). Dalam hal ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tentang tingkatan
masalah beserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagai berikut: a. Masalah (kasus
ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman
sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus
ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah
(konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah. b. Masalah (kasus sedang, seperti:
gangguan emosional berpacaran dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan
belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas
sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru bimbingan dan
konseling (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah.ahli profesional, polisi, guru, dan
sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi kasus. c. Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan
emosional berat kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan
bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alih
tangan kasus) kepada psikolog, psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu
dilakukan kegiatan konferensi kasus. Secara visual, penanganan siswa bermasalah melalui
pendekatan bimbingan dan konseling dapat dilihat dalam bagan 2 berikut ini: Bagan 2: Penanganan
Siswa Bermasalah melalui Pendekatan Bimbingan dan Konseling Dengan melihat bagan 2 tampak
jelas, bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan bimbingan dan konseling tidak
sematamata menjadi tanggung jawab guru bimbingan dan konseling konselor di sekolah, tetapi
dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersamasama membantu siswa agar memperoleh
penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.26 2. Teknik Bimbingan dan Konseling
Terapi perilaku sangat berbeda dengan pendekatan-pendekatan konseling yang lain. Perbedaan
mencolok ditandai pada: (a) pemusatan perhatian pada bentuk perilaku yang tampak dan spesifik;
(b) kecermatan dan penguraian tujuan treatment; (c) perumusan prosedur treatment yang spesifik
yang sesuai dengan masalah; dan (d) penafsiran yang objektif terhadap hasil terapi.27 26Fenti
Hikmawati, Bimbingan Konseling Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 27-28 27Hartono &
Soedarmadji, Psikologi Konseling Edisi Revisi (Jakarta: Kencana, 2012), h. 125 Masalah Siswa Ringan
Sedang Berat Semua Guru/Wali Kelas Guru BK/ Konselor Ahli Tangan Kasus Beberapa teknik yang
digunakan dalam pendekatan behavioristik sebagai berikut: a. Self-Management Istilah self-
management mengacu pada harapan agar konseli dapat lebih aktif dalam proses terapi. Cormier &
Cormier dalam Sutijono & Soedarmadji menyatakan, bahwa keaktifan ini ditunjukkan untuk
mengatur atau memanipulasi lingkungan sesuai dengan perilaku apa yang akan dibentuk. b. Latihan
Asertif Latihan asertif (assertive trainning) merupakan teknik yang sering kali digunakan oleh
pengikut aliran behavioristik.Teknik ini sangat efektif jika dipakai untuk mengatasi masalah-masalah
yang berhubungan dengan rasa percaya diri, pengungkapan diri, atau ketegasan diri. c. Memberi
contoh (Modeling) Pemberian contoh merupakan teknik yang sering dilakukan olehkonselor.
Keuntungan memberikan contoh adalah konselitidak merasa ketakutan terhadap objek yang
dihadapinya. Bandura dalam Corey (1986) menyatakan, bahwa semua pengalaman yang didapat dari
hasil belajar dapat dilakukan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung atau tidak
langsung kepada objek berikut konsekuensinya. Dengan pemberian contoh, konseli akan belajar dari
orang lain yang menjadi objek. Konseli akan belajar dari sisi negatif dan positif yang dimiliki oleh
objek. Jika objek memperoleh banyak sisi negatif terhadap suatu kejadian, maka konseli belajar
untuk tidak mendekati sisi negatif objek yang dicontoh. d. Pengkondisian Aversi Teknik ini dapat
digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk.Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan
kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus
tersebut.Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan
dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya.Pengkondisian ini
diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang
tidak menyenangkan.28 3. Proses Konseling a. Tahap Awal Konseling Tahap ini terjadi sejak klien
menemui konselor hingga berjalan proses konseling sampai konselor dan klien menemukan definisi
masalah klien atas dasar isu, kepedulian, atau masalah klien. Adapun proses konseling tahap awal
dilakukan konselor sebagai berikut: 1) Membangun hubungan konseling (Building Trust) Hubungan
konseling yang bermakna ialah jika klien terlibat berdiskusi dengan konselor. Hubungan tersebut
dinamakan a working relationship, hubungan yang berfungsi, bermakna, berguna. Keberhasilan
proses konseling amat ditentukan oleh keberhasilan tahap awal ini. 2) Identifikasi dan penilaian
masalah (Assessment) Apabila hubungan konseling telah berjalan baik, maka langkah selanjutnya
adalah memulai mendiskusikan saran-saran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang menjadi
ukuran keberhasilan konseling. Konselor memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh mereka berdua.
Hal yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana keterampilan konselor dapat mengangkat isu
dan masalah yang dihadapi klien. 28Hartono & Soedarmadji, Psikologi Konseling Edisi Revisi (Jakarta:
Kencana, 2012), h. 130 3) Membuat penafsiran dan penjajakan. Konselor berusaha menjajaki atau
menafsir kemungkinan mengembangkan isu atau masalah, dan merancang bantuan yang mungkin
dilakukan, yaitu dengan membangkitkan semua potensi klien, dan dia menentukan berbagai
alternatif yang sesuai dengan antisipasi masalah. b. Tahap Pertengahan (Tahap Kerja) Berangkat dari
definisi masalah klien yang disepakati pada tahap awal, kegiatan selanjutnya adalah memfokuskan
pada hal sebagai berikut; 1) Menjelajahi dan mengeksplorasi masalah, isu, dan kepedulian klien lebih
jauh. 2) Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara. Tiga, agar berjalan sesuai harapan. c.
Tahap Akhir Konseling (Tahap Tindakan). 1) Memutuskan perubahan sikap dan perilaku yang
memadai. 2) Terjadinya transfer oflearning pada diri klien. 3) Melakukan perubahan perilaku. Empat,
mengakhiri hubungan konseling.29 F. Relasi Antara Strategi Bimbingan Konseling dengan Hasil
Perbaikan Perilaku Siswa Masa remaja adalah masa transisi dimana pada usia tersebut terjadi
sebuah perubahan-perubahan baik perubahan fisik maupun perubahan psikologisnya. Perubahan
inilah yang menimbulkan beberapa 29 Sofyan S. Willis, Konseling Individual; Teori dan Praktek
(Bandung: Alfabeta, 2014), h. 50-53 permasalahan yang berkaitan dengan pemikiran dan perasaan
sosialnya. Dalam kondisi psikologis yang seperti itu, akan lebih mudah terpengaruh dengan
lingkungan, hal ini sangat berpengaruh dalam pembentukan perilaku mereka.30 Dengan demikian,
pada pasa peralihan tersebut membutuhkan pendampingan yang dapat membantu sebagai filter
ketika akan melakukan hal diluar normatif. Bimbingan dan konseling merupakan salah satu
komponen dari pendidikan kita, mengingat bahwa bimbingan dan konseling adalah merupakan
suatu kegiatan bantuan dan tuntutan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan peserta
didik khususnya di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Berbagai aktifitas bimbingan dan
konseling dapat diupayakan untuk mengembangkan potensi dan kompetensi hidup siswa yang
efektif serta memfasilitasi mereka secara sistematis, terprogram dan kolaboratif agar siswa betul-
betul mencapai kompetensi perkembangan atau pada pola perilaku dalam kondisi yang diharapkan.
Hal ini sangat relevan dengan fungsi dari Pendidikan Nasional yaitu: “Mengembangkan kemampuan
untuk membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agat menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif
mandiri untuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”.31 1. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Keberhasilan Strategi Bimbingan dan Konseling. Faktor-faktor yang mungkin
dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian layanan konseling individu, yaitu: a. Faktor dari Siswa
30 Sri Esti Wuryani Djiwadono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Grasindo, 2006) h. 93 31 UU RI No. 20
Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra Umbara, 2003) h. 5 Dalam proses
konseling individu ada beberapa kondisi yang harus dilakukan oleh siswa untuk mendukung
keberhasilan konseling yaitu keadaan awal, maksudnya keadaan sebelum proses konseling dan
keadaan yang menyangkut proses konseling secara langsung, yaitu: 1) Siswa harus termotivasi untuk
mencari penyelesaian terhadap masalah yang sedang dihadapi. 2) Siswa harus mempunyai tanggung
jawab untuk melaksanakan apa yang diputuskan dalam proses konseling. 3) Siswa harus mempunyai
keberanian dan kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya serta masalah yang
sedang dihadapi.32 b. Faktor dari Guru BK Menurut Belkin, dalam buku yang ditulis Fenti Hikmawati
yang berjudul bimbingan konseling edisi revisi menyatakan bahwa seorang guru BK harus itu harus
mempunyai tiga kemampuan yaitu kemampuan mengenal diri sendiri, kemampuan memahami
orang lain dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.33 Sedangkan guru BK yang efektif dan
tidak efektif dapat dibedakan atas tiga dimensi yaitu pengalaman, corak hubungan antar pribadi dan
faktor-faktor non kognitif.34 Dalam proses konseling individu, ada beberapa kondisi yang harus
dilakukan guru BK, yaitu:35 32Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling Edisi Revisi, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011),h. 26. 33 Ibid., h. 27. 34 Ibid., h. 27. 35 Fenti Hikmawati, Bimbingan
Konseling Edisi Revisi (Jakarta: Rajawali Pers, 2012)h. 28. 1) Guru BK dituntut untuk mampu bersikap
simpatik dan empati. Keberhasilan pembimbing bersimpati dan berempati akan memberikan
kepercayaan yang sepenuhnya kepada konselor. 2) Guru BK berpakaian rapi. Kerapian dalam
berpakaian sudah menimbulkan kesan pada siswa bahwa siswa dihormati dan sekaligus menciptakan
suasana agak formal. 3) Guru BK tidak memasang rekaman atas pembicaraannya dengan siswa, baik
berupa rekaman radio ataupun video. 4) Penggunaan sistem janji. Guru BK membuat janji dengan
siswa kapan konseling dapat dilakukan, sehingga siswa tidak perlu menunggu lama dan tidak kecewa
karena konseling tidak dapat dilakukan. c. Faktor Setting atau Tempat Faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan layanan konseling individu dalam hal setting (tempat) atau ruangan
konseling yaitu sebagai berikut:36 1) Lingkungan fisik dan tempat wawancara berlangsung. Warna
cat tembok yang terang, beberapa hiasan dinding, satu atau dua pot tumbuhan dan sinar cahaya
yang tidak menyilaukan membantu suasana yang tenang sehingga siswa merasa nyaman di ruang
konseling. 2) Penataan ruangan, misalnya tempat duduk yang memungkinkan duduk dengan enak
sampai agak lama. Susunan tempat duduk guru BK dan siswa sebaiknya diatur dengan posisi siswa
duduk agak ke samping di sisi kiri atau kanan meja dan tidak duduk berhadapan langsung dengan 36
Ibid., h. 28. pembimbing. jarak antara guru BK dan siswa adalah antara 1,5 meter, namun tidak
ditumbuhkan kesan bahwa pembimbing dan siswa sedang berkencan. Serta barang atau perabot
yang terdapat di ruang dan di atas meja guru BK diatur dengan rapi, berkas-berkas yang berserakan
di mana-mana dan ruangan yang tidak bersih, mudah menimbulkan kesan bahwa siswa adalah orang
yang tidak tahu disiplin diri dan sopan santun terhadap tamu. 3) Bentuk bangunan ruangan, yang
memungkinkan pembicaraan secara pribadi (private). Pembicaraan di dalam ruang tidak boleh
didengarkan orang lain di luar ruang, dan orang lain tidak boleh melihat ke dalam, paling sedikit
tidak dapat melihat siswa dari depan. Hal ini berkaitan erat dengan etika jabatan pembimbing, yang
mengharuskan guru BK untuk menjamin kerahasiaan pembicaraan dan karena itu merupakan
prasyarat. Namun perlu diingat pertemuan dua orang yang berlainan jenis di ruang tertutup, harus
dijaga jangan sampai timbul kesan-kesan yang dapat mencemarkan nama baik guru BK dan siswa.
Berdasarkan pemaparan faktor-faktor yang mempengaruhi proses konseling individu di atas maka
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi proses konseling terdiri dari faktor
eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan fisik dan tempat wawancara
berlangsung, penataan ruangan, dan bentuk bangunan ruangan. Sedangkan faktor internal terdiri
dari pihak siswa yang harus termotivasi untuk mencari penyelesaian terhadap masalah yang sedang
dihadapi, harus mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan apa yang diputuskan dalam proses
konseling, harus mempunyai rasa simpati dan empati, kemampuan memahami dan berkomunikasi
dengan orang lain, guru BK , menyisihkan berbagai barang yang ada di atas meja saat berwawancara
dengan siswa, tidak memasang rekaman atau pembicaraannya dengan siswa, penggunaan sistem
janji, serta guru BK berpakaian rapi.
Faktor – factor yang mempengaruhi perilaku remaja masa kini
Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku remaja masa kini yaitu :

1. Factor internal
a) Faktor Kepribadian
Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis pada system
psikosomatisdalam individu yang turut menentukan caranya yang unik
dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya (biasanya disebut
karakter psikisnya). Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang
berbahaya. Pada periode ini, seseorang meninggalkan masa anak-anak
untuk menuju masa dewasa. Masa ini di rasakan sebagai suatu Krisis
identitas karena belum adanya pegangan, sementara kepribadian
mental untuk menghindari timbulnya kenakalan remaja atau perilaku
menyimpang.

b) Faktor Kondisi Fisik


Faktor ini dapat mencakup segi cacat atau tidaknya secara fisik dan segi
jenis kelamin. Ada suatu teori yang menjelaskan adanya kaitan antara
cacat tubuh dengan tindakan menyimpang (meskipun teori ini belum
teruji secara baik dalam kenyataan hidup). Menurut teori ini, seseorang
yang sedang mengalami cacat fisik cenderung mempunyai rasa kecewa
terhadap kondisi hidupnya. Kekecewaan tersebut apabila tidak disertai
dengan pemberian bimbingan akan menyebabkan si penderita
cenderung berbuat melanggar tatanan hidup bersama sebagai
perwujudan kekecewaan akan kondisi tubuhnya.
c) Faktor Status dan Peranannya di Masyarakat
Seseorang anak yang pernah berbuat menyimpang terhadap hukum
yang berlaku, setelah selesai menjalankan proses sanksi hukum (keluar
dari penjara), sering kali pada saat kembali ke masyarakat status atau
sebutan “eks narapidana” yang diberikan oleh masyarakat sulit
terhapuskan sehingga anak tersebut kembali melakukan tindakan
penyimpangan hukum karena meresa tertolak dan terasingkan.

2. Faktor Ekstern
a. Kondisi Lingkungan Keluarga
Khususnya di kota-kota besar di Indonesia, generasi muda yang orang
tuanya disibukan dengan kegiatan bisnis sering mengalami kekosongan
batin karena bimbingan dan kasih sayang langsung dari orang tuanya
sangat kurang. Kondisi orang tua yang lebih mementingkan karier
daripada perhatian kepada anaknya akan menyebabkan munculnya
perilaku menyimpang terhadap anaknya. Kasus kenakalan remaja yang
muncul pada keluarga kaya bukan karena kurangnya kebutuhan materi
melainkan karena kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
kepada anaknya.

b. Kontak Sosial dari Lembaga Masyarakat Kurang Baik atau Kurang


Efektif
Apabila system pengawasan lembaga-lembaga sosial masyarakat
terhadap pola perilaku anak muda sekarang kurang berjalan dengan
baik, akan memunculkan tindakan penyimpangan terhadap nilai dan
norma yang berlaku. Misalnya, mudah menoleransi tindakan anak muda
yang menyimpang dari hukum atau norma yang berlaku, seperti mabuk-
mabukan yang dianggap hal yang wajar, tindakan perkelahian antara
anak muda dianggap hal yang biasa saja. Sikap kurang tegas dalam
menangani tindakan penyimpangan perilaku ini akan semankin
meningkatkan kuantitas dan kualitas tindak penyimpangan di kalangan
anak muda.

c. Kondisi Geografis atau Kondisi Fisik Alam


Kondisi alam yang gersang, kering, dan tandus, dapat juga
menyebabkan terjadinya tindakan yang menyimpang dari aturan norma
yang berlaku, lebih-lebih apabila individunya bermental negative.
Misalnya, melakukan tindakan pencurian dan mengganggu ketertiban
umum, atau konflik yang bermotif memperebutkan kepentingan
ekonomi.

d. Faktor Perubahan Sosial Budaya yang Begitu Cepat (Revolusi)


Perkembangan teknologi di berbagai bidang khususnya dalam teknologi
komunikasi dan hiburan yang mempercepat arus budaya asing yang
masuk akan banyak mempengaruhi pola tingkah laku anak menjadi
kurang baik, lebih-lebih anak tersebut belum siap mental dan akhlaknya,
atau wawasan agamanya masih rendah sehingga mudah berbuat hal-
hal yang menyimpang dari tatanan nilai-nilai dan norma yang berlaku.

A. Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal
apapun.karena dengan adanya rasa kasih sayang dari orang tua maka
anak akan merasa diperhatikan dan dibimbing.dan dengan kasih sayang
itu pula akan mudah mengontrol remaja jika ia mulai melakukan
kenakalan.
B. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi
seperti TV, Internet, Radio, Handphone dan lain- lain.
C. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat
anak lebih banyak menghabiskan waktunya selain di rumah.
D. Perlunya pembelajaran agama yang dilakukan sejak dini seperti
beribadah dan mengunjung tempat ibadah sesuai dengan iman dan
kepercayaannya
Kesimpulan
Remaja merupakan masa pertumbuhan yang rentan. Pada masa ini,
seorang remaja berada dalam wilayah percarian jati diri. Di masa inilah
remaja membentuk pribadi dirinya. Karena itulah banyak remaja
membentuk perilaku sesuai dengan perkembangan globalisasi.
Contohnya : cabe-cabean dan terong-terongan, premanisme di sekolah,
narkotika dan miras, mucikari dll. Adapun faktor yang mempengaruhi
perilaku remaja tersebut diantaranya ; faktor internal (faktor kepribadian,
faktor kondisi fisik, faktor status dan peranannya dimasyarakat) dan
faktor eksternal (Kondisi Lingkungan Keluarga, Kontak Sosial dari
Lembaga Masyarakat Kurang Baik atau Kurang Efektif, Kondisi
Geografis atau Kondisi Fisik Alam, Faktor Kesenjangan Ekonomi dan
Disintegrasi Politik, Faktor Perubahan Sosial Budaya yang Begitu Cepat
(Revolusi) ). Adapun cara mengatasinya yaitu perlunya kasih sayang
orang tua, bimbingan dari sekolah, pengawasan yang intensif dari media
sosial, dan bekal bimbingan agama.
Saran
Remaja indonesia adalah salah satu aset penerus bangsa yang harus
dijaga dan dibimbing agar menjadi pribadi yang baik. Karena itu
pemerintah, masyarakat dan juga orang tua harus bekerja sama untuk
membimbing remaja untuk berperilaku positif.

Anda mungkin juga menyukai