Anda di halaman 1dari 12

BAB II

A. Pengertian Temperamen
Tipologi tempramen merujuk pada klasifikasi individu berdasarkan
karakteristik fisik dan psikologis mereka. Sejak zaman kuno, para filsuf dan ahli
kedokteran telah mengamati perbedaan dalam perilaku manusia dan mencoba
menghubungkannya dengan karakteristik fisik yang mendasarinya. Empat tipologi
tempramen utama yang diidentifikasi adalah sanguine, koleris, melankolis, dan
flegmatis. Seseorang dengan kondisi fisik yang seimbang mungkin memiliki
tempramen yang sanguine atau koleris, sementara mereka dengan kondisi fisik yang
lemah mungkin tempramen melankolis atau flegmatis.

Temperamen masih berhubungan erat dengan konstitusi jasmaniah dan


bentuk lain. Kata ”temperamen” berarti ”campuran” dari hasil cairan yang terdapat
pada badan manusia karenanya ia termasuk konstitusi psikis manusia. Menurut para
ahli, temperamen dapat diartikan sebagai sifat-sifat kehidupan perasaan manusia yang
umum dan formal yang timbul dalam reaksi, gerak tindak, dan sebagainya.
Temperamen merupakan perbedaan inidividu dalam mood atau kualitas
respon emosi. Menurut Buss dan Polmin, temperamen merupakan seperangkat ciri-
ciri kepribadian yang berasal dari dalam kehidupan dan memiliki komponen biologis
substansial (genetik), tempramen dibawa oleh faktor genetik. Menurut Kagan,
temperamen adalah suatu kualitas yang berbeda secara emosional dan perilaku yang
ada pada masa anak-anak dan dipengaruhi oleh bawaan biologis termasuk perbedaan
dalam neurokimia otak.
Menurut Allport, temperamen adalah gejala karakteristik daripada sifat emosi
individu, termasuk juga mudah-tidaknya terkena rangsangan emosi, kekuatan
serta kecepatannya bereaksi, kualitas kekuatan suasana hatinya, segala cara
daripada fluktuasi dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada
faktor konstitusional, dan karenanya terutama berasal dari keturunan. Sedangkan
menurut G. Ewald, temperamen adalah konstitusi psikis yang berhubungan dengan

1
konstitusi jasmani. Disini peranan keturunan memainkan peranan penting, sedangkan
pengaruh pendidikan dan lingkungan tidak ada.

B. Faktor Biologis Dalam Tipologi Tempramen


a. Genetika
Penelitian menunjukan bahwa factor genetic dapat mempengaruhi tipologi
tempramen. Studi pada kembar identik dan fraternal telah menunjukan bahwa
ada kecenderungan genetic dalam tempramen tertentu. Namun, penting untuk
diingat bahwa genetika hanya memainkan peran dalam menentukan tipologi
tempramen dan lingkungan juga berperan penting.
b. Aktivitas Otak
Pemindaian otak telah mengungkapkan perbedaan dalam pola aktivitas
otak antara individu dengan tipologi tempramen yang berbeda. Misalnya,
orang dengan tempramen sanguine cenderung memiliki aktitivitas otak yang
lebih tinggi di daerah yang terkait dengan kegembiraan dan stimulasi social.
c. Hormon
Hormon juga dapat mempengaruhi tipologi tempramen. Misalnya,
penelitian telah menunjukan bahwa kadar hormon seperti kortisol dan
serotonin dapat berbeda. Hormon dapat mempengaruhi suasana hati, tingkat
energi, dan respon terhadap stress.
d. Lingkungan
Meskipun factor biologis memiliki peran penting dalam tipologi
tempramen, lingkungan juga berperan dalam membentuk kepribadian
seseorang. Pengalaman masa kecil dan lingkungan social dapat
mempengaruhi bagamaimana individu merespons stress, mengatur emosi, dan
membentuk perilaku dan kepribdian mereka.

C. Profil Tingkah Laku Temperamen: Inhibited dan Unhibited

2
Profil tingkah laku dari temperamen dibagi menjadi dua, yaitu inhibited dan
unhibited. Inhibited adalah tipe anak saat menghadapi orang asing atau suatu kejadian
akan menghindar dan merasa tertekan, anak tersebut membutuhkan waktu yang lama
untuk bisa merasa nyaman pada situasi yang baru serta memiliki ketakutan yang tidak
umum secara berlebihan atau phobia. Unhibited adalah tipe anak saat menghadapi
orang asing atau suatu kejadian akan lebih spontan pada situasi baru, anak dengan
tipe ini lebih mudah tersenyum dan tertawa.

D. Kestabilan Temperamen
Menurut Kagan, temperamen cenderung menjadi stabil sepanjang
perkembangan individu. Dijelaskan pada suatu hipotesis dimana sang bayi mewarisi
perbedaan fungsi biologis yang mengarahkannya kepada reaktivitas tang lebih tinggi
atau lebih rendah terhadap hal-hal baru, dan berbagai perbedaan bawaan ini
cenderung menjadi stabil sepanjang perkembangan. Menurut hipotesis, bayi yang
lahir dengan amat reaktif terhadap sesuatu yang baru akan menjadi anak yang
terhambat sedangkan mereka yang lahir dengan reaktivitas yang rendah seharusnya
berkembang menjadi anak yang tidak terhambat.

E. Shared Environment dan Unshared Environment


Pengalaman lingkungan yang terbagi (shared environment) adalah
pengalaman saudara kandung yang umum atau setiap anak mendapat perlakuan yang
sama, status sosial-ekonomi keluarga, dan lingkungan dimana mereka tinggal.
Pengalaman lingkungan yang tidak terbagi (unshared environment) adalah
pengalaman unik anak, baik di dalam maupun luar keluarga, yang tidak dibagi
dengan saudara kandungnya atau setiap anak mendapatkan perlakuan yang berbeda.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, seperti jenis kelamin dan umur.
Contohnya, orang tua terkadang berinteraksi secara berbeda dengan anak perempuan
dan anak laki-laki mereka atau orang tua lebih memanjakan anak perempuan mereka
dibandingkan anak laki-laki.

3
F. Efek dari Unshared Environment
Penelitian akhir-akhir ini memusatkan pada proses keterkaitan genetik,
keluarga, pengaruh sosial pada perkembangan kepribadian selama tahun-tahun
penting dari remaja. Penelitian memusatkan pada relasi unik antara orang tua dan
masing-masing remaja kandung pada situasi konflik dan negativistik, kehangatan dan
dukungan, dan lain-lain. Penelitian ini memisahkan efek dari pola pengasuhan yang
sama yang diberikan pada anak-anak kandung dalam keluarga dengan efek dari pola
pengasuhan yang unik pada masing-masing anak kandung.
Hasilnya menunjukkan bahwa pengasuhan yang unik pada masing-masing,
ditentukan oleh karakteristik genetik dari anak-anak tersebut. Cara orang tua yang
berbeda saat memperlakukan masing-masing anak bergantung atau ditentukan pada
tingkah laku yang berbeda yang dimunculkan anak saat mendapatkan perlakuan
tertentu dari orang tua. Anak-anak dari keluarga yang sama bertumbuh atau
berkembang secara berbeda karena adanya perbedaan genetik yang menyebabkan
mereka diperlakukan secara berbeda oleh orang tuanya.

G. Keterkaitan Dominansi Hemisphere Kiri dan Kanan dengan Emosi


Dari hasil penelitian tampak bahwa dominansi oleh hemisphere (belahan otak)
otak kiri atau kanan memainkan peran dalam emosi. Dominansi dari aktivitasi bagian
depan dari otak kiri dihubungkan dengan pembangkitan approach-related (khususnya
yang positif) dari emosi dan dominansi dari aktivitasi bagian depan otak kanan
dihubungkan dengan pembangkitan withdrawal-related (khususnya yang negatif) dari
emosi.
Menurut Davidson (1998), perbedaan individual dalam lateralisasi
dihubungkan dengan perbedaan dalam general mood dan kecenderungan berespon
pada stimuli dengan emosi positif atau negatif. Lateralisasi adalah proses
pengkhususan atau lokalisasi fungsi pada bagian otak kiri atau otak kanan. Jadi,

4
individu dengan dominansi hemisphere yang berbeda, general mood dan respon
emosi pada stimulinya akan berbeda pula.
Dalam sebuah penelitian, subjek diperlihatkan tayangan film yang akan
menimbulkan emosi positif atau emosi negatif. Hasilnya adalah individu dengan
prefrontal (bagian anterior atau depan otak) sebelah kiri yang lebih teraktivasi lebih
memberikan afek positif pada tayangan film positif dan individu dengan prefrontal
sebelah kanan yang lebih teraktivasi lebih memberikan afek negatif pada tayangan
film yang negatif.
Dalam kaitannya dengan gangguan emosional, individu dengan kerusakan
bagian anterior (depan) otak kiri kemungkinan menjadi depresi, sedangkan individu
dengan kerusakan bagian anterior otak kanan kemungkinan menjadi panik.
Dalam sebuah penelitian pada bayi, terlihat hubungan antara perbedaan
individual saat mengukur aktivasi prefrontal dan reaktivitas afek. Bayi yang
mengalami lebih besar tekanan karena berpisah dengan ibunya memperlihatkan
aktivasi prefrontal kanan yang lebih besar, dibandingkan bayi yang memperlihatkan
tekanan lebih kecil pada situasi yang sama. Sejalan dengan ini, Kagan (1994)
melaporkan bukti anak inhibited memperlihatkan reaktivitas yang lebih besar pada
hemisphere kanan dan anak unhibited memperlihatkan reaktivitas yang lebih besar
pada hemisphere kiri.

H. Model Temperamen dari Clark dan Watson dalam Hubungannya dengan


Emosi, Lifestyle, dan Biologis
Menurut model Clark dan Watson, perbedaan individual dalam temperamen
dapat diringkas dalam tiga istilah super faktor besar, yaitu NE (negative emotionally),
PE (positive emotionally), dan DvC (disinhibition versus constraint). Individu dengan
faktor NE tinggi mengalami peningkatan dalam level emosi negatif dan melihat dunia
sebagai tempat yang mengancam, penuh dengan masalah dan tekanan, sedangkan NE
rendah dalam trait tenang, emosinya stabil, dan puas diri.

5
Faktor PE berhubungan dengan keinginan individu untuk berhubungan
dengan lingkungan, dengan skor tinggi (seperti ektraversi) maka mereka senang
bersama-sama orang lain dan aktif dalam menghadapi hidup, energetik, ceria, dan
antusias. Sedangkan skor rendah (seperti introversi) pendiam, suka menyendiri,
menjauhi pergaulan, rendah dalam energi dan rasa percaya diri. Walaupun NE dan PE
memiliki kualitas yang nampak berlawanan, namun keduanya independen satu
dengan lainnya. Hal ini karena keduanya berada pada kontrol sistem internal biologis
yang berbeda.
Faktor ketiga adalah DvC, tidak meliputi tone atau irama afektif. Individu
dengan skor DvC tinggi adalah impulsive, nekad atau berani, dan berorientasi pada
perasaan dan sensasi dari kejadian. Sedangkan dengan skor rendah, individu hati-hati,
dikontrol oleh implikasi jangka panjang dari tingkah lakunya, dan menghindari resiko
atau bahaya.

Emotional dan Lifestyle berhubungan dengan PE, NE, dan DvC


Individu dengan NE tinggi dilaporkan sebagai individu yang keadaan
emosinya negatif seperti takut, sedih, marah, rasa bersalah, dan benci. Sedangkan
individu dengan PE tinggi dilaporkan sebagai individu dengan perasaan positif,
seperti gembira, interest, perhatian, antusias, dan bangga atau rasa harga diri (pride).
Kedua faktor tersebut kedudukannya independen. Jadi ada individu yang
mengalami level tinggi untuk kedua kondisi mood tersebut, positif dan negatif atau
kedua-duanya rendah. Faktor DvC menggambarkan gaya tentang regulasi afektif.
Individu dengan skor tinggi pada DvC cenderung memperoleh nilai rendah di sekolah
dan memperoleh nilai rendah juga dalam unjuk kerja. Individu dengan skor tinggi
DvC biasanya lebih banyak minum alkohol, menghisap marijuana, dan aktivitas
seksual dibandingkan dengan individu yang skor DvCnya rendah.
Faktor DvC juga mempengaruhi pola tidur. Individu dengan skor DvC tinggi
cenderung seperti “burung hantu” yang tidur jauh malah dan bangun siang,

6
sedangkan individu dengan skor PE tinggi cenderung seperti “burung yang suka
menyanyi di pagi hari” yang tidur lebih awal dan bangun pagi juga.

Hubungan PE, NE, dan DvC dengan Biologis


Menurut model yang dipengaruhi oleh Depue, PE diasosiasikan dengan aski
dari dopamine, yaitu kimia “feel good”. Perbedaan dalam laterisasi hemisphere, maka
skor yang tinggi dari PE dihubungkan dengan hemisphere kiri yang dominan.
Menurut Clark dan Watson, dasar biologis dari DvC adalah serotonin.
Menurut mereka, individu dengan neurotransmitter serotonin yang rendah cenderung
menjadi agresif. Alkoholisme juga dikaitkan dengan penurunan fungsi serotonin.
Hamer (1997) menghubungkan neurotransmitter dopamine dengan mencari hal-hal
yang menggetarkan hati, impulsivitas, dan bebas (tidak terhambat). Ada bukti bahwa
hormon testosterone yang tinggi dihubungkan dengan keinginan untuk berkompetisi
dan agresivitas, keduanya dikaitkan dengan skor DvC yang tinggi.
Clark dan Watson juga menggambarkan kurangnya pengetahuan tentang
neurobiologi yang mendasari NE. Terdapat relasi antara tingkat serotonin yang
rendah pada sinaps neuron dengan depresi, anxiety, dan simptom-simptom (gejala-
gejala) obsesi kompulsi. Hamer dan Copeland (1998) menghubungkan tingkat
serotonin yang dengan dengan “pandangan yang kelabu” tentang dunia, yang analog
dengan pandangan Galen tentang temperamen melancholic.

I. Plastisitas dari Sistem Neurobiologis


Terdapat kecenderungan untuk berpikir tentang proses biologis sebagai yang
tertentu dan menentukan kepribadian emosi dan tingkah laku, sepertinya biologis
penyebab dan kepribadian adalah akibat, dan sedikit ruang untuk berubah. Memang
benar bahwa perbedaan individu dalam biologis dihubungkan dengan kecenderungan
temperamen yang stabil dan berperan mempengaruhi bentangan dari kepribadian.
Juga terdapat bukti tentang plastisitas dalam system, yaitu potensi untuk berubah
dalam sistem neurobiologis sebagai hasil dari pengalaman. Plastisitas dalam fungsi

7
neurobiologis menjadi jelas dalam hubungan neurotransmitter dan hormon, seperti
hubungan antara testosterone dan agresi atau kompetitif, adalah dua arah.
Testosterone yang tinggi memudahkan agresi yang lebih besar dan kompetitif, namun
kompetisi dan agresi juga membawa pada level produksi yang tinggi dari
testosterone.

J. Komponen Jasmani Primer


Sheldon membagi aspek jasmani individu menjadi komponen jasmani primer
dan komponen jasmani sekunder. Dalam komponen jasmani primer, menurut Sheldon
terdapat tiga komponen atau dimensi jasmaniah antara lain endomorphy,
mesomorphy, dan ectomorphy. Penggunaan ketiga istilah itu dihubungkan dengan
tiga lapisan pada proses pembentukan fetus (janin) manusia (endoderm, mesoderm,
dan ectoderm). Dominasi alat-alat yang berasal dari lapisan tertentu menentukan
dominasi daripada komponen tertentu. Maka menurut Sheldon ada tiga tipe pokok
jasmani manusia, yaitu:
a. Endomorphy
Orang yang endomorphynya tinggi, sedangkan kedua komponen lainnya
rendah ditandai oleh alat-alat dalam dan seluruh sistem digestif (sistem
pencernaan) sangat berperan penting. Jika dilihat dari luar, orang-orang pada tipe
ini cenderung bersikap lembut, gemuk, dan tinggi badan relatif kurang atau
rendah. Orang tipe ini juga selalu tenang atau rileks, menyukai hiburan, gemar
makan, tidur dengan nyenyak, dan jika ada masalah selalu tergantung orang lain
dalam menyelesaikannya. Mereka kurang mandiri dan tidak percaya diri atas
kemampuannya.
b. Mesomorphy
Orang yang bertipe mesomorphy, komponen mesomorphynya tinggi
sedangkan komponen yang lain lagi rendah, bagian-bagian tubuhnya yang berasal
dari mesoderm relatif berkembang lebih baik daripada yang lain, seperti otot-otot

8
dominan, pembuluh-pembuluh darah kuat, jantung juga dominan. Orang bertipe
ini tampak kukuh, keras, otot tampak bersegi-segi, dan tahan terhadap penyakit.
Orang dengan tipe ini memiliki sikap gagah perkasa, energik, suka berterus
terang, bersuara lantang, dan kebutuhan untuk bergerak sangat banyak.Sebagai
contoh, olahragawan, pengelana, dan tentara.

c. Ectomorphy
Orang-orang yang termasuk golongan tipe ini, organ-organ mereka berasal
dari ectoderm yang terutama berkembang atau dominan, yaitu kulit, sistem saraf.
Orang dengan tipe ini memiliki ciri-ciri jangkung, dada pipih, lemah, dan otot-
otot hampir tidak tampak berkembang. Mereka memiliki otak dan sistem saraf
pusat yang terbesar dibandingkan dengan besar keseluruhan tubuhnya. Orang
dengan tipe ini bersikap kurang gagah, ragu-ragu, kurang bergaul (sosiofobia),
tidak berani berbicara di depan orang banyak, hidup dengan teratur, sukar tidur,
dan bila menghadapi masalah lebih senang mengasingkan diri.

K. Komponen Jasmani Sekunder


Komponen jasmani sekunder terdiri atas:
a. Dysplasia
Dengan meminjam istilah dari Kretchmer, istilah itu dipakai oleh Sheldon
untuk menunjukkan setiap ketidaktepatan dan ketidaklengkapan campuran ketiga
komponen primer pada berbagai daerah pada tubuh.
b. Gynandromorphy
Gynandromorphy menunjukkan sejauh mana jasmani memiliki sifat-sifat yang
biasanya terdapat pada jenis kelamin lawannya. Komponen ini dinyatakan oleh
Sheldon dengan huruf “g”. Jadi, orang laki-laki yang memiliki komponen “g”
tinggi akan memiliki tubuh yang lembut, panggul besar, dan sifat-sifat wanita
yang lain. Seseorang yang memiliki komponen “g” ini maksimal adalah banci.

9
c. Texture
Texture adalah komponen yang menunjukkan bagaimana orang itu tampak
dari luar.

L. Komponen Temperamen
Terdapat tiga komponen temperamen, antara lain:
a. Viskerotonia
Komponen ini kelompok sifat-sifatnya berhubungan dengan fungsi dan
anatomi alat-alat visceral atau digestif (sistem pencernaan). Orang yang
viskerotonia mempunyai alat pencernaan yang relatif besar dan panjang, dengan
hati besar. Sifat-sifat komponen ini ialah bersikap tidak tegang (relaxed),
menyukai hiburan, gemar makan, besar kebutuhannya akan orang lain, tidur
dengan nyenyak, dan bila menghadapi kesukaran membutuhkan orang lain.
b. Somatotonia
Komponen ini kelompok sifat-sifatnya berhubungan dengan dominasi dan
anatomi struktur somatis. Orang yang somatotonia aktivitas otot-ototnya lebih
dominan. Orang yang termasuk golongan ini gemar akan ekspresi maskuler, suka
mengerjakan sesuatu yang menggunakan otot, dan suka mendapatkan pengalaman
fisik. Sifat-sifat komponen ini ialah sikapnya gagah, perkasa (energetic),
kebutuhan bergerak besar, suka berterus terang, bersuara lantang, nampaknya
lebih dewasa dari sebenarnya, dan bila menghadapi kesukaran butuh melakukan
gerakan-gerakan.
c. Serebrotonia
Sebenaranya Sheldon belum pasti benar tentang penamaan ini. Dinamakan
demikian karena diperkirakan bahwa aktivitas pokok adalah perhatian dengan
sadar. Sifat-sifat temperamen komponen ini ialah sikapnya kurang gagah, ragu-

10
ragu, reaksinya cepat, kurang berani bergaul dengan orang banyak (sociophobia),
kurang berani berbicara di depan banyak orang, kebiasaan-kebiasaanya tetap,
hidup teratur, suara kurang bebas, tidur kurang nyenyak, nampak lebih muda dari
yang sebenarnya, dan bila menghadapi kesukaran butuh mengasingkan diri.

M. Hubungan Komponen Jasmani Primer dengan Komponen Temperamen


Menurut Sheldon, hubungan antara komponen jasmani primer dan komponen
temperamen adalah bentuk fisik merupakan yang utama berpengaruh dari tingkah
laku manusia dengan landasan bahwa faktor-faktor keturunan biologis sangat penting
dalam menentukan perilaku. Sheldon juga mengatakan bahwa ada suatu struktur
bilogis hipotesis, yaitu morfogenotipe yang sangat penting dalam menentukan
perkembangan jasmani yang nampak dan dalam menentukan perkembangan perilaku.
Morphogenotipe adalah proses perkembangan organ atau jaringan dan diferensiasi
yang terjadi sesuai yang dilakukan oleh organ atau jaringan, seperti:
a. Organ yang berasal dari endoderm (sistem digestif).
b. Organ yang berasal dari mesoderm (otot-otot, pembuluh darah, dan jantung).
c. Organ yang berasal dari ectoderm (kulit dan sistem saraf)
Shaldon juga berpendapat bahwa terdapat hubungan pada keduanya dan
dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Orang sakit jiwa
 Penderita manis-depresif, yaitu yang temperamennya dari sifat manis (giat
atau buas) ke sifat depresif (lemah dan tidak berdaya), kembali ke manis lagi
lalu menjadi depresif danseterusnya. Jasmaninya, yaitu piknis (gemuk).
 Schizomaprenia, yaitu melepaskan kontak dari masyarakat mengubah diri
seolah-olah hidup sendiri. Jasmaninya, yaitu leptosom (badan kurus), atletis,
dan displastis (tidak gemuk dan tidak kurus).

11
b. Orang normal
 Cyclothym, yaitu mudah beradaptasi, mudah bergaul, dan tubuhnya cenderung
piknis.
 Schizothym, yaitu sukar bergaul, menjauhkan diri, tubuhnya leptosom, atletis,
dan displastis.

12

Anda mungkin juga menyukai