Anda di halaman 1dari 8

Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

GAMBARAN PROSES REGULASI EMOSI PADA PELAKU SELF INJURY


Gredyana Estefan, Yeni Duriana Wijaya
Fakultas Psikologi Universitas Esa Unggul
Jln Arjuna utara Tol Tomang Kebon Jeruk, Jakarta 11510
gredyanaestefan@yahoo.com

Abstrak
Self injury merupakan bentuk perilaku yang disengaja untuk menyakiti diri sendiri guna mengurangi
penderitaan secara psikologis. Sebagai makhluk sosial, pelaku self injury juga tidak terlepas dari
permasalahan hidup. Ketika mayoritas individu berusaha untuk fokus pada masalah yang
dihadapinya, hal yang berbeda justru terjadi pada mereka yang cenderung menyakiti diri sendiri.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Subjek berjumlah satu
orang (F) dan terdapat tiga orang informan (U, VA, YY). Teknik pengumpulan data menggunakan
wawancara dan observasi serta dengan menggunakan skala karakteristik untuk menentukan
karakteristik subjek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subjek telah melakukan penghayatan yang
unik terhadap sebuah permasalahan hidupnya. Subjek menghayati masalah sebagai sesuatu yang
sangat menyakitkan dan solusi yang dipilihnya hanya menimbulkan persoalan baru. Subjek
menggoreskan luka fisik di tubuhnya sebagai pereda rasa sakit hati yang dirasakannya. Inilah yang
kemudian membuat subjek melakukan fase terakhir perubahan respon dari proses regulasi emosi
dengan cara yang maladaptif, yaitu melakukan self injury. Pola asuh yang permissive diduga berperan
menimbulkan perilaku self injury.

Kata kunci: self injury, regulasi emosi, pola asuh

Pendahuluan oleh konflik dan perubahan suasana hati. Di satu


Manusia pada umumnya pasti tidak akan sisi, remaja merasa bahwa diri mereka masih anak-
terlepas dari permasalahan sepanjang masa hidup- anak, tapi di sisi lain mereka adalah orang dewasa
nya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan yang sudah mulai belajar untuk dapat disiplin serta
makhluk sosial yang setiap harinya pasti akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Selain itu,
berinteraksi dengan orang lain. Semakin banyak masa remaja juga merupakan suatu masa dimana
seseorang melakukan interaksi dengan orang lain, setiap remaja pasti akan dihadapkan pada berbagai
maka semakin banyak pula informasi yang dite- macam permasalahan, baik permasalahan dengan
rimanya, yang kemudian akan terangkai menjadi dirinya sendiri, maupun permasalahan yang
pengalaman hidup. Pengalaman-pengalaman ter- berkaitan dengan orang lain. Dalam kondisi seperti
sebut tentunya akan diwarnai dengan berbagai ini, tentu mereka juga akan merasakan berbagai
macam emosi, baik itu emosi positif maupun ne- macam emosi yang bergejolak satu sama lain
gatif. Emosi itu juga akan mempengaruhi kehidupan (Santrock, 2007). Sedangkan masa usia dewasa me-
seseorang, karena pada saat seseorang merasakan rupakan masa peralihan dari remaja akhir menuju
emosi positif maupun negatif hal ini akan membawa masa dewasa awal, dimana pada usia ini individu
perubahan secara fisik maupun psikologisnya. akan kembali dihadapkan pada sejumlah pro-
Ada beberapa periode perkembangan ma- blematika baru. Sebagai seorang individu yang
nusia di sepanjang kehidupannya. Masing-masing sudah tergolong dewasa, peran dan tanggung ja-
periode tersebut memiliki tugas perkembangan yang wabnya tentu makin bertambah besar. Ia tak lagi
berbeda-beda, namun ada masa dimana individu harus bergantung secara ekonomis, sosiologis
akan mengalami berbagai macam pergolakan emosi ataupun psikologis pada orang tuanya. Segala uru-
dan konflik. Pada masa ini, individu akan banyak san ataupun masalah yang dialami dalam hidupnya
dihadapkan pada sejumlah masalah terkait dengan sedapat mungkin akan ditangani sendiri tanpa
tugas perkembangannya. Masa tersebut yakni masa bantuan orang lain, termasuk orang tua. Kehidupan
remaja akhir dan masa dewasa awal. Masa remaja psikososial dewasa muda makin kompleks diban-
merupakan masa yang penuh dengan problematika. dingkan dengan masa remaja selain bekerja, mereka
Seperti yang dikatakan oleh Hall (Santrock, 2007) akan memasuki kehidupan pernikahan, membentuk
masa remaja yang usianya berkisar antara 12-23 keluarga baru, memelihara anak-anak, dan tetap
tahun diwarnai oleh pergolakan. Pandangan badai harus memperhatikan orang tua yang makin tua
dan stres (storm-and-stres view) adalah konsep dari (Dariyo, 2004).
Hall (Santrock, 2007) yang menyatakan bahwa Permasalahan yang ada di dalam kehidupan
remaja merupakan masa pergolakan yang dipenuhi sehari-hari pada hakikatnya merupakan suatu batu
Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  26
Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

loncatan untuk membuat individu menjadi lebih kayak halusinasi atau khayalan doang, engga
dewasa dalam bertindak. Hal yang wajar jika kejadian bener-bener gitu kak. Nah kalo lagi
seorang individu melakukan usaha untuk meng- nethink kayak gitu biasanya aku dengerin lagu
ekspresikan berbagai macam emosi yang dirasakan, galau aja terus smsan sama temen. Abis itu temen-
namun pengekspresian yang dimaksud sebaiknya temen nenangin aku. Terus aku nyoba buat mikir
dengan usaha yang tepat dan efisien. Dalam hal ini positifnya aja,gak bakal terjadi kok sama apa yang
individu sebaiknya merespon dengan baik emosi- aku pikirin sebelumnya. Jadi, aku lebih ke sharing
emosi tersebut. Respon baik yang dimaksud adalah ke temen-temen gitu. Abis itu pikiran aku jadi lebih
respon perilaku yang adaptif sehingga tidak meru- kebuka deh kak. Tapi sih sebelum cerita ke temen,
gikan diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena pasti aku uring-uringan sendirian dulu gitu, nangis
itu dibutuhkan sebuah kemampuan mengontrol dan kayak gitu dah. Hahaha..”
mengendalikan emosi yang disebut sebagai regulasi Berdasarkan wawancara di atas terlihat jelas
emosi. bahwa subjek mampu melakukan proses regulasi
Individu yang akan melakukan regulasi emosi dengan baik. Ketika ada masalah, awalnya R
emosi terlebih dahulu akan melalui sebuah proses melakukan pemilihan situasi dengan cara meng-
dalam meregulasi emosi. Gross dan Thompson hindari orang dan menangis sendirian. Selanjutnya,
(2007) mendefinisikan regulasi emosi sebagai se- R memodifikasi situasi dengan cara mendengarkan
kumpulan berbagai proses tempat emosi diatur. lagu melankolis. Hal ini dilakukannya untuk
Gross (Strongman, 2003) membuat 5 daftar rang- mengubah situasi emosional yang sedang dirasa-
kaian proses regulasi emosi, yaitu: (1) pemilihan kannya. Setelah itu, R mengalihkan perhatiannya
situasi; (2) perubahan situasi; (3) penyebaran per- dengan cara bercerita kepada temannya melalui
hatian; (4) perubahan kognitif; (5) perubahan pesan singkat, kemudian R juga melakukan peru-
respon. Rangkaian ini dimulai dengan adanya si- bahan kognitif dengan cara berpikir lebih positif
tuasi eksternal maupun internal yang dialami dari sebelumnya sebagai hasil dari sharing dengan
individu, kemudian individu akan memberikan per- teman-temannya. Sampai pada proses yang terakhir,
hatian bila situasi tersebut relevan dengan dirinya, subjek R mengubah respon yang awalnya me-
lalu ia memberi penilaian hingga akhirnya muncul nyendiri, kemudian berubah menjadi kegiatan
respon emosi. sharing bersama yang diyakininya mampu untuk
Pada saat individu dihadapkan dengan suatu meredakan kecemasan yang dirasakannya. Kelima
permasalahan, idealnya individu merespon dengan proses regulasi emosi tersebut, membuat pikiran R
baik efek emosionalnya. Respon baik yang dimak- menjadi lebih terbuka dari sebelumnya sehingga hal
sud adalah respon perilaku yang adaptif sehingga ini akan lebih memudahkan R dalam mencari
tidak merugikan orang lain dan juga diri sendiri. solusinya.
Dalam hal ini dibutuhkan suatu penghayatan yang Tetapi pada faktanya, ada beberapa individu
tepat terhadap suatu masalah. Individu yang yang justru memberikan penghayatan tidak tepat
memberikan penghayatan secara tepat pada setiap ketika dihadapkan pada suatu permasalahan.
permasalahannya, akan mampu mengontrol emo- Mereka memberikan penghayatan pada masalahnya
sinya, tidak berlarut-larut dalam emosinya tersebut tersebut justru dengan cara menyakiti dirinya
dan juga tidak memberikan respon emosi secara sendiri dan cara ini diyakini mereka dapat membe-
berlebihan. Penghayatan yang tepat pada suatu rikan ketenangan sesaat dan mampu membebaskan
masalah akan membuat individu tersebut mampu mereka dari rasa sakit secara psikologis yang di
menyesuaikan diri dengan emosinya. Ketika alaminya. Menurut mereka, rasa sakit secara fisik
individu mampu menyesuaikan diri dengan emo- yang ia dapatkan dari aktivitasnya melukai diri
sinya, ia akan lebih cepat sampai pada suatu sendiri tersebut menjadi tidak begitu berarti dan
kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan tidak sepadan dengan rasa sakit secara psikologis
oleh Karl C. Garrison dalam Mappiare (2003) bah- yang dirasakannya. Mereka ini disebut sebagai
wasanya kebahagiaan seseorang dalam hidup ini pelaku self injury.
bukan karena tidak adanya bentuk emosi dalam Self injury adalah perilaku melukai dirinya
dirinya, melainkan dari kebiasaannya memahami sendiri yang dilakukan dengan sengaja tanpa ada
dan menguasai emosi. Berikut ini adalah hasil maksud untuk bunuh diri. Perilaku ini meliputi
wawancara peneliti dengan subjek yang berinisial R menyayat bagian kulit tubuh dengan pisau atau silet,
terkait dengan kemampuan subjek R dalam me- memukul diri sendiri, membakar bagian tubuh
ngatur emosinya : tertentu, menarik rambut dengan keras, bahkan
“aku kalo lagi ada masalah gitu biasanya suka memotong bagian tubuh tertentu. Hal ini dilakukan
negatif thinking, ngedumel, curiga sama hal-hal tanpa adanya maksud untuk bunuh diri (Shabrina,
yang negatif pokoknya. Padahal mah itu cuma 2011).
Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  27
Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

Pada umumnya, perilaku self injury lebih sering ter- yang melakukan self injury menghayati perma-
jadi pada usia remaja. Berdasarkan data yang salahan sebagai suatu emosi negatif yang mem-
dilansir oleh BBC Inggris (2010) diinformasikan bebani dan harus diluapkan agar tidak memun-
bahwa dalam 5 tahun terakhir jumlah orang muda di culkan rasa sakit secara psikologis dalam jangka
Inggris yang masuk ke rumah sakit setelah panjang. Hingga pada akhirnya mereka mencari
mencederai diri mereka sendiri (self injury) dengan berbagai macam cara agar dapat memperoleh
sengaja, naik lebih dari 50%. Pada tahun 2008- ketenangan meskipun hanya sesaat. Berikut ini
2009 ada 2.727 orang yang berusia di bawah 25 adalah hasil wawancara peneliti dengan subjek F
tahun yang dibawa ke rumah sakit di Inggris karena terkait dengan ketidakmampuan F dalam mengatur
mencederai diri sendiri (self injury) dengan benda- emosinya :
benda tajam, dibandingkan pada tahun 2004-2005 “aku kalo ada masalah yang sampe bener-bener ke
yaitu sebanyak 1758 orang. Data ini meng- pikiran, engga mau kemana-mana, yang aku rasain
indikasikan bahwa fenomena perilaku self injury tuh jadi engga fokus untuk ngapain, jadi bingung
menjadi kian meningkat dan pelakunya sebagian gitu mau ngapain. Terus kalo udah begitu biasanya
besar adalah mereka yang berada pada rentang usia aku tuh nangis dan kalo emang masalahnya berat
remaja akhir hingga dewasa awal. banget, apa aja bisa aku lakuin termasuk nyilet-
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi nyilet badan aku.”
seseorang melakukan self injury. Nock (2008) Berdasarkan hasil wawancara di atas,
dalam sebuah penelitiannya yang berjudul phy- terlihat bahwa subjek tidak mampu melakukan
siological arousal, distress tolerance, and social regulasi emosi. Pada awalnya subjek F melakukan
problem-solving deficits among adolescent self- pemilihan situasi yaitu menghindari orang lain.
injuries, mengemukakan ada 4 (empat) alasan uta- Selanjutnya, subjek F menjadi terus-menerus me-
ma seseorang melakukan self injury yaitu: 1) mere- mikirkan masalahnya dan F menjadi bingung, apa
dakan ketegangan atau menghentikan perasaan yang harus ia lakukan. Sampai pada akhirnya ia
buruk; 2) merasakan sesuatu, bahkan rasa sakit; 3) memutuskan untuk mengalihkan fokusnya pada
untuk berkomunikasi dengan orang lain dan menun- aktivitas self injury.
jukkan bahwa mereka menderita; 4) membuat orang Regulasi emosi diasumsikan sebagai faktor
lain berhenti mengganggu mereka. Penelitian penting dalam menentukan keberhasilan seseorang
tersebut juga mengungkapkan bahwa individu yang terkait dengan usahanya untuk berfungsi secara
terlibat dalam self injury memiliki reaktifitas normal di kehidupannya seperti dalam proses
fisiologis yang kuat, daya tahan yang lemah dalam adaptasi, dapat berespon sesuai dan fleksibel
menghadapi distres, serta kemampuan pemecahan (Thompson dalam Garnefski,dkk..,2001). Dalam
masalah yang rendah dibandingkan dengan subjek kasus self injury, regulasi emosi memiliki peranan
yang tidak terlibat dalam self-injury. penting untuk membuat mereka mampu menye-
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara suaikan diri dengan emosinya, sampai pada
singkat peneliti dengan salah satu pelaku self injury, akhirnya mereka dapat berfungsi secara kompeten
ternyata mereka melakukan hal tersebut semata- di lingkungannya. Selain itu, dengan melakukan
mata hanya untuk menenangkan dirinya dari suatu regulasi emosi, para pelaku self injury akan jauh
kecemasan yang berlebihan. Berikut ini adalah hasil lebih positif dalam menghayati suatu permasalahan,
wawancara peneliti dengan salah satu pelaku self sehingga hal ini akan membuat mereka menjauhi
injury : sebuah paradigma bahwa perilaku self injury
“aku ngelakuin itu sebenernya untuk peluapan merupakan satu-satunya cara untuk membebaskan
emosi aja kali ya kak, jadi agak sedikit tenang aja diri dari rasa sakit secara emosional. Oleh karena itu
kak. Pas aku nyilet, itu gak kerasa sakitnya, tapi pas ,peneliti menjadi tertarik untuk melakukan peneli-
udah agak sadaran baru deh kerasa sakitnya.” tian dengan judul “Gambaran Proses Regulasi
Berdasarkan hasil wawancara diatas, dapat Emosi pada Pelaku Self Injury”.
disimpulkan bahwasannya pelaku self injury
memang melakukan perilaku tersebut hanya dengan Metode Penelitian
tujuan memperoleh ketenangan sesaat. Terlihat jelas Penelitian ini merupakan penelitian kua-
bahwa para pelaku self injury menghayati perma- litatif dengan pendekatan studi kasus. Menurut
salahan dengan cara yang tidak tepat. Ketika ma- Sugiyono (2012), metode penelitian kualitatif ada-
yoritas individu berusaha untuk fokus pada masalah lah metode penelitian yang berlandaskan pada filsa-
yang dihadapinya, hal yang berbeda justru terjadi fat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
pada mereka yang melakukan self injury bahkan kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya
mereka cenderung menambah masalah baru dengan adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
aktivitas mereka melukai dirinya sendiri. Mereka
Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  28
Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

instrumen kunci, teknik pengumpulan data dila- mulai dari ayah, ibu, kakak perempuan, kakak ipar,
kukan secara triangulasi (gabungan), analisis data dan dua orang keponakan. Hubungan F dengan
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian ibunya terjalin dengan sangat dekat. Ibunya meru-
kualitatif lebih menekankan makna daripada pakan sosok yang sangat menyenangkan bagi F
generalisasi. karena terkadang ibunya tersebut bisa menjadi
Sedangkan pendekatan studi kasus menurut sosok teman, sahabat, dan seorang ibu yang per-
Salim (dalam Maidah,2013) merupakan suatu pen- hatian kepada anaknya. Menurut F, ibunya tersebut
dekatan untuk mempelajari, menerangkan atau bukan termasuk ibu yang otoriter atau memaksakan
menginterpretasi suatu kasus (case) dalam konteks kehendak. Ibunya merupakan sesosok orang tua
natural tanpa adanya intervensi dari luar. yang lebih sering membebaskan F untuk melakukan
Penelitian ini menekankan pentingnya hal apapun sesuai dengan keinginannya.
kedekatan dengan orang-orang dan situasi pene- F yang tinggal dengan ibu, kakak dan kakak
litian, agar peneliti memperoleh pemahaman jelas ipar serta keponakannya juga masih memiliki
tentang realitas dan kondisi nyata kehidupan sehari- seorang ayah yang berprofesi sebagai designer per-
hari. Penelitian dilakukan pada subjek yang tamanan. Ayah F merupakan sosok yang pendiam
alamiah. Subjek alamiah adalah subjek yang ber- dan lebih banyak menjaga perasaan F. Ayah F
kembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh jarang marah kepada F walaupun F melakukan
peneliti dan kehadiran peneliti tidak mempengaruhi kesalahan. Ayah F lebih menyerahkan segala
dinamika pada objek tersebut (sugiyono, 2008). sesuatunya kepada ibu F.
Subjek penelitian merupakan pelaku self
injury yang memiliki karakteristik sebagai berikut : Relasi Subjek di Lingkungan Sosial
(1) Pelaku self injury yang memasuki rentang usia F merupakan orang yang supel dan
remaja akhir-dewasa awal (17th-25th); (2) Subjek mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang melakukan self injury dalam setahun terakhir
barunya. F mulai menjalin relasi sosial saat
melakukan perilaku tersebut sebanyak 5 kali atau
lebih; (3) Self injury harus disertai dengan seti-
memasuki usia remaja. F mulai membentuk
daknya dua dari berikut: Perasaan atau pikiran ne- genk pertemanan saat SMP yang beranggotakan
gatif, seperti depresi, kecemasan, ketegangan, 5 orang. Sampai saat ini F masih menjalin relasi
kemarahan, kesedihan umum, atau kritik-diri, yang baik dengan keempat temannya tersebut.
terjadi pada periode segera sebelum tindakan self
injury. Jumlah subjek pada penelitian ini adalah satu Relasi Subjek dengan Lawan Jenis
subjek dan dengan bantuan 3 orang responden untuk Sejalan dengan relasi pertemanannya,
menguji kredibilitas pada penelitian kualitatif ini. subjek F pun juga mulai menjalin relasinya dengan
lawan jenis pada saat ia duduk di bangku SMP.
Hasil dan Pembahasan Awal mula subjek F berpacaran memang sama se-
Gambaran Umum Responden Penelitian perti remaja pada umumnya, hanya sekedar
Riwayat Hidup Subjek berkomunikasi melalui handphone dan sesekali
Subjek dalam penelitian ini berinisial F, makan bersama di kantin sekolah. Namun, seiring
berjenis kelamin perempuan dan berusia 20 tahun. F dengan munculnya kebutuhan untuk dicintai dengan
lahir di Jakarta pada tanggal 4 Januari 1994 dan lawan jenis, F menjadi lebih sering berhubungan
beragama islam. F sebenarnya merupakan anak ke-3 dengan lawan jenis. Saat F berpacaran dengan satu
dari 3 bersaudara, namun karena kakak pertamanya orang pria, F merasa perlu untuk memiliki pria lain
sudah tiada, maka saat ini ia hanya memiliki 1 tanpa sepengetahuan pria sebelumnya. F juga
orang kakak perempuan. F memiliki postur tubuh merasa bebas melakukan hal apapun bersama
yang kecil dengan berat badan 40 Kg dan tinggi dengan pacarnya, bahkan untuk berhubungan
badan 147 CM. F berkulit hitam dengan wajah yang seksual sekalipun. Akibat dari kebebasan inilah
berbentuk oval dan mata yang sayu. Subjek akhirnya F memperoleh banyak pengalaman yang
memiliki kantung mata yang cukup besar dan tidak menyenangkan dari banyak pria. Pengalaman
dibawah kelopak matanya terdapat garis hitam. tidak menyenangkan inilah yang menjadi sumber
Selain itu, F juga memiliki riwayat penyakit asma permasalahan bagi F.
dan penyumbatan pembuluh darah.
Gambaran Riwayat Self Injury
Relasi Subjek dengan keluarga Awal mula subjek F melakukan self injury
Menurut F, ia memiliki hubungan yang adalah ketika subjek melihat pacarnya berbon-
sangat dekat dengan seluruh anggota keluarganya, cengan dengan wanita lain. F dengan mantan pa-

Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  29


Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

carnya yang berinisial Y tersebut memiliki sekolah, sosial hingga interaksinya dengan lawan
hubungan yang sangat dekat. Hal ini dikarenakan F jenis. F selalu menghayati setiap permasalahannya
dan Y yang sebenarnya masih ada hubungan dengan cara yang tidak tepat. Hal ini terlihat dari
saudara. F mengakui bahwa Y sudah seperti respon yang F lakukan ketika F mengalami suatu
keluarganya sendiri dan kedekatannya yang sudah permasalahan. Ketika F merasakan sedih dan sakit
terlalu jauh itu dianggapnya sudah seperti hubungan hati yang mendalam, F menghayati hal tersebut
suami dan istri. sebagai sesuatu yang teramat menyakitkan dan
Hingga pada suatu hari F melihat Y secara harus segera di ekspresikan keluar agar rasa sakit-
tidak sengaja berboncengan dengan wanita lain nya tersebut tidak semakin mendalam ia rasakan.
melewati gang depan rumahnya. F yang saat itu Sesuai dengan hasil penelitian yang dila-
merasakan kecewa yang sangat mendalam, tidak kukan oleh Nock (2008) yang berjudul physio-
mampu untuk mengungkapkan secara lisan atas logical arousal, distress tolerance, and social pro-
perasaannya tersebut dan juga tidak mampu untuk blem-solving deficits among adolescent self-injuries
marah pada Y karena cintanya yang juga teramat bahwa individu yang terlibat dalam self injury
dalam. Hal ini menyebabkan F tidak mampu untuk memiliki reaktifitas fisiologis yang kuat, daya tahan
berpikir jernih dan kemudian memutuskan untuk yang lemah dalam menghadapi distres, serta ke-
mengalihkan rasa sakitnya itu pada aktivitas lain mampuan pemecahan masalah yang rendah
yang lebih sakit daripada rasa sakit di hatinya untuk dibandingkan dengan subjek yang tidak terlibat
memperoleh ketenangan, yaitu dengan melakukan dalam self-injury, hal yang sama juga terlihat pada
self injury. subjek F dalam penelitian ini. Subjek F juga
Setelah F melakukan self injury tersebut, ia merupakan individu yang memiliki reaktifitas
mendapatkan ketenangan yang ia inginkan. Rasa fisiologis yang kuat, daya tahan yang lemah dalam
sakit yang ada di hati F seketika terkalahkan dengan mengahdapi distres, serta kemampuan pemecahan
rasa sakit akibat self injury yang ia lakukan. Namun, masalah yang rendah. Diakui oleh F bahwa ketika F
ketenangan tersebut hanya bersifat sementara. menghadapi suatu masalah, F tidak mampu berpikir
Menurut F, aktivitas self injury tersebut memang secara logis melainkan langsung bereaksi secara
memunculkan ketenangan tersendiri, tetapi saat efek fisik yaitu dengan melakukan tindakan self injury
ketenangan tersebut berhenti, F menjadi semakin itu sendiri.
butuh untuk melakukan sayatan lagi untuk yang
kedua kali, ketiga kali dan seterusnya. Hal inilah Gambaran Proses Regulasi Emosi Subjek
yang menjadikan F ketergantungan saat itu untuk Pemilihan Situasi
melakukan aktivitas self injury. Menurut Gross (2007) pemilihan situasi
meliputi tindakan seseorang untuk mendapatkan
Gambaran Emosi Subjek situasi yang diharapkan, diantaranya adalah tin-
F merasakan berbagai macam emosi negatif dakan mendekati atau menghindari orang atau
seperti kekecewaan, kesedihan, dan rasa sakit hati situasi yang memunculkan dampak emosional.
yang mendalam. F mengatakan bahwa kesedihan Dalam hal ini, F lebih memilih untuk menyendiri di
yang dimaksud adalah ketika keinginan F tidak dalam kamarnya. Setelah F melihat Y (mantan pa-
sesuai dengan realita yang ada. Pada kondisi seperti carnya) berboncengan dengan wanita lain, ia
ini, F merasakan kesedihan tersebut. F juga langsung pergi dari tempatnya semula dan langsung
mengatakan bahwa ketika F melihat mantan pa- menuju kamarnya, mengunci pintu kamarnya rapat-
carnya berboncengan dengan wanita lain saat itu, ia rapat dan ia pun juga tidak mengizinkan siapa pun
merasakan kekecewaan dan sakit hati yang men- untuk mengganggunya apalagi masuk ke dalam
dalam. Bahkan menurut F, rasa sakit hati tersebut kamarnya. Selama F berada di dalam kamarnya, ia
terbawa sampai ke persendian tubuhnya, sehingga selalu memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa
sendi-sendi tersebut terasa sangat sakit dan linu. meluapkan kekecewannya serta menghapus
kesedihannya sesegera mungkin.
Penghayatan Terhadap Masalah
Munculnya beragam masalah yang dihadapi Perubahan Situasi
oleh subjek F menunjukkan bahwa F merupakan Perubahan situasi merupakan suatu usaha
manusia sebagai makhluk sosial pada umumnya yang secara langsung dilakukan untuk memodifikasi
yang tidak pernah terlepas dari interaksi dengan situasi agar efek emosinya teralihkan (Gross,2007).
orang lain. F sejak kecil juga sudah mulai ber- Dalam hal ini, F berusaha untuk mengubah situasi
interaksi dengan orang lain, dimulai dari inte- yang penuh dengan gejolak emosi tersebut dengan
raksinya di lingkungan keluarga, lingkungan aktivitas yang sifatnya lebih menenangkan yaitu
Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  30
Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

dengan mendengarkan musik sambil menyendiri di (Gross,2007). F saat itu merasa bahwa sudah tidak
dalam kamar. F berharap bahwa dengan aktivitas ada hal lain yang dapat ia lakukan, bahkan ia pun
ini, emosinya akan jauh lebih stabil dan ia mampu juga tidak mampu lagi untuk terlalu lama menahan
untuk mengontrol emosinya. Tetapi tidak disangka, rasa sakit yang ia derita. Baginya semua kesakitan
aktivitas mendengarkan lagu ini justru menim- tersebut, harus segera dilampiaskan dengan cara
bulkan efek sebaliknya. Hal ini disebabkan karena apapun secepat mungkin seiring dengan munculnya
jenis lagu yang F dengarkan adalah lagu melankolis rasa sakit pada persendian di tubuhnya. Begitu kuat
yang semakin menghantarkan dirinya untuk meng- dorongan di dalam diri F, ia pun akhirnya kehi-
ingat seluruh kejadian-kejadian pahit yang telah ia langan kontrol diri dan langsung membanting
alami. Tanpa di sadari, setelah F mendengarkan benda-benda yang ada di sekitarnya. Benda yang
lagu-lagu melankolis tersebut ia semakin berpikiran pertama kali ia lihat adalah sebuah bingkai foto,
negatif lebih jauh, semakin memperjelas ingatannya maka benda itulah yang pertama kali ia banting
mengenai rentetan peristiwa-peristiwa yang tidak hingga kaca pecahannya berserakan di lantai.
menyenangkan, semakin membuatnya sakit hati Bingkai foto sebenarnya merupakan sebuah
bahkan semakin membuatnya ingin melampiaskan benda mati yang secara kasat mata tidak berarti
rasa sakit hatinya tersebut dengan cara apapun. apapun selain sebagai fungsinya yaitu menempatkan
sebuah foto. Namun bingkai foto tersebut menjadi
Pengalihan Perhatian titik fokus tersendiri bagi F karena di dalamnya
Pengalihan perhatian merupakan cara terdapat wajah orang sangat ia benci. Bingkai foto
bagaimana individu mengarahkan perhatiannya di itu dapat menjadi suatu alat yang mampu mem-
dalam sebuah situasi untuk mengatur emosinya bantunya dalam meredakan gejolak emosinya,
(Gross, 2007). Sesaat setelah F melihat Y berbon- sehingga ia merasa perlu untuk membantingnya
cengan dengan wanita lain, ia menjadi tidak ingat dengan sekuat tenaga. Meskipun sebelumnya, foto
lagi dengan aktivitas yang sedang dilakukannya saat itu merupakan suatu benda yang selalu ia jaga saat
itu karena fokusnya seketika teralihkan akibat mereka masih berpacaran.
kejadian tersebut. F yang masuk ke dalam kamar Perubahan respon ini terjadi setelah F
dengan emosi yang meledak-ledak dan tidak berada di puncak emosi. Tindakan F membanting
tertahankan, secara refleks melihat ke arah bingkai sebuah bingkai foto hingga pecah berserakan,
foto milik Y dan langsung membantingnya hingga menurutnya dapat menimbulkan efek kelegaan
bingkai tersebut pecah berserakan. Inilah yang tersendiri bagi F karena ia dapat menyalurkan
disebut sebagai distraksi yaitu memindahkan per- kekecewaannya pada benda lain, dimana saat itu ia
hatian jauh dari sebuah situasi yang menyebabkan tidak berdaya untuk melampiaskan kemarahan pada
efek emosional secara bersamaan ke situasi lain. Y secara langsung.
Setelah F membanting bingkai foto tersebut, ia Namun, tindakan F membanting bingkai
merasakan sebuah kelegaan. foto bukan merupakan suatu tindakan yang efektif
untuk membuat dirinya jauh lebih tenang dari
sebelumnya. Setelah F membanting bingkai foto itu,
Perubahan Kognitif
ia masih tetap saja menangis dan meratapi
Perubahan kognitif merupakan perubahan
kesedihan yang dialaminya. Semakin ia menangis
cara seseorang dalam menilai situasi ketika berada
dan meratapi, semakin ia terlarut dalam dirinya
dalam situasi yang bermasalah untuk mengubah
sendiri. Secara sadar, ia lalu mendekati serpihan-
signifikansi emosinya (Gross,2007). Tujuan akhir
serpihan kaca yang berserakan itu dan langsung
dari fase ini adalah untuk menurunkan emosi
mengambilnya untuk meluapkan emosi dengan cara
negatif. Pada subjek F, masalah merupakan suatu
memberi sayatan pada tangan untuk kemudian luka
keadaan yang sangat membebani dirinya. Dalam hal
itu ditekan lalu dilepaskan. Dalam kondisi seperti
ini, subjek mengubah signifikansi emosinya dengan
ini, F merasakan ketenangan dan kelegaan yang ia
cara memperkuat kognisi atau pola pikirnya bahwa
inginkan.
sesuatu yang menyakitkan harus diekspresikan
dengan cara yang lebih menyakitkan, dengan begitu
subjek F akan merasakan ketenangan dan kelegaan Kesimpulan
yang ia inginkan. Perilaku self injury ini tidak terjadi secara
spontan begitu saja. Perilaku self injury berawal dari
latar belakang keluarga subjek yang menerapkan
Perubahan Respon
sistem pola asuh permissive. Pola asuh permissive
Perubahan respon ini terjadi di ujung proses
(bebas) yang diterapkan oleh orang tua F, membuat
bangkitnya emosi, yaitu setelah kecenderungan
orang tua F tidak memberlakukan aturan-aturan
respon telah dimulai dan emosi sudah terjadi
Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  31
Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

yang tegas mengenai batasan-batasan dalam by. James J. Gross. New York : Guilford
pergaulan. Dari pola asuh ini, subjek terbentuk Publications. New York, 2007
menjadi seseorang yang tidak mempunyai kontrol
diri hingga akhirnya ia memperoleh banyak Hilt, Cha, Susan Nolen. Nonsuicidal Self-Injury in
pengalaman tidak menyenangkan di lingkungan Young Adolescent Girls: Moderators of the
pergaulannya dengan lawan jenis. Konflik dengan Distress–Function Relationship. Vol. 76.
lawan jenis lah yang menjadi penyebab subjek No. 1 (63-71). Journal of Consulting and
melakukan perilaku self injury. Selain itu, subjek Clinical Psychology.2008
juga telah melakukan penghayatan yang berbeda
dari mayoritas individu pada umumnya. Kostiuk, L.M & GT Fout.,Understanding of
Penghayatan yang subjek lakukan ini justru semakin Emotion and Emotion Regulation in
mengarahkan subjek pada emosi-emosi negatif. Adolescent Female with Conduct Problrm:
Pada fase pemilihan situasi, F lebih memilih untuk A Qualitative Analysis. The Qualitataive
menyendiri. Pemilihan situasi seperti ini semakin Report, Volume 7, Number 1 (http: //
mengarahkan subjek untuk menghayati secara detail www.nova.edu/ 5555/ QR / QR7-1/
tentang rasa sakit hatinya. Kemudian ditambah lagi Kostiuk.html). 2002
dengan usaha pada fase kedua proses regulasi
emosi, yaitu fase perubahan situasi. Pada fase ini, Kusumaningrum, Oktavia Devi. Regulasi Emosi
subjek justru mendengarkan lagu-lagu bergenre Istri yang Memiliki Suami Stroke. Vol. 1.
melankolis. Lagu-lagu melankolis ini tidak No. 1. Jurnal. Fakultas Psikologi
membuat subjek menjadi lebih tenang, tetapi justru Universitas Ahmad Dahlan. 2012
semakin membuat subjek berpikiran negatif untuk
melukai dirinya sendiri. Pada fase pengalihan Maidah, Destiana. Self Injury Pada Mahasiswa
perhatian, subjek juga melakukan distraksi yaitu (Studi Kasus Pada Mahasiswa pelaku Self
memindahkan fokus internalnya pada aktivitas lain. Injury. Skripsi. Semarang: Fakultas
Pengalihan perhatian yang subjek lakukan adalah Psikologi Universitas Negeri Semarang.
berupa perilaku destruktif yaitu melempar sebuah Semarang, 2013
bingkai foto hingga kacanya jatuh berserakan.
Pengalihan perhatian yang subjek lakukan ini juga Maidah,Destiana. Self Injury Pada Mahasiswa
semakin membuat F berpikir negatif dan emosinya (Studi Kasus Pada Mahasiswa pelaku Self
menjadi tidak terkontrol. Hingga pada fase Injury. Journal of Developmental and
perubahan kognitif, subjek tidak mampu mengubah Clinical psychology: Conservation
pemikiran-pemikiran negatif tersebut, tetapi subjek University. 2013
justru membuat skema pemikiran baru bahwa rasa
sakit hati harus benar-benar dialihkan dalam bentuk Marliyah, Dewi,& Suyasa. (2004). Persepsi
luka fisik yang nyata bahkan harus lebih Terhadap Dukungan Orang Tua dan
menyakitkan. Dalam hal ini subjek gagal berpikir Pembuatan Keputusan Karir Remaja.Vol
untuk mengatasi permasalahannya hingga akhirnya 1.No.1. Jurnal Provitae.Fakultas Psikologi
subjek pun gagal untuk mengubah respon dengan Universitas Tarumanegara. 2004
cara yang adaptif dan terjadilah perilaku self injury.
Moleong, L.J. 2010. Metodologi Penelitian
Daftar Pustaka Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
BBC Indonesia. Diakses pada tanggal 25 Oktober Rosdakarya.
2013. “Kasus Lukai Diri Naik 50 Persen”.
Dalam Nisfiannoor & Kartika. Hubungan Antara Regulasi
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/20 Emosi dan Penerimaan Kelompok Teman
10/03/100312_lukaidiriinggris.shtml Sebaya Pada Remaja. Vol. 2 No. 2. Jurnal
Psikologi. Fakultas Psikologi. Universitas
Dariyo,Agoes. Psikologi Perkembangan Dewasa Tarumanegara. 2004
Muda. Jakarta : Grasindo, Jakarta, 2004
Nock,Matthew K and Mendes. Physiological
Gross, J. J. dan Thompson, R. A. Emotion Arousal, Distress Tolerance, and Social
Regulation: Conceptual Foundation. Problem–Solving Deficits Among
Handbook of Emotion Regulation, edited Adolescent Self-Injurers. Vol. 76. No. 1
(28-38). Journal of Consulting and Clinical
Psychology.2008
Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  32
Gambaran Proses Regulasi Emosi pada Pelaku Self Injury

Santrock. Adolescence,6th Edition. Jakarta :


Putri, Dwi Widarna Lita. (2013). Hubungan antara Erlangga, Jakarta 2007
Regulasi Emosi dengan Perilaku Prososial
pada Perawat Rumah Sakit Jiwa Grhasia Santrock. Educational Psychology,5th Edition. New
Yogyakarta. Vol.2. No. 1. Jurnal Emphaty. York : McGraw Hill, 2011
Fakultas Psikologi. Universitas Ahmad
Dahlan. 2013 Sativa, Rahma Lillahi. Diakses pada tanggal 25
Oktober 2013.” Wanita Ini Terobsesi
Putri, Rachmi Maulana. Diakses pada tanggal 29 Cabuti Semua Rambut di Tubuhnya”.
Oktober 2013. “Fungsi Emosi dalam Dalam
Kehidupan”.Dalam http://health.detik.com/read/2013/09/30/173
http://rachmimaulanaputri.blogspot.com/20 350/2373548/763/2/wanita-ini-terobsesi-
12/11/metodologipengembangan-sosial- cabuti-semua-rambut-di-tubuhnya
emosional.html
Shabrina, Astri. Diakses pada tanggal 26 Oktober
Poerwandari, K. 2001. Pendekatan Kualitatif Untuk 2013. “Nonsuicidal Self injury”. Dalam
Penelitian Perilaku Manusia. Fakultas http://astrishabrina.blogspot.com/2011/07/te
Psikologi Universitas Indonesia: Lembaga s.html
Pengembangan Sarana Pengukuran &
Pendidikan Psikologi (LPSP3). 2001 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D. Alfabeta, Bandung, 2008
Rizqi, M.Ilmi. Pengaruh Kematangan Emosi
Terhadap Kecenderungan Perilaku Self Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif
Injury Pada Remaja. Skripsi. Jakarta: dan R & D. Bandung : Alfabeta. Bandung
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri 2012
Syarif Hidayatullah. 2011
Thompson, G. Emotion Regulation: A Theme In
Search of Definition. New York: ohn
Willey sons, Inc. New York, 1994

Jurnal Psikologi Volume 12 Nomor 1, Juni 2014  33

Anda mungkin juga menyukai