NUR HALIM
200701502119
FAKULTAS PSIKOLOGI
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
Masa remaja merupakan masa dari anak-anak ke usia yang lebih dewasa. Di masa ini,
di mana remaja mulai mengenal dan tertarik akan lawan jenisnya sehingga remaja mulai
tahu dan merasakan yang namanya jatuh cinta. Di saat remaja masih memiliki rasa cinta
maka di situlah perasaan bahagia muncul terhadap pasangannya. Namun keadaan akan
berbalik jika kondisi remaja mengalami putus cinta terhadap pasangannya. Perasaan yang
di terima remaja pasca putus cinta berupa perasaan sedih karna cintanya diputus oleh
pasangannya. Kondisi tersebut dapat memungkinkan remja melakukan hal-hal yang
negatif yang merugikan dirinya sendiri, seperti rasa ingin bunuh diri, meminum alkohol
bahkan ingin menggunkan narkoba sebagai pelampiasan rasa sakit yang diterima pasca
putus cinta.
Reaksi putus cinta setiap individu berbeda dan secara umum individu dapat
merasakan kecewa, sedih, marah, putus asa, menyesal bahkan depresi. Menurut Shontz
(Atrup & Anisa, 2018) mengemukakan bahwa terdapat reaksi putus cinta yang dihadapi
oleh individu, yaitu shock dan encounter reaction. Shock merupakan reaksi kaget atau
perasaan tidak menduga terhadap kondisi setelah putus cinta. Encounter reaction
merupakan kelanjutan dari reaksi shock yang dicirikan dengan pikiran kacau, merasa
kehilangan, tidak percaya diri, sedih, tidak berdaya, serta perasaan tidak berguna.
“ Yang saya rasakan pas putus cinta itu biasa saja gak, gak ada emosi sama sekali, biasa
saja sih pas putu dan alhamdulillah aman ndk suka emosian”.
Menurut (Hurlok, 2003) menjelaskan bahwa upaya untuk mengenali dan menyadari
emosi yang dialami ini merupakn langkah yang sangat penting bagi remaja sebab
kesadaran akan suatu perasaan yang dialami akan mengembangkan tipe perilaku adaptif
yang dapat memfasilitasi terjadinya interaksi sosial yang positif. Hal ini perlu dilakukan
karena mengingat masa remaja itu diibaratkan masa “badai dan tekanan” dimana pada
masa ini emosi remaja sangatlah tinggi, akan tetapi tidak semua remaja dapat melalui
masa badai dan tekanan tersebut. Sebagian besar remaja mengalami kestabilan emosi dari
waktu ke waktu ini sebuah usaha remaja untuk menyesuaikan diri terhadap pola perilaku
sosial yang baru. Dimana pola emosi remaja sama dengan pola emosi pada kanak-kanak,
perilaku yang normal di alamai adalah cinta atau kasih sayang, gembira, sedih, takut,
amarah dan lainnya lagi. Memahami perbedaannya pada macam dan derajat rangsangan
yang membangkitkan emosinya dan khususnya pad pengontrolan emosi yang dilakukan
setiap individu terhadap ungkapan emosi pada remaja.
Manusia hidup menjalani berbagai macam kegiatan rutinnya, dalam menjalani hal
tersebut individu sering dihadapkan pada permasalahan yang kadang menyulitkan remaja,
untuk menghadapi situasi tersebut remaja mengeluarkan pemikiran, tenaga, serta
perasaan. Berat ringannya masalah tersebut tergantung bagaimana individu yang
menyiapkan sendiri solusinya, bagaimana pola pikir individu dan cara individu
menghadapi permasalahan tersebut. Dalam menghadapi permasalahan tersebut
individu sering melibatkan emosi dalam mengepresikan suasana hati yang dialami
yang disebabkan oleh stimulus tertentu dari permasalahannya. Jadi dimana individu
merasakan emosi dalam bentuk bahagia, maka dia akan menunjukkan ekspresi dalam
bentuk bahagia, jika individu merasakan emosi marah, maka dia dapat menunjukkan
ekspresi dengan suasana hati yang berantakan bisa saja dengan merusak suatu barang
atau membanting barang-barang disekitarnya. Menurut (Garnefski dkk., 2003)
menjelaskan bahwa terdapat 4 komponen penting dari emosi, yaitu rangsangan fisiologis,
perasaaan respondentif, adanya proses koginitif, timbulnya reaksi tingkah laku baik
secara ekspresif maupun instrumen.
B. Fokus Penelitian
1. Bagaimana gambaran regulasi emosi pasca putus cinta pada remaja laki-laki?
2. cara mengatasi regulasi emosi pasca putus cinta pada remaja laki-laki?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana gambaran regulasi emosi pasca putus cinta pada
remaja laki-laki.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi regulasi emosi pasca putus cinta
pada remaja laki-laki.
D. Manfaat Penelitian
1. Maanfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian di bidang psikologi
perkembangan dan terkait kajian yang membahas tentang regulasi emosi pada anak
remaja laki-laki yang telah mengalami putus cinta.
2. Maanfaat praktis
a. Bagi remaja
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan pola pokir bagi remaja
tentang bagaimana meraka mengendalikan emosi, sehingga dapat terhindar dari
perbuatan yang tibak baik dan hal-hal yang menyimpang.
b. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat tentang
bagaimna mengolah atau meregulasi emosinya serta bagi orang tua untuk
mengajarkan kepada anaknya cara bagaimana mengatasi regulasi emosi pada
anaknya dan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya
yang dimana peneliti ini dapat menjadi nilai tambah pengetahuan ilmiah dalam
bidang psikologi perkembanan. Serta, peneliti ini dapat dijadikan referensi bagi
peneliti yang mengangkat tema yang sama, namun dengan sudut pandang yang
berbeda dan memberikan suasana yang baru.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Teoritik
1. Putus Cinta
a. Definisi Putus Cinta
Berdasarkan penjelasan menurut beberpa ahli dapat dsimpulkan bahwa putus cinta itu
hubungan cinta yang berakhir antara kedua individu yang menjalin hubungan sebelumnya
atau hubungan yang dibina beberapa waktu tertentu.
Ada beberapa gambaran reaksi putus cinta ditinjau dari sudut psikologi, mengacu
pada teori yang diajukan oleh Shontz (Yuwanto, 2011) diantaranya :
Retreat Individu yang mengalami putus cinta biasanya akan menolak bahwa dirinya telah
mengalami putus cinta. Reaksi penolakan ini adalah bentuk pertahanan diri untuk
melindungi diri dari perasaan tidak nyaman.
2. Regulasi Emosi
a. Definisi Regulasi Emosi
Gratz dan Roemer (2004) menjelaskan bahwa regulasi emosi mencakup upaya untuk
penerimaan emosi, kemampuan untuk mengendalikan perilaku impulsif dan kemampuan
untuk menggunakan strategi regulasi emosi sesuai situasi secara fleksibel. Gross (1998)
menyatakan bahwa regulasi emosi mengacu pada proses-proses yang dilakukan individu
untuk mempengaruhi emosi yang dimiliki, kapan individu memilikinya, bagaimana
individu mengalami dan mengekspresikan emosi tersebut. Gyurak, Gross dan Etkin
(2011) menjelaskan konstruk regulasi emosi dengan penekanan pada proses eksplisit dan
implisit. Regulasi emosi secara eksplisit sebagai proses yang memerlukan upaya sadar
untuk inisiasi dan menuntut beberapa tingkat pemantauan selama implementasi, dan
terkait dengan beberapa tingkat wawasan dan kesadaran. Regulasi emosi secara implisit
diyakini dibangkitkan secara otomatis oleh stimulus itu sendiri dan berjalan sampai
selesai tanpa pemantauan dan dapat terjadi tanpa wawasan dan kesadaran.
Gross dan Thompson (2007) menyatakan bahwa regulasi emosi adalah strategi yang
dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau
mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan
perilaku. Individu yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau
meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif.
Richard dan Gross (2000) menyatakan bahwa regulasi emosi sebagai pemikiran atau
perilaku yang dipengaruhi oleh emosi. Ketika mengalami emosi yang negatif, orang
biasanya tidak dapat berfikir dengan jernih dan melakukan tindakan di luar kesadaran.
Regulasi emosi merupakan bagaimana seseorang dapat menyadari dan mengatur
pemikiran dan perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda (emosi positif dan negatif).
Berdasarkan penjelasan menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa regulasi
emosi merupakan kemampuan untuk menjaga, mengontrol dan menurunkan emosi yang
dirasakan sehingga berpengaruh pada perasaan, perilaku, dan respons fisiologis
seseorang.
Gross (2006) mengatakan ada tiga aspek dalam regulasi emosi memiliki peran
penting dalam pembentukan perilaku yang ditampakkan, yaitu:
Penilaian emosi dalam regulasi emosi yaitu melatih seseorang agar dapat menyadari
emosi negatif yang dirasakannya, mengidentifikasi dan menginterpretasikan emosi
negatif yang dirasakan sehingga mampu menyikapi emosi yang muncul tersebut dengan
perilaku yang tepat. Seseorang yang dapat menilai emosi negatif mempunyai pengaruh
besar terhadap perubahan perilakunya.
1). Usia
Usia seseorang bertambah maka ada hubungan antara pertambahan usia dengan
peningkatan kemampuan regulasi emosi seseorang. Semakin tinggi usia seseorang maka
cara mengepresikan emosi akan semakin terkontrol.
3). Regulasi
4). Kepribadian
Seseorang yang mampu mengontrol perilaku dan menahan diri untuk bersabar
merupakan bentuk keterampilan dalam meregulasi emosinya sehingga dapat mangatur
emosinya baik emosi yang positif atau negatif. Sebaliknya seseorang yang tidak dapat
mengontrol diri serta tidak memiliki coping yang efektif akan menunjukkan regulasi
emosi yang rendah.
Pendekatan yang dilakukan orang tua baik secara langsung maupun tidak langsung
akan berpengaruh terhadap regulasi emosi seseorang anak. Interaksi yang dapat
dilakukan seperti hubungan antara orang tua dan anak, teknik coaching, teaching,
maupun menyesuaikan kesempatan dalam lingkungan (Parker dalam Brenner dan
Salovey, 1997).
6). Budaya
Regulasi emosi merupakan culturally permissible (apa yang dianggap sesuai) dapat
mempengaruhi cara seseorang untuk merespon ketika berinteraksi dengan orang lain dan
cara untuk meregulasi emosi. Kepercayaan yang tumbuh dalam suatu kelompok
masyarakat akan mempengaruhi cara seseorang dalam menerima, menilai pengalaman
emosi serta menampilkan respon emosi.
Kerangka Pikir
Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti ingin mengetaui bagaimana gambaran regulasi
emosi serta apa dampak dari remaja laki-laki yang mapu menontrol emosinya pasca putus
cinta.
Putus Cinta
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Creswell (2014) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah sebuah sarana
untuk memahami dari individu dan kelompok mengenai sebuah permasalahan sosial.
Maka penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenemenologi. Dalam penelitian ini dilakukan proses yang melibatkan
pertanyaan, mengumpulkan data, menganalisis, mengelola data, dan memberikan hasil
mengenai data yang sudah didapatkan.
B. Batasan Istilah
1) Putus Cinta
Putus cinta adalah berakhirnya suatu hubungan pasangan atau berakhirnya
hubungan yang lama dijalin suatu pasangan.
2) Regulasi Emosi
regulasi emosi merupakan kemampuan untuk menjaga, mengontrol dan
menurunkan emosi yang dirasakan sehingga berpengaruh pada perasaan, perilaku,
dan respons fisiologis seseorang.
C. Unit Analisis
Responden dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki yang pernah mengalami putus
cinta, responden berjumlah 2 orang yang berusia 20 tahun.
D. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Creswell (2014) mendefinisikan bahwa metode dalam pengumpulan data
melalui 4 srategi yaitu observasi, wawancara, studi dokumenter dan dokumentasi. Dalam
teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Natural setting
serta metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
1. Wawancara
Jenis wawancara yang digunakan penelitian ini adalah wawancara terstruktur.
Wawancara ini menjelaskan tentang bagaimana reguasi emosi pasca putus cinta.
2. Obervasi
Observasi yang dilakukan penelitian ini menggunakan obsevasi yang mendeskripsi
tingkah laku serta mengamati respnden.
3. Dokumentasi
Data berupa dokumen untuk menggali infromasi yang terjadi di masa silam.
E. Analisi Data
Data penelitian ini, untuk memahami makna dari yang di dapatkan pada topik
tersebut, prosedur dalam analisis data yang dilakukan adalah:
1. Tahap awal, pada tahap ini peneliti menjelaskan pengalaman yang dirasakan atau
dialami responden.
2. Tahap horizonalization, pada tahap ini peneliti melakukan pencatatan pertanyaan
atau poin-poin oenting dari responden yang sesuai dengan topik yang diangkat.
3. Tahap cluster of meaning, pada tahap ini peneliti mengklasifikasikan pertanyaan
yang sesuia dengan topik yang diangkat.
4. Tahap deskripsi esensi, tahap ini peneliti menyimpulkan keseluruhan apa yang
disampaikan subjek dan esensi dri subjek.
5. Tahap kesimpulan tahap ini menyimpulkan hasil analisis data, serta hasil
penelitian yang menjawab fokus penelitian.
F. Keabsahan Data
Menurut Octaviani & Sutriani (2019) keabsahan data merupakan standar kebenaran
dari data hasi penelitian yang menekankan pada data dari pada sikap atau jumlah
individu. Uji keabsahan data yang digunakan sesuai dengan jenis penelitian dalam
pendekatan kualitatif, pada penelitian ini uji keabsahan disesuaikan dengan studi yang
digunakan yaitu fenomenologi. Sehingga pada penelitian ini uji keabsahan yang diapaki
yaitu member shecking dan expert opinion.
G. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Aska, R. I., Khumas, A., & Firdaus, F. (2022). Resiliensi Pada Laki-Laki Dewasa Pasca Putus
Hasmarlin, H., & Hirmaningsih, H. (2019). Self-Compassion dan Regulasi Emosi pada
Remaja. Jurnal Psikologi, 15(2), 148-156.
Hendriana, A. A., & Hendriani, W. (2015). Regulasi Emosi pada Wanita Dewasa Awal yang
Ditolak Cintanya (Studi Kasus Pada Cinta Tak Terbalas). Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Perkembangan, 4(1), 57.
Mardhiana Amalia Dessy Fadzrina, M. A. D. F. Regulasi Emosi pada Wanita Dewasa Awal yang
Ditolak Cintanya (Studi Kasus Pada Cinta Tak Terbalas. Universitas Muhammadiyah
Sidoarjo.
Putri, R. R., & Lestari, S. (2022). Hubungan Antara Regulasi Emosi, Harga Diri Dan Perilaku
Kekerasan Dalam Berpacaran Pada Mahasiswa (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Surakarta).
Tejena, N. R., & Sukmayanti, L. M. K. (2018). Meditasi Meningkatkan Regulasi Emosi pada
Remaja. Jurnal Psikologi Udayana, 5(2), 370-381.
Tyas, P. P. (2012). Regulasi emosi pasca putus cinta pada remaja tahap akhir (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakrta).