Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah : PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

Dosen pengampuh : Dr. Muh. Ahkam, S.Psi., M.Si

Tri Sugiarti, S.Psi., M.Pd

Isu Kontekstual Terkait Penyelenggaraan dan Perkembangan AUD

Nama :

Siti Nurfiskia Julia 1971042033

Aron Erlangga Prasiwi 200701501054

Nur Fauziah Azizah 200701502015

Lilis Angraeni Asnul 200701502027

Muh. Rifky Dwisatya 200701502094

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2022
A. PENGASUHAN YANG IDIGENIOUS

Pola asuh orang tua merupakan segala bentuk dan proses interaksi yang terjadi antara
orang tua dan anak yang merupakan pola pengasuhan tertentu dalam keluarga yang akan
memberi pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak (Baumrid dalam Irmawati,2002).
Baumind dalam Maulifah (2008:37) berpendapat bahwa pola asuh pada prinsipnya parental
control yang bagaimana orang tua mengontrol, membimbing dan mendampingi anak-anaknya
untuk melaksanakan tugas-tugas perkembanganya menuju pada proses pendewasaan.

Pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anak sudah tentu berbeda antara satu dengan
lainya. Perbedaan ini nantinya akan mempengaruhi perkembangan anak itu sendiri. Dalam
pelaksanaanya, pola ini akan bergantung pada pengalaman atau pendapat orang tua masing-
masing. Menurut Yaumul Athir (1994:11), orang tua hendaknya memperhatikan dan
menyesuaikan diri dengan peranan dan fungsinya, yaitu:

a) Sebagai tokoh yang ditiru anak, maka pola asuh yang berisi pemberian teladan
b) Sebagai tokoh yang mendorong anak, maka pola asuhnya adalah pemberian kemandirian
kepada anak, motivasi untuk berusaha dan mencoba bangkit bilamana mengalami kegagalan
c) Sebagai tokoh mengawas, dalam hal ini maka pola asuhnya adalah berisi pengendalian,
pengarahan, pengidisplinan, ketataan, kejujuran, orang tua perlu memberi tahu apa yang boleh
atau tidak boleh dilakukan anak.

1. Pengembangan Konsep Pengasuhan dalam Perspektif Kontekstual Budaya

Salah satu konteks yang sering digunakan dalam mengembangkan konsep pengasuhan
adalah konteks budaya. Keyakinan dan tujuan orang tua seringkali dilandasi oleh nilai-nilai atau
prescription kultural (Chao, 2000). Dalam studi-studi psikologi, budaya sering dibedakan atas
budaya individualis dan budaya kolektivis. Budaya individualis seperti yang banyak ditunjukkan
masyakarat di Amerika dan Eropa, lebih menekankan nilai kebebasan pribadi dan cenderung
untuk menempatkan tujuan pribadi di atas tujuan kelompok. Di sisi lain, budaya kolektivis
seperti di Asia, Afrika dan Amerika Selatan, menekankan harmoni sosial dan cenderung
mengorbankan tujuan pribadi untuk tujuan kelompok (Biswas-Diener, Diener, & Tamir, 2004;
Markus & Kitayama, 1991).
Perspektif kontekstual budaya melandasi munculnya studi-studi indigeneous dalam
psikologi. Psikologi indigeneous adalah studi mengenai proses mental manusia yang dilakukan
di suatu area tertentu dan hasilnya ditujukan bagi masyarakat di area tersebut (Kim & Chun,
1994). Dibandingkan dengan psikologi mainstream dengan teori-teori yang bersifat universal,
pendekatan psikologi indigeneous lebih mendorong para peneliti untuk berpikir secara
kontekstual atau memahami perilaku manusia dalam konteks budaya setempat.

Gambaran pengasuhan indigenous yang berbasis pada nilai-nilai budaya setempat juga
tampak di beberapa penelitian yang lain seperti Jepang, Filipina dan India. Pengasuhan di Jepang
sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai harmoni sosial seperti kepekaan sosial, kebaikan (kindness)
dan kehalusan (gentleness). Orang tua Jepang juga sangat menekankan kepatuhan dan kesopanan
pada orang dewasa atas dasar prinsip sunao (patuh-kooperatif) dalam budaya Jepang (White &
LeVine, 1986). Pengasuhandi Filipina dipengaruhi oleh nilainilai kebersamaan, rasa malu atas
kegagalan memenuhi harapan lingkungan dan relasi timbal balik (pakikisama, hiya, and utang na
loob). Budaya yang dipegang oleh masyarakat Filipina membuat anggota keluarga Filipina saling
mendukung satu sama lain dengan pola asuh yang bersifat resiprokal (Van Campen & Russell,
2010). Pengasuhan di India sangat dipengaruhi oleh budaya hidup bersama keluarga besar
(mitakshara), di mana interdependensi di antara keluargakeluarga yang tinggal dalam satu tempat
tinggal sangat kuat. Sejak dini orang tua India mengajarkan anak-anak tentang kedudukan
kekerabatan, jenis kelamin, dan urutan kelahiran mereka (Gupta; Seymour, dalam Chao, 2002).

Dalam sepanjang riwayat penelitian tentang pengasuhan, Darling & Steinberg, (1993)
menyimpulkan bahwa pengasuhan dikonsep tualisasikan dalam cara yang berbeda di waktu yang
berbeda. Dengan pertimbangan tersebut, Darling & Steinberg mengajukan suatu konsep
pengasuhan yang memuat tiga elemen yang terintegrasi satu sama lain yaitu tujuan pengasuhan,
pola asuh dan praktik pengasuhan. Tujuan pengasuhan adalah hasil perkembangan pada anak
yang diharapkan orang tua dapat tercapai melalui pengasuhan. Tujuan pengasuhan berpengaruh
pada anak melalui pola asuh dan praktik pengasuhan. Pola asuh merupakan konstelasi sikap
orang tua terhadap anak yang membentuk iklim emosional orang tua-anak, sedangkan praktik
pengasuhan adalah cara-cara yang digunakan orang tua untuk mencapai tujuan pengasuhan.

Tujuan pengasuhan meliputi sejumlah keterampilan, regulasi diri, dan nilai-nilai. Tujuan
pengasuhan terkait dengan keyakinan atau prinsip orang tua yang dipengaruhi oleh harapan
masyarakat dan faktor budaya. Selanjutnya tujuan pengasuhanakan mempengaruhi anak melalui
pola asuh dan praktik pengasuhan yang dilakukan orang tua. Dengan model pengasuhan
integratif dari Darling & Steinberg (1993) memungkinkan pengasuhan dikonsep tualisasikan
sesuai dengan prinsip-prinsip budaya setempat.

B. PRO-KONTRA SEKOLAH DINI AUD


1. Pro

Orangtua yang pro anaknya untuk sekolah dini AUD di karenakan jika sang anak sekolah
maka anak bisa bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya, bisa belajar dan bermain, dan
anak akan menjadi lebih mandiri. Selain itu ada pula orangtua yang pro anaknya sekolah dini
AUD di sebabkan sibuknya orangtua bekerja sehingga anak dititipkan di sekolah atau
terbatasnya permainan atau pengetahuan yang ada di rumah.

2. Kontra

Beberapa persoalan tersebut, menurut Suyanto, (2005:241-243), antara lain berkaitan


dengan : (1) perekonomian yang lemah, (2) kualitas asuhan rendah, (3) program intervensi orang
tua yang rendah, (4) kualitas PAUD yang rendah, (5) kuantitas PAUD yang kurang, dan (6)
kualitas pendidik PAUD rendah.Dan menurut hemat penulis permasalahan yang tak kalah
pentingnya adalah masalah (7) regulasi atau kebijakan pemerintah tentang pengelolaan PAUD.

(1) secara kuantitas penduduk Indonesia masih banyak yang hidup dalam taraf kemiskinan.
Menurut data BPS sebagai banyak dilansir oleh media masa, pada tahun 2009 kurang
lebih 32,7 % rakyat Indonesia miskin. Dengan demikian, lebih dari 32,7 % anak usia dini
hidup dalam keluarga miskin. Dalam keadaan ekonomi yang begitu sulit, orang tua si
anak tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak.
(2) Akhir-akhir ini, di media masa diberitakan masih banyak kasus ibu yang tega membuang
anaknya begitu ia dilahirkan, bahkan tega membunuh anak kandungnya sendiri. Begitu
banyak alasan yang mereka kemukakan mengapa mereka melakukan tindakan tersebut,
mulai dari rasa malu karena bayi tersebut merupakan hasil hubungan gelap sampai
kepada rasa khawatir karena tidak akan mampu merawat, mengurus dan membiayainya.
Hal ini membuktikan tingkat kualitas asuhan terhadap anak usia dini begitu rendah.
Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi ibu dan calon ibu turut memperparah keadaan
ini. Banyak ibu yang tidak tahu bagaimana cara memberi makan, cara mengasuh, dan
mendidik anak. Karena tingkat ekonomi yang rendah, banyak ibu dan calon ibu yang
tidak sempat membaca buku-buku tentang merawat dan mendidik anak. Alih-alih untuk
membeli buku-buku tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun mereka harus
bekerja keras.
(3) program intervensi untuk membantu keluarga dengan anak usia dini masih rendah.
Program Pos Pelayanan Terpadu belum dapat memenuhi kebutuhan mereka. Bahkan,
program ini di beberapa daerah hampir tidak dilaksanakan. Istilah yang tepat untuk
kehidupan Posyandu adalah hidup enggan mati tak mau. Sebagai bukti nyata, terdapat
banyak bayi yang kekurangan gizi tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan.
(4) kenyataan di masyarakat institusi pendidikan anak usia dini amatlah sedikit yang dikelola
oleh pemerintah, hampir sebagian besar institusi pendidikan anak usia dini yang ada
dikelola oleh pihak swasta dan masyarakat. Ini berarti biaya PAUD masih ditanggung
oleh orang tua dan masyarakat, sementara itu kondisi ekonomi masyarakat kita masih
lemah. Bangunan yang digunakan untuk pendidikan anak usia dini yang ala kadarnya,
ruangan yang begitu terbatas, tanpa memperhatikan penataan yang maksimal, ditambah
kurangnya fasilitas yang mendukung pengembangan berba-gai potensi yang dimiliki
anak. Misalnya, arena bermain yang kurang, alat-alat permainan yang kurang. Dengan
kata lain, lembaga istitusi PAUD harus menghidupi dirinya sendiri tanpa mendapat
bantuan pemerintah yang mema-dai. Institusi PAUD berjalan de-ngan dana operasional
yang sangat minim, gaji para guru PAUD dapatlah dikatakan kurang memadai, banyak
institusi PAUD yang hanya mampu membayar gurunya antara 200.000 sampai dengan
300.000 bahkan masih ada yang di bawah angka tersebut. Hal inilah yang menyebabkan
kualitas layanan PAUD tidak begitu maksimal, terutama di wilayah pedesaaan. Pelayanan
PAUD yang berkualitas pada umumnya hanya terdapat di kotakota besar, di mana orang
tua sanggup membayar dengan harga tinggi.
(5) kuantitas PAUD yang dikelola oleh pemerintah yang kurang, antara lain disebabkan oleh
adanya persepsi yang salah tentang PAUD, baik Taman KanakKanak dan pendidikan
anak usia dini lainnya. Persepsi bahwa pendidikan anak usia dini dan TK adalah
pendidikan prasekolah yang tidak wajib bagi anak, maka pendidikan anak usia dini tidak
wajib bagi anak, maka pendidikan anak usia dini tidak perlu dikembangkan sebaik
pendidikan dasar dan menengah. Padahal sebaliknya, di negara maju seperti Amerika
Serikat perhatian terhadap pendidikan anak usia dini sangatlah tinggi. Hal ini disebabkan
mereka menyadari betul bahwa anak usia antara 0-8 tahun, bahkan 0-5 tahun adalah usia
emas atau dikenal dengan istilah the golden age, dimana usia yang amat berharga untuk
mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak tersebut.

C. CALISTUNG

Menurut (Bagi et al., 2019) Kemampuan Calistung merupakan pengetahuan dasar yang
harus dimiliki oleh seseorang untuk dapat mempelajari berbagai hal. Dan Calistung merupakan
singkatan dari Membaca, Menulis dan Berhitung.

Dalam Penelitian (Marlisa, 2018) dijelaskan beberapa langkah langkah yang perlu
dilakukan agar menumbuhkan kecintaan anak pada calistung (membaca, menulis, dan
berhitung ) yaitu diantara nya :

1. Membaca
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatan banyak hal,
tidak hanya melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir,
psikolonguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca merupakan proses
menerjemahkan simbol tulisan (huruf) ke dalam kata-kata lisan (Farida Rahim, 2008: 2).
Tujuan proses dari membaca adalah menerima atau memahami pesan yang terkandung
dalam teks, dan pembelajaran tingkat permulaan merupakan tingkatan proses
pembelajaran membaca untuk menguasai sistem tulisan sebagai representasi tulisan
(Amitya Kumara, dkk, 2014: 1) .
Teori otomatisitas yang dikemukakan oleh LaBerge dan Samuels mengemukakan
bahwa membaca merupakan proses yang bersifat bottom-up, Proses membaca diawali
dengan pengenalan tampilan huruf yang menyusun kata, kemudian mengeja rangkaian
huruf tersebut, dan diikuti dengan pengucapan/penerjemahan rangkaian huruf itu menjadi
sebuah kata (phonological coding), kemudianakhir dari proses ini adalah identifikasi kata
(lexical access) yang pembaca mencoba untuk memahami arti dari kata yang dibaca
(Amitya Kumara, dkk, 2014: 7).
Ada beberapa tahapan atau langkah-langkah anak sebelum anak dapat membaca
yaitu, kesiapan dan kemampuan membaca, tumbuhkan rasa tahu anak, ciptakan
lingkngan gemar membaca (Firmanawaty Sutan, 2004: 39-46), sebagai berikut:
a) Kesiapan dan kemampuan membaca, Dalam perkembangan terhadap kesiapan
anak dalam membaca terdapat faktorfaktor yang perlu diperhatikan yang
mencakup perkembangan fisik, kestabilan emosi, kematangan mental,
keinginan atau hasrat membaca, dan juga faktor yang lainnya,
1. Perkembangan fisiologis, dalam perkembangan fisiologis adaalah
langkah utama yang harus diamati apakah anak mengalami gangguan
membaca akibat kelainan pada matanya, dan amati jga pendengaran
anak, apakah anak dapat merespon dengann baik setiap pertanyaan dan
perintah yang diberikan kepadanya. Selain itu, perhatikan kemampuan
berbicara apakah pengucapannya cukup jelas. Dan perhatikan
koordinasi mata dan tangannya juga, bila terdapat gangguan orang tua
dapat mengantisipasinya sejak dini.
2. Perkembangan sosial dan emosional Dalam faktor ini yang perlu
diperhatikan adalah kepercayaan diri anak dalam menunjukkan
kemampuan dan mengeluarkan pendapat. Selain itu, dengann
mengamati anak saat menyesuaikan diri dengan hal-hal baru yang
ditemukannya, dan apakah anak dapat bersikap mandiri atau tidak
dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya.
3. Perkembangan psikologi Dalam faktor psikologi anak biasanya
menunjukkan ketertarikannya kepada buku dan kegiatan membaca. Dan
juga perlu diamati kemampuan anak dalam mengenal tanda, simbol,
dan kata yang bersifat nyata dan abstrak. Anak biasnya tertarik dengan
kata-kata umum yang sering dijumpainya.
a) Tumbuhkan dan tanamkan rasa ingin tahu anak Langkah yang selanjutnya untuk
menumbuhkan minat membaca pada anak ialah tumbuhkan kemauan anak untuk
membaca dengan cara memelihara rasa keingintahunnya, dan jangan mematikan
keingintahuan anak dengan menjawab
1) Jangan menjawab tidak tahu
2) Jangan menjawab walaupun anda tahu jawabannya
3) Berhenti bercerita pada saat tertentu
4) Kembangkan pola 5W1H ( what, when, where, who dan how) 5)
Berikan alasan keutamaan gemar membaca.
b) Ciptakan lingkungan yang gemar membaca Setelah kedua langkah sebelumnya
sudah dilewati, hhal terakhir yang tidak kalah penting adalah menciptakan
lingkungan yang mendukung kegiatan membaca dengan memulai dengan
lingkungan yang paling dekat dengan anak, yaitu keluarga, yaitu sebagai berikut:
1) Dampingi anak jika saat sedang mengerjakan PR dan dampingi anak sambil membaca
buku, dan jangan melakukan kegiatan lain seperti menonton tv.
2) Bentuk lingkungan anak menjadi lingkungan yang mencintai buku
3) Sediakan lingkungan fisik yang mendukung kenyamanan membaca, misalnya sediakan
ruangan yang cukup terang, sirkulasi udaranya cukup, minimalkan gangguan suara dan
sediakan korsi yang nyaman untuk membaca.
2. Menulis

Menulis merupakan bagian dari perkembangan motorik halus anak, Pada


perkembangan motorik halus anak ini meliputi perkembangan otot halus dan fungsinya.
Otot ini berfungsi untuk melakukan gerakan-gerakan bagian tubuh yang lebih spesifik
seperti menulis, melipat, merangkai, mengancingkan baju, dan menggunting (Mansyur,
2009: 24). Terkait dengan motorik halus anak dalam menulis sebaiknya orang dewasa
disekitar anak memberikan perhatian lebih terhadap kontrol, koordinasi, dan ketangkasan
dalam menggunakan tangan dan jemari. Santrock mengatakan bahwa saat anak belajar
mengembangkan keterampilan menulis, anak pelan-pelan belajar membedakan ciri-ciri
huruf, seperti apakah garis suatu huruf harus lurus atau bengkok, terbuka atau tertutup,
dan seterusnya (John W. Santrock, 2013: 431). Spandel yang dikutip Santrock
mengungkapkan disaat kehlian kognitif dan keahlian bahasa anak meningkat, keahlian
menulis anak juga meningkat (John W. Santrock, 2007: 366).
Dari pengertian yang diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa, kegiatan menulis
ini berhubungan dengan perkembangan motorik halus anak untuk melakukan kegiatan
menulis. Sehingga, pada masa kanak kanak awal keahlian motor anak biasanya sudah
cukup untuk membuat anak menuliskan bentuk huruf dan nama mereka sendiri. Menulis
pada anak usia dini diikuti dengan kemampuan membaca dan kemampuan berbicara,
berpikir, emosi, dan motorik pada anak yang mana semua itu merupakan aspek
perkembangan yang anak-anak bisa kuasai dengan bermain-main dengan material
dilingkungan mereka. Tetapi kemampuan menulis ini tidak berlangsung alami tanpa
dukungan orang dewasa disekitar anak. Anak-anak memerlukan interaksi aktif dan
reguler dengan bahasa cetak dan lisan disertai dengan tulisan. Sebaiknya orang dewasa
disekitar anak memberikan contoh-contoh dengan banyak menulis langsung dihadapan
anak dan memberikan peralatan dan dorongan untuk mencoba sendiri dalam menulis
seperti:
a) Berbagi buku dengan anak-anak, termasuk buku besar.
b) Membahas huruf berdasarkan nama dan suara
c) Membentuk lingkungan kaya-literasi.
d) Membacakan ulang kisah favorit.
e) Melibatkan anak-anak dalam permainan bahasa.
f) Mendorong anak-anak bereksperimen dengan kegiatan menulis (Janice J. Beaty,
2013: 351).
Dari beberapa point diatas merupakan suatu kebutuhan anak dalam memfasilitasi
yang dibutuhkan oleh anak dalam menulis. Sehingga, anak terdorong dan mau mencoba
sendiri dalam menulis.
3. Berhitung
Dalam temuan Howard Gardner mengenai berbagai macam jenis kecerdasan anak
mengungkapkan beberapa kecerdasan pada anak yang salah satunya merupakan
kecerdasan logika/ matematika, yang mana dalam kecerdasan ini anak-anak mampu
untuk memahami konsep angka dan jumlah dengan mudah. Mereka belajar untuk
membaca konsep waktu pada usia dini dan dapat memvisualisasikan kuantitas dengan
cepat (Janice J. Beaty, 2013: 89).
Bertrand Russel yang dikutip dalam mengelola kecerdasan dalam pembelajaran,
mengungkapkan bahwamatematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan
alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memcahkan berbagai persoalan praktis, yang
unsurunsurnya logika danintuisi, analisis dan konstrusi, generalitas dan individualitas,
dan mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis
(Hamzah B. Uno, 2010: 109) .
Berhitung merupakan hal yang paling mendasar yang diperlukan anak untuk
mengindentifikasi perbedaan antar beberapa benda dalam satu kelompok, kemampuan
anak dalam belajar mengembangkan pemahaman terhadap angka dalam konsep
berhitung.
Anak usia dini biasanya paham bahwa angka merepresentasikan kuantitas, anak
mulai melibatkan kosa kata seputar angka ke dalam diskripsi mereka sehari-hari,
misalnya “aku mau makan dua potong biskuit.” Sering anak-anak dapat menghapal
bilangan 1-20, namun tidak tahu kuantitas dari bilangan-bilangan tersebut. Dalam
mengajarkan anak dalam berhitung diperlukan banyak sekali pengalaman dalam
berrhitung dalam memahami bahwa kata “enam” merepresentasikan lima buah benda
(Suzanne R. Gellens, 2004: 116) . Hal yang paling penting untuk mengajarkan anak
dalam berhitung ialah mengenalkan kuantitas benda adalah dasar-dasar metematika yang
lebih penting daripada menghafal angka-angka dan hal tersebut sangat mudah diajarkan
pada anak usia dini.

D. KETERGANTUNGAN GADGET

1. Pengertian Gadget
Gadget adalah sebuah istilah dalam bahasa Inggris yang mengartikan sebuah alat
elektronik kecil dengan berbagai macam fungsi khusus. Gadget (Bahasa Indonesia: acang)
adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Inggris untuk merujuk pada suatu peranti atau
instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang berguna yang umumnya
diberikan terhadap sesuatu yang baru. Gadget dalam pengertian umum dianggap sebagai suatu
perangkat elektronik yang memiliki fungsi khusus pada setiap perangkatnya. Contohnya:
komputer, handphone, game dan lainnya.
Dewasa ini sering sekali kita menemukan pemanfaatan gadget menjadi salah satu jalan
pintas orang tua dalam pendamping sebagai pengasuh bagi anaknya. Dengan berbagai fitur dan
aplikasi yag menarik mereka memanfaatkannya untuk menemani anak agar orang tua dapat
menjalankan aktifitas dengan tenang, tanpa khawatir anaknya keluyuran, bermain kotor,
berantakin rumah, yang akhirnya membuat rewel dan mengganggu aktifitas orang tua. Anak
dengan lihai dapat mengoperasikan gadget dan fokus pada game atau aplikasi lainnya. Orang tua
belakangan ini banyak yang beranggapan gadget mampu menjadi teman bermain yang aman dan
mudah dalam pengawasan. Sehingga peran orang tua sekarang sudah tergantikan oleh gadget
yang seharusnya menjadi teman bermain.

Padahal perlu diketahui bahwa periode perkembangan anak yang sangat sensitif adalah
saat usia 1-5 tahun, sebagai masa anak usia dini sehingga sering disebut the golden age. Pada
masa ini seluruh aspek perkembangan kecerdasan, yaitu kecerdasan intelektual, emosi, dan
spiritual mengalami perkembangan yang luar biasa sehingga yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan selanjutnya.1 Ketika anak berada pada the golden age semua
informasi akan terserap dengan cepat. Mereka menjadi peniru yang handal, mereka lebih smart
dari yang kita pikir, lebih cerdas dari yang terlihat dan akan menjadi dasar terbentuknya karakter,
kepribadian, dan kemampuan kognitifnya. Maka jangan pernah kita anggap remeh anak pada
usia tersebut.

Sebenarnya gadget tidak hanya menimbulkan dampak negatif bagi anak, karena juga ada
dampak positif, diantaranya dalam pola pikir anak yaitu mampu membantu anak dalam mengatur
kecepatan bermainnya, mengolah strategi dalam permainan, dan membantu meningkatkan
kemampuan otak kanan anak selama dalam pengawasan yang baik. Akan tetapi dibalik kelebihan
tersebut lebih dominan pada dampak negatif yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Salah satunya adalah radiasi dalam gadget yang dapat merusak jaringan syaraf dan otak anak bila
anak sering menggunakan gadget. Selain itu, juga dapat menurunkan daya aktif anak dan
kemampuan anak untuk berinteraksi dengan orang lain. Anak menjadi lebih dividual dengan
zona nyamannya bersama gadget sehingga kurang memiliki sikap peduli terhadap teman bahkan
orang lain. Oleh karena itu, penting pemahaman tentang pengaruh gadget terutama bagi
orangtua. Supaya anak dapat dibatasi penggunaannya dan daya kembang anak dapat berkembang
dengan baik dan menjadi anak yang aktif, cerdas, dan interaktif terhadap orang lain
2. Penggunaan Gadget dan Perkembangan pada Anak Usia Dini
Sering kita temui orang tua membelikan gadget yang canggih dengan model yang sesuai
dengan keinginan anak. Orang tua yang memiliki karir diluar rumah gadget digunakan untuk
memantau akatifitas dan berkomunikasi dengan anak yang ada dirumah.sedangkan ibu yang
stanbay dirumah membelikan gadget bertujuan untuk mengalihkan perhatian si anak agar tidak
menganggu aktifitas ibu dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Awalnya tujuan mereka
berhasil, utkkomunikasi dan sebagai pengalih perhatian. Namun lama-kelamaan anak akan bosen
dan lebih aktif untuk mencoba fitur serta aplikasi lain yang lebih menarik. Dimualai dari sinilah,
anak akan lebih terfokus pada gadgetnya dan mulai meninggalakan dunia bermain mereka. Anak
akan lebih individuali dan takpeka terhadapa lingkungan sekitarnya. Penggunaan gadget yang
berlebihan akan berdampak buruk bagi anak. Anak yang menghabiskan waktunya dengan gadget
akan lebih emosional, pemberontak karena merasa sedang diganggu saat asyik bermain game.
Malas mengerjakan rutinitas sehari-hari. Bahkan untuk makanpun harus disuap, karena sedang
asyik menggunakan gadgetnya. Lebih mengakhawatirkan lagi, jika mereka sudah tidak tengok
kanan kiri atau mempedulikan orang disekitarnya,bahkan menyapa kepada orang yang lebih
tuapun enggan.

beberapa dampak negatif karena ketergantugan gadget pada anak

1. Waktu terbuang sia-sia. Anak-anak akan sering lupa waktu ketika sedang asyik
bermain gadget. Mereka membuang waktu untuk aktifitas yang tidak terlalu penting,
padahal waktu tersebut dapat dimanfaatkan untuk aktifitas yang mendukung
kematangan berbagai aspek perkembangan pada dirinya.
2. Perkembangan otak. Terlalu lama dalam penggunaan gadget dalam seluruh aktifitas
sehari-hari akan menganggu perkembangan otak. Sehingga menimbulkan hambatan
dalam kemampuan berbicara (tidak lancar komunikasi), serta menghambat
kemampuan dalam mengeskpresikan pikirannya.
3. Banyaknya fitur atau aplikasi yang tidak sesuai dengan usia anak, miskin akan
nilainorma, edukasi dan agama.
4. Menganggu kesehatan. Semakin sering menggunakan gadget akan menganggu
kesehatan terutama pada mata. Selain itu akan mengurangi minat baca anak karena
terbiasa pada objek bergambar dan bergerak.
5. Menghilangkan ketertarikan pada aktifitas bermain atau melakukan kegiatan lain. Ini
yang akan membuat mereka lebih bersifat individualis atau menyendiri. Banyak dari
mereka diakhir pekan digunakan untuk bermain gadget ketimbang bermain dengan
teman bermain untuk sekedar bermain bola dilapangan.
Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak akan berdampak negatif karena dapat
menurunkan daya konsentrasi dan meningkatkan ketergantungan anak untuk dapat mengerjakan
berbagai hal yang semestinya dapat mereka lakukan sendiri. Dampak lainnya adalah semakin
terbukanya akses internet dalam gadget yang menampilkan segala hal yang semestinya belum
waktunya dilihat oleh anak-anak. Banyak anak yang mulai kecanduan gadget dan lupa
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya yang berdampak psikologis terutama krisis percaya
diri juga pada perkembangan fisik anak. Radiasi gelombang elektromagnetik dari gadget
memang tidak terlihat. efeknya pun tidak terasa secara langsung. Untuk itu orangtua harus secara
bijak mengawasi dan melakukan seleksi terhadap instrument permainan yang digunakan anak-
anak saat bermain. Kebiasaan anak-anak dalam bermain gadget saat ini memang tidak bisa
dipungkiri. Namun ada baiknya tidak selalu bermain atau paling tidak membatasi waktu bermain
gadget. Karena alasan radiasi diatas. Sebenarnya kegiatan bermain merupakan kegiatan utama
anak yang nampak mulai sejak bayi. Kegiatan ini penting bagi perkembangan kognitif. sosial.
dan kepribadian anak pada umumnya. Anak juga bisa mulai memahami hubungan antara dirinya
dan lingkungan sosialnya melalui kegiatan bermain belajar bergaul dan memahami aturan
ataupun tata cara pergaulan. Namun sekarang anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan
bermain gadget daripada bermain dengan teman sebaya yang bisa menimbulkan sifat individualis
dan egosentris serta tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitar

Berikut ini beberapa dampak negatif dari gadget untuk perkembangan anak :

1. Sulit Konsentrasi Pada Dunia Nyata. Rasa kecanduan atau adiksi pada gadget akan
membuat anak mudah bosan. gelisah dan marah ketika dia dipisahkan dengan gadget
kesukaannya. Ketika anak merasa nyaman bermain dengan gadget kesukaannya dia
akan lebih asik dan senang menyendiri memainkan gadget tersebut. Akibatnya anak
akan mengalami kesulitan beriteraksi dengan dunia nyata berteman dan bermain
dengan teman sebaya.
2. Terganggunya Fungsi PFC Kecanduan teknologi selanjutnya dapat mempengaruhi
perkembangan otak anak. PFC atau Pre Frontal Cortex adalah bagian didalam otak
yang mengotrol emosi. kontrol diri. tanggung jawab. pengambilan keputusan dan
nilai-nilai moral lainnya. Anak yang kecanduan teknologi seperti games online
otaknya akan memproduksi hormon dopamine secara berlebihan yang mengakibatkan
fungsi PFC terganggu.
3. Introvert Ketergantungan terhadap gadget pada anak-anak membuat mereka
menganggap bahwa gadget itu adalah segala-galanya bagi mereka. Mereka akan
galau dan gelisah jika dipisahkan dengan gadget tersebut. Sebagian besar waktu
mereka habis untuk bermain dengan gadget. Akibatnya tidak hanya kurangnya
kedekatan antara orang tua dan anak-anak juga cenderung menjadi introvert
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S., & Karini, T. A. (2020). Islamic Parenting" Pola Asuh Anak: Tinjauan Perspektif Gizi
Masyarakat".http://ebooks.

Bagi, C., Di, M., & Ulilin, D. (2019). Pembuatan Media Pembelajaran Baca Tulis Hitung. 16(2),
105–115.

Chusna, P. A. (2017). Pengaruh media gadget pada perkembangan karakter anak. Dinamika
Penelitian: Media Komunikasi Penelitian Sosial Keagamaan, 17(2), 315-330.

Marlisa, L. (2018). Tuntutan Calistung Pada Anak Usia Dini. Golden Age: Jurnal Ilmiah
Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 1(3), 25–38. https://doi.org/10.14421/jga.2016.13-03/

Umah, R. Y. H. (2021). TREN ORANGTUA MENYEKOLAHKAN ANAK USIA DINI:


STUDI FENOMENOLOGI. Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Penelitian Sosial
Keagamaan, 21(01), 82-99.

https://journal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/view/41079/pdf

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/17794/

http://ebooks.uin-alauddin.ac.id/index.php?p=show_detail&id=176

https://books.google.co.id/books?id=OjeeDwAAQBAJ&lpg=PT5&ots=Fo49ZP3Li8&dq=info
%3AeO2oY6mtsqcJ%3Ascholar.google.com
%2F&lr&hl=id&pg=PT13#v=onepage&q&f=false

Anda mungkin juga menyukai