Anda di halaman 1dari 18

Makalah

Pola Asuh Anak dan Pengendaliannya

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Drs. Arista Kiswantoro M.Pd

Disusun oleh:

1. Arin Okvitta (202231029)


2. Aulia Nisa’ Cahya Ningrum (202231034)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2022
KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah yang berjudul
"Perkembangan Anak-Anak”
Ucapan terima kasih ditujukan kepada Bapak Drs. Arista Kiswantoro M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Bimbingan dan Konseling . Ucapan terima kasih juga
ditujukan kepada rekan-rekan yang membantu selama penyusunan hingga
terselesaikannya makalah ini.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memahami
peranan kelompok teman sebaya terhadap proses belajar siswa Segala hal sesuatu
pasti memiliki celah yang masih menjadi tugas kami sehingga kritik dan saran yang
membangun dari pembaca sangat penulis butuhkan demi penyempurnaan makalah ini.

Kudus, 22 September 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama bagi anak,
dalam keluarga orang tua mempunyai peran yakni membimbing dan mendidik anak
(Munib, 2012). Keluarga merupakan tempat yang pertama bagi anak untuk belajar
berbagai hal, orang tua mendidik dan memberikan bimbingan kepada anak merupakan
jenis dari pola asuh yang diterapkan anak. Pola asuh orang tua adalah bagaimana cara
orang tua dalam mendidik, merawat, memberikan arahan dan memberikan bimbingan
kepada anak, setiap orang tua memiliki cara dan pola asuh yang berbeda-beda antara
orang tua satu dengan orang tua lainnya.
Pola asuh yang tepat diterapkan orang tua kepada anak dapat mengoptimalkan
pertumbuhan anak, orang tua juga diharapkan menerapkan kebiasaan di rumah agar anak
memiliki pribadi yang mandiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat dari (Djamarah, 2014) sesuai yang mengatakan bahwa kebiasaan
yang diterapkan orang tua dalam menjaga dan membimbing anak dilakukan secara
konsisten sejak anak lahir hingga remaja dan dapat membentuk perilaku anak sesuai
dengan kaidah norma dan nilai yang sesuai dengan kehidupan masyarakat.
Berdasarkan temuan dari hasil observasi dan wawancara yang sudah dilaksanakan
peneliti yang menemukan bahwa masih banyak orang tua yang belum memiliki kesadaran
akan perannya untuk memotivasi anaknya khususnya dalam proses belajar, masih banyak
anak yang tidak termotivasi untuk belajar dan anak lebih sering menghabiskan waktu
untuk bermain, menonton tv, dan anak belajar jika ada tugas dari guru saja. Ada orang tua
yang tidak pernah bertanya mengenai kegiatan sekolahnya, tetapi ada juga orang tua yang
masih menyempatkan untuk memberikan pendampingan atau arahan kepada anaknya saat
dia belajar di rumah.
Menurut (Adawiah, 2017) menjelaskan ada 3 macam pola asuh yang bisa diterapkan
orang tua kepada anak yaitu (1) pola asuh otoriter, Pola asuh otoriter ini dimana orang tua
menerapkan aturan atau batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa memberi kesempatan
pada anak untuk berpendapat, jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum, (2)
pola asuh demokratis, Pola asuh yang memprioritaskan epentingan anak, akan tetapi tidak
ragu-ragu dalam mengendalikan anak. Pola asuh ini bersifat rasional. Dalam pola asuh ini
orang tua juga memberikan kebebasan kepada anak, dalam memilih dan melakukan suatu
tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat, dan (3) pola asuh permisif,
Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif ini bersifat memebasakan anak untuk
melakukan apa yang ingin di lakukan tanpa mempertanyakan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pola asuh menurut (Musliman, 2015) ada 3 yaitu: (1) budaya, (2)
pendidikan orang tua, (3) status ekonomi serta pekerjaan orang tua.
Karakter dan kemampuan pengetahuan anak akan terbentuk melalui pendidikan dasar,
upaya anak untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal yakni dengan memiliki
semangat belajar atau motivasi belajar yang tinggi, motivasi belajar merupakan motivasi
dan belajar merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, belajar merupakan perubahan
tingkah laku secara relatif permanen dan potensial yang terjadi dari hasil praktek untuk
mencapai tujuan tertentu, sedangkan motivasi merupakan keseluruhan daya penggerak
dalam diri seseorang yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga tujuan yang sudah
direncanakan dapat tercapai dengan maksimal (Harianti & Suci, 2016).
Menurut (Tambolo et al., 2008) berpendapat bahwa motivasi adalah keadaan dalam
diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan,
sedangkan (Sardiman, 2001) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah faktor psikis
yang bersifat non intelektual, dalam artian seseorang anak memiliki motivasi kuat dan
memiliki banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar, sebaliknya seorang anak yang
mempunyai motivasi belajar rendah walaupun pengetahuannya cukup baik boleh jadi
anak tersebut mengalami kegagalan dikarenakan kekurangan motivasi belajar.
Anak akan melakukan suatu aktivitas berapapun beratnya bila ia mempunyai motivasi
yang berasal dari dalam diri anak dan ada dukungan dari lingkungan keluarga maka besar
kemungkinan ia dapat mencapai hasil yang maksimal.
Menurut Syah (2017) motivasi belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri manusia itu sendiri yang
berupa sikap, kepribadian, pendidikan, pngalaman dan cita-cita. Adapun faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia itu sendiri yang terdiri dari lingkungaan
sosial dan lingkungan non sosial. Lingkungan sosial meliputi lingkungan masyarakat,
tetangga, teman, orang tua/ keluarga dan teman sekolah. Adapun Lingkungan non sosial
meliputi keadaan gedung sekolah, letak sekolah, jarak tempat tinggal dengan sekolah,
alat-alat belajar, kondisi ekonomi orang tua dan lain-lain.
Penelitian terdahulu yang sudah dilakukan oleh Fadhilah et al. (2019) yang
menunjukkan hasil penelitian bahwa pola asuh yang diterapkan orang tua berbeda-beda,
pola asuh demokratis lebih banyak diterapkan oleh orang tua ada 4 orang tua yang
menerapkan pola asuh demokratis, kemudian pola asuh otoriter ada 1 orang tua yang
menerapkan pola asuh otoriter dan ada 1 orang tua yang menerapkan pola permisif. Anak
dengan pola asuh otoriter dan demokratis mempunyai motivasi belajar yang cukup,
sedangkan anak dengan pola asuh permisif mempunyai motivasi yang kurang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian pola asuh anak?


2. Sebutkan dan jelaskan macam-macam pola asuh anak!
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruh pola asuh anak?
4. Sebutkan dan jelaskan tingkatan usia pola asuh anak ?
5. Bagaimana cara mengendalikan pola asuh anak pada masa pra sekolah dasar?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Memahami pengertian pola asuh anak


2. Memahami macam-macam pola asuh anak
3. Memahami faktor-faktor yang mempengaruh pola asuh anak
4. Memahami tingkatan usia pola asuh anak
5. Memahami cara mengendalikan pola asuh anak pada masa pra sekolah dasar
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pola asuh anak


Dalam perspektif psikologi, care (perhatian) memiliki makna menolong
seseorang untuk berkembang, artinya merupakan suatu proses untuk menjalin suatu
relasi, yang dengan adanya usaha tersebut akan terbentuk pola hubungan yang
berdasar pada kepercayaan timbal balik dan semakin mendalam antara orangtua
dengan anaknya. Oleh karenanya hubungan ini bukan didasarkan pada perasaan suka-
tidak suka, atau sekedar menaruh minat pada seseorang, dan bukan pula hubungan
yang sifatnya sesaat, melainkan hubungan yang terus menerus (Mayeroff, dalam
Prasetyaningrum, 2005).
Pengasuhan (parenting) memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal dan
mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun kurang dipengaruhi pendidikan
formal. Biasanya para orangtua mengenal dan mempelajari pengasuhan/pola asuh dari
orangtua mereka masing-masing, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan
metode pengasuhan yang akan diterapkan ayah/ibu kepada anak-anak mereka di
dalam rumah tangga (Santrock, 2007; 2009).
Dalam pengasuhan, orangtua harus memperhatikan perkembangan anak.
Anak-anak berubah ketika mereka tumbuh dari bayi ke masa kanak-kanak, masa
pertengahan dan akhir masa kanak-kanak. Pola asuh yang baik harus menyesuaikan
terhadap perubahan yang diakibatkan terjadinya proses perkembangan anak (Maccoby
dalam Santrock, 2007). Pada tahun pertama, interaksi orangtua-anak bergeser dari
fokus pada perawatan rutin, seperti memberi makan, memandikan dan menenangkan,
ke aktivitas yang tidak berkaitan dengan perawatan, misalnya bermain dan pertukaran
visual-vocal (Bornstein, dalam Santrock, 2007). Selama tahun kedua dan ketiga,
biasanya mulai diterapkan kedisiplinan dengan manipulasi fisik, misalnya
menjauhkan anak dari aktivitas yang membahayakan, menjauhkan anak dari benda-
benda yang mudah pecah (Bornstein, dalam Santrock, 2007) serta memberikan alat
permainan yang dapat membantu mengoptimalkan proses perkembangan fisik dan
psikologisnya Hasil penelitian Praset yaningrum dan Hidayati (2011) membuktikan
bahwa pola asuh yang kondusif berpengaruh secara signifikan terhadap
perkembangan motorik pada anak usia dini (1-3 tahun). Begitupun Mubarok (2003)
menyatakan bahwa salah satu factor penting pembentukan karakter anak adalah pola
asuh dan perilaku orangtua.
Bertolak dari pengertian di atas dan dalam tinjauan yang lebih operasional,
maka pola asuh dapat didefinisikan sebagai cara pengasuhan yang diberikan orangtua
terhadap anak-anak mereka, sehingga anak mendapatkan hak-haknya.
Pola asuh sangat erat kaitannya dengan perilaku yang ditampilkan anak. Anak pada
dasarnya meniru pola perilaku yang ditampilkan oleh lingkungan sekitarnya, yang
dalam hal ini adalah keluarga (Hidayah,2009).
Keluarga adalah guru pertama bagi anak untuk dapat bertingkah laku. Jadi jika
orangtua mendidik anak dengan tidak baik maka kecenderungan perilaku yang
ditampilkan anak juga tidak baik. Kesemua faktor tersebut dapat memicu menculnya
perilaku agresif pada anak.
Untuk dapat menghindarkan anak agar tidak menampilkan perilaku agresif
dibutuhkan kerja sama antara orangtua dan anak. Mendidik anak tidak semudah yang
dibayangkan tentunya, dibutuhkan usaha, kerja keras dan konsitensi dalam
menajalankannya. Untuk dapat meningkatkan pamahaman orangtua tentang pola asuh
yang tepat salah satunya adalah dengan mengadakan sosialisasi dan pelatihan bagi
para orangtua mengenai penerapan pola asuh yang tepat.

Jadi, Pola asuh adalah pola pengasuhan orang tua terhadap anak, yaitu


bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan
mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan sampai
dengan membentuk perilaku anak sesuai dengan norma dan nilai yang baik dan
sesuai dengan kehidupan masyarakat
B. Macam-macam pola asuh anak
Menurut Baumrid, pola asuh dibagi dalam tiga bagian, yakni:

a. Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter memiliki karakteristik dimana orang tua bertindak bahwa
sesuatu yang menjadi aturannya harus dipatuhi dan dijalani oleh anak. Peraturan
diterapkan secara kaku dan seringkali tidak dijelaskan secara memadai dan kurang
memahami, serta kurang mendengarkan kemauan anaknya. Orang tua yang otoriter
menunjukan kontrol yang tinggi dan kehanggatan yang rendah.
Orang tua sebagai poros pengendali anak pada saat ia belum dewasa. Mereka
menerapkan beberapa aturan dan batasan yang harus dipatuhi, jika tidak mereka tidak
segan-segan mendapatkan hukuman mental dan fisik yang akan sering diterima. Peran
orang tua lebih dominan dalam mebentuk karakter anak, hal ini akan membawa
dampak negatif bagi anak. Pola asuh otoriter ini akan menjadikan anak tertutup,
kurang percaya diri, dan kreativitasnya akan terbatas, karena selalu mengerjakan apa
yang dituntut oleh orang tuanya.
Pola asuh otoriter ini memiliki ciri-ciri diantaranya:
1) Orang tua mendahulukan kepentingan pribadi daripada
kepentingan anak.
2) Orang tua kurang memberi kepercayaan kepada anak untuk
melakukan sesuatu.
3) Orang tua kurang memberikan hak anak untuk mengeluarkan
pendapat untuk mengutarakannya.
Model perilaku tipe ini secara langsung maupun tidak
langsung akan dipelajari dan ditiru anak. Model perilaku yang baik akan membawa
dampak baik bagi perkembangan anak demikian juga sebaliknya. Karakteristik pola
asuh otoriter ini juga membawa dampak positif yakni anak cenderung menjadi
disiplin dan akan mentaati peraturan yang ditetapkan orang tua, dan akan berdampak
negatif pula bagi anak.
Perilaku ini akhirnya akan membuat anak memiliki dua kepribadian yang
bukan merupakan refleksi kepribadian anak yang sesungguhnya.25 Anak akan
tumbuh dengan karakter yang telah dibentuk oleh orang tua mereka, dan cenderung
tidak mengetahui kelebihan apa yang ia miliki sesungguhnya. Karena dari awal sudah
didoktrin orang tua mereka menjadi anak seperti ini dan lain sebagainya. Di mana
anak akan berperilaku baik ketika ada orang tua di rumah, dan saat di luar rumah anak
akan melampiaskan rasa amarah dan sedih tanpa bisa terkontrol. Ia akan lebih terbuka
dnegan orang lain dibandingkan keluarga mereka sendiri.
b. Pola Asuh Permisif

Pola asuh permisif cenderung memberi kebebasan terhadap


anak untuk berbuat apa saja, sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak.
Bagaimana anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana benar
dan mana yang salah. Dengan demikian kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan
membiarkan akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah.
Karakteristik dari pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan penuh
kepada anak untuk melakukan segala hal sesuai dengan keinginannya, dalam hal ini
kontrol orang tua sangat lemah. Orang tua sebagai panutan agar anak mengetahui
mana baik dan buruk, justru pada pola asuh permisif ini orang tua tidak mengarahkan
anak untuk menjadikan ia lebih dewasa, melainkan anak akan tidak memahami
identitasnya karena selalu terbiasa melakukan suatu hal sendiri tanpa dampingan
orang yang lebih dewasa.
Pola asuh permisif dapat diartikan sebagai pola asuh perilaku orang tua dalam
berinteraksi dengan anak, yang membebaskan anak untuk melakukan apa yang ingin
dilakukan tanpa mempertanyakan. Pola asuh ini tidak menggunakan aturan-aturan
yang ketat bahkan bimbinganpun kurang diberikan, sehingga tidak ada pengendalian
pengontrolan serta tuntunan kepada anak. Kebebasan diberikan penuh dan anak
diijinkan untuk memilih keputusan untuk dirinya sendiri, tanpa pertimbangan orang
tua dan berperilaku menurut apa yang diinginkannya tanpa ada kontrol dari orang tua.
Dengan hal ini anak berusaha belajar sendiri bagaimana harus berperilaku dalam
lingkungan sosial.
Pola asuh permisif akan menjadikan anak belajar mandiri dan mengenal
lingkungan sosial tanpa ada arahan dari orang tua, melainkan dari lingkungan sekitar.
Tipe pola asuh ini, akan berdampak positif dan buruk bagi anak. segi postif dari pola
asuh ini yakni anak ketika beranjak dewasa ia cenderung lebih berani dan mandiri
menghadapi masalah dalam hidupnya.
Hasil dari pola asuh dari orang tua permisif tidak sebaik hasil pola asuh anak dengan
pola asuh demokratis. Meskipun anak-anak ini terlihat bahagia tetapi mereka kurang
dapat mengatasi stress dan akan marah jika mereka tidak memperoleh apa yang
mereka inginkan. Mereka dapat menjadi agresif dan dominan pada teman sebayanya
dan cenderung tidak berorientasi pada hasil. Orang tua yang permisif dapat
mengakibatkan anak menjadi pemberontak, acuh tak acuh, gampang bermusuhan dan
lain-lain.
Niat orang tua mereka ingin memenuhi kebutuhan anak, memberikan segala sesuatu
yang mereka inginkan, mereka bekerja keras agar anak tidak kekurangan dan
mengalami kesulitan di kemudian hari. Akan tetapi perlu diingat, bahwasannya apa
yang menurut kita baik belum tentu baik pula bagi anak.
Pada dasarnya anak ingin selalu mendapatkan perhatian dan kasih sayang
sepanjang hayat mereka oleh kedua orang tua. Anak dengan pola asuh permisif ini
akan lebih memberikan kasih sayang mereka pada orang lain, sebab ia ingin
mencurahkan kasih sayang mereka tapi kedua orang tua sibuk dengan pekerjaannya.
Ia akan mencari seseorang yang dapat memberikannya waktu untuk mendengarkan ia
bercerita dan mereka lebih menumpahkan kasih sayang pada orang lain.
c. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokrasi menunjukkan ekspresi penuh cinta dan


tanggap kepada anak-anaknya. mereka menunjukkan kehangatan kasih sayang,
kepekaan terhadap kebutuhan anak-anak, serta mampu mengembangkan pola
komunikasi yang baik sejak dini. Mereka mendukung cita-cita dan ambisi anak.
Batasan-batasan perilaku selalu didiskusikan dan diterapkan secara tegas, tetapi
hukuman yang diberikan tidak keras. Orang tua denganpola asuh seperti ini cenderung
menghindari teknik-teknik mengedepankankan kekuasaan.
Pola asuh demokratis ini, orang tua memberikan kebebasan yang terarah
kepada anak dalam menentukan pilihan, tetapi juga memberi batasan-batasan pada
anak. Orang tua akan bersikap layaknya seorang sahabat bagi anaknya, dalam hal ini
anak akan terbuka kepada orang tua dalam segi apapun. Bukan tidak diawasi
melainkan memantau dari jauh apa saja yang dilakukan oleh anak, agar anak tidak
bertindak melampaui batas.
Pola asuh demokratis adalah suatu cara mendidik atau mengasuh yang dinamis, aktif
dan terarah yang berusaha mengembangkan setiap bakat yang dimiliki anak untuk
kemajuan perkembangnya. Pola asuh demokratis menempatkan anak sebagai faktor
utama dan terpenting dalam pendidikan. K Hubungan antara orang tua dan anaknya
dalam proses pendidikan diwujudkan dalam bentuk human relationship yang didasari
oleh prinsip saling menghargai dan menghormati. Hak orang tua hanya memberi
tawaran dan pertimbangan dengan segala alasan argumentasinya, selebihnya anak
sendiri yang memilih alternatif dan menentukan sikapnya.
Anak dengan pola asuh demokratis memiliki banyak peluang dalam mengembangkan
dan mengeksplor bakat yang ada dalam dirinya. Dukungan orang tua akan lebih
memacu anak untuk mewujudkan apa yang mereka cita-citakan.
Pola asuh ini menggambarkan bahwasannya orang tua selalu memberikan
pujian, dukungan, serta pendapat bagia anak. Orang tua akan memberikan stimulus
berupa nasehat ketika anak melakukan kesalahan atau ingin melakukan suatu hal
untuk masa depan, di sini orang tua hanya meberikan tawaran selebihnya anak yang
memutuskan.
Pola asuh demokratis dapat membantu orang tua dalam mengembangkan
potensi dalam diri anak, dimana anak selalu diprioritaskan, diperhatikan, ditanamkan
hal-hal yang positif dan dijauhkan dari hal-hal negatif.
Hal ini yang menjadikan pola asuh demokratis cocok diterapkan oleh orang
tua dalam mendidik dan mengarahkan anak mereka menjadi pribadi mandiri tanpa
melampaui batas dari norma-norma masyarakat. Anak akan dapat menyelesaikan
masalah pribadinya tanpa merepotkan orang disekitarnya.
Berbagai macam tipe pola pengasuhan pada anak, akan membentuk macam-
macam tipe kepribadian. Dari ketiga macam pola asuh tersebut, pasti tanpa disadari
dalam setiap mendidik dan mengarahkan anak mereka telah menerapkan pola asuh
tersebut. Sebelum menerapkannya alangkah lebih baik jika menelaah terlebih dahulu
satu persatu, mengenali apa yang diinginkan anak, dan mencari tahu bagaimana
karakteristik anak. Hal ini akan menjadi patokan bagi orang tua agar dapat memilih
pola asuh yang tepat dan benar untuk diterapkan pada anak.
C. Faktor-faktor yang mempengaruh pola asuh anak
Menerapkan pola asuh terhadap anak, tentunya ada hal yang mempengaruhi
orang tua serta melatar belakangi mereka menerapkan pola asuh baik itu pola asuh
otoratif, demokratif, dan permisif kepada anak. Secara umum ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi pola asuh orang tua diantaranya sebagai :
a. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dan pemahaman orangtua sangat berperan dalam
mempertahankan anak. Latar belakang orangtua akan memberi inpirasi dan motivasi
bagi anak untuk tetap bersekolah dan berusaha untuk melajutkan ke jenjang lebih
tinggi. Akan tetapi itu akan berbanding terbalik, jika orangtua tidak memiliki
pemahaman betapa pentingnya pendidikan.
Latar belakang pendidikan orang tua atau tinggi rendahnya pendidikan orang tua akan
cenderung berbeda dalam menerapkan pola asuh terhadap anak. Ada perilaku
signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku ibu dalam pemenuhan
kebutuhan gizi dan pola pemantauan kesehatan anak.
Tanpa disadari atau tidak, pendidikan orang tua akan memberikan dampak besar bagi
anak. Karena orang tua yang memiliki wawasan luas akan mencetak generasi unggul
dimasa mendatang. Mereka akan meminta anak untuk sekolah hingga ke perguruan
tinggi, sebab mereka mengerti bahwasannya dengan pendidikan tinggi anak tidak
akan mengalami kesulitan mencari pekerjaan.
b. Tingkat ekonomi

Orang tua yang berasal dari tingkat ekonomi menengahlah


lebih bersikap hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial ekonomi
rendah. Kondisi ekonomi keluarga erat kaitannya dengan mata pencaharian orangtua
yakni ayah dan ibu, sebagian besar dari mereka dengan kondisi sedang (cukup),
artinya pekerjaan orangtua menurut pandangan anak mereka dianggap sedang atau
cukup untuk keluarganya. Artinya tidak semua anak memiliki pandangan cukup atau
tidaknya nafkah keluarga dari orangtua mereka.
Secara umum kehidupan keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah yang
tinggal di pedesaan sebenarnya lebih transparan dalam hal mengemukakan keadaan
keluarganya. Dalam keluarga seperti ini hampir tidak ada ada privacy sehingga anak
akan mudah mengetahui keadaan kehidupan orangtuanya. Jika orang tua mengalami
kesulitan keuangan, maka anak akan segera mengetahuinya, karena orangtua mereka
akan mudah dan tanpa mempertimbangkan keberadaan anak saat menyampaikan
keadaan terutama beratnya beban hidup mereka kepada anggota keluarga lainnya atau
pada tetangga sekitar rumahnya.
Anak dari kondisi sosial ekonomi rendah atau menengah, akan cenderung
memiliki tekad tinggi untuk lebih membantu orangtua dalam mecari nafkah untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini akan menjadikan anak kurang ilmu
mata pelajaran sehingga akan berakibat pada hasil belajar mereka di sekolah.
c.  Kepribadian

Kepribadian merupakan sesuatu yang menggambarkan ciri


khas (keunikan) seseorang, yang membedakan orang tersebut dengan orang lain.
Dengan mengetahui kepribadian seseorang maka akan dapat meramalkan perilaku
yang akan ditampilkan orang tersebut dalam menghadapi situasi tertentu.
Kepribadian setiap orang berbeda-beda apalagi sepasang suami istri yang harus saling
memahami satu sama lain. Tidak hanya itu, ketika mereka diberi amanah oleh Allah
yaitu seorang anak dan menjadi orang tua, maka jangan sampai kepribadian tersebut
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
d. Jumlah anak

Orang tua yang memiliki anak hanya 2 sampaai 3 orang


cenderung lebih intensif pengasuhannya, dimana interaksi antara orang tua dan anak
lebih menekankan pada perkembangan pribadi dan kerjasama antar anggota keluarga.
Jumlah anak dapat mempengaruhi pola pengasuhan orang tua, jika orang tua
memiliki 1 atau 2 anak mereka cenderung akan lebih fokus dalam mengawasi tumbuh
kembang anak. Berbeda halnya dengan orang tua yang dikaruniai anak dengan jumlah
lebih dari 3, ia akan membutuhkan orang lain atau pengasuh yang dapat membantu
mereka dalam mengawasi serta menjaga anak.
Perlu diketahui bahwasanya setiap pola asuh orang tua memberikan dampak
pada anak, apalagi dalam dunia pendidikan. Suatu keberhasilan dalam memahami
mata pembelajaran dapat dilihat dari seberapa besar hasil belajar yang anak dapatkan
di sekolah.
D. Tingkatan usia pola asuh anak
a. Pola asuh masa pra-lahir hingga lahir
Memberikan perhatian/pengasuhan pada anak tidak cukup hanya diberikan
setelah anak hadir ke dunia. Mengapa? Karena perkembangan individu tidak
dimulai ketika bayi dilahirkan ke dunia, melainkan telah berlangsung sejak terjadi
konsepsi (pembuahan) (Santrock, 2002, 2007, 2009 dan Papalia, et.al, 2009).
Dalam paradigma spiritual Islam, sebelum terjadi konsepsi, calon bapak dan calon
ibu disunahkan untuk memberikan perhatian (dalam bentuk do’a) agar bila
konsepsi terjadi, janin yang akan berkembang dalam rahim ibu benar-benar dalam
perlindungan dan keridhoan Allah SWT (Prasetyaningrum, 2006). Oleh
karenanya, memberikan pengasuhan pada anak sejak masih di dalam kandungan
adalah suatu keniscayaan setiap orangtua (calon ibu dan calon ayah).
Kemudian, saat kelahiran tiba, maka penerimaan atas kehadiran bayi dari kedua
orangtua sangatlah penting.
b. Pola asuh masa bayi (0 – 2 tahun)
Pada setiap fase kehidupan individu, ada tugas-tugas perkembangan (tugas-
tugas yang muncul pada suatu periode/fase tertentu dalam kehidupan individu,
yang jika berhasil dilaksanakan akan menimbulkan kebahagiaan dan membawa
kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya, namun bila
gagal, akan menimbulkan ketidakbahagiaan dan kesulitan untuk melaksanakan
tugas-tugas berikutnya) (Havighurst, dalam Prasetyaningrum, 2006). Oleh
karenanya tugas-tugas tersebut harus dilaksanakan dengan baik/berhasil,
makatujuan pengasuhan pada masa ini adalah membantu bayi untuk berhasil
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Beberapa tugas perkembangan yang harus
dilaksanakan pada masa bayi (Havighurst, dalam Prasetyaningrum, 2006) adalah:
1) belajar memakan makanan padat
2) belajar berbicara
3) belajar berjalan
 4) belajar mengendalikan pembuangan kotoran.
c. Pola asuh masa anak (2 – 6 tahun)
Masalah yang sering timbul pada masa ini adalah hadirnya adik dalam
keluarga. Biasanya ketika seorang ibu hamil, maka dalam diri ibu terjadi
perubahan fisik yang cukup signifikan. Kondisi ini secara langsung atau pun tidak
langsung akan berpengaruh pada kondisi psikologisnya, misalnya menjadi lebih
sensitif yang disertai menurunnya kemampuan kontrol emosi. Pada beberapa
kasus perubahan situasi psikologis ini dapat mempengaruhi pola asuh ibu terhadap
anak, sehingga anak merasakan bahwa “gara-gara ada adik di perut ibu, ibu
menjadi sering marah padaku”. Dalam konteks ini anak merasa diperlakukan tidak
adil oleh orangtuanya, khususnya ibu.
E. Cara mengendalikan pola asuh anak pada masa pra sekolah dasar
1. Menyusun kegiatan harian anak usia pra dasar
Masa-masa awal kehidupan bayi merupakan saat yang penting bagi bayi itu
sendiri maupun bagi orang tua, tapi tak memungkinkan disusunnya suatu jadwal
tertentu. memberi makan, mengganti popok, memandikan, dan menidurkan mengisi
kegiatan dalam 24 jam, dan perbedaan sifat serta kebutuhan fisik masing-masing
seakan lebih menentukan jadwal harian anak daripada kegiatan yang disusun oleh
orang tuanya, orang tua menghabiskan energinya sebagian besar untuk memberi
makan, menimang-nimang dan menyayangi bayi yang baru lahir.
Setelah 3 bulan, biasanya jadwal bayi mulai dapat diperkirakan dan saat memasuki
usia prasekolah orang tua mulai dapat mengatur waktu anak, siang dan malam. 
Cara yang efektif :
• Beri waktu untuk melakukan eksplorasi yang aman dan waktu menyendiri.
• Susun waktu tanpa kegiatan bergantian dengan waktu melakukan aktivitas
• Susun waktu bermain di dalam rumah bergantian dengan di luar rumah
• Anggaplah kebutuhan sosial anak sebagai kebutuhan anda juga.
• Ajakan anak mengenai tanggung jawab
• Selalu berikan pelukan
2. Memperkaya lingkungan sekitar anak
Setelah menyusun kegiatan anak Anda dapat memperhatikan beberapa hal
yang bisa memperkaya lingkungan sekitar anak, selama masa krisis untuk belajar itu
perlu diingat selama masa-masa tersebut aktivitas otak sangat tinggi, dan anak-anak
cepat sekali menyerap potensi belajar mereka jadi lebih besar berkat hal-hal yang
anda sediakan.
Cara yang efektif :
• Berikan mainan yang mendidik
• Membaca, berbicara, dan jadwal lah pertanyaan anak
• Bermain sambil belajar
• Manfaatkan televisi dan komputer secukupnya
• Pertimbangan pembelajaran pada usia 3 tahun
• Manfaatkan lingkungan sekitar untuk memperkaya wawasan anak
• Jangan memberikan kegiatan yang terlalu padat bagi anak.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pola asuh orang tua terdapat dalam keluarga dan merupakan tanggung jawab
utama kedua orang tua. Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,
tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai makluk sosial. Keluarga yang
memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral, dan pendidikan bagi
anak. Keluarga merupakan tempat pertama dan yang utama bagi anak untuk
memperoleh pembinaan mental dan pembentukan kepribadian.
Orang tua yang memberikan penanaman nilai moral yang baik, akan
menghasilkan anak yang memiliki kepribadian yang baik. Sebaliknya, orang tua yang
memberikan penanaman nilai moral yang tidak baik, akan menghasilkan anak yang
memiliki kepribadian yang buruk. Oleh karena itu walaupun pola pengasuhan setiap
orang tua berbeda, orang tua tentunya mengharapkan yang terbaik untuk anaknya.
Akan tetapi dari keempat macam pola asuh tersebut bentuk pola asuh demokrasilah
pola asuh paling baik diterapkan oleh orang tua dalam mengasuh anak-anaknya
karena pola asuh ini membentuk perilaku anak yang memiliki rasa percaya diri,
bersikap bersahabat, bersikap sopan, mau bekerja sama, serta memiliki rasa
keingintahuan yang tinggi. Oleh karena itu sangat penting peranan orang tua dalam
mengasuh anak usia dini. Dengan mengerti berbagai pengetahuan dan informasi
tentang pola pengasuhan yang ada maka orang tua dapat memberikan pengasuhan
yang lebih baik kepada anak sehingga dapat meningkatkan pengembangan karakter
disiplin pada anak-anak.
B. SARAN
Orang tua dalam menentukan pola pengasuhan pada anaknya dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pola pengasuhan orang tua terhadap anaknya adalah sebagai
berikut :
1. Memberikan kebebasan kepada anak dengan tetap menggunakan sanksi pada setiap
tindakan sebagai tanggung jawab akan lebih bijaksana dalam penerapan pola asuh
anak.
2. Faktor pendidikan memang sedikit banyak mempengaruhi pandangan orang tua
tentang pola asuh anak tetapi hal ini dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman
dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

DAFTAR PUSTAKA

Ayun, Qurrotu. 2017. Pola Asuh Orangtua dan Metode Pengasuhan


dalam Membentuk Kepribadian Anak. Thufula : Jurnal Inovasi Pendidikan Guru

Raudhatul Athfal. Vol.5, N0.1, Januari- JuniBrennan, M. A., & Israel, G. D. (2008). The
power of community. Community Development, 39(1), 82-97.

Binus University. 2018. Pola Asuh Orang Tua dan Pengaruhnya pada Anak.
Dari https://parent.binus.ac.id/2018/08/pola-asuh-orangtua- dan-pengaruhnya-pada-anak/.
Diakses tanggal 29 August 2018.

Filisyamala, J. Dkk. (2016). Bentuk Pola Asuh Demokratis Dalam Kedisiplinan Siswa SD.
Jurnal
Pendidikan. 1 (4). 668-672.

Harianti, R. & Suci A. (2016). Pola Asuh Orang Tua Dan Lingkungan Pembelajaran
Terhadap Motivasi
Belajar Siswa. Jurnal Curricula. 1 (2). 20-29.
Crain, W. (2007). Theories of Development, Concepts and Applications. (Terjemahan: Yudhi
Santosa). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dialog Jum’at. (2005). Jangan abaikan Hak Anak. Tabloid Republika, Jum’at, 1 Juli.
Gordon, T.(1989). Menjadi Orangtua Efektif. Petunjuk terbaru mendidik anak yang
bertanggung
Jawab. (terjemahan: Subardja, dkk.). Jakarta: PT. Gramedia.

Hanan H.(2005). Anak Shalih. Investasi Dunia-Akherat. Hidayatulloh Edisi 03/XVIII/Julihal


26-27

Mubarok, A. (2003). Sunatullah dalam Jiwa Manusia. Sebuah pendekatan PsikologiIslami.


Jakarta: The International Institute of Islamic Thought, IIIT Indonesia

Papalia, D.E., Olds, S.W. and Feldman, R.D. (2009). Human Development, ed
10th.Perkembangan Manusia (Terjemahan: Brian Marwensdy). Jakarta: PenerbitSalemba
Humanik

Anda mungkin juga menyukai