Anda di halaman 1dari 6

MASALAH REMAJA DAN SOLUSINYA

Sudah cukup lama dirasakan adanya ketidakseimbangan antara


perkembangan intelektual dan emosional remaja di sekolah menegah
(SLTP/ SLTA). Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal
melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan
di sekolah. Mereka telah dibanjiri berbagai informasi, pengertian-
pengertian, serta konsep-konsep pengetahuan melalui media massa (televisi,
video, radio, dan film) yang semuanya tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
para remaja sekarang. Dari segi fisik, para remaja sekarang juga cukup terpelihara dengan baik
sehingga mempunyai ukuran tubuh yang sudah tampak dewasa, tetapi mempuyai emosi yang masih
seperti anak kecil. Terhadap kondisi remaja yang demikian, banyak orang tua yang tidak berdaya
berhadapan dengan masalah membesarkan dan mendewasakan anak-anak di dalam masyarakat yang
berkembang begitu cepat, yang berbeda secara radikal dengan dunia di masa remaja mereka dulu.
Masalah Remaja Di Sekolah Remaja yang masih sekolah di SLTP/ SLTA selalu mendapat banyak
hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku. Berikut ada lima daftar
masalah yang selalu dihadapi para remaja di sekolah.
Perilaku Bermasalah (problem behavior). Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat
dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan orang lain. Dampak
perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat dirinya dalam proses sosialisasinya
dengan remaja lain, dengan guru, dan dengan masyarakat. Perilaku malu dalam dalam mengikuti
berbagai aktvitas yang digelar sekolah misalnya, termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang
menyebabkan seorang remaja mengalami kekurangan pengalaman. Jadi problem behaviour akan
merugikan secara tidak langsung pada seorang remaja di sekolah akibat perilakunya sendiri.
Perilaku menyimpang (behaviour disorder). Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku
yang kacau yang menyebabkan seorang remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya tidak
terkontrol (uncontrol). Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami behaviour disorder.
Seorang remaja mengalami hal ini jika ia tidak tenang, unhappiness dan menyebabkan hilangnya
konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan mengakibatkan munculnya tindakan tidak
terkontrol yang mengarah pada tindakan kejahatan. Penyebab behaviour disorder lebih banyak karena
persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
Penyesuaian diri yang salah (behaviour maladjustment). Perilaku yang tidak sesuai yang dilakukan
remaja biasanya didorong oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa
mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku menyontek, bolos, dan melangar peraturan sekolah
merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada remaja di sekolah menegah (SLTP/SLTA).
Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder). Kecenderungan pada sebagian
remaja adalah tidak mampu membedakan antara perilaku benar dan salah. Wujud dari conduct
disorder adalah munculnya cara pikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan
yang berlaku di sekolah. Penyebabnya, karena sejak kecil orangtua tidak bisa membedakan perilaku
yang benar dan salah pada anak. Wajarnya, orang tua harus mampu memberikan hukuman
(punisment) pada anak saat ia memunculkan perilaku yang salah dan memberikan pujian atau hadiah
(reward) saat anak memunculkan perilaku yang baik atau benar. Seorang remaja di sekolah
dikategorikan dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perikau anti sosial baik secara verbal
maupun secara non verbal seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan mempermainkan
temannya . Selain itu, conduct disordser juga dikategorikan pada remaja yang berperilaku
oppositional deviant disorder yaitu perilaku oposisi yang ditunjukkan remaja yang menjurus ke unsur
permusuhan yang akan merugikan orang lain.
Attention Deficit Hyperactivity disorder, yaitu anak yang mengalami defisiensi dalam perhatian dan
tidak dapat menerima impul-impuls sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi
hyperactif. Remaja di sekolah yang hyperactif biasanya mengalami kesulitan dalam memusatkan
perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya atau tidak dapat
berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak berbicara, remaja yang hyperactif tersebut tidak
memperhatikan lawan bicaranya. Selain itu, anak hyperactif sangat mudah terpengaruh oleh stimulus
yang datang dari luar serta mengalami kesulitan dalam bermain bersama dengan temannya.
Peranan Lembaga Pendidikan Untuk tidak segera mengadili dan menuduh remaja sebagai sumber
segala masalah dalam kehidupan di masyarakat, barangkali baik kalau setiap lembaga pendidikan
(keluarga, sekolah, dan masyarakat) mencoba merefleksikan peranan masing-masing.
Pertama, lembaga keluarga adalah lembaga pendidikan yang utama dan pertama.
Kehidupan kelurga yang kering, terpecah-pecah (broken home), dan tidak harmonis akan
menyebebkan anak tidak kerasan tinggal di rumah. Anak tidak mersa aman dan tidak mengalami
perkembangan emosional yang seimbang. Akibatnya, anak mencari bentuk ketentraman di luar
keluarga, misalnya gabung dalam group gang, kelompok preman dan lain-lain. Banyak keluarga yang
tak mau tahu dengan perkembangan anak-anaknya dan menyerahkan seluruh proses pendidikan anak
kepada sekolah. Kiranya keliru jika ada pendapat yang mengatakan bahwa tercukupnya kebutuhan-
kebutuhan materiil menjadi jaminan berlangsungnya perkembangan kepribadian yang optimal bagi
para remaja.
Kedua, bagaimana pembinaan moral dalam lembaga keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Kontras tajam antara ajaran dan teladan nyata dari orang tua, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh
panutan di masyarakat akan memberikan pengaruh yang besar kepada sikap, perilaku, dan moralitas
para remaja. Kurang adanya pembinaan moral yang nyata dan pudarnya keteladanan para orangtua
ataupun pendidik di sekolah menjadi faktor kunci dalam proses perkembangan kepribadian remaja.
Secara psikologis, kehidupan remaja adalah kehidupan mencari idola. Mereka mendambakan sosok
orang yang dapat dijadikan panutan. Segi pembinaan moral menjadi terlupakan pada saat orang tua
ataupun pendidik hanya memperhatikan segi intelektual. Pendidikan disekolah terkadang terjerumus
pada formalitas pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajaran, sehingga melupakan segi
pembinaan kepribadian penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap.
Ketiga, bagaimana kehidupan sosial ekonomi keluarga dan masyarakat apakah mendukung
optimalisasi perkembangan remaja atau tidak.
Saat ini, banyak anak-anak di kota-kota besar seperti Jakarta sudah merasakan kemewahan yang
berlebihan. Segala keinginannya dapat dipenuhi oleh orangtuanya. Kondisi semacam ini sering
melupakan unsur-unsur yang berkaitan dengan kedewasaan anak. Pemenuhan kebutuhan materiil
selalu tidak disesuaikan dengan kondisi dan usia perkembangan anak. Akibatnya, anak cenderung
menjadi sok malas, sombong, dan suka meremehkan orang lain.
Keempat, bagaimana lembaga pendidikan di sekolah dalam memberikan bobot yang proposional
antara perkembangan kognisi, afeksi, dan psikomotor anak.
Akhir-akhir ini banyak dirasakan beban tuntutan sekolah yang terlampau berat kepada para peserta
didik. Siswa tidak hanya belajar di sekolah, tetapi juga dipaksa oleh orangtua untuk mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan mengikuti les tambahan di luar sekolah. Faktor kelelahan,
kemampuan fisik dan kemampuan inteligensi yang terbatas pada seorang anak sering tidak
diperhitungkan oleh orangtua. Akibatnya, anak-anak menjadi kecapaian dan over acting, dan
mengalami pelampiasan kegembiraan yang berlebihan pada saat mereka selesai menghadapi suasana
yang menegangkan dan menekan dalam kehidupan di sekolah.
Kelima, bagaimana pengaruh tayangan media massa baik media cetak maupun elektronik yang
acapkali menonjolkan unsur kekerasan dan diwarnai oleh berbagai kebrutalan.
Pengaruh-pengaruh tersebut maka munculah kelompok-kelompok remaja, gang-gang yang
berpakaian serem dan bertingkah laku menakutkan yang hampir pasti membuat masyarakat prihatin
dan ngeri terhadap tindakan-tindakan mereka. Para remaja tidak dipersatukan oleh suatu identitas
yang ideal. Mereka hanya himpunan anak-anak remaja atau pemuda-pemudi, yang malahan
memperjuangkan sesuatu yang tidak berharga (hura-hura), kelompok yang hanya mengisi
kekosongan emosional tanpa tujuan jelas.
Apa Jalan Keluar Kita?
Siswa-siswi SLTP/SLTA adalah siswa-siswi yang berada dalam golongan usia remaja, usia mencari
identitas dan eksistensi diri dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses pencarian identitas itu,
peran aktif dari ketiga lembaga pendidikan akan banyak membantu melancarkan pencapaian
kepribadian yang dewasa bagi para remaja. Ada beberapa hal kunci yang bisa dilakukan oleh
lembaga-lembaga pendidikan.
Pertama, memberikan kesempatan untuk mengadakan dialog untuk menyiapkan jalan bagi tindakan
bersama.
Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja pada
umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam hati sanubari para remaja
tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang tua. Tetapi
sering kerinduan itu menjadi macet bila melihat realitas mereka dalam keluarga, di sekolah ataupun
dalam lingkungan masyarakat yang tidak memungkinkan karena antara lain begitu otoriter dan begitu
bersikap monologis. Menyadari kekurangan ini, lembaga-lembaga pendidikan perlu membuka
kesempatan untuk mengadakan dialog dengan para remaja, kaum muda dan anak-anak, entah dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Kedua, menjalin pergaulan yang tulus.
Dewasa ini jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak-anak mereka sudah jauh
berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu sikap memanjakan anak secara
berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani mengatakan tidak terhadap anak-anak mereka supaya
tidak dicap sebagai orangtua yang tidak mempercayai anak-anaknya, untuk tidak dianggap sebagai
orangtua kolot, konservatif dan ketinggalan jaman.
Ketiga, memberikan pendampingan, perhatian dan cinta sejati.
Ada begitu banyak orangtua yang mengira bahwa mereka telah mencintai anak-anaknya. Sayang
sekali bahwa egoisme mereka sendiri menghalang-halangi kemampuan mereka untuk mencintaianak
secara sempurna. "Saya telah memberikan segala-galanya", itulah keluhan seorang ibu yang merasa
kecewa karena anak-anaknya yang ugal-ugalan di sekolah dan di masyarakat. Anak saya anak yang
tidak tahu berterima kasih, katanya.
Yang perlu dipahami bahwa setiap individu memerlukan rasa aman dan merasakan dirinya dicintai.
Sejak lahir satu kebutuhan pokok yang yang pertama-tama dirasakan manusia adalah kebutuhan akan
"kasih sayang" yang dalam masa perkembangan selanjutnya di usia remaja, kasih sayang, rasa aman,
dan perasaan dicintai sangat dibutuhkan oleh para remaja. Dengan usaha-usaha dan perlakuan-
perlakuan yang memberikan perhatian, cinta yang tulus, dan sikap mau berdialog, maka para remaja
akan mendapatkan rasa aman, serta memiliki keberanian untuk terbuka dalam mengungkapkan
pendapatnya.
Lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun lingkungan
masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan mengalami perkembangan
kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan tekanan-tekanan batin yang
mencekam. Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan benar-benar merupakan proses untuk
menemukan identitas diri mereka sendiri yang sebenarnya.
Sixtus Tanje : Konselor di SLTP St. Kristoforus II Alamat: Taman Palem Lestari, Blok A No. 18,
Cengkareng, Jakarta Barat.
MEMAHAMI DIRI Materi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan Who am I (siapakah saya)?
Untuk menjawab pertanyaan ini maka sangat dibutuhkan adanya refleksi yang mendalam,
kontemplasi diri yang total, dan definisi yang obyektif. Saya hanyalah pesiarah yang mencari
kesempurnaan hidup Kesiarahan saya masih sangat jauh. Relung-relung idealisme dan lentingan-
lentingan kenyataan, masih terus menghantui perjalanan hidup saya. entah kapan kehausan akan
kesempurnaan itu saya nikmati. Bisingnya dunia dan garangnya bumi, meliluhlantahkan kehausan
tersebut. Ternyata saya terus menikmatinya, walau aku selalu bertanya" apa yang harus saya cari"
Mungkin pesiarahan itu akan berakhir pada saat saya mendesah. Entahlah, lalu, siapakah manusia it?
Siapakan saya? siapakah engkau? Aku adalah diriku sendiri Aku hidup dan bernafas Aku berpikir
dan merasa Aku mencinta dan merasa takut Aku berharap dan benilai Aku bertumbuh dan berubah
Aku lama kelamaan menjadi A K U. Diri kita adalah samudra penuh rahasia Yang manti untuk
dijelajahi Kita adalah makhluk hidup yang unik Yang merenungkan asal-usul kita Dan berikhtiar
merencanakan masa depan . dst
Setiap remaja harus mempersiapkan diri sebagai khalifah Allah. Mereka harus mempunyai tujuan dan
kesungguhan sebagai insan yang taat dan kreatif. Tujuan hidup yang tidak bercanggah dengan
kehendak Islam hendaklah disemai ke dalam diri seorang remaja jika mereka mahu berjaya dan maju
sebagai generasi yang cemerlang dan diberkati.
 
Pengendalian Diri
    Remaja memerlukan pengendalian diri kerana remaja belum mempunyai pengalaman yang memadai
dalam perkara ini. Masa remaja banyak menyentuh perasaan seorang remaja sehingga menimbulkan
jiwa yang sensitif dan peka terhadap diri dan lingkungannya. Perkembangan ini ditandai dengan
cepatnya pertumbuhan fizikal dan seksual. Akibat dari pertumbuhan fizikal dan seksual yang  cepat itu
maka timbullah kegoncangan dan kebingungan dalam diri remaja, khususnya dalam memahami
hubungan lain jenis.
    Dari keadaan yang dihadapi remaja ini akan menimbulkan dua masalah. Pertama dorongan seksual
kerana ingin membuktikan bahawa diri telah dewasa sehingga berakhlak yang kurang sopan di tengah
masyarakat, sehingga orang ramai menilai bahawa remaja hanya menimbulkan masalah. Padahal ketika
itu remaja sedang meraba-raba dalam mencari jatidirinya.Kedua, mungkin juga remaja hilang kendali
dalam dirinya sehingga lebih cenderung mengikuti nafsunya itu, ataupun remaja lebih suka menyendiri
dan menutup diri.
    Remaja yang merasakan bahawa fizikalnya sudah seperti orang dewasa sehingga ia merasa pula
harus bersikap seperti orang dewasa untuk menutup keadaan dirinya yang sebenar harus memahami
bahawa anggapannya itu hanya sekadar imitasi atau peniruan. Untuk itu remaja harus pandai
mengendalikan diri dalam menghadapi dunia yang penuh dengan pancaroba dan gejolak ini. Hindarilah
dari hanya mengikut kehendak hati, tapi gunakanlah fikiran agar setiap keputusan yang diambil benar-
benar mengikuti citarasa ibu bapa, masyarakat dan agama.
 
Rasa Kebebasan Remaja
    Pada usia remaja sangat memerlukan kebebasan emosional dan material. Kematangan dalam bidang
fizikal atau tubuh mendorong remaja untuk berdikari dan bebas dalam mengambil keputusan untuk
dirinya sehingga remaja terlepas dari emosi ibu bapa dan keluarga. Ramai ibu bapa tidak memahami
keinginan yang tersimpan di dalam jiwa remaja, sehingga membatasi sikap, keperibadian dan tindakan-
tindakan mereka, dengan alasan merasa belas kasihan dan lain-lain. Dengan cara ibu bapa sedemikian
remaja merasa dirinya tidak dipercayai oleh orang tuanya, akibatnya remaja yang tidak memahami
akan hakikat dirinya sendiri akan memberontak dan melawan kepada kedua ibu bapa.
    Remaja yang beriman akan mengerti bahawa rasa kebebasan yang timbul dari dalam dirinya itu
bukan selamanya harus dituruti, tetapi harus diatasi dengan cara yang bijaksana. Memang betul dalam
satu aspek remaja memerlukan kebebasan untuk menentukan keputusannya, namun dari aspek lain
remaja masih memerlukan orang tua untuk membimbing dan memberi tunjuk ajar kepadanya. Jadi
berfikirlah secara positif agar tuntutan dalam diri itu tidak mengalahkan tuntutan dan kehendak mulia
orang tua terhadap diri anaknya. Jika ini dapat diatur secara efektif maka tidak akan timbul konflik
kejiwaan dalam diri seorang remaja.
 
Rasa Kekeluargaan Remaja
    Sebetulnya keperluan remaja terhadap kebebasan diri sendiri dan ingin berdikari itu bertentangan
dengan keperluannya untuk bergantung terhadap ibu bapanya. Gejolak jiwa tersebut membuat remaja
merasa tidak aman, kerana dari satu aspek ia sangat memerlukan keluarganya, namun dari segi yang
lain dia ingin berdakari. Pengalaman kejiwaan semacam ini menyebabkan remaja menjadi bingung dan
tidak menentu. Bagi remaja yang mengerti peristiwa yang sedang menimpa jiwanya dia akan berhati-
hati dalam mengmbil sebarang tindakan, sehingga ia akan menjadi remaja yang tidak tertekan perasaan.
    Rasa kekeluargaan dalam diri remaja ini bukan saja terjadi dalam lingkungan ibu bapa dan sanak
saudara, tetapi juga pada kelompok teman seperjuangan, organisasi, sukan dan lain-lain. Jika perasaan
ini disemai dengan baik, maka remaja tidak akan mengalami stres dan tekanan perasaan dan
menjadikan kecenderungan jiwanya itu ke arah yang positif.
 
Kehidupan Sosial Remaja
    Remaja sangat memerlukan agar kehadirannya diterima oleh orang-orang yang ada dalam
lingkungannya, di rumah, di sekolah ataupun dalam masyarakat di mana ia tinggal. Rasa diterima
kehadirannya oleh semua pihak ini menyebabkan remaja merasa aman, kerana ia merasa bahawa ada
dukungan dan perhatian terhadap dirinya. Perkara ini merupakan motivasi yang baik bagi diri remaja
untuk lebih berjaya dalam menghadapi kehidupannya.
    Penerimaan masyarakat terhadap diri seseorang berperanan dalam mewujudkan kematangan emosi.
Pada umumnya remaja sangat peka terhadap pujian dan cacian disekitarnya sehingga menyebabkan
remaja mudah tersinggung. Jika ini terjadi remaja hendaklah memahami bahawa tidak semua manusia
itu dalam keadaan serba baik, kemungkinan kesilapan yang dilalakukan oleh masyarakat sekitar itu
dapat mendorong kita lebih matang dalam menghadapi masalah. Remaja juga harus menyedari,
kemungkinan juga cacian dan celaan itu timbul kerana kesalahan dari pihak remaja sendiri. Bagi
remaja yang beriman akan menghadapi suasana sosial semacam ini dengan lebih tenang dan sabar,
sehingga ia akan menjadi remaja yang berhasil dan cemerlang.
 
Penyesuaian Diri Remaja
    Penyesuaian diri terhadap orang lain dan lingkungan sangat diperlukan oleh setiap orang, terutama
dalam usia remaja. Kerana pada usia ini remaja banyak mengalami kegoncangan dan perubahan dalam
dirinya. Apabila seseorang tidak berhasil menyesuaikan diri pada masa kanak-kanaknya, maka ia dapat
mengejarnya atau memperbaikinya pada usia remaja. Akan tetapi apabila tidak dapat menyesuaikan
diri pada usia remaja, maka kesempatan untuk memperbaikinya mungkin akan hilang untuk selama-
lamanya, kecuali boleh didapati melalui pengaruh pendidikan dan latihan-latihan.
    Remaja yang mampu menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungannya mempunyai ciri-ciri
antara lain; suka bekerjasama dengan orang lain, simpati, mudah akrab, disiplin dan lain-lain.
Sebaliknya bagi remaja yang tidak mampu menyesuaikan dirinya dengan orang lain atau
lingkungannya mempunyai ciri-ciri; suka menonjolkan diri, menipu, suka bermusuhan, egoistik,
merendahkan orang lain, buruk sangka dan sebagainya. Jika kebetulan remaja belum mampu
menyesuaikan diri dengan cara yang lebih baik, maka berusahalah ke arah pembinaan akhlak yang
mulia, maka insya Allah suatu saat nanti kita akan mampu. Seorang remaja jangan lekas putus asa dan
patah hati dalam menghadapi kehidupan ini jika ingin lebih sukses dan cemerlang di masa akan datang.
 
Keyakinan Agama dan Nilai Murni Remaja
    Keinginan remaja terhadap sesuatu kadang kala tidak dapat dipenuhi kerana dihalangi oleh ketentuan
agama dan adat kebiasaan di tengah masyarakat. Pertentangan itu semakin ketara jika remaja
menginginkan sesuatu hanya menurut selera dan kehendaknya saja. Mereka berpakaian yang tidak
senonoh, menonton video lucah dan berperangai tidak manis di pandang mata, padahal semua
perbuatan ini berlawanan dengan ketentuan agama dan nilai-nilai murni. Bagi remaja yang padai
menempatkan dirinya pada posisi yang betul maka dia akan menghindari segala keinginan yang tercela
dari kehidupannya.
    Pertentangan antara keinginan remaja dengan ketentuan agama ini menyebabkan jiwa remaja
memberontak dan berusaha menepis kenyataan itu dengan menurutkan kata hatinya.Remaja yang
berhemah tinggi dan berakhlak mulia serta mempunyai lingkungan keluarga yang menjalankan
perintah agama, maka perkara ini dengan mudah mereka hadapi. Namun bagi remaja yang telah
terlanjur melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan perintah agama hendaklah berusaha
memperbaiki diri agar tidak sentiasa terlena dengan sesuatu pengaruh dan kenikmatan yang bersifat
semantara itu.
    Demikianlah di antara pengaruh atau gejolak jiwa yang terjadi dalam diri seorang remaja. Semuanya
memerlukan perhatian remaja dalam memahami dirinya sendiri, serta perhatian ibu bapa agar ada
saling pengertian dalam menghadapi dan memahami seorang insan yang berstatus REMAJA. Semoga
informasi tentang remaja ini berguna dalam menjana para remaja dan pelajar dalam menghadapi abad
yang penuh dengan cabaran dan godaan ini.  

Apakah maksud Teori kematangan Gesell ?

2. Teori kematangan Gesell

• Perkembangan berlaku secara dalaman.


• Ciri-ciri tertentu seseorang akan muncul bila tiba peringkat kematangan yang bersesuaian.
• Kematangan fizikal merupakan faktor utama untuk mennetukan proses pembelajaran.
• Apabila kesediaan (kekuatan otot, tulang, mental dan fizikal, emosi, dsbnya) tidak mencapai
kematangan yang sesuai, peluang-peluang yang diberikan kepada pelajar untuk belajar sesuatu
kemahiran tidak akan mencapai hasil yang positif.
• Kesediaan pelajar menentukan kejayaan pembelajaran pelajar.
• Lima tahun pertama merupakan tapak perkembangan tingkah laku dan aspek-aspek lain yang
membawa kepada perkembangan seterusnya.

Lahir-5 tahun: Masa perkembangan yang lancar


5-6 tahun: Masa transisi, keperluan sekolah, rakan sebaya dan pengubahsuaian kepada peraturan.
7-10 tahun: Masa penyatuan dan penyesuaian kepada alam persekolahan
11-14 tahun: Masa trasisi; konflik berhubung dengan baligh dan keremajaan.
15-16 tahun: Masa penyetuan; persediaan untuk menghadapi alam dewasa.

Salah laku remaja boleh ditangani, tetapi perlu mengambil kira lapan aspek berikut:
· Keluarga
Keluarga adalah tempat pertama dan paling utama bagi anak dalam mendapatkan pendidikan.
Kepuasan hubungan kekeluargaan anak dalam keluarga akan menentukan bagaimana dia akan
bertindak balas terhadap lingkungan. Anak yang dibesarkan dalam keluarga tidak harmonis, sukar
mengembangkan ketrampilan sosialnya. Ini dapat dilihat daripada kurang saling pengertian serta
kurang mampu menyesuaikan diri dengan kehendak ibu bapa dan adik-beradik, kurang berkomunikasi
secara sihat, kurang mengurus diri, kurang memberi dan menerima sesama adik-beradik serta dalam
mengadakan kerjasama dan hubungan baik.
Sangat penting bagi ibu bapa menjaga hubungan sesama ahli keluarga agar selalu harmonis.
Keharmonian tidak semestinya dikaitkan dengan keutuhan hubungan ibu bapa kerana dalam banyak
kes, ibu bapa tunggal terbukti dapat berfungsi lebih baik dalam membantu perkembangan psikososial
anak.
· Lingkungan atau kelompok
Anak harus diperkenalkan dengan lingkungan mereka sejak kecil. Ia merangkumi lingkungan fizikal
(rumah dan perkarangan), sosial (tetangga), keluarga (keluarga primer dan sekunder), sekolah dan
akhirnya masyarakat. Dengan pengenalan itu, anak mengetahui bahawa dia memiliki lingkungan sosial
yang luas, tidak hanya ibu bapa tua, adik-beradik atau datuk dan nenek.
· Keperibadian
Penampilan lazimnya sering dikaitkan dengan manifestasi daripada keperibadian seseorang. Namun,
dalam keadaan tertentu, apa yang lahiriah tidak selalu menggambarkan keperibadian sebenarnya.
Dalam hal ini, penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan semata-
mata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik, sering disisihkan. Di sini, penting bagi
ibu bapa menanam dalam diri anak-anak mereka keutamaan menghargai bakat dan keunikan orang
lain, tanpa menilai rupa diri, penampilan lahiriah dan keturunan.
· Rekreasi
Rekreasi adalah satu keperluan. Dengan rekreasi seseorang akan mendapat kesegaran fizikal atau
spiritual, sehingga terlepas daripada rasa bosan untuk mendapat semangat baru.
· Pergaulan dengan rakan bukan sejenis
Bagi membolehkan anak berjaya menjalankan peranan sebagai ibu bapa selepas mereka dewasa, adalah
penting sejak kecil mereka tidak dibatasi pergaulannya hanya dengan teman sejenis. Pergaulan dengan
rakan bukan sejenis memudahkan mereka mengenalpasti tingkah laku serta peranan seks dalam
persiapan berkeluarga. Namun, dalam bergaul dengan rakan bukan sejenis, mereka perlu diberi garis
panduan agama dan sentiasa dipantau.
· Pendidikan
Pada dasarnya sekolah adalah institusi mengajar pelbagai ketrampilan kepada anak. Antaranya
ketrampilan sosial yang dikaitkan dengan cara belajar cekap dan pelbagai teknik belajar yang sesuai
dengan jenis pelajarannya. Dalam hal ini, peranan ibu bapa dalam menjaga agar ketrampilan itu tetap
dimiliki anak dan dikembangkan terus-menerus sesuai tahap perkembangannya.
· Rakan sebaya
Ketika remaja, peranan dan pengaruh kelompok rakan sebaya bagi seseorang individu begitu besar.
Lazimnya, remaja lebih kerap mementingkan urusan kelompok rakan sebaya berbanding urusan
keluarganya.Ini adalah sesuatu yang normal selagi kegiatan itu bertujuan positif dan tidak merugikan
orang lain.
Dalam hal ini orang tua perlu memberikan sokongan tetapi pada masa yang sama mereka perlu
mengadakan pengawasan agar remaja dapat memiliki pergaulan yang luas dan bermanfaat bagi
perkembangan psikososial.
· Kerjaya
Cepat atau lambat, setiap orang pasti akan menghadapi dunia kerjaya. Ketrampilan sosial untuk
memilih lapangan kerja sebenarnya mesti disiapkan sejak anak masuk sekolah rendah. Melalui pelbagai
pelajaran, mereka perlu mengenal pelbagai lapangan pekerjaan. Selepas masuk sekolah menengah,
mereka perlu mendaapt bimbingan kerjaya untuk menentukan kerjaya masa depan.
Untuk membantu pertumbuhan kemampuan penyesuaian diri, anak sejak awak lagi perlu dibimbing
untuk memahami dirinya sendiri. Begitu juga kesedaran kendiri (kelebihan dan kekurangannya) agar
dia mampu mengendalikan dirinya hingga dapat
beraksi secara wajar dan normal.
Untuk memudahkan mereka menyesuaikan diri dengan kelompok, tugas ibu bapa dan pendidik adalah
membiasakan diri untuk menerima dirinya, menerima orang lain, tahu dan mahu mengakui
kesalahannya.
Dengan cara ini, remaja tidak akan terkejut menerima kritikan atau maklum balas, mudah bercampur
dalam kelompok dan memiliki kesedaran kendiri yang tinggi sehingga mudah diterima oleh orang lain.

Selain itu, anak harus dibimbing sejak kecil supaya dapat membantu menentukan keutamaan tugas
yang harus segera diatasi, bukan menunda atau megalihkan perhatian pada tugas lain. Ini penting agar
mereka dapat memilih yang mana penting atau kurang penting melalui pendidikan agama secara
berdisiplin, tata tertib dan etika.

Anda mungkin juga menyukai