Anda di halaman 1dari 18

METODOLOGI PENELITIAN

“PENGARUH POLA ASUH SINGLE PARENTS TERHADAP


PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK”

Oleh : ANTA SINURAT (A1F119054)

Dosen Pengampu :

- Dr. Drs. H. Hendra Sofyan, M.Si


- Turino Adi Irawan, S.Pd., M.Pd

Kelas : R-002

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini pada hakikatnya ialah pendidikan yang diselenggarakan
dengan tujuan untuk menfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh
atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Pendidikan anak usia
dini juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan baik
koordinasi motorik halus maupun kasar, kecerdasan emosi, kecerdasan jamak, maupun
kecerdasan spritual.(Suyadi Maulidya.Konsep Dasar Paud,2013, hal 17).

Keluarga mempunyai peran penting dalam perkembangan anak. Keluarga adalah


lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Didalam keluargalah individu pertama kali
berhubungan dengan orang lain dan di dalam keluarga pula awal pengalaman pendidikan
dimulai. Pengalaman anak di dalam keluarga memberikan kesan tertentu yang terus melekat
hingga suatu inividu bertumbuh dan berkembang hingga dewasa. Kartono (dalam Prajipto,
2007) mengungkapkan bahwa keluarga sendiri merupakan lembaga paling utama serta paling
bertanggungjawab di tengah masyarakat dalam menjamin kesejahteraan sosial dan
kelestarian biologis anak manusia karena di tengah keluargalah anak manusia di lahirkan
serta didik sampai dewasa.

Dalam proses perkembangan yang dicapai oleh anak diharapkan kedua orang tua
mendampingi setiap perkembangan yang dicapai oleh anak, karena dengan perhatian yang
diberikan orangtua akan membawa hasil yang baik untuk perkembangan anak. Ibu dan ayah
sudah mempunyai peran masing-masing dalam sebuah keluarga. ayah sebagai tulang
punggung keluarga menopang semua beban utama dalam keluarga, sedangkan ibu sebagai
sosok wanita lembut yang mempunyai kemampuan serba bisa dalam keluarga. (Hibana
S.Rahman, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta, 2002 hal 15). Peran
keluarga benar-benar sangat penting dan berpengaruh besar pada perkembangan anak tidak
hanya pada fisik dan bahasa namun juga pada jiwa dan sosial anak yang akan memberikan
pengaruh berkelanjutan sampai anak dewasa. Keberhasilan dalam mendidik anak dalam
keluarga juga dilihat dari cara pola asuh yang digunakan oleh orang tua.

Pola asuh dalam keluarga adalah pengasuhan atau biasa disebut parenting yaitu
proses mendidik anak dari kelahiran anak hingga memasuki usia dewasa anak. Pendidikan
dalam keluarga adalah pendidikan yang tidak dapat digantikan oleh lembaga manapun.
Keluarga yang harmonis, rukun, dan damai akan tercermin dari kondisi psikologis dan
karakter anak-anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak yang kurang berbakti, tidak
menghormati, bertabiat buruk, sering melakukan tindakan diluar moral kemanusiaan atau
berkarakter buruk, lebih banyak disebabkan ketidakharmonisan dalam keluarganya. Agus
wibowo, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Yogyakarta 2012 hal.75. Hal demikian dapat
dicegah melalui pola asuh yang diterapkan oleh orangtua terutama orangtua singgle parents
agar anak dapat berkembang dengan baik sesuai norma-norma kemanusiaan yang berlaku.

Single parents (orangtua tunggal) adalah orang yang tidak memiliki suami,istri, atau
pasangan dan hidup dengan satu atau beberapa anak. Menurut Sager dkk (dalam Duval dan
Miller,1985) orangtua tunggal adalah orangtua yang memelihara dan membesarkan anak-
anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya. Keadaan ini dapat terjadi
disebabkan oleh beberapa hal yaitu perceraian,salah satu pasangan bekerja dalam waktu yang
lama tanpa bersama keluarga dan kematian, dengan begitu single parents dipaksa untuk
berdiri sendiri, berjuang sendiri untuk menhidupi dan mencukupi kebutuhan keluarganya
sendiri. Tidak dapat dipungkiri efek dari masalah tersebut akan berdampak pada anak baik
secara psikologi yang berkelanjutan hingga anak dewasa dan sosial anak. Menurut sebuah
informasi yang dirilis oleh Census Bureau tahun 2012,semakin banyak anak yang dibesarkan
oleh single parents atau oragtua tunggal. Dibandingkan dengan anak yang memiliki kedua
orangtua,anak-anak single parent cenderung rentan mengalami kondisi finansial dan edukasi
yang lebih buruk, orangtua yang berjuang sendiri dalam menghidupi keluarga cenderung
akan kekurangan dalam ekonomi yang berdampak pada anak terkhusus pada sosial anak.
Anak akan selau meras kurang percaya diri dengan teman-temannya yang lain sehinngga
sulit untuk bersosialisasi dengan lingkunganya. Secara finansial mungkin anak selalu merasa
kekurangan yang membuat pribaddi anak menjadi pribadi yang rendah diri,mudah marah,
frustasi dan rentan mengembangkan sikap yang keras.
Tidak dapat dipungkiri banyaknya kasus dari single parent yang berdampak pada
anak terkhusus pada kepribadian anak oleh karena itu peneliti ingin mengetahui lebih
bagaimana Dampak Pola Asuh Single Parents terhadap Perkembangan Sosial Emosional
Anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembahasan masalah diatas maka dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pola asuh single parent atau orangtua tunggal dalam mendidik anak?
2. Apa dampak dari pola asuh single parent atau orangtua tunggal terhadap perkembangan
sosial anak?
3. Apa kendala-kendala yang dialami oleh single parent atau orangtua tunggal dalam
mendidik sosial anak?
4. Bagaimana upaya orangtua single parent atau orangtua tunggal dalam
menumbuhkembangkan perkembangan sosial anak?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini serta manfaat yang didapatkan dari penelitian ini
nantinya antara lain:
1. Tujuan Penelitian
a. Ingin mengetaui bagaimana pola asuh orangtua single parent atau orangtua tunggal
dalam mendidik anak.
b. Untuk mengetahui dampak dari pola asuh single parent atau orangtua tunggal
terhadap perkembangan sosial anak.
c. Untuk mengetaui apa-apa saja kendala yang dialami oleh single parent dalam
menumbuhkembangkan perkembangan sosial anak.
d. Untuk mengetahui upaya yang dilaukan oleh single parent atau orangtua tunggal
dalam menumbuhkembangkan sosial anak.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini nantinya baik secara teoriti
maupun secara instan adalah sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan salah satu sumber data serta
sumbangan yang berharga dalam ilmu pengetahuan
b. Manfaat instan
 Untuk mahasiswa ataupun fakultas keguruan, penelitian ini bisa berguna
untuk peneliti selanjutnya dalam menaikkan pengetahuan tentang bagaimana
pola asuh single parent dalam mengurus anak dengan baik.
 Untuk warga penelitian ini diharapkan bisa membagikan informasi serta data
dan bisa dijadikan selaku pedoman untuk warga single parent dalam
mengasuh anak
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pola Asuh dan Single Parent


1. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh, Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008:1088) “pola adalah model,sistem,atau cara kerja”. Asuh adalah
“Menjaga,merawat,mendidik,membimbing,membantu,melatih dan sebagainya” KBBI
(2008:96). Pola asuh adalah cara orangtua memperlakukan anak,mendidik, dan
mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Menurut Thoha (1996:109) menyebutkan bahwa “Pola Asuh orang tua adalah merupakan
suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan
dari rasa tanggung jawab kepada anak.”
Menurut Sri Lestari(2015:50) pola asuh merupakan serangkaian sikap yang ditunjukkan
oleh orangtua kepada anak untuk menciptakan iklim emosi yang melingkupi interaksi antara
orang tua dan anak. Pola asuh juga dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak
dengan orang tua, yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-
lain) dan kebutuhan non fisik seperti perhatian,empati, kasih sayang.
Pola asuh menurut Diana Baumrind (1967), pada prinsipnya merupakan parental control
yaitu bagaimana orangtua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya menuju pada proses pendewasaan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pola asuh adalah
suatu cara dan sikap yang dilakukan oleh orangtua dalam mendidik anak dalam mendampingi
proses perkembangan anak hingga anak dewasa baik secara langsung maupun tidak langsung
yang menjadi tanggungjawab sebagai orangtua.\

2. Pengertian Single parent

Single parent berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu single
(sendiri/tungggal) dan parent (orang tua). Jadi kata single parent memiliki arti orang tua
tunggal/sendiri. Single parent adalah orang tua yang tinggal dalam rumah tangga yang
sendirian saja, bisa ibu atau bapak saja. Hal ini bisa disebabkan karena perceraian atau
ditinggal mati pasangannya. Single parent merupakan suatu kondisi dimana orang tua tunggal
merawat dan membesarkan anaknya sendiri tanpa kehadiran salah satu orang tua baik ayah
ataupun ibunya Pengertian single parent secara umum adalah orang tua tunggal. Single
parent mengasuh dan membesarkan anak-anak mereka sendiri tanpa bantuan pasangan, baik
itu pihak suami maupun pihak istri. Single parent memiliki kewajiban yang sangat besar
dalam mengatur keluarganya. Keluarga Single parent memiliki permasalahan paling rumit
dibandingkan keluarga yang memiliki ayah atau ibu. Single parent dapat terjadi akibat
kematian ataupun perceraian.

Menurut Sager, dia menyatakan bahwa yang dimaksud dengan orang tua tunggal adalah
orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan atau
tanggung jawab pasangannya. Menurut Hamner dan Turner, bahwa suatu keluarga dianggap
sebagai keluarga orang tua tunggal bila hanya ada satu orang tua yang tinggal bersama ank-
anaknya dalam satu rumah.

Ada beberapa sebab mengapa individu sampai menjadi orang tua tunggal, yaitu karena
kematian suami atau istri, perceraian atau perpisahan, mempunyai anak tanpa menikah,
pengangkatan atau adopsi anak oleh wanita atau pria lajang.Single parent (orang tua tunggal)
mempunyai arti satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak. Menurut Dwiyani yang
dimaksud dengan orang tua tunggal adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan
anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan atau tanggung jawab pasangan.

Ada beberapa sebab mengapa individu sampai menjadi orang tua tunggal, yaitu karena
bercerai, meninggal, dan tidak menikah. Masing-masing memiliki permasalahannya sendiri-
sendiri karena mengasuh anak berdua dengan pasangan tentu saja berbeda dengan mengasuh
anak seorang diri.

Kesimpulan yang diambil dari penjelasan di atas adalah Single parent merupakan orang
tua tunggal yang membesarkan anak seorang diri. Hal itu disebabkan karena perceraian atau
meninggalnya pasangan

3. Jenis-Jenis Pola Asuh Orangtua


Terdapat perbedaan yang berbeda-beda dalam mengelompokkan pola asuh orang tua
daam mendidik anak, yang antara satu dengan yang lainnya hampir mempunyai persamaan.
Diantaranya sebagai berikut:

Menurut Hourlock (dalam Thoha, 1996 : 111-112) mengemukakan ada tiga jenis pola
asuh orang tua terhadap anaknya, yakni :

a. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturanaturan
yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya
(orangtua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi.
b. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap
kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada
orang tua.
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang cenderung
bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran
seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki.

Menurut Baumrind (dalam Dariyo, 2004:98) membagi pola asuh orang tua menjadi 4
macam, yaitu:

a. Pola Asuh Otoriter (parent oriented)


Ciri pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak.
Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak
harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan
oleh orang tua.
b. Pola Asuh Permisif
Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan
keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan
orangtua, orang tua menuruti segala kemauan anak.
c. Pola Asuh demokratis
Kedudukan antara anak dan orang tua sejajar. Suatu keputusan diambil
bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi
kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak
tetap harus di bawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan
secara moral.
d. Pola Asuh Situasional
Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh
tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes disesuaikan
dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.

Menurut Baumrind (dalam King, 2010:172) bahwa orang tua berinteraksi

dengan anaknya lewat salah satu dari empat cara:

a. Pola Asuh Authoritarian


Pola asuh authoritarian merupakan pola asuh yang membatasi dan
menghukum. Orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan
menghargai kerja keras serta usaha. Orang tua authoritarian secara jelas
membatasi dan mengendalikan anak dengan sedikit pertukaran verbal.
b. Pola asuh Authoritative
Pola asuh authoritative mendorong anak untuk mandiri namun tetap
meletakkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Pertukaran verbal
masih diizinkan dan orang tua menunjukkan kehangatan serta mengasuh anak
mereka.
c. Pola Asuh Neglectful
Pola asuh neglectful merupakan gaya pola asuh di mana mereka tidak terlibat
dalam kehidupan anak mereka. Anak-anak dengan orang tua neglectful
mungkin merasa bahwa ada hal lain dalam kehidupan orang tua dibandingkan
dengan diri mereka
d. Pola asuh indulgent
Pola asuh indulgent merupakan gaya pola asuh di mana orang tua
terlibat dengan anak mereka namun hanya memberikan hanya sedikit
batasan pada mereka. Orang tua yang demikian membiarkan anakanak mereka
melakukan apa yang diinginkan.

Menurut Yatim dan Irwanto (1991: 96-97). Ada tiga cara yang digunakan oleh orang tua
dalam mendidik anak-anaknya. Ketiga pola tersebut adalah:

a. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh otoriter ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang
tua. Kebebasan anak sangat dibatasi, orang tua memaksa anak untuk
berperilaku seperti yang diinginkannya. Bila aturan-aturan ini dilanggar, orang
tua akan menghukum anak, biasanya hukuman yang bersifat fisik.
b. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua
dengan anaknya. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama.
Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan, dan
keinginannya dan belajar untuk dapat menanggapi pendapat orang lain.
c. Pola Asuh Permisi
Pola asuh ini ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan pada anak
untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri. Orang tua tidak pernah
memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua keputusan diserahkan
kepada anak tanpa adanya pertimbangan orangtua

Hardy dan Heyes (1986:131) mengemukakan empat macam pola asuh yang dilakukan
orang tua dalam keluarga, yaitu :

a. Autokratis (Otoriter)
Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan
kebebasan anak sangat di batasi.
b. Demokratis
Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak.
c. Permisif
Ditandai dengan adanya kebebasan pada anak untuk berprilaku sesuai dengan
keinginannya sendiri.
d. Laissez faire
Pola ini ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya

Dari berbagai macam bentuk pola asuh di atas pada intinya hampir sama. Misalnya saja
antara pola asuh parent oriented, authoritarian, otoriter, semuanya menekankan pada sikap
kekuasaan, kedisiplinan dan kepatuhan yang berlebihan.

Demikian pula halnya dengan pola asuh authoritative atau demokratis menekankan sikap
terbuka dari orang tua terhadap anak. Sedangkan pola asuh neglectful,indulgent, children
centered, permisif dan laissez faire orang tua cenderung membiarkan atau tanpa ikut campur,
bebas, acuh tak acuh, apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua, orang tua
menuruti segala kemauan anak.

Dari berbagai macam pola asuh yang dikemukakan di atas, pada dasarnya terdapat tiga
pola asuh orang tua yang sering diterapkan dalam kehidupan seharihari. Hal ini sesuai
dengan beberapa penjelasan yang dikemukakan oleh beberapa ahli, salah satunya menurut
Hurlock. Pola asuh tersebut antara lain pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh
permisif. Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai ketiga pola asuh tersebut adalah sebagai
berikut:

1) Pola Asuh Otoriter


Dariyo (2011:207) menyebutkan bahwa: Pola asuh otoriter adalah sentral artinya
segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan)
yang harus ditaati oleh anak-anaknya. Supaya taat, orang tua tidak segan-segan
menerapkan hukuman yang keras kepada anak. Pola asuh otoriter merupakan cara
mendidik anak yang dilakukan orang tua dengan menentukan sendiri aturan-aturan
dan batasan-batasan yang mutlak harus ditaati oleh anak tanpa kompromi dan
memperhitungkan keadaan anak. Orang tualah yang berkuasa menentukan segala
sesuatu untuk anak dan anak hanyalah objek pelaksana saja. Jika anak membantah,
orang tua tidak segan-segan akan memberikan hukuman, biasanya hukumannya
berupa hukuman fisik.
Sebagiamana yang dipaparkan oleh Hurlock (dalam Thoha, 1996: 111-112)
bahwa: Pola asuh yang bersifat otoriter ditandai dengan penggunaan hukuman
yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur
segala keperluan dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan
meskipun sudah menginjak usia dewasa. Anak yang dibesarkan dalam
suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah
kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.
Akan tetapi apabila anak patuh maka orang tua tidak akan memberikan
pengahargaan karena orang tua mengganggap bahwa semua itu adalah kewajiban
yang harus dituruti oleh seorang anak. Ini sejalan dengan pemaparan yang
disampaikan oleh Yatim dan Irwanto (1991: 96-97) bahwa “apabila anak patuh,
orang tua tidak memberikan hadiah karena dianggap sudah sewajarnya bila anak
menuruti kehendak orang tua”.
Jadi, dalam hal ini kebebasan anak sangat dibatasi oleh orang tua, apa saja
yang akan dilakukan oleh anak harus sesuai dengan keinginan orang tua. Jika
anak membantah perintah orang tua maka akan dihukum, bahkan mendapat
hukuman yang bersifat fisik dan jika patuh orang tua tidak akan memberikan
hadiah.
2) Pola Asuh Demokratis
Menurut Dariyo (2011:208) bahwa “Pola asuh demokratis adalah
gabungan antara pola asuh permisif dan otoriter dengan tujuan untuk
menyeimbangkan pemikiran, sikap dan tindakan antara anak dan orang tua”.Pola asuh
demokratis merupakan suatu bentuk pola asuh yang memperhatikan dan menghargai
kebebasan anak, namun kebebasan itu tidak mutlak, orang tua memberikan
bimbingan yang penuh pengertian kepada anak.
Pola asuh ini memberikan kebebasan kepada anak untuk mengemukakan
pendapat, melakukan apa yang diinginkannya dengan tidak melewati batas-batas
atau aturan-aturan yang telah ditetapkan orang tua. Dalam pola asuh ini ditandai sikap
terbuka antara orang tua dengan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang telah
disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, perasaan
dan keinginannya. Jadi dalam pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara
orang tua dengan anak.
Menurut Yatim dan Irwanto (1991: 96-97) menjelaskan Dengan pola asuh
demokratis, anak mampu mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri
dengan hal-hal yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk
mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya
kreativitasnya berkembang dengan baik karena orang tua selalu merangsang anaknya
untuk mampu berinisiatif. Sehingga dengan pola asuh demokratis anak akan menjadi
orang yang mau menerima kritik dari orang lain, mampu menghargai orang lain,
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab terhadap
kehidupan sosialnya
3) Pola Asuh Permisif
Menurut Dariyo (2011:207) bahwa “Pola asuh permisif ini orang tua justru
merasa tidak peduli dan cenedrung memberi kesempatan serta kebebasan secara
luas kepada anaknya.”
Sedangkan menurut Yatim dan Irwanto (1991:96-97) bahwa : Pola asuh permisif
ditandai dengan adanya kebebasan yang diberikan kepada anak untuk berperilaku
sesuai dengan keinginannya sendiri. Anak tidak tahu apakah perilakunya benar atau
salah karena orang tua tidak pernah membenarkan atau menyalahkan anak. Akibatnya
anak berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu
sesuai dengan norma masyarakat atau tidak. Keadaan lain pada pola asuh ini adalah
anak-anak bebas bertindak dan berbuat.
Jadi pola asuh permisif yaitu orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja.
Orang tua membebaskan anak untuk berperilaku sesuai dengan keiginannya sendiri.
Orang tua memiliki kehangatan dan menerima apa adanya. Kehangatan, cenderung
memanjakan, dituruti keinginnannya. Sedangkan menerima apa adanya akan
cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa saja. Pola asuh
orang tua permisif bersikap terlalu lunak, tidak berdaya, memberi kebebasan terhadap
anak tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti oleh mereka. Mungkin karena
orang tua sangat sayang (over affection) terhadap anak atau orang tua kurang dalam
pengetahuannya. Sifat yang dihasilkan dari anak permisif dijelaskan oleh Yatim dan
Irwanto (1991: 96-97) bahwa “Sifat-sifat pribadi anak yang permisif biasanya agresif,
tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, sukar menyesuaikan diri, emosi kurang
stabil, serta mempunyai sifat selalu curiga.” Akibatnya anak berperilaku sesuai
dengan keinginannya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma
masyarakat atau tidak. Keadaan lain pada pola asuh ini adalah anak-anak bebas
bertindak dan berbuat.

4. Bentuk-bentuk Single Parent


Dalam menghadapi keluarga tunggal, setiap orang tua akan menpunyai cara-cara
dan kiat yang berbeda satu dengan yang lainnya bergantung pada kondisi-kondisi
masing-masing. Ada yang mampu bertahan secara mandirisehingga menjadi sukses
dan mungkin lebih sukses jika dibandingkan dengan keluarga yang utuh. Ada yang
menyerah samasekali pada keadaaan tidak mampu berbuat apa-apa sehingga berlanjut
dengan kehancuran keluarga, jika memperhatikan berbagai gejala dan pengalaman
dari berbagai keluarga tunggal dalam menghadapi tantangan hidupnya. Maka
sekurang-kurangnya ada 3 tipe single parent atau orangtua tunggal yaitu: tipe mandiri,
tipe tergantung, tipe tak berdaya.
a. Tipe Mandiri
Yaitu mereka yang mamu mengahadapi kenyataan situasi sebagaoi
orangtua tunggal dan mampu mengatasi masalah-masalahnya dengan sukses.
Tipe ini biasanya melanjutkan perjalanan hidup keluaraga dengan sukses. Ia
menyadari kenyataan yang dihadapinya segala masalah keluarga dapat diatasi
dengan berbagai cara yang sebaik-baiknya. Ana-anak dan anggota
keluarganya diberi pengertian dan kesadaran akan kenyataan serta
keterampilan dalam menghadapinya.

b. Tipe Tergantung
Yaitu single parent atau orangtua tunggal yang tergolong tipe ini hampir
mampu mengatasi berbagai masalah dan tangtangan yang timbul akan tetapi
kurang dengan kemandirian. Dalam hal ini menghadapi berbagai masalah ia
akan bergantung kepada berbagai pihak diluar dirinya, seperti kakak-
kaknya,saudara-saudaranya dan sebagainya. Single parent cenderung kurang
mampu yakin akan kemampuan dirinya, dan akan cenderung menganggap
bahwa kenyataan yang dihadapi bukanlah tanggung jawabnya sendiri
sehingga meminta bantuan orang lain dalam mendidik anak-anaknya
c. Tipe Tak Berdaya
Yaitu orangtua tunggal ynag tergolong pada tipe yang tidak berdaya dalam
menghadapi berbagai tantangan dan masalah yang ditimbulkan oleh kenyataan
single parent atau orangtua tunggal. Cenderung tidak mengetahui apa yang
harus dilakukan ,terlau menyerah dengan keadaan tanpa berbuat apa-apa dan
akhirnya putus asa. Biasanya tipe ini cenderung akan mengalami berbagai
kegagalan seperti putusnya anak-anak sekolah,berkurangnya kesejahteraan
akibat berkurangnya penghasilan, dan menimbulkan berbagai hambatan
psikologis,memiliki keterampilan sosial yang kurang dan kurang mampu
dalam mengendalikan dirinya serta anggota keluarga.
B. Perkembangan Sosial Anak
1. Pengertian Perkembangan
Menurut Jahja (2011: 28-29) perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya.
Menurut Hartinah (2008: 24) terdapat berbagai macam definisi yang berkaitan
dengan perkembangan. Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang
mengacu pada kualitas fungsi organ-organ jasmaniah dan bukan pada organ jasmani
tersebut sehingga penekanan arti perkembangan terletak pada penyempurnaan fungsi
psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ fisiologis. Proses
perkembangan akan berlangsung sepanjang kehidupan manusia, sedangkan proses
pertumbuhan seringkali akan berhenti jika seorang telah mencapai kematangan fisik.
Dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial penyesuaian diri terhadap norma-
norma yang didasari atas adanya peran dan dorongan hasil dari proses kematangan
fisik melalui pembentukan fungsi organ jasmani dan rohani. Dapat juga diartikan
perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial yang diperoleh melalui kematangan dan
kesempatan belajar dari berbagai respons.
2. Pengertian Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan
orang tua terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial, atau norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya
bagaimana menerapkan norma-norma ini dalam kehidupan sehari-hari. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan bekerjasama. (Susanto, 2011:40).
Menurut Hurlock (2011:250), perkembangan sosial adalah perolehan perilaku
yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bermasyarakat
( sozialized ) memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat
berbeda satu sama yang lain, tapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu
proses akan menurunkan kadar sosialisasi inividu.
Menurut Masitoh dkk (2009:2.14). perkembangan sosial adalah perkembangan
perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturanaturan masyarakat dimana anak
itu berada. Perkembangan sosial diperoleh anak melalui kematangan dan kesempatan
belajar dari berbagai respons terhadap dirinya. Sedangkan Muhbin (dalam Nugraha
dan Rachmawati 2004 : 1.13) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan
proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam
keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.
Dari pengertian diatas perkembangan sosial anak sangat tergantung pada individu
anak, peran orang tua, orang dewasa, lingkungan masyarakat dan termasuk Taman
Kanak-kanak. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan sosial anak adalah
bagaimana anak usia dini berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa dan
masyarakat luas agar dapat menyesuaikan diri dengan baik.
3. Indikator Penrkembangan Sosial Anak
Berdasarkan standar tingkat pencapaian perkembangan sosial
dalam Permendikbud nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini terdapat beberapa indikator. Berikut ini
indikator tingkat pencapaian perkembangan sosial anak usia 5-6 tahun :
a. Bermain dengan teman sebaya
b. Mengetahui perasaan temannya dan merespon secara wajar
c. Berbagi dengan orang lain
d. Menghargai hak/pendapat/karya orang lain
e. Menggunakan cara yang diterima secara sosial dalam menyelesaikan masalah
(menggunakan fikiran untuk menyelesaikan masalah)
f. Bersikap kooperatif dengan teman
g. Menunjukkan sikap toleran
h. Mengekspresikan emosi yang sesuai dengan kondisi yang ada (senang-sedih-
antusias dsb)
i. Mengenal tata krama dan sopan santun sesuai dengan nilai sosial budaya
setempat
Dari beberapa indikator tersebut, yang digunakan dalam penelitian ini yang dapat
mengembangkan perkembangan sosial anak diantaranya :
1. Bermain dengan teman sebaya
2. Bersikap kooperatif dengan teman
Daftar Pustaka

Syamsu Yusuf, Psikologi Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), 51

Mappiare Andy, Psikologi Orang Dewasa, (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), 211.

Zahrotul Layliyah, “Perjuangan Hidup Single Parent”, Jurnal Sosiologi Islam, Nomor 1,

(2013), 90.
Agustin Ikawati, “Kekerasan Ibu Single Parent Terhadap Anak”, Jurnal Psikologi, (t,t),

11.

Fitri Nuriva Santy, “Pengalaman Remaja Perempuan Single Parent Menjalani Peran

Baru Sebagai Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung”,

(Tesis Ilmu Keperawatan, UI Jakarta, 2011), 17

Safwan Amin, “Membentuk Kepribadian Anak Melalui Pendekatan Holistik”. Jurnal…,

111.

Moh. Shochib, Pola Asuh Orang Tua Untuk Membantu Anak Mengembangkan Disiplin

Diri, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), 18.

Suyadi Maulidya.Konsep Dasar Paud,2013, hal 17

Agus wibowo, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Yogyakarta 2012 hal.75

Hibana S.Rahman, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Yogyakarta, 2002 hal 15

Anda mungkin juga menyukai