Anda di halaman 1dari 26

HUBUNGAN PENDIDIKAN ORANGTUA TERHADAP POTENSI ANAK

Disusun oleh :

1. Adji Satria Pamungkas ( 5018201108 )

2. Alvaro Adrianto Bintang Thomas Simanjuntak ( 5018201078 )

3. Bagus Muhammad Ghufron ( 5018201012 )

2. Dias bintang Persada Silalahi ( 5018201065 )

3. Siti Intan Nurhasanah ( 5018201020 )

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER


2021

i
ABSTRAK

Tingkat pendidikan orang tua yang baik, disiplin serta bijaksana akan menghasilkan Pola Asuh
yang lebih baik. Hal Ini terdorong oleh adanya suatu kebutuhan akan dorongan dan upaya untuk
meningkatkan kualitas pola asuh anak. Masa perkembangan anak merupakan masa emas yang
harus dikelola semaksimal mungkin untuk mewujudkan masa depan yang cerah. Ini merupakan
masa di mana seorang anak dibentuk secara fisik, emosional, konsep, artistic, moral, dan juga
kecerdasan intelektual. Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara
pengetahuan orangtua dengan pengembangan potensi anak, mengingat bahwa moral
masyarakat Indonesia sangatlah penting bagi kemajuan bangsa Indonesia ini. Makalah ini
berjudul “Hubungan Pendidikan Orangtua Terhadap Potensi Anak” juga membahas pola asuh
yang baik untuk mengembangkan potensi anak.

ii
DAFTAR ISI

JUDUL .............................................................................................................................. i

ABSTRAK ......................................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................................... 3


1.2 RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 4
1.3 TUJUAN ........................................................................................................... 4

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 HAKIKAT POLA ASUH ................................................................................. 5

2.2 PENGERTIAN POLA ASUH .......................................................................... 6

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA ASUH ..................................... 8

2.4 PENERAPAN POLA ASUH YANG BAIK ................................................... 12

BAB 3

3.1 SIKAP ORANG TUA....................................................................................... 15

3.2 TANGGUNG JAWAB DALAM POLA ASUH .............................................. 18

3.3 HAKEKAT PENDIDIKAN.............................................................................. 19

3.4 HAKEKAT ORANGTUA ................................................................................ 22

BAB 4 KESIMPULAN ..................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 26

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul hubungan Pendidikan orang
tua terhadap Pendidikan anak ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kewarganegaraan
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengajaran dan
perkembangan anak bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Dosen , selaku Dosen Kewarganegaraan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

07 April 2021

Penyusun

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam Pendidikan seorang anak, bukan hanya keluarga saja yang berperan besar
terhadap perkembangan kecerdasan emosional dan intelektualnya, namun juga factor
lingkungan. Seseorang yang diberikan tanggung jawab mengasuh anak tentu juga
berkewajiban mendidik anak tersebut.

Orangtua dalam hal ini menjadi pihak yang memiliki tanggung jawab tidak hanya
mengasuh, namun juga mendidik anak. Anak harus diberikan pemahaman terkait berbagai
hal yang ada di sekitar. Tujuannya tentu saja agar anak memiliki cukup pengetahuan
sebagai bekalnya di masa mendatang. Masing-masing orang tua tentu saja memiliki
pola asuh tersendiri dalam mengarahkan perilaku anak. Semua jelas sangatlah
dipengaruhi oleh faktor latar belakang pendidikan orang tua, orang tua dalam memberikan
pengasuhan tentangpendidikan, sopan santun, membentuk latihan-latihan tanggung
jawab, yang semua penerapannya pun pasti dari pengalamannya dalam keluarganya
ataupun lingkungannya, baik lingkungan sosial lingkunganpendidikan maupun
lingkungan budayanya. Manakala suami istri di masa kalanya menerima penerapan
pola arah yang baik niscaya mereka pun akan memberikan pelayanan pola asu h
yang lebih baik pula ke anaknya ataupun generasi selanjutnya, secara sadarpun
bilamana dulu orang tua mendapatkan pengalaman pola asuh yang kurang baikpun,
dengan sendirinya orang tua akan membuangnya jauh-jauh dan tidak ingin semuanya
terulang pada anak-anaknya.

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh korelasi
orangtua dengan pengetahuan yang cukup terhadap keberhasilan mengelola potensi anak.
Potensi anak yang dimaksud di sini sangat beragam meliputi potensi intelektual, kesenian,
emosional, dan sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah :

1. Menentukan Pola asuh yang baik seperti apa


2. Bagaimana sikap orangtua dalam mengasuh anak

3
1.3 Tujuan

Adapun tujuan yang dapat diperoleh dari rumusan masalah diatas yaitu:

1. Mengetahui pola asuh yang baik


2. Mengetahui sikap orangtua dalam mengasuh anak

4
BAB II

2.1 Hakikat Pola Asuh


Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya.
Sikap tersebut meliputi cara orang tua dalam memberikan aturan- aturan, memberikan
perhatian. Pola asuh sebagai suatu perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi
kebutuhan, memberi perlindungan, dan mendidik anak dalam kesehariannya. Menurut
Gunarsa Singgih (2002, hlm.10) dalam bukunya Psikologi Remaja : Pola asuh orang
tua adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga yang lebih
muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan sendiri dan bertindak sendiri
sehingga mengalami perubahan dari keadaan bergantung kepada orang tua menjadi
pribadi yang mandiri. Orang tua harus memiliki pengetahuan agar mereka tidak salah
dalam mengasuh anak. Selain itu orang tua juga harus mengetahui seutuhnya
karakteristik yang dimiliki oleh anak. Peranan orang tua begitu besar dalam membantu
anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Pola asuh berkaitan erat dengan
adanya hubungan antara orang tua dan anak karena orang tua merupakan pendidik
utama dan pertama bagi anak- anak mereka, dan dari merekalah anak- anak mulai
menerima pendidikan. Pada realitanya, didalam kehidupan keluarga masih banyak
orang tua yang kurang memahami dampak dari pola asuh yang mereka terapkan kepada
anak-anaknya. Pengasuhan yang baik membutuhkan waktu, tidak bisa dilakukan dalam
waktu singkat.

2.2 Pengertian Pola Asuh

Sebagai orang tua yang bijaksana dan mengerti akan anak, maka orang tua harus
memahami terlebih dahulu makna dari pola asuh. Pola asuh terdiri atas dua kata, yaitu
pola dan asuh. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pola artinya adalah
corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sementara itu, asuh
memiliki arti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu,
melatih, dan sebagainya), dan memimpin satu badan atau Lembaga. Definisi dari pola
asuh terhadap anak adalah suatu proses yang bertujuan untuk meningkatkan dan
mendukung perkembangan anak baik dari fisik, emosional, sosial, finansial, dan
intelektual sampai dengan dewasa. Dapat dikatakan bahwa pola asuh merupakan cara
perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak. Banyak ahli mengatakan pengasuhan
anak adalah bagian penting dan mendasar, karena dapat menyiapkan anak untuk

5
menjadi masyarakat yang baik. Pengasuhan anak merupakan Pendidikan umum yang
dapat diterapkan pada anak. Interaksi yang baik antara orang tua dan anak sangat
diperlukan. Maksud dari interaksi yang baik adalah perawatan terhadap anak, seperti
dari mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun
mensosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat.
Bentuk nyata pendampingan orang tua dapat dilihat melalui pendidikan cara-cara orang
tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anak nya disebut sebagai pola
pengasuhan. Interaksi anak dengan orang tua, anak cenderung menggunakan cara-cara
tertentu yang dianggap paling baik bagi anak.

Pola asuh yang diterapkan orang tua sangat berperan dalam membentuk
pedoman atau prinsip terhadap perkembangan kecerdasan emosional anak. Oleh karena
itu, pola asuh dikatakan sebagai pendidikan dasar keluarga untuk anak agar memilih
langkah yang tepat dalam memapahi kehidupan selanjutnya, dalam melakukan,
melindungi, merawat dan mengajarkan anak. Pengasuhan disadari sebagai pengalaman
penting kehidupan manusia yang dapat berpengaruh secara emosi dan intelektual.
Pengasuhan menjadi pengalaman penting kehidupan manusia yang dapat berpengaruh
secara emosi dan intelektual.

Menurut Al-Istambali (2002;35) kecemasan orang tua timbul karena rasa


kekhawatiran orang tua yang cukup beralasan kuat. Sebab, anak kemungkinan belum
memikirkan resiko jika berbuat kurang baik, keadaan ini tentu akan mengancam masa
depannya. Riyanto (2002:76) menambahkan saat mengasuh, orang tua tidak hanya
diharapkan mampu mengomunikasikan fakta, gagasan dan pengetahuan saja, namun
juga dapat membantu menumbuhkembangkan kepribadian anak. Selanjutnya Clemes
(2001:41) berkata bahwa penyimpangan perilaku pada anak di sebabkan kurangnya
ketergantungan antara anak dan orang tua. Ketergantungan ini dapat dilihat dari
keinginan anak untuk memperoleh perlindungan, dukungan, dan asuhan dari orang tua
dalam segala aspek kehidupan. Yang berarti perilaku anak merupakan reaksi atas
perlakuan lingkungan terhadap dirinya. Dibawah ini terdapat beberapa penerapan pola
asuh yaitu :

6
1) Pola Asuh Makan
Makanan dan minuman bergizi menjadi hal wajib untuk anak bahkan saat anak
masih di dalam kandungan orang tua dan juga saat kelahiran anak sampai dengan
periode usia bayi, balita, usia prasekolah, usia sekolah hingga periode usia dewasa.
2) Pola asuh Hidup Sosial Emosi
Didalam pola asuh sosial emosi terdapat Pendidikan tentang cinta, kasih saying,
dan sikap yang dibutuhkan individu sebagai makhluk sosial. Keterampilan untuk
bersosialisasi dan beretikat harus diajarkan dan ditanamkan sejak dini, hal ini
berupaya agar anak memiiki keterampilan berhubungan sosial dengan orang lain.
Anak yang diajarkan keterampilan sosial dan etikat sejak dini akan lebih dapat
belajar menahan diri, mengontrol emosi dan menghargai peraturan yang berlaku
dalam masyarakat.
3) Pola Asuh Moral dan Spiritual
Setiap individu membutuhkan penanaman moral dan spiritual, karena
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan pedoman penting dalam
kehidupan dan kebutuhan rohani tiap manusia. Pengasuhan moral dan spiritual
juga harus diterapkan sejak dini. Dapat dikatakan pola asuh memiliki berbagai
tahapan mulai dari fisik maupun psikis yang bermula semenjak anak masih di
dalam kandungan sampai lahir dan mengetahui dunia. Pola asuh ini bersifat
kontinyu dan saling mendukung.
4) Pola Asuh Hidup Sehat
Pola asuh hidup sehat adalah salah satu aspek penting yang wajib diterapkan
pada anak. Pola ini merupakan usaha prefentif yang dilakukan orang tua terhadap
anak dengan mengajarkannya pola hidup sehat, agar selalu hidup bersih dan
teratur. Pengasuhan kesehatan termasuk dalam upaya kuratif orang tua untuk
mengeluarkan biaya dalam memberikan perawatan dan pengobatan agar anak
selalu dalam kondisi terbebas dari penyakit.

2.3 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh


Menurut Hurlock (1997), dalam mengasuh dan mendidik anak ada beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi diantaranya karakteristik orang tua yang berupa
kepribadian orangtua, keyakinan dan persamaan dengan pola asuh yang diterima
orangtua. Faktor dalam pola pengasuhan anak berhubungan erat dengan nilai-nilai yang

7
dianut orangtua, kehidupan perkawinan orangtua dan alasan orangtua mempunyai anak
(Gunarsa,1976:144).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya pola asuh orangtua dalam mendidik


anak diantaranya :

1. Faktor internal yang ada dalam diri Orangtua

Faktor internal ini menyangkut Ideologi yang dimiliki orang tua mengenai
pengasuhan akan mempengaruhi nilai dan tingkah lakunya dalam mengasuh
anakanaknya. Ideologi disini bukan hanya mengenai kepercayaan dalam penerapan
pola asuh namun juga sikap yang ada dalam diri orangtua baik berupa kesabaran,
intelegensi, dan kedewasaan oragtua. Hal tersebut akan menentukan bagaimana
tingkat sensifitas orangtua terhadap kebutuhan anaknya. Selain itu, ada bebarapa
faktor internal dari diri orangtua diantaranya:

a) Usia orangtua
Orangtau yang berusia lebih muda akan bersikap demokratis dan permisisive
dimana pendekatan terhadap anak akan cenderung lebih besar daripada
penerapan pola asuh yang didapat orangtua dengan usia yang lebih tua.
b) Jenis kelamin
Dalam beberapa penelitia didapat kesimpulan bahwa seorang ibu akan bersifat
itoriter terhadap anak dibandingkan seorang bapak.
c) Orientasi religius
Orangtua yang menganut agama dan keyakinan religius tertentu senantiasa
berusaha agar anaknya juga mengikuti agama dan keyakinan religius tersebut.
Orangtua yang memiliki keyakinan dalam agam yang tinggi cenderung lebih
posesif daripada orangtua yang biasa saja dalam bidang agama.
d) Pendidikan orangtua
Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membimbing anak yang nantinya
akan berguna saat berkehidupan dimasyarakat, namun pendidikan formal anak
hanya 10% dalam hidupnya sehingga seorang anak tidak selamanya akan
mengalami pendidikan, hal tersebut menunjukan betapa pentingnya pola asuh
dan bimbingan dari orangtua agar mempunyai bekal yang cukup. Dalam
kehidupan keluarga orang tua lah yang berperan sebagai pendidik yang pertama
dan yang utama. Walau pada dasarnya orang tua mempunyai kemampuan yang

8
berbeda-beda, hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya pendidikan yang
dicapainya. Sehingga tingkat pendidikan yang berbeda juga menunjukkan
perbedaan kemampuan orang tua. Orang tua yang telah mendapatkan
pendidikan yang tinggi, dan mengikuti kursus dalam mengasuh anak lebih
menggunakan teknik pengasuhan authoritative dibandingkan dengan orang tua
yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam mengasuh anak.
Orangtua yang mempunyai pendidikan lebih tinggi akan cenderung
mengembangkan pola asuh sesuai dengan diri anak tersebut.

2. Faktor internal yang ada dalam diri anak


Selain dari faktor orangtua pola asuh anak akan berbeda disetiap anak karena
faktor internal dari anak tersebut. Berikut beberapa faktor internal yang ada dalam
diri anak:
a. Jenis kelamin anak
Pola pengasuhan anak perempuan akan cenderung lebih keras dibandingkan
dengan pengasuhan seorang anak laki-laki karena orangtua akan lebih khawatir
terhadap anak perempuan daripada anak laki-laki. Orangtua percaya seorang
anak laki-laki akan lebih dewasa dan mampu menjaga diri dengan baik.
b. Temperamen anak
Anak yang dapat beradaptasi dengan baik akan berbeda dengan pengasuhan
anak yang cerewet dan kaku sehingga pola asuh disetiap anak akan berbeda
meskipun itu dikeluarga yang sama.
c. Kemampuan anak
Orangtua akan membedakan pola pengasuhan anak sesuai dengan bakat dan
kemampuan seorang anak. Perlakuan yang diberikan orangtua untuk anak yang
berbakat akan berbeda dengan anak yang memiliki masalah dalam
perkembangannya.
d. Situasi anak
Situasi anak saat melakukan pengasuhan akan sangat berpengaruh terhadap
tindakan yang akan dilakukan orangua. Anak yang sedang berada dalam situasi
takut dan cemas memungkinkan orangtua untuk bersikap lemah lembut
terhadapnya. Tetapi sebaliknya, saat anak menentang dan berperilaku agresif
kemungkinan orangtua akan mengasuh anak dengan pola outhoritatif.

9
e. Ketergantungan anak
Anak yang sedari kecil memiliki kedekatan terhadap orangtua yang berlebihan
memungkinkan terjadinya pola asuh yang berbeda disetiap anak. Dimana
orangtua akan membedakan pola pengasuhannya tergantung ketergantungan
anak tersebut terhadap orangtua.

3. Faktor eksternal dari lingkungan


Pengasuhan setiap anak berbeda sesuai dengan keadaan lingkungan nya.
Dimana lingkungan yang berstatus sosial tinggri akan cenderung memiliki pola
pengasuhan yang bebas. Berikut bebrapa faktor eksternal dari lingkungan:
a) Budaya setempat
Lingkungan masyarakat sekitar anak akan memiliki peran yang sangat besar
dalam perkembangan anak dan pola asuh orangtua terhadap anaknya. Dalam hal
ini budaya yang tercangkup dpat berupa aturan yang berlaku dalam masyarakat,
norma, adat dan budaya-budaya yang berkembang didalamnya.
b) Letak geografis
Letak suatu daerah memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk pola
asuh yang diterapkan orangtua terhadap anaknya. Penduduk dataran tinggi
memiliki perbedaan karakteristik dengan penduduk dataran rendah sesuai
dengan tuntunan serta tradisi yang berkembang pada tiap-tiap daerah.
c) Gaya hidup
Gaya hidup masyarakat di desa dan di kota besar memiliki perbedaa yang besar
dan berbeda dalam interaksi serta hubungan anak dan orangtau. Hal tersebut
akan berdampak pada pola asuh yang diterapkan orangtua. Status sosial dalam
masyarakat dalan membuat perbedaan tentang bagaimana cara pola asuh dalam
keluarga dari kelas sosial tinggi dan rendah.

2.4 Penerapan Pola Asuh Yang Baik Bagi Pembentukan Kepribadian Anak
Penerapan pola asuh orangtua yang baik adalah teori kepribadian transactional
analysis (analisis transaksional), yang dicetuskan oleh Eric Berne (Berne,1961).
Analisis transaksional menggambarkan struktur manusia secara psikologis, yang terdiri
atas tiga bagian kepribadian yang disebut Ego States, yakni (1) Parent, (2)Adult, dan

10
(3) Child (Berne, 1961) yang merupakan susunan kelakuan, pikiran, dan perasaan yang
saling berkaitan.
Faber (1980), Hansen (1982), James (1985), dan Gordon (2000) mengemukakan ciri-
ciri perilaku orangtua yang dapat dikategorikan ke dalam kelompok orangtua dengan
pola asuh yang baik dalam pembentukan kepribadian anak diantaranya:

a. Reasonable parents (pola asuh orangtua yang layak/pantas)


Saat anak melakukan kesalahan orangtua akan berupaya menunjukkan dan
memperbaiki kesalahan tersebut dengan berkomunikasi secara dua arah.
Komunikasi atau transaksi tampak dalam ucapan dan tindakan orangtua yang
selalu memberikan alasan-alasan logis/rasional, masuk akal terhadap perilaku
keliru anak, dengan tujuan dan harapan orangtua agar anak mau mengubah
perilaku yang keliru tersebut. Pola asuh ini menghindari ucapan-ucapan
mengomel, mencela, menjuluki, atau ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan
yang dapat membuat anak terpojok. Perlakuan (ucapan dan tindakan) orangtua
seperti itu mengajarkan dan melatih anak berpikir rasional, tanpa merasa dinilai
dan disalahkan terhadap perbuatannya.
b. Encouraging parents (pola asuh orangtua mendorong)
Komunikasi atau transaksi yang dilakukan orangtua terhadap anaknya di dalam
kehidupan sehari-hari selalu membangkitkan, mendorong, dan menyemangati
anak melakukan sendiri tugas-tugasnya, baik di rumah maupun di luar rumah.
Pemberian dorongan semangat penting dilakukan oleh orangtua, terutama
ketika seorang anak selalu memperlihatkan indikasi perilaku yang menunjukkan
“tidak bisa” mengerjakan pekerjaannya sendiri, dan mengharapkan bantuan
orangtua atau orang lain.
c. Concistent parents (pola asuh orangtua konsisten)
Memahami konsistensi dengan benar sangat penting bagi orangtua. Hal tersebut
bertujuan untuk melatih anak menjadi tegas, tangguh, percaya kepada
kemampuan diri sendiri. Misalnya, terhadap anak yang sering menunda-nunda
belajar, orangtua berkata: “Ibu senang melihat anak belajar sesuai time schedule
tidak menunda-nunda waktu belajarnya”. Anak yang sering diperdengarkan
ucapan-ucapan yang konsisten sesuai dengan situasi dan kondisi anak, dibarengi
dengan sikap dan tindakan-tindakan orangtua yang tegas, jujur, menyampaikan
apa adanya tanpa dibuat-buat, membelajarkan anak berperilaku tegas atau
11
asertif, belajar memutuskan dengan pasti mana sikap dan perilaku yang terbaik
bagi dirinya, tanpa takut berbuat kesalahan, berani bertanggung jawab dan
mengambil risiko dari sikap dan tindakannya tersebut.
d. Peace making parents (pola asuh orangtua yang menyejukkan)
Komunikasi atau transaksi yang dibangun orangtua dalam kehidupan sehari-
hari selalu memperlihatkan contoh atau tauladan, yang tampak dalam perilaku
berupa ucapanucapan dan tindakan-tindakan orangtua yang lemah lembut dan
menyenangkan. Jika anak melakukan kekeliruan maka orangtua memberikan
teguran dengan kata-kata yang lemah lembut dan menyenangkan, sehingga
menjadikan anak merasa tenang dan tidak tegang.
e. Caring parents (pola asuh orangtua yang merawat/memelihara)
Perilaku orangtua, yang mau memerhatikan dan mendengar ucapan dan
ungkapan perasaan, bergaul dengan anak, sehingga anak mau terbuka bercerita
dan koperatif terhadap masalah yang dialaminya. Kesediaan orangtua yang mau
menyisihkan waktu untuk mendengarkan keluhan atau ungkapan perasaan anak
sangat penting karena orangtua yang mau mendengarkan dan memahami
perasaan anaknya, dapat menghilangkan rasa cemas dan takut anak terhadap
orangtua, sehingga dengan begitu dapat membangkitkan rasa percaya diri pada
anak, dan pada gilirannya anak mau membuka diri kepada orangtuanya.
f. Responsible parents (pola asuh orangtua yang bertanggung jawab)
Komunikasi atau transaksi yang dibangun oleh orangtua di dalam kehidupan
sehari-hari memberikan kesan bahwa anak selalu dibimbing, diajar, dan dilatih
dalam memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat fisik maupun psikis.
Perilaku orangtua tampak dalam ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan
orangtua yang senantiasa memberikan kepercayaan dan kebebasan kepada
anaknya untuk melakukan sendiri tugas-tugasnya, aktivitas-aktivitas dan
kebutuhan-kebutuhannya sesuai dengan situasi, kondisi, dan kemampuan anak.

12
BAB III
3.1 Sikap Orang Tua
Orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Maka
dari itu sikap orang tua untuk memberi perhatian akan sangat dibutuhkan oleh anak
Kita tahu sikap orang tua terhadap anak sangat mempengaruhi kepribadian anak.
Adapun beberapa sikap yang baik untuk dapat mendukung pembentukan
kepribadian anak yaitu:
a) Penanaman Pekerti Sejak Dini dan Bimbingan Belajar
Orang tua dan keluarga merupakan penanggung jawab pertama dalam hal sopan
santun dan budi pekerti bagi anak. Dimana selanjutnya untuk proses penanaman
akan dilanjutkan oleh guru dan masyarakat. Ketiga unsur ini, seharusnya bekerja
sama secara harmonis. Sopan santun wajib ditanamkan pada anak di usia sedini
mungkin. Karena sopan santun dan tata karma merupakan perwujudan dari jiwa
yang memiliki nilai moral. Yang selanjutnya moral akan turut berkembang dengan
yang lain dan akan menajdi nilai untuk pedoman dalam perilaku keseharian.
Dalam penanaman nilai baik dan buruk sebaiknya dilakukan secara perlahan,
dan sesuai dengan tahap pertumbuhan anak, daya tangkap dan serap mentalnya.
Kita ajarkan anak rasa bersyukur setelah memperoleh sesuatu, kejujuran, sopan
santun, mencintai sesama, memelihara, memperbaiki, dan lain-lain.
Bimbingan dan penanaman vudi pekerti ini merupakan bantuan yang diberikan
orang-tua sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya, untuk menolong
anaknya dalam mengatur kegiatan hidupnya, mengembangkan pandangan
hidupnya, dan membuat keputusan-keputusan, serta memikul beban hidupnya
sendiri.
Memberikan bimbingan serta penanaman budi pekerti kepada anak merupakan
kewajiban orangtua. Seorang anak tidak mungkin tumbuh sendiri dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Sebagai contoh seorang anak mudah sekali putus asa
karena ia masih labil, maka untuk itu orangtua perlu memberikan bimbingan ini
agar anak akan merasa semakin termotivasi, dan dapat menghindarkan kesalahan
dan memperbaikinya. Bimbingan dan penanaman pekerti sejak dini memegang
peranan penting dalam Perkembangan anak kedepannya.

13
b) Mendisiplinkan Anak
Dengan menerapkan kedisiplina kepada anak sejak dini, maka hal ini akan
menumbuhkan pribadi anak yang mandiri. Dimana seorang anak akan belajar
berperilaku untuk sesuai dengan apa yang diterima dimasyarakat, agar mereka
dapat diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. Banyak sekali orang tua yang
tidak tahu apa yang harus dilakukannya ketika anaknya mulai melanggar aturan
yang telah diterapkan bersama didalam keluarga. Dan hal yang terjadi kemudian
adalah reaksi emosional seperti marah dan sebagainya yang pada akhirnya
menimbulkan rasa bersalah orang tua. Adapun cara Pendekatan yang bisa
digunakan orang tua yaitu dengan mengkombinasikan cinta dengan batasan-batasan
yang telah disepakati bersama dalam keluarga. Lalu menekankan prinsip disiplin
yang kemudian disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak dan keluarga.

c) Menasehati dan Menghukum anak


Bentuk lain dari perhatian orangtua yaitu dengan memberikan nasehat kepada
anak. Menasehati anak berarti memberi saran-saran untuk memecahkan suatu
masalah, yang berdasarkan pengetahuan, pengalaman dan pikiran sehat. Dalam
upaya memberikan suatu bimbingan, terkadan selain kita memberikan nasihat ada
kalanya kita orangtua juga bisa menggunakan hukuman. Hukuman yang diberikan
orang tua kepada anak adalah hukuman yang dapat mendidik anak untuk berubah,
bukan hukuman yang dapat membuat anak menjadi trauma. Tujuannya yaitu untuk
menghentikan tingkah laku yang kurang baik, mendidik, dan mendorong anak
untuk menghentikan sendiri tingkah laku yang tidak baik kepada anak, sehingga
anak akan mengetahui perilaku yang telah dilakukannya itu benar atau salah.Di
samping itu hukuman yang diberikan harus wajar, logis, obyektif, dan tidak
membebani mental, serta harus sebanding antara kesalahan yang diperbuat dengan
hukuman yang diberikan. Adapun fungsi hukuman yaitu :
1) Untuk menghalangi pengulangan anak bertindak yang tidak diinginkan oleh
masyarakat.
2) Untuk mengajarkan bahwa tindakan tertentu benar dan yang lain salah dengan
mendapat hukuman karena melakukan tindakan yang diperbolehkan.

14
Tetapi terkadang saat orang dewasa memberikan hukuman namun anak tidak
memahami mengapa mereka harus dihukum. Hal ini tidak membuat perilaku anak
menjadi lebih baik tetapi malah memberikan masalah baru kepada anak yaitu rasa
dendam atau benci. Lalu lama kelamaan hukuman pun akan menimbulkan dampak
anak akan menyepelekan masalah. Pemberian konsekuensi dengan cara
mendiskusikan atas apa yang terjadi sangatlah penting agar anak tidak mengulangi
lagi kesalahan yang telah diperbuatnya. Mencari solusi bersama sehingga ada
kesepakatan konsekuensi antara anak dan orangtua memberikan peluang kepada
anak agar mereka memiliki tanggung jawab menjalankan konsekuensi yang telah
dipilihnya. Yang paling penting dari proses ini adalah adanya refleksi yang
dilakukan secara mandiri sehingga mereka akan menjadi individu yang lebih baik.

d) Memberi Motivasi dan Penghargaan


Selain menghukum dan menasehadi kita juga harus memberi motivasi dan
sebuah penghargaan kepada anak. Memberiakan motivasi pada anak adalah suatu
bantuan yang amat penting untuk perkembangan anak kedepannya. Anak – anak
butuh perhatian, pujian, kasih sayang, dan juga dukungan. Dengan kita memotivasi
maka anak akan selalu bersemangat untuk terus maju dan belajar dengan baik.
Disamping memotivasi orangtua juga perlu memberikan sebuah penghargaan
kepada anaknya. Hal ini bertujuan supaya anak memiliki rasa bangga, mampu atau
percaya diri dan berbuat yang lebih maksimal lagi untuk mencapai prestasi yang
lebih tinggi. Maka hal yang perlu diperhatika orangtua yaitu memberikan pujian
dan penghargaan pada kemampuan ataupun prestasi yang diperoleh anaknya. Selain
memberikan pujian kita juga dapat memberikan semacam hadiah. Dimana Orangtua
juga harus memberikan nasehat kepada anak, bahwa hadiah yang diberikan juga
dapat merusak dan menyimpangkan pikiran anak dari tujuan belajar yang
sebenarnya.

e) Menghindari pemberian label buruk pada anak


Banyak orang tua yang seringkali mengatai atau melabeli anaknya dengan label
buruk seperti “malas”, “bodoh” dan sebagainya. Sebenarnya sebutan ini dapat
merugikan pada kondisi psikis anak yang akan menimbukan kurangnya usaha anak
karena merasa upaya yang dilakukannya tidak akan diperhatikan. Dan bahkan
kemungkinan akan berlaku sebagaimana seperti label yang disandangnya. Hal ini
15
akan merusak pembangunan konsep diri anak yang dibentuk sejak masa kecil. Maka
dari itu sebagai orang tua hendaknya kita menghindari pemberian label buruk
kepada anaknya. Hal penting yang harus dilakukan orang tua adalah membangun
semangat anak serta melakukan kegiatan yang mendorong anak untuk menjadi
individu yang mandiri.

3.2 Tanggung Jawab dalam Pola Asuh

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggung jawab adalah keadaan


wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut,
dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Dalam mengasuh anak, orang tua
juga bertanggung jawab terhadap pola asuh yang diberikan. Tanggung jawab orang
tua tidak hanya sebatas menyekolahkan atau membiayai keperluan sang anak.
Lebih dari itu, tanggung jawab orang tua diwujudkan dalam keterlibatan langsung
orang tua dalam memberi pendidikan moral dan bekal kehidupan bagi anak-
anaknya. Bagaimana sikap sang anak nantinya sebagian besar merupakan cerminan
dari apa yang mereka pelajari dari kedua orang tuanya. Ketika orang tua terlibat
langsung dalam kehidupan dan pendidikan anak-anaknya, maka mereka akan
memberi perlakuan yang lebih tepat sehingga sang anak akan memiliki kepribadian
yang baik.

3.3 Hakekat Pendidikan

Pedidikan menurut para ahli memiliki definisi yang berbeda-beda,


menurut Langeveld, Pedidikan menurpakan suatu bimbingan atau pertolongan
yang diberikan oleh orang dewasa untuk menunjang perkembangan anak dalam
mencapai kedewasaannya agar anak cukup cakap dalam melaksanakan tugas
hidupnya sendiri dan tidak dengan bantuan orang lain. Sedangkan menurut John
Dewey pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembentukan kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia.
Adapun menurut tokoh nasional yakni Ki Hajar Dewantara mengartikan
Pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek dan tubuh anak), serta jasmani anak agar

16
dapat memajukan kesempurnaan hidup, dan menghidupakan anak yang selaras
dengan alam dan masyarakatnya.

Namun pada hakikatnya pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran supaya peserta didik
dapat secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki potensi spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam hal
ini dijelaskan bahwa pendidikan merupakan suatu upaya yang terencana, yang
mana dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Kita tahu potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik pasti berbeda–beda, ini
nantinya merupakan tugas seorang pendidik untuk mampu melihat dan mengasah
potensi–potensi yang dimiliki peserta didiknya supaya mampu berkembang
menjadi manusia berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Dari tabel di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa hakekat pendidikan yaitu
pendidikan untuk manusia dan dapat diperoleh selama manusia lahir hingga
dewasa.

1) Manusia mengusahakan proses yang dilakukan terus-menerus. Dimana manusia


akan melakukan rekonstruksi pengalaman dan sekaligus merupakan proses
pertumbuhan yang mengarah ke pertumbuhan selanjutnya. Hal ini biasa disebut
proses of continues reconstruction of expressi.
2) Relevansi diatas merupakan suatu tuntutan sejak kecil, remaja, hingga dewasa.
Dimana masa relevansi juga terjadi sejak di pendidikan dasar sampai perguruan

17
tinggi, dan masa dunia kerja. Masa relevansi ini terus menerus secara
kontinuitas.
3) Masa penyesuaian diri merupakan masa dimana manusia harus bisa serta
mampu menyesuaikan dengan keadaan lingkungannya. Lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, desa, kota. Manusia juga harus menyesuaikan diri dengan
segala situasinya, berpendidikan ataukah kurang perpendidikan, miskin atau
kaya. Di samping itu juga ia harus menyesuaikan diri dengan tempat atau
penyesuaiakan diri secara geografis.
4) Cita-cita manusia juga harus sesuai dengan tanggung jawab manusia dan
pendidikannya, baik pendidikan formal maupun pendidikan
masyaraka/lingkungan.
5) Manusia diharapkan memiliki upaya sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui bimbingan pengajaran agar menguasai kemampuan sesuai dengan peran
yang harus dimainkan manusia.

Pendidikan setidak-tidaknya memiliki ciri sebagai berikut:


1) Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan kemampuan, sikap, dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat, dilingkungan dia
hidup,
2) Pendidikan merupakan suatu proses sosial, yang mana seseorang dihadapkan
pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol agar mencapai
kompetensi sosial dan pertumbuhan individual secara optimum.
3) Pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pribadi atau watak
manusia.

Maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan merupakan suatu hal yang


sangat penting dalam hidup dan kehidupan. Sederhananya Pendidikan merupakan
suatu usaha atau tuntunan yang dilakukan oleh pendidik untuk memberikan bantuan
kepada seorang individu dalam mengarahkan hidupnya agar dapat menggunakan
kemampuannya atau dapat mengembangkan pandangan secara maksimal pada
suatu kenyataan. Apapun hidup yang terjadi sekarang, dan yang akan datang
diharapkan individu itu dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab terhadap
dirinya dan masyarakat merupakan konsekuensi dari keputusannya itu dalam
rangka mencapai tujuannya.

18
Dan dalam proses untuk mencapai tujuan yang diinginkan, setiap orang tua
diharapkan dapat memberikan teladan yang baik. karena Anggota keluarga
terutama orang tua mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam dan
merupakan orang yang pertama berperan sebagai pendidik. Dengan memberikan
teladan yang baik maka akan menjadi penopang dalam upaya meluruskan anak ke
jalan yang baik pula, tanpa memberikan teladan yang baik, pendidikan anak tidak
akan berhasil.

Lalu pendidikan untuk orang tua sendiri lebih ke arah bagaimana orang tua
sebagai payung keluarga bisa menjadi pendidik bagi anak-anaknya yang secara
natural melalui kasih sayangnya mampu membawa satu perubahan kearah lebih
baik dan lebih siap dalam menghadapi masa depan anak-anaknya.

3.4 Hakekat Orangtua

Pertemuan antara laki-laki dan perempuan yang didasari rasa saling cinta
kemudian menyatukan kasih menuju kehidupan rumah tangga, hal tersebut yang
akan dinamakan sebagai orang tua. Menyatunya dua orang ini akan sempurna dan
sah apabila dilaksanakan sesuai peraturan Negara dan keyakinan masing-masing.
Walaupun masih berusia muda, dimana dirasa belum cukup umur, tetapi jika sudah
terikat ikatan perkawinan, dan telah dinyatakan sah menurut aturan Negara, saat
itu juga mereka sedang menjadi orang tua. Hasil dari menyatunya orang laki-laki
dan perempuan, nantinya akan beranak-pinak untuk meneruskan keturunan.
Merupakan rumah tangga yang sempurna jika suatu keluarga telah diberi keturunan
untuk meneruskan sejarah keluarganya.

Kedua orang tua memiliki kewajiban untuk selalu menjaga keharmonisan


keluarga dan rumah tangganya, bertujuan agar tidak dikucilkan dari keluarga
besarnya/masyarakat. Sebagai orang tua, ayah dan ibu mempunyai kewajiban
masing-masing, meskipun berbeda namun tujuannya sama yaitu untuk menghidupi
keturunannya agar tumbuh sempurna, harmonis dan merasa bahagia. Jika orang tua
telah berhasil melaksanakan kewajibannya, maka orang tua telah melalui janji
kehidupan yang kita ikrarkan sebelum hidup di dunia ini, yaitu:

1) Berbakti kepada Tuhan Yang Mencipta Alam Semesta ini,


2) Menghidupi keturunan, dan
3) Bekerja.

19
Walaupun orang tua adalah dua orang laki-laki dan perempuan, tetapi tugas
mereka hanya satu, yaitu bertugas untuk mendidik anak secara baik dan benar.
Dalam kehidupan berumah tangga, ayah berperan sebagai kepala keluarga, dan ibu
sebagai penasihat/pendamping agar tetap seimbang. Keharmonisan sebuah rumah
tangga ditentukan oleh orang tua. Kewajiban yang dimiliki orang tua juga harus
dikerjakan dengan runtut, ayah dan ibu harus saling memahami kewajiban masing-
masing. Selain itu, terdapat pribadi yang dapat dianggap sebagai orang tua, yaitu
seseorang yang gemar dan ikhlas untuk menolong siapa pun yang membutuhkannya
baik anak maupun orang tua. Tidak semua orang memiliki sikap seperti pribadi
tersebut. Di masyarakat, orang ini disebut orang tua. Orang seperti inilah yang
sepantasnya dijadikan suri teladan segala tindakan dan ucapannya selalu menjadi
contoh dan panutan.

Seorang suami/ayah harus bisa memberikan kasih dan sayangnya kepada


keluarga. Dimana sebagai kepala keluarga harus mengasihi serta menjaga
keluarganya, menyayangi istri dan anak-anaknya. Apabila suami sangat sayang
pada istrinya, maka rumah tangga tersebut dapat harmonis. Rumah tangga yang
tidak ada kasih sayang tidak akan ada rasa harmonis. Selain itu suami juga wajib
mengayomi. Maksud dari mengayomi adalah membuat rasa tenteram di keluarga,
kepala keluarga harus memiliki pendirian, wibawa, dan kebijaksanaan. Jika tidak
memiliki sikap tersebut, seorang kepala keluarga dapat mudah tergoda dan tidak
bisa mengayomi istri dan anak. Definisi dari kewibawaan karena sifat terpujinya,
bukan karena harta ataupun tahta. Segala tindakan, dan ucapannya selalu sopan
santun sehingga anak dapat menghormati, serta berbakti pada orang tua.
Selanjutnya, yaitu menenteramkan atau menjadi panutan keluarga, tidak hanya
mencukupi kebutuhan lahir, tetapi juga mencukupi kebutuhan batiniah. Artinya,
kebutuhan istri juga harus diperhatikan agar istri merasa disayangi oleh suaminya.
Sebagai seorang ayah, tidak boleh membedakan antar anak semua diperlakukan
secara adil sesuai kebutuhannya masing-masing. Selain itu, salah satu aspek penting
dalam diri suami/ayah adalah menafkahi. Sebagai kepala keluarga ayah wajib
menjamin kecukupan untuk kebutuhan, dengan cara bekerja agar dapat mencukupi
pakaian, makan dan rumah untuk keluarganya.

20
Seorang Ibu (istri) memiliki wewenang untuk mengatur/menata rumah agar
terlihat indah dan rapi. Tujuan dari menata rumah bukan hanya agar terlihat indah
dan rapi, tetapi juga untuk memberi contoh pada anak agar saat mereka telah
berumah tangga dapat menata rumahnya sendiri. Di dalam rumah tangga yang rukun,
tenteram, bahagia, seorang istri/ibu harus memiliki sifat seperti:

(1) Dapat memahami situasi, kondisi dan keadaan yang sedang dihadapi.
(2) Tekun, tidak malas. Artinya, sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga harus bisa
menerima baik dan buruk asalkan hal tersebut untuk kebahagiaan keluarga.

Selain sifat di atas, seorang perempuan/ibu juga harus memiliki jiwa yang
kuat. Karena, apabila sang laki-laki/ayah tidak sanggup menjadi tauladan atau
pemimpin rumah tangga, maka ibu harus maju menjadi pemimpin kendali keluarga.
Namun, hal tersebut wajib dimusyawarahkan bersama dahulu, agar tidak ada yang
merasa disalahkan. Musyawarah bertujuan untuk menyelematkan rumah tangga, dan
ketenteraman keluarga. Melalui pembahasan di atas kita dapat mengetahui serta
memperluas wawasan tentang hakekat orang tua.

21
BAB IV
KESIMPULAN

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh korelasi orangtua


dengan pengetahuan yang cukup terhadap keberhasilan mengelola potensi anak melalui
pola asuh. Potensi anak yang dimaksud di sini sangat beragam meliputi potensi
intelektual, kesenian, emosional, dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Pendidikan yang diperoleh Orangtua akan berpengaruh kepada anak untuk baik dan
buruknya tergantung cara anak dan kesiapan anak mengolah ajaran yang diberi
Orangtua.Pengaruh eksternal yang masuk dan dipelajari anak juga mengambil peran
dalam membentuk anak dan mengarahkan potensi anak tersebut.

22
DAFTAR PUSTAKA
Berne, E. 1961. Transactional Analysis in Psychoterapy. New York: Grove Press, Inc.
Faber, A. dan Mazlish, E. 1980. How to Talk so Kids will Listen and Listen so Kids
will Talk. New York: Avon Books.
Fauzi, Muhammad R. 2015. Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Anak
Berolahraga di Akademi Futsal Maestro Bandung. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Gunarsa, S. D. 1976. Psikologi untuk keluarga. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Gordon. 2000. Parent Effective Training: The Proven Program for Raising Responsible
Children. New York: Random House Inc.
Hansen, J. C. 1982. Counseling: Theory and Process. Third Edition. Boston: Allyn and
Bacon, INC
Hurlock, Elizabeth. B. 1997. Psikologi Perkembangan : Suatu Perkembangan
Sepanjang Rentang Kehidupan (alih bahasa : Istiwidiyanti & Soedjarwo).
Jakarta: Erlangga
James, M. 1985. It’s Never Too Late to Be Happy. Massachusetts: Addison Wesley
Publishing Company, Inc.
Kharmina, N. 2011. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orang Tua Dengan
Orientasi Pola Asuh Anak Usia Dini. (Skripsi, Universitas Negeri Semarang)

M.Irfan, Andi, Dkk. 2020. LANDASAN PENDIDIKAN: HAKIKAT DAN TUJUAN


PENDIDIKAN (IMPLICATIONS OF PHILOSOPHICAL VIEWS OF PEOPLE
IN EDUCATION). www.researchgate.net (di akses 8 April)

Mujiono, Munawar. 2012. Landasan Kependidikan. Semarang : Universitas Negeri


Semarang

Redaksi Halodoc. 2021. Pola Asuh Anak di Informasi Terlengkap Tentang Pola Asuh
Anak. Halodoc.com (di akses 7 April)
Sunarty, Kustiah. 2015. Pola Asuh orangtua dan kemandirian anak. Makasar: Edukasi
Mitra Grafika.

Sectio,Yuli R. 2013. Pendidikan: Hakekat, Tujuan, dan Proses. Yogyakarta:


Universitas Negeri Yogyakarta.

Tridhonanto, Al. 2014. Mengembangkan Pola Asuh Demokratis. Jakarta: PT Elex


Media Komputindo.

23
Wulandari,Tiani. 2013. Hubungan Aantara Sikap Orang Dalam Memberi Perhatian
Belajar Dengan Prestasi Belajar Siswa SD Se-Gugus Empat Kecamatan
Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Tengah. (Skripsi, Universitas Bengkulu).

24

Anda mungkin juga menyukai