Anda di halaman 1dari 25

PERAN PSIKOLOG SEKOLAH DALAM PREVENSI DAN INTERVENSI

a. Guru memiliki peran yang sangat vitas dalam pelaksanaan sekolah bebas
narkoba. Biasanya tugas guru selain mengajar yang menjadi tugasnya juga
diserahi tugas sebagai wakil kepala sekolah urusan kesiswaan, pembina. Dengan
demikian, peran guru menjadi penting karena mengurusi tentang urusan-
urusan kesiswaan.
b. peran psikolog sekolah harus memiliki pengetahuan tentang tahap-tahap
perkembangan remaja, sehingga guru menjadi pemimpin yang baik yaitu
pemimpin yang berada di depan, yang menjadi contoh dalam sikap dan
perilakunya. Guru psikolog sekolah harus menjadi pemimpin yang berada di
belakang harus bisa menjadi pendukung, membimbing, dan meluruskan jalan
yang salah atau keliru pada anak didiknya.
c. Remaja yang dapat menyelesaikan tuntutan perkembangan pada usia
sebelumnya, ia tidak akan mengalami banyak kesulitan dengan tuntutan
perkembangan masa remaja. Jika tuntutan perkembangan sebelumnya tidak
dapat diselesaikan dengan baik, remaja akan banyak mengalami kesulitan, stres
dan menghadapi banyak konflik.
d. Ramaja merupakan tahap perubahan dari anak-anak menuju remaja. Dalam hal
ini, anak akan mengalami berbagai masalah dalam melakukan penyesuaian diri
dengan lingkungannya. Masalah pokok yang dihadapi anak ketika memasuki
masa remaja adalah pada pencarian identitas diri. Identitas diri adalah kapasitas
posisi atau kedudukan sosial anak dalam lingkungan pergaulan dimana dia
berada.
e. Pencegahan perlu dilakukan sedini mungkin, sejak anak usia SD hingga SMA dan
bahkan di perguruan tinggi. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang
sangat penting dalam upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba, mengingat
pemakainya sebagian besar adalah anak dan remaja usia sekolah dan
mahasiswa perguruan tinggi. Penyalahgunaan narkoba pada diri siswa akan
memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan sekolah. Narkoba merusak
disiplin dan motivasi yang sangat penting bagi proses belajar-mengajar di
sekolah

1
MASALAH SOSIAL

(masalah sosial (seks bebas, narkoba, tawuran, hubungan sekolah dengan sendi-
sendi sosial masyarakat)
Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak kemasa dewasa, oleh
karena itu juga disebut sebagai masa pancaroba yang penuh dengan gejolak dan
pemberontakan (Gunarsa & Gunarsa, 1995). Masalah sosial di kalangan remaja ini telah
mendapat perhatian banyak pihak (e.g Abd. Hadi, Faizah Yunus dan Siti Hajar, 1999).
Dan i kajian, mereka mendapati aktiviti melepak merupakan salah laku yang paling
kerap dilakukan. Tanya di ikuti dengan salah laku bergaduh, menonton bahan lucah dan
bertumbuk.
Dapatan daripada kajian mereka ini sebenarnya menggambarkan permasalahan
melepak yang serius sebagaimana pernah menjadi perhatian Kementerian Belia dan
Sukan. Pada tahun 1994 Kementerian Belia dan Sukan dengan kerjasama beberapa
universiti tempatan telah mengambil inisiatif untuk menjalankan kajian mengenai
permasalahan melepak di kalangan remaja (Muhd. Mansur Abdullah, 2000). Mereka
mendapati bahawa melepak ini juga merupakan punca kepada masalah sosial yang lain
di kalangan remaja.
Antara masalah sosial atau tingkah laku menyimpang yang berkaitan dengan
melepak ini adalah membaca atau mel ihat majalah lucah, berjudi, menonton video
lucah, meminum minuman keras, melakukan hubungan seks sesama mereka dan juga
mencuri.
Beberapa kajian telah dilakukan alasan utama mengapa remaja melepak adalah
kerana ianya merupakan trend belia pada waktu tersebut. Alasan ini diikuti dengan
alasan mudah untuk bertemu rakan-rakan, terdapatnya hiburan, suasana nyaman dan
selesa tempat melepak yang sesuai untuk berehat, untuk menghilangkan kerunsingan,
mempunyai banyak masa terluang, tiada larangan, ketiadaan 'privacy' di rumah,
suasana di rumah yang bising dan keadaan tempat tinggal yang sempit.
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma
hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya
sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

2
para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13
18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun
masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa
transis. Definisi kenakalan remaja menurut para ahli Kartono, ilmuwan sosiologi
“Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang”. Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai
perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal.” Sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti? Masalah kenakalan
mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan
untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat. Jenis-
jenis kenakalan remaja :
1. Penyalahgunaan narkoba
2. Seks bebas
3. Tawuran antara pelajar

Penyebab terjadinya kenakalan remaja Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh
faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).

Faktor internal:

Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan
terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi
dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi
karena remaja gagal mencapai masa integrasi

kedua.

Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah
laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku
‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku

3
tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai
dengan pengetahuannya.

Faktor eksternal:

Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga,
atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja.
Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak
memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi
penyebab terjadinya kenakalan remaja.

Teman sebaya yang kurang baik

Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik. Hal-hal yang bisa dilakukan/
cara mengatasi kenakalan remaja:

Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah
atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak
mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik
juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta
keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja. Remaja pandai memilih
teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di
komunitas mana remaja harus bergaul. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak
mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai
dengan harapan.

4
SEKS BEBAS
Orangtua mempunyai peran penting dalam perkembangan anak-anaknya,
khususnya pada masa remaja. Masa remaja adalah periode penuh dengan perubahan,
baik dalam hal jasmani maupun hal mental dan sosial. Orangtua mampu membimbing
anak-anaknya selama masalah-masalah periode ini, sambil memberi informasi dan
saran untuk kehidupan sehat. Dewasa ini, orangtua berperan bertindak untuk
melindungi anak-anaknya dari pengaruh sosial yang tidak sehat. Menurut Dra Tika
Bisono, cara terbaik memenuhi peran ini adalah bersahabat dengan anak remaja dan
tidak menghindari pertanyaan sulit, khususnya tentang masalah seks.

PENCEGAHAN
1. Saat ini, Pendidikan Seks merupakan kebutuhan yang tidak bisa disampingkan
atau ditutupi lagi, demi kepentingan masa depan para muda Indonesia.
Fokusnya utama Pendidikan Seks adalah pendidikan dan pengetahuan, daripada
seks. Pendidikan Seks mampu menyelamatkan kaum remaja dari keadaan yang
tidak sehat atau berbahaya untuk kesehatannya. Seharusnya Pendidikan Seks
tidak dianggap tabu dan tidak ditutupi lagi.
2. Ada beberapa sikap dipegang masyarakat terhadap soal seks yang
mempengaruhi pemberian Pendidikan Seks, dari sokongan sampai
ketidaktahuan.
3. Norma-norma agama tetap penting di Indonesia, dan bisa bermanfaat atau
merugikan pemberian Pendidikan Seks. Pendidikan Seks sebaiknya diberikan
secara sesuai dengan norma-norma agama.
4. Bantuan dari pemerintah di bidang ini masih sangat rendah.
5. Pendidikan Seks datang dari banyak sumber pengetahuan di luar ruang sekolah,
baik yang bermanfaat (seperti orangtua, World AIDS Day dan LSM seperti PKBI)
dan yang merugikan (seperti bahan-bahan porno, dan teman sebaya).
6. Ruang Sekolah mampu memberi Pendidikan Seks kepada kaum muda.
7. Pendidikan Seks yang diberikan secara seimbang antara pendekatan
pengetahuan biologis dan pendekatan sosiologis bermanfaat para muda, dan
dapat membantu para itu mengambil keputusan baik dalam kehidupannya.

5
Prevensi dan Intervensi
Sekolah merupakan pengaturan yang strategi untuk prevensi berdasarkan beberapa
alasan. Yang paling jelas adalah sekolah adalah tempat anak-anak di Indonesia
menghabiskan sebagian besar waktu mereka. Selain itu, sekolah tetap menjadi institusi
sosialisasi utama untuk memperkuat nilai-nilai sosial, norma, dan perilaku yang dapat
diterima oleh masyarakat. Selain itu, sekolah adalah lingkungan pelindung untuk anak-
anak (Schaps & Solomon, 2003) di mana mereka harus merasa aman, bebas dari agresi
dan kekerasan dari orang lain.
Prevensi dan Intervensi masalah Seks

1. Mefokuskan pada menunda perilaku seksual dan memberikan informasi tentang


bagaimana remaja yang aktif dapat melindungi diri mereka sendiri.
2. Kombinasikan pendidikan dengan pembelajaran dan perilaku pelatihan
keterampilan (misalnya, penggunaan kondom yang benar, pernyataan sosial,
pengakuan resiko, pemecahan masalah dari tekanan peer).
3. Memasukkan pelatihan interpersonal dan komunikasi, termasuk negosiasi dan
penolakan.

6
4. Menyediakan akses remaja aktif secara seksual untuk kontrasepsi dan fokus
pada pilihan kontrasepsi.
5. Menyediakan upaya penjangkauan melalui program berbasis masyarakat yang
paling rentan dari pemuda seperti pemuda tunawisma atau melarikan diri,
pelaku remaja, dan anak putus sekolah.
6. Penjelasan aktivitas seksual dalam modelprevensi yang komprehensif yang
mengakui koeksistensi penggunaan alkohol dan narkoba ketika remaja banyak
terlibat dalam aktivitas seksual.
7. Mendorong evaluasi diri karena remaja berpotensial membuat keputusan
mereka tentang seks dalam situasi sosial, saat pengambilan keputusan pada
wakut yang salah ketika mereka terangsang.
8. Melibatkan orang tua untuk berpartisipasi dalam pengembangan program
intervensi serta dalam pelaksanaannya.
Faktor yang menyebabkan kehamilan remaja cenderung luas dan kompleks, strategi
intervensi Banyak metoda diperlukan untuk merespon kondisi risiko pada remaja.
Konsekuensi sosial dari kehamilan remaja membutuhkan program evaluasi yang
berkelanjutan untuk memastikan program prevensi kehamilan remaja yang efektif.
Program prevensi kehamilan yang efektif membutuhkan komitmen bersama dari
para pendidik, psikolog sekolah, dan kesehatan mental. Mengurangi kehamilan
remaja tergantung pada program yang berkualitas tinggi dalam pemantauan dan
pelaksanaan intervensi dan prevensi dan koordinasi keluarga-sekolah-,dan
masyarakat.

PERAN ORANGTUA-KELUARGA
Harapan terbesar orang tua adalah ingin memiliki anak yang soleh, sopan, pandai
bergaul, pintar dan sukses, tetapi harapan besar ini jangan sampai menjadi tinggal
harapan saja. Bagaimana orang tua untuk mewujudkan harapan tersebut, itulah yang
paling penting. Kedudukan dan fungsi suatu keluarga dalam kehidupan manusia
sangatlah penting dan fundamental, keluarga pada hakekatnya merupakan wadah
pembentukan masing-masing anggotanya, terutama anak-anak yang masih berada
dalam bimbingan tanggung jawab orang tuanya.

7
Perkembangan anak pada umumnya meliputi keadaan fisik, emosional sosial dan
intelektual. Bila kesemuanya berjalan secara baik maka dapat dikatakan bahwa anak
tersebut dalam keadaan sehat jiwanya. Dalam perkembangan jiwa terdapat period-
eperiode kritis yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan
baik, maka akan timbul gejala-gejala yang menunjukan misalnya keterlambatan,
ketegangan, kesulitan penyesuaian diri dan kepribadian yang terganggu. Lebih jauh lagi
bahkan tugas sebagai makhluk sosial untuk mengadakan hubungan antar manusia yang
memuaskan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang di lingkungannya akan gagal
sama sekali.
Peran orang tua dalam hal pendidikan anak sudah seharusnya berada pada urutan
pertama, para orang tualah yang paling mengerti benar akan sifat-sifat baik dan buruk
anak-anaknya, apa saja yang mereka sukai dan apa saja yang mereka tidak sukai. Para
orang tua adalah yang pertama kali tahu bagaimana perubahan dan perkembangan
karakter dan kepribadian anak-anaknya, hal-hal apa saja yang membuat anaknya malu
dan hal-hal apa saja yang membuat anaknya takut. Para orang tualah yang nantinya
akan menjadikan anak-anak mereka seorang yang memiliki kepribadian baik ataukah
buruk.
Anak-anak pada masa peralihan lebih banyak membutuhkan perhatian dan kasih
sayang, maka para orang tua tidak dapat menyerahkan kepercayaan seluruhnya kepada
guru di sekolah, artinya orang tua harus banyak berkomunikasi dengan gurunya
disekolah begitu juga sebaliknya, hal penting dalam pendidikan adalah mendidik jiwa
anak. Jiwa yang masih rapuh dan labil, kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
dapat mengakibatkan pengaruh lebih buruk lagi bagi jiwa anak. Banyaknya tindakan
kriminal yang dilakukan generasi muda saat ini tidak terlepas dari kelengahan bahkan
ketidakpedulian para orang tua dalam mendidik anakanaknya.
Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling berkaitan dan memiliki
keterkaitan yang kuat satu sama lain. Terlepas dari beragamnya asumsi masyarakat,
ungkapan “buah tak akan pernah jauh jatuh dari pohonnya” adalah sebuah gambaran
bahwa betapa kuatnya pengaruh orang tua terhadap perkembangan anaknya.
Supaya orang tua dan sekolah tidak salah dalam mendidik anak, oleh karena itu harus

8
terjalin kerjasama yang baik diantara kedua belah pihak. Orang tua mendidik anaknya
di rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah atau
guru, agar berjalan dengan baik kerja sama diantara orang tua dan sekolah maka harus
ada dalam suatu rel yang sama supaya bisa seiring seirama dalam memperlakukan
anak, baik di rumah ataupun di sekolah, sesuai dengan kesepahaman yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak dalam memperlakukan anak. Kalau saja dalam
mendidik anak berdasarkan kemauan salah satu pihak saja misalnya pihak keluarga
saja taupun pihak sekolah saja yang mendidik anak, hal ini berdasarkan beberapa
pengalaman tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain usaha yang
dilakukan oleh orang tua atau sekolah akan mentah lagi-mentah lagi karena ada dua rel
yang harus dilalui oleh anak dan akibatnya si anak menjadi pusing mana yang harus
diturut, bahkan lebih jauhnya lagi dikhawatirkan akan membentuk anak berkarakter
ganda.
Memang pada kenyataannya tidak mudah untuk melaksanakan kesepahaman tersebut,
tetapi kalau kita berlandaskan karena rasa cinta kita kepada anak tentunya apapun
akan kita lakukan, karena rasa cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih
emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita
menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Kalau hal ini sudah dimiliki oleh kedua
belah pihak, hal ini merupakan modal besar dalam mendidik anak. Setiap kejadian yang
terjadi, baik di rumah ataupun di sekolah hendaklah dicatat
dengan baik oleh kedua belah pihak sehingga ketika ada hal yang janggal pada anak, hal
ini bisa dijadikan bahan untuk mengevaluasi sejauhmana perubahan-perubahan yang
dialami oleh anak, baik sifat yang jeleknya ataupun sifat yang bagusnya, sehingga
didalam penentuan langkah berikutnya bisa berkaca dari catatn-catatan yang telah
dibuat oleh kedua belah pihak.
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak baik di rumah ataupun di
sekolah, baik orang tua ataupun guru harus sesegera mungkin untuk menanganinya
dengan cara saling menginformasikan diantara orang tua dan guru, mungkin lebih
lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat tertangani masalah yang dihadapai
oleh anak dan tidak berlarut-larut. Oleh karena itu seperti apa yang tertulis di atas
bahwa orang tua dan sekolah merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam

9
mendidik anak, agar apa yang dicita-citakan oleh orang tua atau sekolah dapat tercapai,
maka harus ada kekonsistenan dari kedua belah pihak dalam melaksanakan
programprogram yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
1. Kemampuan orangtua dalam memenuhi kebutuhan hidup anak
Pekerjaan orangtua dapat dijadikan sebagai tolok ukur kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan hidup anak. Pemenuhan kebutuhan hidup anak akan
berpengaruh secara langsung kepada pencapaian anak menjadi bagian masyarakat.
Sebagai contoh anak yang tidak tercukupi kebutuhan ekonominya (misal uang saku
sekolah) akan memiliki peluang lebih besar melakukan tindak pencurian dibanding
anak lain yang tercukupi Masngudi, (2004)

2. Keutuhan keluarga
keharmonisan di antara orangtua dan dengan anggota keluarga lainnya Secara teori,
keutuhan keluarga berpengaruh terhadap kenakalan anak. Penelitian yang dilakukan
Masngudin (2004) menemukan bahwa kenakalan anak pada dataran biasa justru
banyak ditemukan pada mereka yang berasal dari keluarga utuh. Namun demikian,
kenakalan anak pada tingkat khusu banyak dilakukan oleh anak dari keluarga yang
kurang harmonis.
3. Kehidupan beragama orangtua
Keluarga yan menjalankan kewajiban agama secara baik diasumsikan menanamkan
nilai – nilai dan norma yang baik. Teori ini cenderung dibenarkan oleh Masngudin
(2004) karena di dalam penelitiannya dibuktikan bahwa 70% respondennya yang
berasal dari keluarga kurang dan tidak taat bergama melakukan kenakalan khusus.
4. Sikap / cara Orangtua dalam mendidik anak
Wujud sikap orangtua yang dimaksud di sini antara lain otoriter, overprotektif,
memperhatikan, kurang memperhatikan, dan tidak memperhatikan tingkah laku,
kebiasaan, serta hal – hal di sekitar tumbuh kembang anak. Tentunya sikap atau pola
asuh orangtua berperan penting pada wujud anak di masa yang akan datang.
5. Hubungan keluarga dengan lingkungannya
Sebagai unit terkecil dalam masyarakat, keluarga berkebutuhan menjalin hubungan
dengan lingkungan, dalam hal ini khususnya masyarakat sekitar, misal tetangga.

10
Keluarga yang tidak memiliki jalinan selaras dengan masyarakat sekitar cenderung
akan memiliki anak yang melakukan kenakalan khusus.
6. Scheneiders (1964) menjelaskan bahwa penyesuaian sosial meliputi penyesuaian

di rumah, penyesuaian di sekolah dan penyesuaian di masyarakat. Penyesuaian di


rumah merupakan landasan utama dalam melakukan penyesuaian sosial, karena
pengalaman di rumah merupakan pengalaman sosial individu yang pertama.
Penyesuaian sosial di sekolah merupakan perluasan Penyesuaian sosial di sekolah
merupakan perluasan penyesuaian sosial remaja, karena sekolah juga merupakan
lingkungan sosial perkembangan remaja untuk belajar mengenal lingkungan sosial
yang lebih luas lagi yakni masyarakat. Penyesuaian sosial di sekolah ditandai
dengan kemampuan dan kemauan untuk belajar untuk menerima otoritas guru,
berpartisipasi dalam kegiatan

sekolah dan bertanggung jawab terhadap tugasnya, serta bersedia untuk bekerja sama
dan menolong temannya. Kemampuan melakukan penyesuaian sosial di sekolah
sedikit banyak menunjukkan penyesuaian sosial individu.

KOLABORASI SEKOLAH – ORANGTUA

Psikolog sekolah memiliki pengetahuan mengenai peran keluarga yang mempengaruhi


kesejahteraan siswa, pembelajaran, dan prestasi, serta terlibat dalam kebijakan publik
yang mendukung kerjasama antara orang tua, pengajar, dan masyarakat (AD/ART).
Perilaku anak tidak hanya dipengaruhi akan keberadaan orangtua pada khususnya atau
keluarga pada umumnya. Pengaruh yang tidak kalah dominan adalah lingkungan luar,
semisal sekolah. Ki Hajar Dewantoro sebagaiman dikutip oleh Bahkrul Khair Amal, M.Si
(2005; memiliki keyakinan bahwa pendidikan harus dilakukan melalui tiga lingkungan,
yaitu (1) keluarga, (2) sekolah dan (3) organisasi / masyarakat. Keluarga dalam hal ini
menduduki posisi terpenting karena timbulnya adab kemanusiaan pada manusia
dimulai dari keluarga. Sekolah kemudian bertindak selaku pembantu kelanjutan
pendidikan dalam keluarga. Dengan kata lain, seharusnya terdapat kontinuitas antara

11
materi yang diajarkan di rumah dan materi yang diajarkan di sekolah.Kegiatan
hubungan sekolah dengan masyarakat menjadi salah satu wadah untuk menjembatani
komunikasi antara orangtua dengan sekolah dalam rangka menyamakan persepsi
penanaman nilai – nilai luhur universal.
Pengertian kolaborasi mengandung sedikit perbedaan dengan koordinasi dan
kooperasi (kerjasama). Menurut Patty Molloy, (1995) kolaborasi adalah hubungan
antara satu pihak dengan pihak lainnya yang saling menguntungkan dalam rangka
mencapai tujuan dengan memiliki kesamaan komitmen dengan kebersamaan dalam
menemukan visi dan misi, membangun struktur, berbagi kewenangan, menciptakan
keterbukaan dan tanggungjawab, berbagi sumber daya dan kekuatan serta sikap
menghargai satu sama lain. Penggunaan istilah kolaborasi akan lebih tepat khususnya
dalam rangka menjalin kemitraan antara sekolah dan orangtua, karena istilah
koordinasi lebih cenderung melambangkan kerjasama yang masih mengandung
kepentingan dan kemandirian masing-masing. Adapun istilah cooperatif atau kerjasama
dapat lebih menciptakan kesan celah antara sekolah dan orangtua karena terdapat
unsur dimana masing-masing pihak tetap mempertahankan kewenangan dan
strukturnya secara eksklusif (Kagan, 1991 dalam Molloy, 1995).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rangka menjalin hubungan yang
kolaboratif antara sekolah dengan orangtua, yakni sebagai berikut :
1. Kemampuan komunikasi
Antara kedua belah pihak harus dapat berbagi ide secara jelas, mampu mendengarkan
gagasan pihak lain, serta dapat saling menghormati dan menghargai meskipun di
tengah-tengah perbedaan pendapat dan latar belakang individu dan kelompok.
2. Kohesivitas
Contoh kekompakkan dalam hal ini diwujudkan melalui pembagian peran masing -
masing pihak dalam interaksi kelompok, dan tetap memperhatikan struktur hirarkis.
Baik pihak sekolah maupun orangtua membangun kesepakatan mengenai isu yang
diangkat, serta saling bertindak partisipatif.
3. Keterbukaan

12
Kedua pihak seyogyanya mampu meninjau suatu hal (misal kenakalan anak) dari
berbagai sudut pandang, akan lebih baik jika gagasan yang dituangkan diperkuat
dengan bukti-bukti. Dalam hal ini baik sekolah maupun orangtua tidak perlu takut
untuk merubah pandangannya.
Keberfungsian orangtua dapat dibangun dengan meningkatkan ketiga hal diatas. Cara paling
nyata adalah melalui intensitas pertemuan orangtua yang difasilitasi oleh komite sekolah
dan sekolah itu sendiri. Dalam rangka mengkomunikasikan tentang fungsi orangtua
khususnya dan keluarga pada umumnya, sekolah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. memberikan wawasan kepada orangtua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak
2. meningkatkan pengetahuan orangtua tentang kesehatan anak.
3. Meningkatkan wawasan orangtua mengenai pola asuh yang baik.
4. Peranan Guru - guru kaunselor sekolah perlu mengambil tindakan segera berkaitan
masalah salah laku seksual dalam kalangan remaja. Kementerian kesihatan dalam
memberi penerangan tentang impak hamil luar nikah dalam kalangan pelajar-pelajar
sekolah menengah, bagaimana boleh mengelak daripada terjebak dalam aktiviti salah
laku seks. Kerjasama dengan semua pihak boleh memberi penerangan daripada aspek
agama dan sebagainya.

Adanya komunikasi antara sekolah dan orangtua akan bermuara pada kesamaan persepsi
sehingga diharapkan mempermudah munculnya jalinan kolaborasi di antara keduanya. Jadi,
tujuan kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat pada posisi ini tidak menjadikan
orangtua selaku objek kegiatan, melainkan juga sebagai pelaku atau subjek yang bermitra
dengan sekolah karena pada dasarnya orangtua juga memiliki fungsi sosial. Pada aspek
inilah sangat perlu ditekankan kemampuan bermitra antara pihak sekolah dan orangtua
dalam rangka menyuarakan hal yang sama. Contoh antara lain dalam memutuskan bentuk
kegiatan apa yang paling sesuai dengan upaya pencegahan penggunaan narkoba di kalangan
siswa.
Membangun kemitraan dengan orangtua menurut Molloy, 1995) dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut :
1. Memulai kemitraan

13
Sekolah selaku pemicu awal kemitraan memulai dengan menganalisis kebutuhan baik
siswa, orangtua maupun sekolah. Kesamaan atau kesejalanan kebutuhan diantara ketiga
pihak tersebut adalah latar belakang yang baik untuk memulai kemitraan. Sekolah dalam
tahapan ini juga perlu menelusuri informasi tentang kemitraan yang pernah dilakukan
sebelumnya antara sekolah dan orangtua, sehingga dapat menjadi acuan pada kegiatan
selanjutnya. Informasi lain yang perlu diketahui pihak sekolah adalah mengenai potensi
orangtua sebagai mitra sekolah. Potensi yang dimaksud bisa dari berbagai sudut
pandang, antara lain ekonomi, pekerjaan, keahlian dan pengalaman, kepentingan, minat,
kegemaran, dan lain sebagainya.

2. Membangun kemitraan
Pola persuasif menjadi pilihan yang utama dalam mengundang perhatian orangtua akan
permasalahan kenakalan anak. Kemasan yang informal juga menjadi cara yang tidak
kalah baik untuk membangun kemitraan antara sekolah dan orangtua sebelum
mengarah kepada bentuk kegiatan yang formal.
Efektivitas kemitraan sekolah dan orangtua dalam membangun kemampuan sosial anak
akan lebih dipertajam dengan hadirnya fasilitator yang berkeahlian dan bersifat netral,
misal pakar pendidikan tinggi dan praktisi. Kemitraan bahkan dapat diperluas menjadi
sebuah jaringan dengan melibatkan bagian-bagian masyarakat, misal unit pelayanan
publik, media lokal, perusahaan komersil, wadah pelatihan. Tempat yang dipergunakan
pun tidak hanya sekolah, contoh antara lain berupa perpustakaan publik, rumah sakit,
kegiatan bazaar, pameran daerah, karnaval, museum, kantor polisi, dan lain sebagainya.
Merajut jaringan kemitraan memang tidak dapat dikatakan mudah, namun demikian
dampak dari keberadaannya tidak dapat dianggap sepele karena bisa menghadirkan
dukungan bagi sekolah yang lebih luas Pihak-pihak yang dilibatkan antara lain sebagai
berikut:
a. pemimpin agama
Melibatkan pemimpin agama dapat dilakukan dengan cara meminta ceramah mereka,
mengundang mereka pada kegiatan – kegiatan sekolah, dan meminta bantuan untuk
pembenahan kegiatan sekolah. Nilai – nilai universal seperti kemanusiaan dan keadilan
dapat menjadi daya tarik para pemuka agama untuk mau terlibat dalam mencegah dan

14
menanggulangi kenakalan anak sekalipun pada sekolah umum (bukan sekolah
keagamaan).
b. Mitra bisnis
Sekolah jangan membiasakan diri hanya berhubungan dengan mitra bisnis untuk
kepentingan ekonomi dan praktek pendidikan semata. Ada sisi lain pada bisnis di luar
masalah finansial secara langsung, yakni berupa nilai seperti popularitas, dukungan
masyarakat, dan tanggungjawab terhadap masyarakat. Keberadaan nilai – nilai tersebut
dapat diberdayakan sekolah dan orangtua dalam rangka mendukung aksi pencegahan
dan penanggulangan kenakalan anak
c. Organisasi publik, LSM dan organisasi lainnya
Organisasi pemerintah, LSM, dan lain sebagainya berpotensi menjadi mitra sekolah dan
orangtua dengan pengalaman, dan tugas masing-masing bidangnya
d. Tokoh komunikasi
Orang yang memiliki jaringan komunikasi dengan media massa dan pihak lain adalah
sumber daya yang tak ternilai. Tokoh yang dimaksud disini bukan seseorang yang pakar
di bidang komunikasi melainkan orang yang memiliki koneksitas tinggi dengan kelompok
lainnya, baik yang bersifat media maupun non media.

e. Sumber lainnya
Sumber lain yang bisa dilibatkan antara lain dewan pramuka, pemuka masyarakat
(ketua RT/RW), bahkan anggota komite sekolah itu sendiri.
f. Mengembangkan visi bersama
Pihak sekolah maupun orangtua bersama-sama merancang visi yang dalam hal ini
dimisalkan berupa pencegahan kenakalan anak. Kedua pihak berpikir tentang tujuan
yang hendak dicapai dan cara apa yang dilakukan guna meraihnya. Dari tuangan
pemikiran tersebut diharapkan munculnya rasa tanggungjawab akan pelaksanaan,
keberlangsungan, dan keterkaitan kegiatan.
g. Mengimplementasikan perencanaan ke dalam tindakan kolaboratif
Sebagai kegiatan kolaboratif, maka keterlibatan semua pihak sangat diperlukan. Sebagai
contoh tujuan sebuah kegiatan yang berupa memperkuat hubungan anak dan orangtua
melalui peningkatan keterampilan komunikasi, maka secara implementatif aktivitas

15
yang dilaksanakan harus dapat menunjuk secara nyata interaksi antara anak dan
orangtua, misal perlombaan antara keluarga siswa dan lokakarya pola asuh anak yang
melibatkan orangtua dan siswa sebagai peserta. Contoh lain semisal upaya membangun
citra diri anak di tengah-tengah masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah
dengan mengajak anak dan orangtua mengunjungi rumah sakit, museum, perpustakaan,
kantor polisi, dan lain sebagainya.

NARKOBA (MARIJUANA)

Narkoba adalah narkotika dan obat-obat berbahaya. Penguna narkoba


berdampak pada kehidupan dan kesehatan seseorang. Besar kecialnya dampak
tergantung pada kondisi seseorang (koob, 1997) penyalahgunaan narkoba merupakan
facktor utama menyebarnya infeksi IV/AIDS. Pada anak remaja diperluarkan pelayanan
konseling bagi anak anak korban NAPZA. Peran psikologi sekolah dapat dioptimalkan.
Remaja yang berada dalam tahap pencarian identitasi diri sering mudah dipengaruhi
untuk mencoba atau mengunakan narkoba supaya diterima secara sosial di
lingkunganya. Untuk mengatasi hal tersebut, Peran psikologi sekolah memang peting
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba di sekolah,
terutam dalam memberikan informasi yang benar terhadap masalah narkoba. Sekolah
adalah salah satu media yang stategis untuk membantu membangun kesadaran
terhadap masalah di kalangan remaja, yaitu melalui pendidikan kepada siswanya.
Berdasarkan situasi tersebut di atasi, maka perlalu dilakukan pelatihan pencegahan
masalah penyelahgaan narkoba.
Ahil Psikolog setuju bahwa masa remaja merupakan masa kritis
perkembangan individu. Selama masa remaja, kaum muda mengembangkan identitas
mereka dan mulai mengenal peran mereka dalam masyarakat yang lebih besar. Perilaku
anti sosial seperti penyalahgunaan zat dan ketergantungan selama masa remaja
memiliki pengaruh yang merugikan pada perkembangan, dan dalam beberapa hal
bahkan menghentikan itu. Selain itu, penyalahgunaan zat remaja dan ketergantungan

16
pengembangan pengaruh keluarga dan memiliki konsekuensi bagi masyarakat dan
masyarakat yang lebih luas.
Prevensi dan Intervensi Narkoba
CCSA Canadian Centre on Substance Abuse (2009)
1 . Needs
assessment

8 Dissemination
and improvement
A: B:
Sustainability Communication
and funding and stakeholder
involvement
7 Final
evaluations D: 3 Programme
C:
Staff development
Ethical drug formulation
prevention

6 Delivery and
monitoring 4 Intervention
design
5 Management
and mobilisation
of resources

A: Sustainability and funding (Keberlanjutan dan pendanaan)


- Program-program harus dilihat sebagai tertanam dalam kerangka yang lebih luas
kegiatan pencegahan narkoba. Kelangsungan hidup jangka panjang dari pekerjaan
pencegahan harus dipastikan mungkin. Idealnya, program dapat berlanjut setelah
pelaksanaan awal dan / atau setelah pendanaan eksternal telah berhenti. Namun,
keberlanjutan tidak hanya tergantung pada ketersediaan dana, tetapi terus
juga atas komitmen abadi staf dan para pemangku kepentingan terkait lainnya untuk
sekolah dan masyrakat pencegahan narkoba. Standar dalam garis besar komponen
bagaimana keberlanjutan dapat dipastikan dengan 'penahan' program dalam sistem
sekolah atau masyarakat yang ada dan dengan mengembangkan strategi untuk
mengamankan diperlukan sumber daya.

17
B: Communication and stakeholder involvement (Komunikasi dan keterlibatan
stakeholder)
- stakeholder adalah individu, kelompok dan organisasi yang memiliki kepentingan
dalam kegiatan dan hasil dari program, dan / atau yang secara langsung atau tidak
langsung terpengaruh oleh itu, seperti populasi sasaran, masyarakat, penyandang dana,
dan organisasi lain yang bekerja di bidang pencegahan narkoba. Pemangku kepentingan
yang relevan harus dihubungi dan terlibat dalam program yang diperlukan. Dukungan
dan kerjasama dari target populasi akan menjadi persyaratan untuk program apapun.
Bentuk lain dari keterlibatan stakeholder dapat termasuk membangun hubungan
dengan 'pemimpin' masyarakat atau media lokal yang kemudian mendukung program
dan meningkatkan visibilitas. Melibatkan organisasi lain yang bekerja di lapangan
berguna untuk mengkoordinasikan upaya, berbagi pelajaran, dan membangun
perencanaan bersama dan penganggaran. A Strategi komunikasi memungkinkan
pertukaran antara berbagai kelompok yang terlibat dalam pencegehan narkoba.
C: Staff development (Pengembangan staf)
- Komponen ini terdiri dari tiga pilar: pelatihan staf, pengembangan lebih lanjut;
dan profesional dan dukungan emosional. Staf kebutuhan pelatihan harus evaluasi
sebelum implementasi program, dan anggota staf harus dilatih untuk memastikan
bahwa program ini dikirim ke tinggi standar. Standar ini juga memfasilitasi
pengembangan rencana pelatihan. staf terus menerus pembangunan sarana
penghargaan dan mempertahankan anggota staf dan memastikan bahwa pengetahuan
mereka dan keterampilan yang up-to-date. Selama pelaksanaan program, adalah
penting untuk memberikan staf anggota kesempatan untuk merefleksikan pekerjaan
mereka dan untuk memperbaiki pekerjaan.
D: Ethical drug prevention: pencegahan narkoba Etis
-Prinsip-prinsip garis standar pencegahan narkoba etis yang berfokus on: 'perilaku
halal, menghormati peserta penyedia hak dan otonomi, manfaat nyata bagi peserta,
tidak ada bahaya bagi peserta, memberikan informasi yang benar, memperoleh
persetujuan; sukarela partisipasi, menjamin kerahasiaan, menyesuaikan intervensi
dengan kebutuhan peserta; melibatkan peserta sebagai mitra, dan kesehatan dan
keselamatan. Meskipun tidak selalu mungkin untuk mematuhi semua prinsip

18
encegahan narkoba, pendekatan etis harus jelas dalam setiap proyek panggung.
Akibatnya, protokol dikembangkan untuk melindungi hak-hak peserta, dan risiko
potensial dinilai dan diatas.

1. Needs Assessment

- Mengetahui atau memahami kebijakan terkait narkoba


- Melakukan assessmen untuk mengtahui kebutuhan sekolah den masyarakat
- Menggambarkan kebutuhan prevensi dan intervensi
- Memahami populasi dan ciri-ciri sasaran
2. Resource assessment
- Mengevaluasi sumber daya sekolah dan masyarakat
- Menilai kemampuan internal
3. Programme Formulation
- Mendefinisikan populasi sasaran
- Menggunakan model teoritis
- Mendefinisikan tujuan, sasaran, dan Objectif
- Mendefinisikan pengaturan (setting)
- Mengacu pada bukti efektivitas
- Menentukan timeline
4. Intervention design
- Merancang untuk kualitas dan efektivitas
- Jika memilih intervensi yang ada
- Fokus intervensi pada populasi sasaran
5. Management and mobilisation of resources
- Perencanaan program - Menggambarkan rencana proyek
- Perencanaan persyaratan keuangan
- Menyiapkan tim
- Merekrut dan mempertahankan peserta
- Menyiapkan materi program
- Menyediakan deskripsi proyek

6. Delivery and monitoring

19
- Menerapkan intervensi
- Pemantauan pelaksanaan
- Mengatur pelaksanaan
7. Evaluations
- Menganalisa hasil dari pelaksanaan progrm
- Menganalisa proses pelaksanaan progrm
8. Dissemination and improvement (Diseminasi dan perbaikan)
- Menentukan apakah program harus dipertahankan
- Menyebarluaskan informasi tentang program
- Jika menghasilkan laporan akhir

TAWURAN
Definisi kekerasan adalah "ekspresi permusuhan dan kemarahan dengan maksud untuk
melukai atau merusak orang atau properti melalui kekuatan fisik. . . gairah atau
intensitas emosi. . "(VandenBos, p. 982).. Intensitas yang lebih besar dari gairah
emosional dalam kasus kekerasan konsisten dengan kata sifat kamus menggambarkan
kekerasan seperti "ekstrim," "berat," atau "keras" (Webster, p. 773). Agresi dan
kekerasan, oleh karena itu, tampak berbaring di sebuah kontinum dari keparahan atau
intensitas, baik dengan tujuan merugikan yang lain. Menampar seseorang romantis
pasangan atau mendorong seseorang ke dinding lorong di akhir agresi, dan perkelahian
geng dan penyerangan dengan senjata mematikan pada akhir kekerasan. Meskipun ada
banyak definisi agresi, sebagian besar menunjukkan bahwa agresi merupakan perilaku
yang dimaksudkan untuk menyakiti atau membahayakan orang lain. Sebagian besar
penelitian tentang agresi telah difokuskan terutama pada anak laki-laki yang secara
fisik agresif (yaitu, mereka secara fisik mendominasi atau mengintimidasi orang lain
dengan memukul, mendorong, mendorong, menendang, atau mengancam kerusakan
fisik).

20
PENGANGANAN UMUM OLEH PSIKOLOG SEKOLAH
1. Mediasi antara orang-orang muda yang terlibat dalam kekerasan;
2. Mediasi antara orang-orang muda dan sekolah dalam kasus pembolosan;
3. Memfasilitasi komunikasi antara guru dan siswa;
4. Memfasilitasi komunikasi antara sekolah dan keluarga;
5. Bekerja dengan psikologis / medis / pelayanan sosial, mahasiswa dan keluarga;
6. Menjaga kontak dengan siswa dalam konflik dengan sekolah;
7. Menangani pemantauan individu siswa, dan
8. Menjaga kontak dengan siswa yang putus sekolah.

Peran psikolog sekolah antara lain:


 Identifikasi,
 Melakukan pemeriksaan psikologik pada calon peserta didik siswa sebelum
mengikuti proses pendidikan untuk pemetaan sebagai dasar pengembangan
potensi yang dimilikinya
 Konsultasi,
- Bekerja sama dengan BK, guru, orangtua, dan pihak manajemen sekolah untuk
menemukan penyelesaian masalah belajar dan perilaku peserta didik siswa
selama proses kegiatan belajar mengajar.
- Membantu pihak lain orangtua, pendidik dan manajeman sekolah memahami
perkembangan anak siswa dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi proses
belajar dan perilaku peserta didik siswa.
- Membina hubungan kerja sama antara guru, orangtua, dan layanan institusi lain
di masyarakat
 Evaluasi
- Mengevaluasi ketepatan penempatan siswa kelayakan layanan pendidikan
sesuai kebutuhan peserta didik nya.
- Mengevaluasi Melakukan pemeriksaan untuk pengembangan dari kompetensi
siswa secara berkelanjutan hasil pemetaan awal untuk mengoptimalkan potensi

21
yang dimiliki siswa selama berbagai keterampilan dan bakat akademik selama
mengikuti proses pembelajaran mengajar
- Mengevaluasi Menentukan status pencapaian tugas perkembangan
sosialemosional dan kesehatan mental peserta didik psikologis siswa.
- Mengevaluasi lingkungan belajar

 Intervensi,
- Memberikan konseling psikologis untuk membantu memecahkan masalah
interpersonal atau keluarga yang mempengaruhi perilaku di sekolah
- Berhubungan langsung dengan anak siswa dan keluarga mereka untuk
membantu mengatasi masalah penyesuaian dan masalah belajar
- Memberikan pelatihan keterampilan sosial dan pengelolaan emosi
- Membantu keluarga dan sekolah menangani krisis, seperti kematian, penyakit,
atau trauma masyarakat
 Pencegahan,
- Merancang program psikologik untuk anak-anak yang beresiko gagal di sekolah
Mempromosikan toleransi, pemahaman, dan penghargaan terhadap keragaman
yang ada di dalam komunitas sekolah
- Menyusun suatu program untuk membuat sekolah menjadi lingkungan yang
lebih aman dan efektif untuk belajar
- Bekerja sama dengan pihak sekolah dan lembaga terkait untuk menyediakan
pelayanan yang secara langsung meningkatkan kesehatan fisik maupun
psikologik
- Menjalin kerja sama antara orangtua dan guru untuk mendukung terciptanya
lingkungan sekolah yang sehat
 Penelitian dan Perencanaan
- Mengevaluasi efektivitas program akademik dan pengelolaan perilaku
Mengidentifikasi dan menerapkan program dan strategi untuk pengembangan
Sekolah
- Menggunakan penelitian yang berdasar pada fakta untu

22
Prinsip-Prinsip Prevensi dan Intervensi (Sloboda & David, SL (1997)

1. Program pencegahan harus meningkatkan faktor pelindung dan membalikkan


atau mengurangi faktor risiko.
2. Program pencegahan harus mengatasi segala bentuk penyalahgunaan narkoba,
sendiri atau dalam kombinasi, termasuk penggunaan obat-obatan di bawah
umur hukum (misalnya, tembakau atau alkohol), penggunaan obat-obatan
terlarang (misalnya, mariyuana atau heroin), dan penggunaan yang tidak
diperoleh secara sah zat (misalnya, inhalan), obat resep, atau over-the-counter
obat.
3. Keluarga berbasis program pencegahan harus meningkatkan ikatan keluarga
dan hubungan dan mencakup keterampilan orangtua, praktik dalam
mengembangkan, membahas, dan menegakkan kebijakan keluarga pada
penyalahgunaan zat, dan pelatihan dalam pendidikan narkoba dan informasi.
4. Program pencegahan dapat dirancang untuk melakukan intervensi sedini
prasekolah untuk mengatasi faktor risiko penyalahgunaan narkoba, seperti
perilaku agresif, keterampilan sosial yang buruk, dan kesulitan akademik.
5. Pencegahan program untuk anak-anak sekolah dasar harus menargetkan
meningkatkan belajar akademik dan sosial-emosional untuk mengatasi faktor-
faktor risiko penyalahgunaan narkoba, seperti agresi awal, kegagalan akademis,
dan putus sekolah.
6. Program pencegahan untuk menengah atau siswa SMP dan SMA harus
meningkatkan kompetensi akademik dan sosial.
7. Pencegahan program yang ditujukan untuk populasi umum pada titik-titik
transisi kunci, seperti transisi ke sekolah menengah, dapat menghasilkan efek
menguntungkan bahkan di antara keluarga yang berisiko tinggi dan anak-anak.
Intervensi semacam lakukan tidak satu populasi risiko dan, karena itu,
mengurangi pelabelan dan mempromosikan ikatan ke sekolah dan masyarakat.

23
8. Program pencegahan komunitas yang menggabungkan dua atau lebih program
yang efektif, seperti program berbasis keluarga dan sekolah berbasis, bisa lebih
efektif daripada satu program saja.
9. Komunitas program pencegahan menjangkau populasi dalam beberapa
pengaturan - misalnya, sekolah, klub, organisasi berbasis agama, dan media -
yang paling efektif ketika mereka hadir konsisten, masyarakat luas pesan dalam
setiap pengaturan.
10. Ketika masyarakat beradaptasi program yang cocok dengan kebutuhan mereka,
norma masyarakat, atau persyaratan budaya yang berbeda, mereka harus
mempertahankan unsur-unsur inti dari intervensi berbasis penelitian asli.
11. Program pencegahan harus jangka panjang dengan intervensi berulang (yaitu,
booster program) untuk memperkuat tujuan pencegahan aslinya. Penelitian
menunjukkan bahwa manfaat dari program pencegahan sekolah menengah
berkurang tanpa tindak lanjut program di sekolah tinggi.
12. Program pencegahan harus mencakup pelatihan guru tentang praktek-praktek
pengelolaan kelas yang baik, seperti perilaku siswa penghargaan yang sesuai.
Teknik-teknik tersebut membantu untuk mendorong perilaku positif siswa,
prestasi, motivasi akademik, dan ikatan sekolah.
13. Program pencegahan yang paling efektif ketika mereka menggunakan teknik
interaktif, seperti kelompok diskusi sebaya dan orang tua bermain peran, yang
memungkinkan untuk keterlibatan aktif dalam belajar tentang penyalahgunaan
narkoba dan memperkuat keterampilan

kesimpulan
Implikasi dari ini bab tentang sekolah, keluarga, dan anak-anak menunjukkan
bahwa intervensi model atau program berbasis keluarga harus difokuskan terutama
pada proses interaksi yang terjadi dalam keluarga daripada dimensi struktural.
Berbasis keluarga pencegahan / intervensi pendekatan harus diterapkan sebagai
bagian dari strategi yang lebih besar yang melibatkan komponen
diimplementasikan di seluruh konteks sosial seperti keluarga, sekolah, kelompok
sebaya, dan masyarakat. Seperti strategi berbasis luas mengakui bahwa tidak ada

24
strategi tunggal dapat mempromosikan hasil sosial yang kompeten dan membantu
mencegah perkembangan perilaku masalah ketika konteks sosial bertentangan satu
sama lain dalam menyikapi berbagai pengaruh. Sebaliknya, sukses yang lebih besar
akan dicapai melalui upaya kesehatan masyarakat yang utama yang menyediakan
paket terkoordinasi pendekatan dirancang untuk menangani masalah-masalah
umum di seluruh konteks tetapi juga memiliki fleksibilitas yang cukup untuk
kondisi masyarakat bervariasi.

Daftar Pustaka

CCSA Canadian Centre on Substance Abuse (2009), Building on Our Strengths: Canadian
Standards for School-based Youth Substance Abuse Prevention: A guide for
education and health personnel (Version 1.0). Ottawa, ON, CCSA.
http://www.ccsa.ca/2009%20CCSA%20Documents/ccsa0117812009_e.pdf
Gunarsa, S, D & Gunarsa, Y. (1995). Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga.
Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.
Kent McIntosh, Wendy M. Reinke, and Keith C. Herman. 2010. Schoolwide Analysis of
Data for Social Behavior Problems: Assessing Outcomes, Selecting Targets for
Intervention, and Identifying Need for Support.
Mark D. Shriver and Keith D. Allen. 2010. Parent Training: Working with Families to
Develop and Implement Interventions.
Masngudin, HMS. (2004). “Kenakalan Remaja Sebagai Perilaku Menyimpang
Hubungannya dengan Keberfungsian Sosial Keluarga ; Kasus di Pondok Pinang
Pinggiran Kota Metropolitan Jakarta”.
Merrel, KW., Ervin, RA., Gimpel, GA. (2006). School psychology for the 21 st century. The
Guilford Press. New York.
Molloy, Patty, Cs. (1995). Building Home, School, Communiy Partnerships : The Planning
Phase. Texas : Office of Educational Research and Improvement, US Department of
Education.
Patrick C. Friman, Jennifer L. Volz, and Kimberly A. Haugen. 2010. Parents and School
Psychologists as Child Behavior Problem-Solving Partners: Helpful Concepts and
Applications.
Schneiders, A.A. 1964. Personal Adjusment and Mental Health. New York: Holt
Rineheart & Winston.

25

Anda mungkin juga menyukai