Anda di halaman 1dari 15

Latar belakang

Masa remaja merupakan masa yang penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
seseorang karena masa remaja merupakan masa transisi yang menjadi jembatan dari masa
anak-anak menuju masa dewasa. Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan
berakhir pada sekitar usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007). Piaget (dalam Hurlock, 1994)
menyatakan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah usia waktu individu berintegrasi
dengan masyarakat dewasa, usia dimana remaja tersebut tidak lagi merasa di bawah tingkat
orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-
kurangnya dalam masalah hak.

Pada saat ini, remaja banyak dihadapkan pada problema. Remaja dan problemanya,
merupakan akibat dari kemajuan zaman. Problema itu biasanya berhubungan dengan
keluarga dan sekolah, bergandengan pula dengan cara pemilihan jenis pekerjaan dan
kesempatan kerja serta hubungan dengan orang lain dan keadaan kesehatan (Daradjat, 1978).

Dalam masa ini, remaja cenderung mengalami kesulitan melepaskan diri dari ketergantungan
orangtua, persoalan seks, pergaulan dengan jenis seks lain dan merencanakan hari depan.
Dalam menghadapi masalah ini remaja merasakan suasana, rasa yang tidak nyaman, tidak
tenang, khawatir, kesepian, kecemasan karena mereka tidak di mengerti oleh orang lain atau
merasa tidak puas dan kecewa, sehingga mereka membutuhkan seseorang tempat
mencurahkan isi hatinya dan seseorang yang dapat menghayati dan memahami. Remaja
cenderung merasa orangtuanya tidak lagi mengerti dirinya, perasaan ingin mandiri sehingga
ia melepaskan diri dari orangtua dan mengarahkan perhatiannya pada lingkungan sosial di
luar keluarga. Dalam proses ini dan penyelesaian tugas perkembangannya, terdapat
kemungkinan-kemungkinan gagalnya remaja dalam melakukan hal tersebut.
Ketidakmampuan remaja dalam mengatasi konflik berkepanjangan akibat kurangnya
kemampuan dalam mengendalikan emosi menyebabkan timbul perasaan gagal yang
mengarah pada frustrasi yang merupakan pemicu munculnya perilaku agresif (Azhar, 2012).
Inilah yang menjadi dasar dari adanya kenakalan remaja.

(R. Kusumanto Setyonegoro, 2017) kenakalan remaja adalah tingkah laku individu yang
bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap pantas dan baik, oleh
karena itu sesuatu lingkungan masyarakat yang berkebudayaan tertentu. Apabila individu itu
masih anak-anak maka sering tingkah laku serupa itu. (Jakarta, RajaGrafindo Persada 2017),
hlm 6 Menurut Sahetapy mengenai masalah kenakalan remaja adalah masalah kenakalan
anak menyangkut pelanggaran norma masyarakat. Pelanggaran norma merupakan salah satu
bentuk tingkah laku manusia. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh sikapnya (attitude)
dalam menghadapi suatu situasi tertentu.

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan kenakalan remaja. Menurut Willis (2005),
kenakalan remaja disebabkan oleh empat faktor yaitu; faktor yang ada dalam diri anak
sendiri, faktor yang berasal dari lingkungan keluarga, faktor yang berasal dari lingkungan
masyarakat, dan yang terakhir yaitu faktor yang bersumber dari sekolah. Selain itu, Kartono
(1985) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja yaitu kurangnya
kasih sayang dari orangtua, kurangnya pengawasan dari orangtua, pergaulan teman yang
tidak sebaya, peran dari iptek yang berdampak negatif, tidak adanya bimbingan kepribadian
dari sekolah, dasar-dasar agama yang kurang baik, tidak ada media penyalur bakat dan
hobinya, kebebasan yang berlebihan serta adanya masalah yang di pendam.

Menurut Martin Luther (Rakhmawati, 2015), keluarga adalah agen yang paling penting
dalam menentukan pendidikan anak. Jika orang tua dapat memberikan contoh dan teladan
yang baik bagi anak-anaknya, maka sikap anak tidak jauh beda dari orang tuanya. Demikian
sebaliknya, apabila orang tua tidak dapat memberikan contoh dan teladan yang baik, maka
orang tua tidak bisa berharap banyak anak-anaknya akan menjadi lebih baik dan sesuai
dengan keinginan orang tua.

Penelitian mengenai peran keluarga oleh Agustin, dkk (2015) menyimpulkan bahwa orang
tua merupakan panutan bagi anak-anaknya. Orang tua juga harus membuka diri terhadap
perkembangan zaman dan teknologi saat ini. Anak-anak memiliki pemikiran yang kritis
terhadap sesuatu yang baru. Pertanyaan yang terlontar dari mulut anak seorang anak
sebaiknya dijawab dengan jujur dan dapat memuaskan hati anak. Pendidikan moral dan
kejujuran bagi anak berawal dari keluarga, melalui orangtua. Hal ini dapat membentuk
karakter anak di masa depan. Selain itu Pratiwi (2017) juga melalukan penelitian mengenai
peran keluarga terhadap kenakalan remaja dengan hasil bahwa orangtua memiliki beberapa
peran dalam mencegah kenakalan remaja antara lain sebagai pendidik, sebagai pendorong,
sebagai panutan, sebagai pengawas, sebagai teman sekaligus sahabat, sebagai konselor, dll.
Kenakalan remaja berasal dari beberepa faktor, dari hasil penelitian dapat disimpulkan dari
faktor diri sendiri, fakror rumah tangga atau keluarga, faktor dari masyarakat dan faktor dari
lingkungan masyarakat
Penelitian oleh Mursafitri, Herlina dan Safri (2015) dengan judul Hubungan Fungsi Afektif
Keluarga Dengan Perilaku Kenakalan Remaja mendapatkan hasil bahwa 170 responden
dalam penelitian tersebut memiliki fungsi afektif keluarga yang tidak memadai, 105
responden memiliki perilaku kenakalan remaja yang lebih tinggi (30,5%) dan 65 responden
memiliki perilaku kenakalan remaja yang lebih rendah (19,1%). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara fungsi afektif keluarga dengan perilaku
kenakalan remaja.

Dalam hal ini, peneliti melakukan wawancara singkat terhadap salah satu guru Bimbingan
Konseling yang ada di SMAN 2 Tasikmalaya mengenai perilaku kenakalan remaja yang
dilakukan oleh siswa-siswi SMAN 2 Tasikmakaya. Perilaku tersebut seperti mencontek saat
ujian, membolos sekolah, tidak berpakaian sesuai aturan, merokok di lingkungan sekolah,
melompat pagar sekolah dan berkelahi. Perilaku kenakalan tersebut merupakan bawaan dari
situasi dan kondisi di dalam keluarga yang tidak menyenangkan, pola pengasuhan yang
kemungkinan salah, kurang berperannya orangtua dalam mendidik dan membimbing anak
saat berada lingkungan keluarga, kurangnya komunikasi yang berkualitas, kurangnya kasih
sayang, orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, kurangnya contoh yang baik dari
orang tua, adanya keluarga yang broken home yang hal-hal tersebut diatas termasuk peran
dan fungsi keluarga namun tidak berjalan baik

Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti ingin melakukan penelitian tentang pentingnya


peranan keluarga yang berkaitan dengan kenakalan remaja yang terjadi di SMA Negeri 2
Tasikmalaya. Maka peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Peranan Keluarga Dengan
Kenakalan Remaja Pada Siswa-Siswi SMAN 2 Tasikmalaya”

Masalah

1. bagaimana peranan keluarga dalam kenakalan remaja pada siswa-siswi SMAN 2


Tasikmlaya?

2. apakah ada pengaruh peranan keluarga terhadap kenakalan remaja pada siswa-siswi
SMAN 2 Tasikmlaya?

Tujuan

1. Untuk mengetahui peranan keluarga dalam kenakalan remaja pada siswa-siswi SMAN 2
Tasikmlaya
2. untuk mengetahui apakah ada pengaruh peranan keluarga terhadap kenakalan remaja pada
siswa-siswi SMAN 2 Tasikmlaya

Manfaat

1.

Tinjauan pustaka

1. remaja

 Pengertian
Masa remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan psikologis dari masa
kanak-kanak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada
remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik
mencakup organ seksual yaitu alat-alat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai
berfungsi dengan baik (Sarwono, 2006).

Muagman (1980) dalam Sarwono (2006) mendefinisikan remaja berdasarkan definisi


konseptual World Health Organization (WHO) yang mendefinisikan remaja berdasarkan 3
(tiga) kriteria, yaitu : biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.
1. Remaja adalah situasi masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual
2. Remaja adalah suatu masa ketika individu mengalami perkembangan psikologis dan pola
identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Remaja adalah suatu masa ketika terjadi peralihan dari ketergantungan sosialekonomi
yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

2.1.2 Ciri-ciri Masa Remaja Masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakan
dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (2003), antara
lain: 1. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang dialami
masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan
mempengaruhi perkembangan selanjutnya
2. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak
lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini
memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola
perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi perubahan tubuh,
minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan pada nilai-nilai yang dianut,
serta keinginan akan kebebasan.
4. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
5. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian karena sulit
diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua
menjadi takut.
6. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang kehidupan
dari kaca mata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana
yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya terlebih dalam cita-cita.
7. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan di
dalam usaha meninggalkan kebiasaan pada usia sebelumnya dan di dalam memberikan
kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman
keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap
bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan. Disimpulkan adanya
perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja, kecenderungan remaja akan mengalami
masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Hal ini diharapkan agar remaja dapat
menjalani tugas perkembangan dengan baik-baik dan penuh tanggung jawab.

2.1.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja


Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12-
21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun
adalah masa remaja pertengahan, 18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, 2009).
Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan
yaitu :
1. Masa remaja awal (12-15 tahun), dengan ciri khas antara lain :
a. Lebih dekat dengan teman sebaya
b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak
2. Masa remaja tengah (15-18 tahun), dengan ciri khas antara lain :
a. Mencari identitas diri
b. Timbulnya keinginan untuk kencan
c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam
d. Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak
e. Berkhayal tentang aktivitas seks
3. Masa remaja akhir (18-21 tahun), dengan ciri khas antara lain :
a. Pengungkapan identitas diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya
c. Mempunyai citra jasmani dirinya
d. Dapat mewujudkan rasa cinta
e. Mampu berfikir abstrak

2.2 Konsep Keluarga

Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya mempunyai peranan yang sangat
penting dalam membentuk budaya dan perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan kepada individu
dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat dapat lebih
dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang strategis untuk dijadikan sebagai
unit pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan saling
mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akanmempengaruhi juga keluarga
dan masyarakat yang ada disekitarnya.Banyak ahli menguraikan pengertian keluarga sesuai
denganperkembangan sosial masyarakat. Berikut ini definisi keluarga menurutbeberapa ahli dalam
(Jhonson R, 2010) 

Raisner

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang ataulebih masing-masing mempunyai
hubungan kekerabatan yangterdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek. 

Duval

Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang denganikatan perkawinan, kelahiran dan
adopsi yang bertujuan untukmenciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkanperkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari setiapanggota keluarga.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwakarakteristik keluarga adalah sebagai
berikut:.

 Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,perkawinan atau adopsi.

Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah merekatetap memperhatikan satu sama
lain. 

Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masingmempunyai peran sosial yaitu
suami, istri, anak, kakak dan adik.
Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan budaya,meningkatkan perkembangan
fisik, psikologis, dan sosial anggota

Fungsi[sunting | sunting sumber]
Fungsi yang dijalankan keluarga adalah:

 Fungsi Pendidikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk


mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak.[3]
 Fungsi Sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi
anggota masyarakat yang baik.[3]
 Fungsi Perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota
keluarga merasa terlindung dan merasa aman.[3]
 Fungsi Perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan
suasana anak dan anggota yang lain dalam berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama
anggota keluarga. Sehingga saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan
keharmonisan dalam keluarga.[3]
 Fungsi Agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan
anggota keluarga lain melalui kepala keluarga menanamkan keyakinan yang mengatur
kehidupan kini dan kehidupan lain setelah dunia.[3]
 Fungsi Ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur
penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi rkebutuhan-kebutuhan keluarga.[3]
 Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam
keluarga, seperti acara nonton TV bersama, bercerita tentang pengalaman masing-masing,
dan lainnya.[3]
 Fungsi Biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi
selanjutnya.[3]
 Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga, serta membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga.[3]

Bentuk keluarga
Ada dua macam bentuk keluarga dilihat dari bagaimana keputusan diambil, yaitu berdasarkan
lokasi dan berdasarkan pola otoritas 

Berdasarkan lokasiAdat utrolokal, yaitu adat yang memberi kebebasan kepada sepasang
suami istri untuk memilih tempat tinggal, baik itu di sekitar kediaman kaum kerabat suami
ataupun di sekitar kediamanan kaum kerabat istri;

 Adat virilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri diharuskan menetap
di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami;
 Adat uxurilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri harus tinggal di
sekitar kediaman kaum kerabat istri;
 Adat bilokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat tinggal di
sekitar pusat kediaman kerabat suami pada masa tertentu, dan di sekitar pusat kediaman
kaum kerabat istri pada masa tertentu pula (bergantian);
 Adat neolokal, yaitu adat yang menentukan bahwa sepasang suami istri dapat menempati
tempat yang baru, dalam arti kata tidak berkelompok bersama kaum kerabat suami maupun
istri;
 Adat avunkulokal, yaitu adat yang mengharuskan sepasang suami istri untuk menetap di
sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari pihak suami;
 Adat natalokal, yaitu adat yang menentukan bahwa suami dan istri masing-masing hidup
terpisah, dan masing-masing dari mereka juga tinggal di sekitar pusat kaum kerabatnya
sendiri .
Berdasarkan pola otoritas
 Patriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh laki-laki (laki-laki tertua, umumnya
ayah)
 Matriarkal, yakni otoritas di dalam keluarga dimiliki oleh perempuan (perempuan tertua,
umumnya ibu)
 Equalitarian, yakni suami dan istri berbagi otoritas secara seimbang

KONSEP PERAN KELURAGA

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang
diberikan.(Marilyn. M. Friedman, 1998 dalam Festy, 2010). Keluarga adalah lembaga yang
pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana
individu mengeksplorasi emosinya. Imitasi anak pada orang tua akan menentukan reaksi
potensial yang akan mereka gunakan untuk mengungkapkan emosinya (Hurlock, 1978).
Kehidupan keluarga merupakan tempat anak belajar pertama kali dalam mempelajari emosi,
berupa bagaimana mengenal emosi, merasakan emosi, menanggapi situasi yang
menimbulkan emosi serta mengungkapkan emosi.

Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama bagi remaja-remaja dan


pendidikannya adalah kedua. Orang tua memegang peranan penting dalam membimbing
serta memberikan pendidikan keagamaan, sebagai institusi yang berinteraksi dengan anak.
Pengalaman yang dilalui sejak anak kecil hingga memasuki usia remaja, baik yang disadari
maupun yang tidak disadari ikut menjadi unsur yang menyatu dalam kepribadian anak.
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku antar pribadi, sifat, kegiatan yang
berhubungan dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan pribadi dalam
keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat
(Fatmawati, 2016). Orangtua berperanan sentral dalam memberi contoh yang baik agar anak
tidak keliru dalam mencari identitas dirinya.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Struktur Peran

a. Kelas sosial. Fungsi kehidupan keluarga dalam hubungannya dengan peran keluarga

dipengaruhi oleh tuntutan dan kepentingan yang ada pada keluarga tersebut.

b. Bentuk keluarga menggambarkan berbagai adaptasi terhadap tuntutan keluarga yang

terbeban pada orang dan keluarga. Setiap keluarga membentuk kekuatannya sendiri dan

mudah dipengaruhi.
c. Model-model peran. Dengan menganalisa model peran dari anggota keluarga, maka akan

ditemukan kehidupan awal keluarga tersebut.

d. Peristiwa situasional khususnya masalah kesehatan. Kejadian kehidupan situasional yang

berhadapan dengan keluarga pasti mempengaruhi fungsi peran mereka dan situasi ini

merupakan kejadian yang penuh dengan stress.

e. Tahap siklus kehidupan keluarga. Dalam siklus kehidupan setiap keluarga terdapat tahap-

tahap yang dapat diprediksi, dimana peran individu dalam sebuah keluarga akan

mengalami perubahan melalui berbagai cara yang berlangusng dalam siklus kehidupan

keluarga

tersebut.

f. Latar belakang keluarga. Latar belakang sangat berkaitan dalam memahami perilaku

sistim nilai dan peran anggota keluarga karena dapat mempengaruhi dan membatasi

tindkana individual, keluarga sosial (Marilyn. M. Friedman, 1998 dalam Festy, 2010).

3. Prinsip Peranan Keluarga

Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Effendy (1998), adalah sebagai
berikut :

a. Peranan ayah : Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperanan sebagai pencari

nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai

anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

b. Peranan ibu : Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk

mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya, pelindung dan

sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat

dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperanan sebagai pencari nafkah

tambahan dalam keluarganya.

c. Peranan anak : Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat

perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan


spiritual.

A. Kenakalan Remaja

1. Pengertian Kenakalan Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang
mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini
& Sundari, 2004).

Gilmer (Rumini & Sundari, 2004) menyebut masa itu adalah

adolescence yang kurun waktunya terdiri atas tiga bagian yaitu :

a. Preadolescense dalam kurun waktu 10-13 tahun

b. Adolesen awal dalam kurun waktu 13-17 tahun

c. Adolesen akhir dalam kurun waktu 18-21 tahun.

Label kenakalan remaja (juvenile deliquent) diterapkan pada remaja yang melanggar
hukum atau terlibat dalam perilaku yang dianggap ilegal. Dalam Sudarsono (2004)
mengatakan bahwa kenakalan remaja secara luas adalah perbuatan atau pelanggaran atau
kejahatan yang dilakukan oleh remaja yang bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila,
dan menyalahi norma-norma agama.

Menurut Kartono (2006), kenakalan remaja adalah gejala sakit (patologis) secara sosial pada
anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu pengabaian sosial, sehingga anak remaja
mengembangkan bentuk tingkah laku menyimpang. Willis (2005) menyatakan bahwa
kenakalan remaja yaitu kelainan tingkah laku, perbuatan remaja yang bersifat asosial bahkan
anti sosial, agama serta ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat . M. Gold dan J.
Petronio (Sarwono, 2012) mendefinisikan kenakalan remaja adalah tindakan oleh seseorang
yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri
bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.

Berdasarkan beberapa pendapat tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja
adalah perilaku menyimpang yang dilakukan oleh remaja yang bersifat anti sosial, melanggar
hukum serta mengabaikan norma-norma sosial di lingkungannya.

2. Aspek Kenakalan Remaja

Aspek kenakalan remaja menurut Jensen (1985, dalam Sarwono, 2006) bahwa ada empat
aspek kenakalan remaja, yaitu:
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, contohnya : perkelahian,

perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain.

b. Kenakalan yang menimbulkan korban materi, misalnya : perusakan, pencurian,

pencopetan, pemerasan dan lain-lain.

c. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain, misalnya :

pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.

d. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar

dengan cara membolos, minggat dari rumah, dan membantah perintah.

Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga


aspek, yaitu :

a. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari

rumah tanpa pamit .

b. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil

tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin.

c. Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,

pemerkosaan dll.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja

Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Kartono (1985) adalah kurangnya kasih sayang dari
orangtua, kurangnya pengawasan dari orangtua, pergaulan teman yang tidak sebaya,
peranan dari iptek yang berdampak negatif, tidak adanya bimbingan kepribadian dari
sekolah, dasar-dasar agama yang kurang baik, tidak ada media penyalur bakat dan hobinya,
kebebasan yang berlebihan serta adanya masalah yang di pendam.

Menurut Santrock (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja :

a. Identitas. Menurut teori perkembangan yang di jelaskan oleh Erikson (dalam Santrock,

1996) masa remaja ada pada tahap dimana krisis

identitas bersus difusi identitas harus diatasi.


b. Kontrol Diri. Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan untuk

mengembangkan kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal

dalammengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama

proses pertumbuhan.

c. Usia. Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan

serius nantinya dimasa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku

sepertiini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan.

d. Jenis Kelamin. Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti sosial daripada

perempuan. Menurut catatan kepolisian yang dikutip dari Kartono (2006) pada

umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang

diperkirakan 50 kali lipat daripada remaja perempuan.

e. Harapan Terhadap Pendidikan dan Nilai-nilai di Sekolah. Remaja yang menjadi pelaku

kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan di sekolah.

f. Proses Keluarga. Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan

remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap

aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orang

tua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.

g. Pengaruh Teman Sebaya. Memiliki teman-teman sebaya yang

melakukan kenakalan meningkatkan remaja untuk menjadi nakal.

h. Kelas Sosial Ekonomi. Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal

dari kelas sosial ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan dengan jumlah remaja

nakal di antara daerah perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki

banyak privilege diperkirakan 50:1 (Kartono, 2006).

i. Kualitas Lingkungan Sekitar Tempat Tinggal. Komunitas juga dapat berperanan serta

dalam memunculkan kenakalan remaja.Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi


memungkinkan remaja mengamati berbagai model yang melakukan aktivitas kriminal

dan memperoleh hasil atau penghargaan atas aktivitas kriminal mereka.

Selain itu dalam Gunarsa (2004) mengelompokkan sumber dan

penyebab timbulnya perilaku nakal yaitu sebagai berikut :

a. Faktor pribadi.

Setiap anak memiliki kepribadian khusus. Keadaan khusus pada anak, bisa menajdi sumber
munculnya berbagai perilaku menyimpang.

b. Faktor keluarga.

Orang tua menjadi faktor penting dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut
menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa. Jadi gambaran
kepribadian seseorang yang terlihat dan diperlihatkan banyak ditentukan oleh keadaan dan
proses-proses yang ada dan terjadi sebelumnya, jelasnya apa yang dialami dalam lingkungan
keluarganya.

c. Lingkungan sosial dan corak perubahannya.

Lingkungan sosial dengan berbagai ciri khususnya memegang peranan besar terhadap
munculnya corak dan gambaran kepribadian pada anak.

Kesenjangan norma, ukuran, patokan dalam keluarga dengan

lingkungannya perlu diperkecil agar tidak timbul keadaan timpang atau serba tidak menentu,

suatu kondisi yang memudahkan munculnya perilaku tanpa kendali, yakni penyimpangan

dari berbagai aturan yang ada.

METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan melalui internet, yaitu dengan menggunakan layanan Google Form

pada hari Sabtu, 26 Oktober 2019 pukul 19.00 hingga hari Minggu, 27 Oktober 2019 pukul

19.00.

B. Metode Penelitian

- Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Siswa-Siswi SMAN 2 Kota Tasikmalaya


- Teknik Pengambilan Sampel

Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel acak sederhana (simple random

sampling). Sampel ini diambil dari siswa-siswi SMAN 2 Tasikmalaya. Jumlah siswa-

siswi di SMAN 2 Tasikmalaya adalah 1246 siswa/siswi. Dan diambil sampelnya

sebanyak 63 siswa/siswi.

Peneliti memilih teknik pengambilan sampel ini berdasarkan pertimbangan atas segi

waktu, tenaga, dan dana. Dan memudahkan untuk memilih sampelmya.

- Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah dengan survei yaitu

menggunakan kuesioner tertutup. Untuk menunjang kelancaran penelitian dalam

rangka untuk memperoleh data, peneliti membuat kuesioner tertutup ini dibuat

melalui layanan Google Form yang berisi 20 pertanyaan mengenai pengaruh

peranan keluarga dalam kenakalan remaja , kemudian disebarkan secara online

kepada siswa-siswi SMAN 2 Tasikmalaya.

- Pendekatan Penelitian

Peneliti menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Yang mana hasil dari

penelitian ini akan berupa data angka-angka. Ini memudahkan peneliti untuk

menganalisis atau menafsirkan hasil penelitian dengan rumus tertentu.

- Jenis Penelitian

- Jenis penelitian berdasarkan tingkat eksplanasinya, peneliti memilih


menggunakan Penelitian Asosiatif
Penelitian asosiatif adalah jenis penelitian yang dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan dua variable atau lebih. Jenis penelitian ini hanya
akan hanya menjelaskan ada atau tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti.
Dalam penelitian ini akan menjelaskan adakah keterkaitan antara peranan
keluarga dengan kenakalan remaja pada siswa-siswi SMAN 2 Tasikmalaya.
Dengan pernyataan “Keluarga saya mengingatkan saya untuk rajin beribadah”

Jawaban Frekuensi Persentase


Tidak Pernah
Jarang
Kadang-Kadang

Anda mungkin juga menyukai