Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL

PENDIDIKAN KARAKTER
Peluang Dalam Membangun Karakter Bangsa

Nama: Anisa Eka Pramesti


Kelas: XII RPL 1

SMKN 1 KERTOSONO
Tahun Pelajaran 2022/2023
Judul buku: Membangun Karakter Siswa Melalui Profesionalisme Guru dan Gerakan Pramuka

Pengarang : Drs. Hudiyono, M. Si.

Penerbit : Esensi Erlangga Group

Artikel

Kemerosotan moral yang menimpa bangsa ini sudah merambah hingga ke generasi muda.
Perilaku buruk kalangan elit pejabat yang terus menerus menjadi sumber pemberitaan di berbagai
media, mulai dari kasus korupsi sampai perbuatan asusila, ternyata dukuti oleh para calon
penerusnya Saat ini, bukan merupakan kabar baru bahwa suatu sekolah menyerang sekolah lain
dalam bentuk tawuran massal menggunakan narkotika/obat terlarang, melakukan seks bebas, dan
tindak kriminal lainnya lika situasi ini terus menerus dibiarkan akan ada generasi yang hilang (the
lost generation). Hilangnya generasi karena siswa atau generasi muda telah kehilangan tokoh
panutan yang berakibat pada hilangnya pegangan hidup bagi diri mereka.

Usia siswa (pasca SD) identik dengan usia remaja Pada usia 13 hingga 19 tahun, kematangan
fisik, kognitif, emosi, sosial dan spiritualitas mereka mudah dipengaruhi oleh lingkungan
sekitarnya.

Percepatan kematangan fisik (sebagian orang menyebutnya matang sebelum waktunya) remaja
saat ini dipengaruhi banyak hal, di antaranya asupan nutrisi yang semakin tidak alami, kandungan
oksigen, tontonan atau tayangan yang "mempercepat pertumbuhan fisik, gaya hidup, pola asuh, dan
lingkungan tempat tinggalnya.

Dalam perkembangan kognitif, remaja kini berani untuk mempertanyakan segala sesuatu yang
berbau dogmatis/larangan. Ini sering menjadi penyebab mereka berani menentang aturan yang ada,
berkonflik dengan orang tua dan guru, serta sering melarikan diri dari kenyataan karena
kebingungan atas nilai-nilai yang dipahaminya Adanya demo oleh siswa hingga tindakan anarkis
melawan otoritas yang lebih tua adalah akibat tidak terselesaikannya proses perkembangan kognitif
secara optimal

Perkembangan emosi remaja yang tidak stabil ditandai dengan berbagai macam kekacauan
perasaan, mulai dari kecemasan. kekecewaan, kegelisahan, perasaan tidak berdaya, dan
ketidakjelasan akan masa depan. Perasaan perasaan tidak nyaman ini terakumulasi dan akan
memuncak menjadi gelembung agresivitas yang berujung pada tindakan yang dapat merugikan diri
sendiri dan orang lain. Latar belakang kenakalan remaja biasanya berasal dari persoalan persoalan
emosi yang tidak terselesaikan secara tuntas.

Lingkungan sosial remaja saat ini adalah lingkungan yang tidak terlalu peduli urusan moral.
Remaja dihadapkan pada kenyataan bahwa lingkunganlah yang menginspirasi mereka untuk
melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral dan agama Lingkungan
sosial remaja saat ini bukan hanya lingkungan yang bersifat nyata seperti, teman sekampung, teman
sekolah, namun lebih dari itu. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan segala
muatannya menciptakan lingkungan baru bagi remaja yakni lingkungan virtual berupa jejaring
sosial. Percepatan lingkungan sosial inilah yang menumbuhkan tindakan-tindakan asusila seperti
trafficking berbasis MLM (Multi Level Marketing) melalui internet.
Penanaman nilai-nilai spiritual di kalangan remaja tidak hanya dilakukan melalui ceramah agama
atau mata pelajaran pendidikan agama karena penetration value juga dilakukan oleh media audio
visual seperti televisi. Media inilah yang dapat mewarnai logika dan sikap hidup mereka, salah
satunya dengan meng-copy paste gaya hidup tokoh idola yang ditontonnya. Sementara itu,
gempuran informasi teknologi audio visual yang berbasis Internet dapat menginspirasi untuk
melakukan tindakan-tindakan tidak bermoral seperti kasus perkosaan atau kecanduan menonton
video porno.

Lingkungan keluarga yang diharapkan dapat menjadi benteng utama bagi ketahanan hidup remaja
ternyata rapuh oleh gerusan dan himpitan ekonomi dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga
Pada akhirnya remaja lebih memilih jalanan sebagai rumah hidupnya daripada rumah sendiri, yang
tidak ramah bagi perkembangan hidupnya. Tidak terpenuhinya kebutuhan keharmonisan dari dalanı
rumah tangga berefek pada pelarian remaja pada kriminalitas atau bentuk tindakan asusila.

Peran sekolah yang diharapkan dapat membangun karakter remaja menjadi tidak berdaya dan
fokus peningkatan mutu pendidikan hanya berputar pada nilai akademik. Tuntutan orang tua agar
anaknya memiliki nilai ujian nasional yang tinggi atau berprestasi di bidang akademik seringkali
mengalahkan pembentukan karakter. Akhirnya kebanyakan sekolah dihadapkan pada dilema, antara
memenuhi tuntutan masyarakat dan tujuan pendidikan nasional. Orang tua lebih bangga anaknya
memiliki nilai bagus walaupun terkadang bukan cerminan kompetensi sebenarnya, dibandingkan
anaknya jujur dan berkepribadian baik

Sekolah mulai terjebak pada pengembangan kompetensi pelajar secara akademik kognitif saja dan
lalai akan pengembangan kegiatan ekstrakurikuler kecakapan hidup, seperti kesenian, olah raga, dan
kepramukaan.

Kegiatan Pramuka dianggap sebagai kegiatan pelengkap dari proses kegiatan belajar di sekolah
Orang tua tidak terlalu menggangap penting kegiatan Pramuka yang dijalani anaknya Guru, orang
tua bahkan siswa sendiri mengasosiasikan Pramuka dengan kegiatan baris berbaris, tali temali, dan
aktivitas fisik lainnya. Sementara manfaat yang terkandung dan nilai filosofis dalam kepramukaan
belum dipahami secara mendalam oleh mereka

Dalam menyikapi perubahan percepatan gaya hidup dan trend perilaku siswa pada usia remaja,
dibutuhkan wadah untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sekaligus menjadi sarana
pengembangan bakat yang lengkap dengan penanaman nilai-nilai moral yang terkandung
didalamnya. Pramuka merupakan wadah yang tepat sebagai solusi kegiatan alternatif yang disukai
siswa.

Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Permendiknas Nomor


23/2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Inpres Nomor 1/2010 tentang Percepatan
Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional menyatakan/menghendaki/ memerintahkan
pengembangan karakter peserta didik melalui. pendidikan di sekolah. Salah satu media pendidikan
karakter di sekolah adalah kegiatan Pramuka. Pramuka adalah sebuah kegiatan organisasi
pembinaan remaja yang tidak hanya ada di Indonesia, melainkan juga di berbagai negara di dunia.
Kata "Pramuka" merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang berarti Rakyat Muda yang
Suka Berkarya. Tujuan Gerakan Pramuka adalah melatih fisik, emosi, sosial, dan spiritual para
pesertanya serta mendorong mereka untuk melakukan kegiatan positif di masyarakat, membentuk
kader bangsa. sekaligus membentuk kader pembangunan yang beriman bertakwa serta berwawasan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek).
Studi Kasus (Case Study)

Kegiatan Smart Parenting telah dilakukan di sekolah-sekolah di Surabaya. Sejak 2006 hingga
2012 lebih dari 90 sekolah dan 12.000 orang tua/wall murid menjadi pesertanya. Smart parenting di
sekolah merupakan program seminar berupa dialog interaktif antara sekolah dan orang tua tentang
kendala yang dihadapi orang tua siswa SD dan harapan akan masa depan anak di sekolah. Berikut
ini beberapa temuan tentang perilaku siswa SD yang tidak dikehendaki oleh orang tua, guru, dan
sekolah.

1. Video porno dalam ponsel siswa kelas II SD


2. Foto dan video porno dalam ponsel siswa kelas IV SD
3. Malas belajar
4. Berani kepada orang tua, cuek pada aturan sekolah
5. Sering bolos
6. Pacaran
7. Main game
8. Tidak memiliki jadwal belajar
9. Tidak disiplin
10. Tidak taat beribadah
11. Tidur terlalu malam.
12. Bicara kasar dan sering mengumpat.

Menurut Anda, bagaimana cara memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi siswa SD tersebut?

Analisis Kasus (Case Analysis)

Pada prinsipnya, tidak ada anak nakal, yang ada anak yang belum tahu caranya berbuat baik.
Kutipan di atas bukan tanpa alasan, mengingat perilaku siswa terbangun dan dipengaruhi faktor dari
dalam diri, seperti rasa ingin tahu, hasrat menghadapi tantangan, ingin menjelajah, dan coba-coba,
serta dari luar diri berupa pengaruh teman sebaya, tontonan/tayangan, dan informasi yang diperoleh.
Perilaku siswa yang tidak sesuai nilai-nilai moral yang dikehendaki dapat dipetakan dengan
mengemukakan alasan mendasar mereka melakukan perbuatan itu.

 Pertama: Perbuatan yang Tidak Diketahui.

Pada kasus video porno dalam ponsel siswa kelas II SD, menurut pengakuan anak bersangkutan dan
orang tuanya, mereka membeli ponsel bekas Dikarenakan ketidakpahaman akan pengoperasian
fitur-fitur yang ada di dalamnya, kejadian itu tidak dapat dihindari

 Kedua: Rasa Ingin Tahu

Rasa ingin tahu anak usia kelas IV SD sangat besar terhadap sesuatu yang menarik perhatian.
ditambah percepatan kematangan biologis sehingga mereka secara sembunyi-sembunyi ingin
mendapatkan/mengoleksi bahkan menyimpan gambar dan video porno. Bisa jadi rasa ingin tahu
menjadi penyebab utama, namun bisa juga karena pengaruh teman sebaya (berbagi film) dan
sebagainya

 Ketiga: Tidak Disengaja

Anak mengumpat bisa jadi merupakan reaksi spontan dari sebuah perlakuan yang tidak
menyenangkan Dengan kata lain, anak secara tidak sengaja mengumpat Umpatan tidak sengaja ini
mungkin saja dia dapatkan dan pergaulan dengan orang orang di sekitarnya anggota keluarga,
teman sekolah, dan teman bermain di rumah. Oleh karena itu, orang tua dan garu tidak boleh
langsung menghakimi anak dengan hukuman tanpa melihat latar belakang anak tersebut
mengumpat. Reaksi berlebihan terhadap umpatan anak hanya akan memperkuat perilakunya atau
lebih parah lagi, umpatan dibalas dengan umpatan.

 Keempat: Sengaja Melanggar

Perbuatan sengaja melanggar oleh siswa biasanya dilatarbelakangi oleh perasaan tidak puas
terhadap orang tua/guru dan bentuk protes atas ketidakpedulian mereka. Di sisi lain, perbuatan
sengaia melanggar merupakan pemberontakan pada sebuah peraturan yang dirasa terlalu
mengekang Padahal, anak usia SD terutama yang sudah mengalami pubertas, memiliki kebutuhan
untuk diakui (self esteem needs).

Penyelesaian Masalah Kreatif (Creative Problem Solving)

Sudah saatnya orang tua dan guru bekerja sama dalam merancang pembentukan karakter anak
didiknya. Menurut Lawrence Kohlberg. orientasi moral anak usia SD (6-12 tahun) bergantung pada
baik buruknya suatu tindakan yang mengandung konsekuensi logis yang diterimanya Secara naluri,
anak usia SD akan berusaha taat terhadap aturan dan tidak ingin dihukum. Untuk mengupayakan
naluri taat kepada aturan dan tidak ingin dihukum, orang tua harus melakukan hal-hal berikut

1. Sejak dini memperkenalkan dan membiasakan aturan atau sistem nilai yang dianut dalam
suatu keluarga.
2. Senantiasa membiasakan ketaatan dan kebaikan dalam perkataan dan perbuatan. Orang tua
memberikan teladan langsung kepada seluruh anggota keluarga.
3. Menciptakan ruang komunikasi yang terbuka bagi seluruh anggota keluarga sehingga
tercipta hubungan yang harmonis, saling percaya, dan terikat secara emosi.
4. Kesediaan untuk saling menegur jika ada tindakan anggota keluarga yang tidak sesuai aturan
yang telah disepakati
5. Membiasakan komunikasi dengan kalimat kalimat yang baik dalam keseharian sebagai
bentuk ungkapan kasih sayang.
6. Penggunaan peralatan TIK dalam keluarga sebaiknya didasarkan pada kebutuhan, bukan
sekadar mengikuti tren atau gengsi.

Guru abad 21 dituntut memiliki kecakapan komunikasi dan da kemampuan memengaruhi untuk
membangkitkan motivasi belajar siswa. Sebagai penguatan (reinforcement), guru dapat memberikan
contoh-contoh kisah sukses diri sendiri, alumni, atau tokoh-tokoh lain. Kisah kegagalan juga perlu
diceritakan dengan mengurai penyebabnya agar siswa bisa belajar dari kegagalan tersebut.
Kejujuran guru dalam menjelaskan kesuksesan dan kegagalan tokoh adalah modal paling dasar bagi
kepercayaan siswa.

Berbagai penyuluhan seperti pencegahan narkoba dan seks bebas diperuntukkan bagi remaja. Ini
artinya remaja memang rentan terhadap perilaku yang membahayakan dirinya dan masyarakat di
sekitarnya. Kenyataan ini tidak boleh kita abaikan. Bagaimana jika mereka itu anak-anak atau siswa
kita?.

Studi Kasus (Case Study)

Miftah Yama Fauzan, 15 tahun, adalah siswa kelas X SMAN 1 Sidoarjo yang menciptakan pistol
elektronik dan ozonizer. Pengetahuan yang diperoleh Miftah tentang ketidakstabilan gas ozon dari
mata pelajaran favoritnya: biologi, fisika, dan kimia, ternyata tidak sia-sia Dia berhasil menciptakan
prototipe pistol bertenaga baterai, yang mampu menembak 2 ribu peluru. Berkat pistol elektronik
ciptaannya ini, Miftah meraih medali emas pada Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia di Jakarta.
Analisis Kasus (Case Analysis)

Anak-anak yang berbakat secara intelektual menurut Balitbangdikbud (1986)

1. Membaca pada usia lebih muda


2. Rasa ingin tahu yang kuat
3. Minat yang luas dan banyak kegemaran
4. Dapat bekerja sendiri
5. Pengamatan tajam
6. Senang mencoba hal hal baru
7. Berpikir kritis
8. Daya imajinasi yang kuat
9. Tidak cepat puas dengan prestasinya
10. Senang memecahkan masalah
11. Daya abstraksi tinggi
12. Kreatif dan orisinal dalam gagasan
13. Ingatan baik
14. Perbendaharaan kata
15. Perilaku terarah pada tujuan

Sifat dan karakter anak berbakat seperti Miftah dan anak berbakat lainnya semestinya menjadi
batu pijakan bagi guru untuk mengakomodasi dan menumbuhkembangkan kreativitas yang dimiliki
siswa. Seorang guru tidak boleh gaptek dan harus menguasai ICT untuk membangun anak bangsa
yang berkarakter dan kreatif.

Guru dan sekolah sudah saatnya memanfaatkan ICT, mulai dari sistem informasi manajemen,
database akuntabilitas, hingga kegiatan belajar mengajar. Di samping itu ICT dapat dikembangkan
menjadi upaya ad peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan yang efisien, efektif, dan
ekonomis. Sistem pembelajaran jarak jauh memungkinkan siswa belajar tidak terikat oleh ruang dan
waktu, seperti pengembangan SMP dan SMA terbuka. Mengingat perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi memberi pengaruh yang amat besar dalam kehidupan manusia, seorang
guru dituntut mendayagunakan ICT dengan berbagai model dan paket pembelajaran untuk
menunjang sistem pendidikan Oleh karena itu, program "Sagusala satu guru satu laptop dari Dinas
Pendidikan Provinsi Jatim patut didukung. Dengan demikian lulusan/output dari sekolah tidak
hanya pintar dan berpengalaman belajar saja. Siswa memiliki kemampuan di bidang ilmu yang
dipelajarinya dan kecakapan ICT, sebagai bekal buat melanjutkan sekolah atau bersaing di dunia
kerja.

Moralitas anak usia SMP bergantung dari perilaku kelompoknya (peer group) dan berharap bisa
menjadi bagian dari kelompoknya. tersebut. Orang tua harus menjadi sahabat anak yang dapat
dijadikan teman bertukar pikiran, sehingga dapat mengetahui sejauh mana perilaku pergaulan
anaknya. Orang tua harus memiliki resep jitu agar anakmya terhindar dari tawuran remaja atau
salah pergaulan.

Saat remaja memasuki bangku SMA, semakin sadarlah dia bahwa a, bahka dia bukan anak kecil
lagi yang bisa bermanja manja kepada orang tua. Katal Mereka ingin dihargai hak pribadinya,
mandiri, dan boleh tertarik laku and kepada lawan jenis. Di sisi lain, tuntutan dan tantangan remaja
dalam proses perkembangan diri mereka semakin berat. Mereka dituntut untuk taat aturan, meraih
prestasi di sekolah, memiliki teman bergaul ensi log yang baik, tidak melakukan tindakan yang
bertentangan dengan norma. Inilah yang membuat remaja makin terjepit dengan berbagai pesan dan
peran yang harus dijalaninya.
Studi Kasus (Case Study)

1. Berikut Survel Frontier mengenai aktivitas Internet usia 13-18 tahun tahun 2011.
Dari seluruh anak yang disurvei
95.4% di antaranya menggunakan Internet untuk jejaring social
74% di antaranya menggunakan Internet untuk mengobrol(chatting)
55% di antaranya menggunakan Internet untuk download/upload
45.8% di antaranya menggunakan Internet untuk game online
25.6% di antaranya menggunakan Internet untuk video/audio streaming.
2. MarkPlus-Fenomena Anak Muda 2012.
 Gaya hidup anak muda saat ini sudah mobile lebih memilih notebook daripada PC.
 12% anak muda sudah pernah belanja online
 Portal berita bagi anak muda adalah detik.com & kompas.com
 Web Browsing dilakukan anak SMA dan mahasiswa
 65% anak muda baca koran
3. "Kami tahu tidak mungkin membatasi anak berinteraksi dengan dunia maya, namun kami
takut dampak negatif dunia maya akan memengaruhi karakternya" (keluhan guru SMA).

Analisis Kasus (Case Analysis)

Dunia maya bukan saja mendatangkan manfaat bagi perkembangan pengetahuan dan sikap
remaja, melainkan juga membawa efek negatif yang merusak masa depannya jika mereka
menggunakan ICT dengan cara yang salah. Gura dan orang tua harus memiliki strategi merangkul
siswa dalam rangka mendampingi mereka menggunakan ICT secara sehat.

Untuk memenangi persaingan memperebutkan pengaruh dunia maya, orang tua perlu jeli
mengamati perilaku mereka, termasuk motif mereka menggunakan dunia maya. Remaja dengan
rasa ingin tahunya yang tinggi sangat terbuka dengan dunia maya termasuk jejaring sosial, orang
tual dan guru perla melibatkan diri dengan mereka melalui jejaring sosial bersangkutan.

Masuklah ke dalam “komunitas” mereka dan aktiflah memulai percakapan yang relevan dengan
dunia mereka, baik secara nyata maupun virtual. Bangunlah kedekatan antara harapan dan
kecemasan yang Anda dengan hasrat dan kegelisahan mereka. Kegelisahan itu merupakan cermin
gejolak hati siswa atas ‘target prestasi” di dunia sekolah dan takut gagal di lingkungan sekitar.

Buatlah diri Anda mudah untuk sukses melalui gadget mereka, baik posel, tablet, maupun
netbook/laptop. Terhubungnya Anda dengan mereka adalah kunci pendampingin ber-ICT secara
sehat. Beri mereka penguatan dan libatkan mereka dengan berbagai kegiatan nyata untuk
mengkomodasi bakat dan minat mereka. Tumbuhkan kepercayaan diri mereka dengan kegiatan
ekstrakurikuler sesuai ragam kecerdasan mereka, untuk membangun rasa percaya diri dan prestasi
masa depan sekaligus memberikan keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata.

Masih banyak guru yang tidak melihat pentingnya memiliki empati kepada siswa dan lebih
sekedar menjalankan tugas hanya sebatas menggugurkan kewajiban. Mereka masih memiliki
superior ego yang menganggap guru sebagai satu-satunya sumber ilmu dengan metode
pembelajaran yang konvensional. Bahkan sebagian mereka beranggapan empati kepada siswa tidak
penting dan tidak berdampak pada efektivitas belajar mengajar Padahal, tanpa memiliki
kemampuan mengerti keadaan siswa (empati), siswa juga kesulitan untuk mengerti dan menghargai
keberadaan gurunya.

Perubahan pola pengajaran dari teaching oriented menjadi berfokus pada kebutuhan belajar siswa
bisa mengubah persepsi tentang arti peran guru bagi siswa, dari sekadar mengajar menjadi interaksi
dalam pembelajaran. Banyak terjadi di lapangan, dengan adanya inovasi pengajaran yang berpihak
kepada kepentingan terbaik siswa (pengajaran yang berempati). Minat dan rasa hormat siswa akan
meningkat pesat dan dapat menciptakan pembelajaran yang efektif karena terpenuhinya kebutuhan
psikologis siswa dalam belajar. Guru tidak bisa memaksakan kehendak untuk mendapat rasa hormat
siswa hanya berbekal status yang diembannya Saat ini rasa hormat orang lain tidak dapat diminta.
Seorang guru yang ingin mendapatkan rasa hormat dari siswanya harus memiliki reputasi kualitas
kepribadian yang memadai b terutama memberikan pengalaman bermakna saat berinteraksi dengan
guru bersangkutan.

Lewat pengajaran berbasis empati, seorang guru dapat menarik perhatian, memotivasi,
menumbuhkan keyakinan, dan menginspirasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Perasaan dimengerti kebutuhannya oleh seorang guru merupakan kepercayaan siswa terhadap guru.
Perasaan kecewa dan tidak dihargai oleh guru adalah alasan siswa untuk enggan mengikuti
pelajaran bahkan tidak menghargai gurunya.

Kekuatan empati berdampak sangat besar bagi motivasi siswa dan dapat dilihat pada perubahan
perilaku, baik di rumah maupun di sekolah. Pada saat dan seusai belajar siswa bisa merasakan dan
melihat besarnya perhatian guru terhadap kepentingan terbaik dirinya Siswa seakan mendapatkan
sugesti, kontak batin, kepercayaan, kesetiaan dan kasih yang tulus atas kebutuhan belajarnya
sehingga mereka lebih bersemangat belajar bersama guru. Melalui empati dan kasih sayang seorang
guru, siswa akan jauh lebih optimis berjuang untuk masa depan lebih baik.

Menurut Pasal 4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2010 tentang Gerakan
Pramuka: Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap Pramuka agar memiliki kepribadian
yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan
membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan
lingkungan hidup.

Mengingat pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik
mengenal dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil.
maka kegiatan kepramukaan bagi guru harus dihayati sebagai ruh pelayanan prima pembangunan
karakter siswa. Pendidik harus berperan sebagai teladan (ing ngarsa sung tuladha, ing madya
mangun karsa, tut wuri handayani). Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.

Nilai-nilai karakter bangsa yang terdapat dalam kegiatan Pramuka (Dasa Dharma adalah sebagai
berikut

 Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa


 Kecintaan pada alam dan sesama manusia
 Kecintaan pada tanah air dan bangsa
 Kedisiplinan, keberanian, dan kesetiaan
 Tolong menolong
 Bertanggung jawab dan dapat dipercaya
 Jernih dalam berpikir, berkata, dan berbuat
 Hemat, cermat, dan bersahaja
 Rajin dan terampil

Gerakan Pramuka tetap relevan dengan perkembangan zaman Walaupun era globalisasi penuh
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, akan tetapi manusia tetap merupakan faktor
penentu yang paling utama. Untuk itulah, Gerakan Pramuka bertujuan membangun manusia yang
memiliki karakter, membangun bangsa yang memiliki watak yang kuat Bukan hanya manusia atau
pemuda cerdas yang menguasai ilmu pengetahuan, akan tetapi juga pemuda yang tangguh
kepribadiannya, yang luhur budi pekertinya, serta generasi muda yang rukun, dan kompak bersatu.
Karena pemuda demikianlah, yang akan sanggup menghadapi tantangan globalisasi, sanggup
menghadapi berbagai persoalan di negeri ini, dan sanggup untuk menatap masa depan dengan lebih
baik.

Pada saat ini harus diakui banyak peristiwa yang terjadi di sekeliling kita yang berpotensi dapat
memerosotkan akhlak generasi muda dan berpotensi terhambatnya pembentukan karakter kaum
muda Dengan perasaaan khawatir dan cemas, kita mengikuti di media massa berbagai berita tentang
kejahatan, korupsi, kekerasan, tawuran dan tindak kriminalitas serta berbagai kejadian yang dapat
mengancam masa depan serta melemahkan modal sosial bangsa yang hidup dalam bingkai Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ditinjau dari sudut pandang kesehatan dan psikologis
kegiatan Pramuka bermanfaat dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan anak Gerakan
Pramuka juga dijadikan alat guna menumbuhkan rasa percaya diri anak Dalam merangsang
pertumbuhan anak, program-program kegiatan pramuka sangat relevan dan disesuaikan dengan
minat bakat anak.

Dalam pramuka anak akan mendapatkan dua hal, yakni belajar berorganisasi dan melakukan
beragam kegiatan, baik di dalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor). Kegiatan ini
bisa merangsang kemampuan afektif, kognitif, dan psikomotorik anak. Dengan demikian,
pertumbuhan otak kanan dan otak kiri anak semakin pesat. Pramuka dapat mengajarkan anak bisa
menyelesaikan masalah Contohnya, pada aktivitas mencari jejak. Otak kanan anak makin
berkembang karena dituntut untuk memiliki ide kreatif agar jejak bisa ditemukan. Kegiatan
pramuka juga sarat akan aktivitas tolong menolong. Ini bermanfaat kemampuan afektif anak.

Kegiatan pramuka membentuk anak-anak menjadi pribadi yang disiplin dalam segala bidang.
Tegaknya disiplin ini dapat diterapkan dalam kegiatan baris-berbaris. Dalam kegiatan ini mental
dan fisik anak benar-benar disiapkan. Dengan bekal mental dan fisik yang kuat mereka mampu
menyaring mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya.

Pada akhirnya, segala usaha Gerakan Pramuka diarahkan untuk mencapai tujuan Gerakan
Pramuka. Tujuan itu berupa pembinaan watak mental, emosional, jasmani, dan bakat, serta
meningkatkan iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ilmu pengetahuan dan teknologi,
keterampilan dan kecakapan melalui berbagai kegiatan kepramukaan, yaitu pertemuan,
perkemahan, bakti masyarakat, pedali masyarakat, kegiatan kemitraan, dan masih banyak lagi
kegiatan berskala lokal, nasional, dan internasional.

Anda mungkin juga menyukai