Anda di halaman 1dari 4

Lembaga Pemasyaratan Anak merupakan salah satu lembaga negara yang bernaung di bawah

Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam). Lembaga ini menampung berbagai anak
yang bermasalah, yang sebelumnya telah diproses melalui pihak yang berwajib atau pihak
kepolisian dan dinyatakan bersalah dalam suatu sidang. Karena mereka belum cukup umur untuk
masuk ke Lembaga Pemasyarakatan tingkat umum / dewasa, maka mereka masuk ke dalam
Lembaga Pemasyarakatan Anak untuk menjalani hukuman. Salah satu dari Lembaga
Pemasyarakatan Anak di Indonesia terletak di kota Blitar. Lembaga Pemasyarakatan Anak atau
yang seringkali disingkat dengan Lapas Anak Blitar ini mencakup seluruh kawasan propinsi
Jawa Timur. Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar berjumlah 122 tahanan pria dan 1
tahanan wanita. Dari data yang diperoleh mereka masuk menjadi penghuni Lapas Anak Blitar ini
karena tindakan kriminal seperti pencurian baik kecil maupun besar, perkelahian (tawuran),
pemerkosaan dan tindakan kriminal lainnya. Mereka melakukan tindakan tersebut karena
berdasarkan faktor individu mereka sendiri, misalnya bila kita telaah lebih lanjut termasuk dari
faktor kepribadian, tingkat pendidikan juga faktor emosi yang dimiliki dari tiap-tiap individu;
faktor ekonomi yang dilihat dari strata ekonomi maupun faktor lingkungan sosial, yang di
dalamnya terdapat unsur penerapan dari pola asuh keluarga. Pola asuh keluarga sebagai
lingkungan pertama sangat berpengaruh dalam menentukan perilaku agresi bagi remaja.
Berdasarkan interview dengan petugas Lapas Anak Blitar, pola asuh yang dimiliki adalah pola
asuh permisif dan otoriter. Pola asuh tersebut merupakan salah satu penyebab dari perilaku agresi
penghuni Lapas Anak Blitar. Selain itu pola asuh juga dapat menentukan tingkat kematangan
emosi bagi remaja. Karena pengaruh penerapan pola asuh yang berupa kemampuan dalam
mengelola emosi atau pengendalian diri terhadap agresi merupakan salah satu bagian dari
kematangan emosi.
Hal tersebut didukung oleh penelitian tentang hubungan antara kestabilan emosi dengan
agresivitas di Lembaga Pemasyarakatan yang dilakukan Trisnaningtyas (2004:40), yang
menunjukkan bahwa kestabilan emosi tampak saat individu dihadapkan pada suatu
permasalahan. Individu yang stabil emosinya akan mempunyai muatan emosional yang rendah,
mampu menanggulangi permasalahan yang dihadapi dan tidak mengalami kesulitan emosional
berlebih dalam merespon peristiwa riil dan berimajinasi, sehingga dengan kestabilan emosi,
individu tidak mengalami kesulitan, terhambat atau gagal dalam menyesuaikan diri terhadap
lingkungan. Sedangkan pada individu yang tidak stabil emosinya dalam menghadapi
permasalahan kehidupan sehari-hari cenderung tidak dapat memfokuskan diri, melakukan
penghindaran, memperlihatkan rasa kurang simpatik, mengalami kesulitan emosional akibat
banyak menghadapi situasi yang menekannya, bereaksi lebih negatif dan cenderung berperilaku
agresif.

Pola asuh otoriter dapat membentuk individu yang memiliki kematangan emosi yang rendah
karena individu yang bersangkutan cenderung cuek dan terpaksa mematuhi peraturan dari orang
tuanya. Selain itu sifat keras dalam keluarga cenderung membentuk perilaku yang agresif.

Ψ Variabel Bebas : Pola Asuh Orang Tua (X1)


Kematangan Emosi (X2)
Ψ Variabel Terikat : Perilaku Agresi (Y)
b. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswa SMK Islam 1 Blitar pada fase remaja awal.
c. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMK Islam 1 Blitar jalan Musi no. 2B Kotamadya
Blitar.

Masa remaja adalah suatu periode yang sering dikatakan sebagai periode “badai dan tekanan”
yaitu sebagai suatu masa dimana terjadi ketegangan emosi yang tinggi yang diakibatkan adanya
perubahan fisik dan kelenjar (Hurlock, 1980: 212).

Pengendalian agresi ini dapat dilakukan bilamana remaja dapat mencapai tingkat kematangan
emosinya. Sehingga perilaku agresi tidak menutup kemungkinan bisa terjadi pada diri individu
remaja bilamana belum baik tingkat kematangan emosi dari tiap individu remaja tersebut.
Seseorang yang mempunyai kematangan emosi tinggi akan mampu mengontrol emosinya,
introspeksi terhadap segala kelakuannya, serta mampu untuk merencanakan dan mengarahkan
setiap perilakunya termasuk perilaku agresi. Kematangan emosi yang dimiliki pada setiap
individu berbeda-beda tergantung pada bagaimana penerimaan lingkungan terhadap individu.
Keluarga menjadi lingkungan pertama bagi tiap individu. Apabila dalam suatu keluarga
hubungan antara anak dengan orang tua terjalin harmonis, maka dapat berkembang baik
kematangan emosi sesuai dengan perkembangannya dan perilaku agresi dapat dikontrol oleh
orang tuanya. Namun, dalam kehidupannya bilamana seorang remaja, merasa dibebaskan oleh
orang tuanya untuk melakukan perilaku apapun yang dia mau, di saat mereka dilarang oleh orang
tua, maka akan timbul perilaku agresi sebagai bentuk perlawanan mereka. Demikian juga pada
remaja yang mengalami pola asuh yang otoriter, orang tua menerapkan disiplin keras pada
anaknya, sehingga mengalami hambatan dalam mencapai keinginannya, mengalami konflik dan
muncul perilaku agresi untuk dalam penyelesaian masalahnya. Selain perilaku agresi muncul
sebagai akibat dari modelling perilaku orang tua mereka.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan dan reaksi
psikologis dan fisiologis (seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan, kebranian) yang
bersifat subjektif (1989 : 228). Emosi merupakan penyesuaian organis yang timbul secara
otomatis pada manusia dalam menghadapi situasi-situasi tertentu (Sarwono, 2005).
Menurut Albin (2005:119) emosi, seperti rasa cemas, sayang, sedih, marah, cinta yang
dialami individu dalam batinnya, biasanya merupakan tanggapan terhadap kejadian-kejadian
dalam hidupnya. Emosi ini dapat merangsang pikiran baru, khayalan dan tingkah laku.
Goleman (1999:7) mendefinisikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak,
rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara berangsur-angsur oleh
evolusi.”
Menurut Walgito (1986:133) emosi adalah keadaan perasaan yang telah begitu melampaui
batas sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu. Chaplin
(1989) mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan terangsang dari organisme, mencakup
perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dan perubahan perilaku.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah mengunakan sampel random, yaitu
penulis memberi hak yang sama kepada setiap subjek populasi untuk dipilih menjadi sampel.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini yaitu 50% dari jmlah penghuni Lapas sekitar 130
orang. Menurut Arikunto apabila populasi kurang dari 100, maka lebih baik sampel diambil
semuanya.
Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas konstruk, yang dilakukan melalui
analisis butir teknik konsistensi internal. Validitas internal dapat dicapai apabila terdapat
kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen secara keseluruhan.

Langkah-langkah pengumpulan data adalah sebagai berikut :


1. Mengurus ijin kepada SMK Islam 1 Blitar untuk melakukan penelitian skripsi dengan
mengajukan surat pengantar dari universitas.
2. Meminta ijin untuk melakukan uji coba instrumen kemudian menyebarkan insrumen kepada
subjek uji coba.
3. Pengumpulan kembali instrumen uji coba.
4. Menyebarkan insrumen penelitian kepada subjek penelitian.
5. Pengumpulan kembali instrumen penelitian.

Teknik analisa data dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara pola
asuh, kematangan emosi terhadap perilaku agresi.

c. Analisis Regresi Linier Berganda


Untuk menjawab hipotesa yaitu hubungan antara X1 (pola asuh) dan X2 (kematangan
emosi) secara bersama-sama terhadap Y (perilaku agresi) maka digunakan teknik analisa regresi
linier berganda (Multiple Linier Regression). Penggunaan teknik ini, dikarenakan penelitian ini
memiliki lebih dari satu variabel bebas. Karena memiliki variabel bebas lebih dari satu, suatu
model regresi linier berganda dikatakan linier jika memenuhi syarat-syarat linieritas. Berikut
rumus dari regresi linier berganda :
Ỷ = a + b1.X1 +b2.X2+e
Keterangan:
Ỷ = Perilaku agresi
a = Intesep/Kostanta
b1,b2 = Koefisien regresi
X1 = Pola asuh
X2 = kematangan emosi
e = Disturbance term
Sangat Tinggi : Mean + 2 SD ¿ X
Tinggi : Mean + 1 SD ¿ X
Sedang : Mean - 1 SD ¿ X < Mean + 1 SD
Rendah : X < Mean - 1 SD
Sangat Rendah : X < Mean - 2 SD

Anda mungkin juga menyukai