Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGERTIAN KONSEP DASAR KONSELING TENTANG ANAK

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2

1. HISBUL WATAN
2. FERA R BAGUNA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TERNATE


FAKULTAS TARBIA DAN ILMU KEGURUAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM
TAHUN 2023
Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi untuk menyelesaikan tugas ini. kami sangat berharap semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Daftar isi
Kata Pengantar............................................................................................................................................1
Daftar isi......................................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
Latar belakang.........................................................................................................................................4
Rumusan masalah...................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini.................................................................................................5
Kriteria Konselor Anak.............................................................................................................................6
Tujuan Konseling Anak.............................................................................................................................7
Kriteria Media dalam Bimbingan Konseling Anak Usia Dini.....................................................................8
Permainan Tradisional Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Media Bimbingan Dan Konseling Di PAUD........9
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................17
SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................................................................17
DAFTAR RUJUKAN......................................................................................................................................18
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang
Pada dasarnya bimbingan konseling (BK) di lembaga anak usia dini tidak bisa hanya diberikan
kepada mereka yang mempunyai perilaku bermasalah, akan tetapi sudah menjadi keharusan
diberikan pula kepada mereka (seluruh anak didik) yang memang sedang dalam masa golden
age. BK pada anak usia dini didasarkan pada bagaimana agar tumbuh kembang anak mencapai
titik yang optimal, baik fisik motorik, psikis maupun sosio emosionalnya. Prosesnya banyak
dilakukan dengan metode bermain, bernyanyi, menari dan lain-lain. Terdapat berbagai macam
media BK untuk anak usia dini, salah satunya adalah melalui permainan tradisional. Ini
dikarenakan beberapa jenis permainan dalam permainan tradisional sangat baik untuk
mengoptimalkan perkembangan anak seperti meningkatkan ketangkasan, kerjasama, kreatifitas,
dan lain sebagainya. Dari segi manfaat, tentu permainan tradisional sangat berbeda dengan
kebanyakan permainan modern saat ini. Permainan modern lebih banyak tidak menggunakan
aktifitas fisik (berdiam diri) dengan menatap layar handphone dan cenderung individualis, yang
tentu saja mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan fisik dan sosio emosional anak tidak
berjalan optimal. Untuk itulah perlunya kembali melestarikan budaya permainan tradisional
melalui kreatifitas demi melestarikan kearifan lokal sekaligus sebagai upaya pengembangan
media bimbingan konseling untuk anak usia dini.
Rumusan masalah
1 apa itu bimbingan konseling anak usia dini
2 apa itu keriteria konselor anak
3 apa itu tujuan konseling anak
4 bagaimna keriteria media dalam bimbingan konseling anak usia dini
5. bagaimna Permainan Tradisional Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Media Bimbingan Dan
Konseling Di PAUD
BAB II PEMBAHASAN
Bimbingan dan Konseling Anak Usia Dini
Bimbingan dan konseling merupakan suatu proses dalam membantu individu mengatasi
hambatan – hambatan perkembangan dirinya sehingga dapat mencapai perkembangan
kemampuan pribadinya secara optimal. Jika hubungannya dengan anak, maka bimbingan
konseling anak merupakan proses yang terjadi antara anak dan seorang konselor dalam hal ini
guru/ pendamping dalam membantu anak-anak agar dapat memahami apa yang terjadi kepada
mereka serta membantu agara anak mencapai perkembangan dan pertumbuhan yang optimal.
Konseling yang dimaksud tentu berbeda dengan proses konseling yang biasa dilakukan dengan
orang dewasa. Konseling dengan anak dilakukan dalam proses pembelajaran maupun permainan,
serta dengan media-media yang ada disekitar dan disukai oleh anak-anak.
Pada proses bimbingan dan konseling perlu ditekankan bahwa anak harus merasa hubungan
dirinya dengan konselor dalam hal ini gurunya sendiri adalah hubungan yang bisa dipercaya, dan
lingkungan konseling adalah lingkungan yang aman. Agar hal ini terjadi, guru sebagai konselor
harus bersikap terbuka, membumi, tulus, konsisten, dan optimis sehingga rasa percaya diri bisa
dikembangkan dan dipertahankan. Hal ini perlu dipersiapkan karena anak-anak akan sangat
pandai mengenali orang yang tidak kongruen denganya atau mencoba berpura-pura dan tidak
konsisten dengan kepribadiannya (Geldard, 2012, p.9)
Perlu diktahui bersama bahwa proses / program bimbingan dan konseling di lembaga PAUD
tidak hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai perilaku bermasalah, akan tetapi juga
harus diberikan kepada anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.
Sehingga konseling anak bukan hanya dilaksanakan untuk mengatasi perilaku bermasalah pada
anak didik, melainkan juga tindakan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembangnya secara
maksimal sebagai sebuah langkah preventif (Suryadi, 2010, p.165). Pelaksanaan bimbingan dan
konseling anak usia dini tidak hanya dilakukan melalui bimbingan khusus, namun dapat
dilakukan dalam berbagai kegiatan seperti bermain, karya wisata, leaflet, dan lain sebagainya.
Pelaksanaan layanan dan konseling di PAUD tentu tidaklah sama seperti pelaksanaan konseling
di sekolah SMP atau SMA, karena anak usia dini masih sangat membutuhkan perhatian yang
lebih, baik dari guru maupun orang tua. Pada prosesnya memerlukan keseriusan bagaimana
membangun suasana yang nyaman bagi anak.
Berikut ini beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam proses bimbingan konseling anak usia
dini, meliputi:
1. Aktif
Belajar merupakan suatu proses yang aktif dari anak dalam membangun pengetahuannya. Belajar
bukan hanya proses pasif yang hanya menerima dari guru saja. Guru diharapkan mampu
membangun suasana yang sedemikian rupa sehingga anak dapat bereaksi dengan aktif baik itu
aktif untuk bertanya, mendengar maupun mempertanyakan mengenai apa yang dibahas serta
berani mengemukakan gagasan (Saintifik). Perlu diketahui bahwa anak justru akan lebih cepat
lelah jika belajar hanya duduk diam dibandingkan dengan anak yang berlari, melompat, atau
lainnya. Maka, dengan proses pembelajaran yang aktif, motorik halus dan motorik kasar anak
akan berkembang dengan baik.
2. Kreatif
Kreatif merupakan suatu daya cipta dimana seseorang memiliki kemampuan untuk berkreasi.
Sikap kreatif ini pada suatu saat akan menghasilkan generasi yang mampu menciptakan sesuatu
untuk kepentingan dirinya dan kepentingan orang lain. Kreatif yang dimaksud juga agar guru
dapat kreatif menciptakan kegiatan-kegiatan belajar yang beragam.
3. Efektif
Pembelajaran yang efektif terwujud karena pembelajaran yang dilaksanakan dapat
menumbuhkan daya kreatif. Tujuannya adalah agara kemampuan yang diperoleh tidak saja hanya
berupa pengetahuan biasa, namun merupakan kemampuan yang lebih bermakna, sehingga
menghasilkan kemampuan dan potensi yang beragam. Belajar yang efektif dapat dicapai dengan
tindakan dan aktiftas nyata, karena aktifitas bermain dengan bereksplorasi dapat membangun
perkembangan kognitif, bahasa, dan sosio emosional.
4. Menyenangkan
Menurut hasil penelitian oleh para ahli, tingginya perhatian anak terhadap guru dan proses
pembelajaran terbukti dapat meningkatkan hasil belajar. Dalam proses belajar, harus tercipta
suasana pembelajaran yang menyenangkan sehingga anak dapat memusatkan perhatiannya
secara utuh. Situasi dan kondisi yang menyenangkan dapat mengaktifkan otak untuk berfikir dan
mengoptimalkan proses belajar serta yang lebih penting lagi adalah meningkatkan kepercayaan
diri anak sehingga suasana pembelajaran terbangun dengan aktif dan efektif. Sebaliknya, suasana
kelas yang cenderung kaku, penuh ketegangan, justru akan menurunkan fungsi otak pada anak
yang tentu saja anak tidak dapat berfikir lagi secara optimal.
Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu dikembangkan program pendidikan yang disesuaikan
dengan keadaan masing-masing anak. Dalam hal ini adalah mengenai pelayanan bimbingan dan
konseling untuk membantu mengenal keadaan pribadi masing-masing anak dan kemudian
membantu mengembangkan program-programnya. Program yang dikembangkan ini bisa berupa
program individu ataupun program kelompok, seperti program kegiatan menyanyi, menari,
permainan musik tradisional, kegiatan ketrampilan, dan sebagainya, yang semuanya itu bersifat
pilihan (Adhiputra, 2013, p.55).
Kriteria Konselor Anak
Program Kegiatan Belajar Taman Kanak-Kanak (PKBTK) 1994 dan 2002 menyatakan bahwa
bimbingan di taman kanak-kanak adalah proses bantuan khusus yang diberikan petugas dalam
hal ini oleh guru kepada peserta didik dalam rangka memperhatikan kemungkinan adanya
hambatan atau kesulitan yang dihadapi anak dalam rangka mencapai perkembangan yang
optimal (Adhiputra, 2013, p.27).
Guru pada tingkat lembaga anak usia dini harus bisa sesuai dengan kriteria yang diinginkan bagi
konselor anak, diantaranya adalah (Geldard, 2011, p.27):
1.Kongruen
Kongruen yang dimaksud adalah anak-anak harus menganggap dan merasa hubungannya dengan
konselor sebagai hal yang bisa dipercaya dirasa aman. Untuk itu konselor harus bisa terintegrasi
secara personal, rendah hati, konsisten, bersikap wajar dan stabil. Hal ini dikarenakan anak-anak
akan sangat pandai mengenali orang yang tidak kongruen dan yang sedang mencoba memainkan
suatu peranan yang tidak konsisten dengan kepribadian dirinya yang sesungguhnya.
2.Berhubungan dengan sisi kekanakannya
Dunia orang dewasa tentu sudah berbeda dengan dunia anak. Namun pada dasarnya orang
dewasa tidak akan kehilangan sisi anak-anak, karena masih akan menjadi bagian dari
kepribadian. Menemukan dan berperilaku dengan sisi anak-anak tidak berarti menjadi kekanak-
kanakan atau menjadi anak-anak, tetapi berarti berhubungan dengan bagian dari diri yang sesuai
dengan dunia anak-anak.
3.Menerima
Untuk mendorong anak menggali sisi pribadi atau sisi gelap diri anak, maka konselor harus
bersikap dengan cara paling bisa diterima sehingga anak merasa diizinkan untuk menjadi diri
mereka, tanpa batasan. Yang dilakukan adalah menerima, dengan sikap yang tidak menghakimi
terhadap apapun yang dikatakan dan dilakukan anak-anak.
4.Tidak emosional
Artinya konselor tidak boleh terpengaruh secara emosional dengan masalah anak, yakni konselor
juga melakukan pengabaian emosional. Jika konselor terlibat secara emosional, maka konselor
akan tertekan dengan masalah yang dirasakan oleh anak. Hal ini akan menambah luka anak saat
melihat konselor terluka.
Tujuan Konseling Anak
Berbeda dengan konseling pada umumnya, konseling pada anak usia dini juga dimaksudkan agar
perkembangan psikis dan pertumbuhan fisik anak berjalan secara optimal. Agar konseling dapat
berjalan kondusif sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka lingkungan tempat
dilaksanakannya konseling hendaknya juga diperhatikan. Konseling harus menyesuaikan dengan
karakteristik anak usia dini yang identik dengan bermain sehingga membutuhkan tempat
konseling yang dikondisikan sesuai dengan karakteristik anak.
Tujuan konseling bagi anak terbagi menjadi 4 (empat), yaitu:
1.Tujuan fundamental Tujuan tersebut yaitu:
a. Memberdayakan anak-anak agar dapat menghadapi masalah emosional yang
menyakitkan
b. Memberdayakan anak-anak untuk mencapai beberapa tingkatan kongruen yang
berkaitan dengan pemikiran, emosi dan perilaku dirinya.
c. Memberdayakan anak-anak agar dapat merasa nyaman dengan dirinya (Geldard, 2011,
p.3)
2.Tujuan orang tua
Tujuan ini dibuat oleh orang tua ketika mereka membawa anak yang biasanya didasarkan pada
perilaku terakhir anak- anak. Misalnya, jika seorang anak gemar melumuri kotoran di tembok,
maka tujuan orang tua ialah menghilangkan perilaku ini.
3.Tujuan yang dirancang oleh konselor
Tujuan ini dirancang dan disusun oleh seorang konselor sebagai konsekuensi hipotesis mengenai
alasan mengapa seorang anak memiliki sikap tertentu. Sebagai contoh misalnya seorang anak
yang gemar melumuri kotoran. Konselor mungkin memiliki hipotesis bahwa sikap gemar
melumuri itu merupakan akibat dari keadaan emosional anak tersebut. Sehingga konselor
kemudian memiliki tujuan untuk mengatasi dan menanggulangi sisi emosional pada anak
tersebut.
4. Tujuan anak-anak
Tujuan ini akan muncul selama masa terapi yang merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh
anak-anak, meskipun biasanya anak tidak mampu untuk mengatakannya secara verbal. Tujuan
ini seringkali didasarkan pada benda – benda yang dibawa oleh si anak selama terapi. Tujuan ini
bisa saja sesuai dengan tujuan konselor tapi terkadang juga tidak sesuai.
Kriteria Media dalam Bimbingan Konseling Anak Usia Dini
Pada dasarnya dalam pelaksanaan konseling pada anak usia dini, konselor tidak cukup hanya
menggunakan keterampilan-ketrampilan verbal saja, namun konselor dapat pula menggunakan
berbagai alat, media dan aktivitas sebagai bantuan untuk mencapai tujuan konseling itu sendiri.
Kombinasi antara keterampilan konseling verbal serta dengan pemanfaatan media atau beberapa
aktivitas atau strategi akan memberikan kesempatan pada anak untuk bergabung dengan konselor
dalam proses terapeutiknya. Penggunaan media atau aktivitas memungkinkan anak untuk
membagi cerita tentang hal-hal yang sifatnya sensitif sekalipun. Dalam Kathryn Geldard &
David Geldard (Geldard, 2011, p. 217) kriteria media yang digunakan dalam konseling anak
diharapkan dapat mengarah pada memfasilitasi anak untuk berkembang pada beberapa aspek
berikut:
1.Menguasai masalah dan peristiwa
2.Menjadi kuat melalui ekspresi fisik
3.Mendorong ekspresi emosi
4.Mengembangkan keterampilan pemecahan
5.Masalah dan pengambilan keputusan
6.Mengembangkan keterampilan sosial
7.Membangun konsep diri dan harga diri
8.Meningkatkan keterampilan komunikasi
9.Mengembangkan wawasan.
Setiap media yang digunakan dalam proses terapi tentu memiliki sifat dan manfaat yang
berbeda- beda. Geldard dan Geldard mengungkapkan faktor- faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam memilih media atau aktivitas dalam proses terapi pada anak usia dini. Faktor-
faktor tersebut antara lain adalah:
1. Usia perkembangan anak.
2. Bentuk konseling pada anak apakah dilakukan secara individu atau kelompok.
3. Tujuan konseling saat itu untuk anak.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut terdapat beberapa media dan aktivitas yang sesuai dengan
domain perkembangan anak berdasarkan kelompok usianya. Beberapa media dan aktivitas
tersebut diantaranya adalah melalui buku/cerita, tanah lempung, konstruksi, menggambar,
permainan, perjalanan khayalan, permainan pura-pura imajinatif, hewan miniatur, melukis
dengan jari, menempel, boneka tangan, bak pasir, simbol/figur, lembar kerja dan beberapa
lainnya.
Ada berbagai macam model dan jenis permainan yang dapat digunakan sebagai media dalam
meningkatkan kreativitas, sosial emosional, kognitif dan bahasa anak. Salah satu jenis media
tersebut adalah permainan tradisional. Permainan tradisional sendiri merupakan simbolisasi dari
pengetahuan yang turun temurun dan biasanya mempunyai makna serta bermacam-macam
karakter fungsi dibaliknya. Permainan tradisional dihasilkan dari suatu budaya yang
mengandung nilai bagi yang memainkannya khususnya bagi anak-anak dalam rangka
menumbuhkembangkan kemampuan berimajinasi, berkreasi, berolah raga dan juga sebagai
sarana berinteraksi, bersosial, menumbuhkan keterampilan, mengajari kesopanan serta
meningkatkan ketangkasan.
Permainan Tradisional Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Media Bimbingan Dan Konseling
Di PAUD
Permainan tradisional juga merupakan sebuah satu aset budaya untuk menunjukkan ciri khas
kebudayaan suatu bangsa. Pendidikan karakter yang sedang digalakan dalam sistem pendidikan
di negara kita dapat dibentuk melalui permainan tradisional sejak usia dini. Karena pada
kenyataannya pendidikan budi pekerti yang diajarkan masih sebatas teori dan kurang adanya
refleksi dari pengajaran tersebut. Dampaknya, anak-anak akan tumbuh menjadi manusia yang
kurang memiliki karakter, bahkan lebih kepada bertingkah laku mengikuti perkembangan zaman
tanpa filter.
Permainan tradisional merupakan permainan yang banyak mengandung nilai budaya dan
tentunya sangat bermanfaat bagi anak-anak. Ajun Khamdani (Khamdani, 2010, p. 95),
menyatakan terdapat beberapa nilai dan manfaat yang terkandung dalam permainan tradisional
bagi perkembangan anak, antara lain :
1. Nilai Demokrasi
Permainan tradisional bagi anak dapat mendorong para mereka untuk mengembangkan nilai-nilai
demokrasi. Dimana para peserta wajib mengikuti aturan main yang disepakati sebelum
permainan dimulai. Sebelum permainan dimulai para peserta harus merundingkan terlebih
dahulu mengenai aturan dan tata cara bermain dalam permainan. Berdasarkan hal tersebut itulah
secara tidak langsung para peserta sebenarnya diajarkan untuk memiliki jiwa dan nilai
demokrasi.
2. Nilai Pendidikan
Permainan tradisional juga dapat dimanfaatkan sebagai media untuk memberikan pendidikan
jasmani maupun rohani. Permainan tradisional akan menumbuhkan sifat disiplin, sosial,
meningkatkan etika dan moral, kejujuran, kemandirian, ketangkasan serta percaya diri.
Permainan yang dilakukan secara beregu ini juga dapat memupuk kerjasama sehingga
menghindarkan dari sikap egois anak.
3. Nilai Kepribadian
Kegiatan permainan merupakan media untuk mengembangkan dan mengungkapkan jati diri
anak. Pembentukan karakter pada anak dapat terbentuk di lingkungan sekolah atau masyarakat
melalui permainan. Pada permainan tradisional terdapat aspek tertentu yang dapat membentuk
kepribadian. Aspek tersebut meliputi aspek jasmani (fisik), rohani (psikis) serta aspek sosial.
Permainan tradisional yang banyak mengandung aspek jasmani akan sangat bermanfaat dalam
melatih keterampilan motorik anak. Kemudian jenis permainan tradisional terutama yang
membutuhkan interaksi dan hubungan langsung antar peserta juga dapat mengembangkan aspek
sosial dan emosional. Selain itu permainan tradisional juga akan melatih kemampuan
berkomunikasi yang dapat menumbuhkan sifat kepemimpinan pada diri anak. Aspek psikis yang
berkembang meliputi unsur berpikir, kecerdasan, daya ingat, serta kreativitas. Sementara itu
aspek sosial yang berkembang meliputi unsur kerja sama, saling menghormati, keteraturan, serta
kepedulian sosial.
4. Nilai Keberanian
Kegiatan bermain melalui permainan tradisional mengandung nilai-nilai keberanian karena
setiap peserta akan dituntut untuk memiliki sikap berani dan percaya diri. Sikap ini dimaksudkan
dalam berani mengambil keputusan dan memperhitungkan strategi tertentu secara spontan agar
dapat memenangkan permainan dalam permainan tersebut.
5.Nilai Kesehatan
Permianan merupakan suatu kegiatan yang mengandung unsur fisik motorik kasar seperti berlari
dan melompat serta banyak aktifitas untuk menggerakkan otot-otot tubuh. Sehingga tanpa
disadari kegiatan tersebut membantu dalam menjaga kesehatan anak. Anak yang sehat akan
dapat terlihat dari kelincahan dalam gerakan-gerakannya. Tidak hanya itu, emosi yang terpendam
dalam jiwa juga dapat disalurkan melalui kegiatan bermain tersebut.
6.Nilai Persatuan
Masyarakat Indonesia pada dasarnya memiliki prinsip hidup selaras dengan sesama serta hidup
bermasyarakat yang dilandasi kerukunan, saling pengertian dan tenggang rasa. Prinsip-prinsip ini
juga tercermin dalam beberapa permainan tradisional. Misalnya pada permainan gobak sodor,
permainan ini adalah sebuah permainan yang memerlukan kerja sama dan kekompakan tim
untuk mencapai kemenangan. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus mempunyai rasa
solidaritas kelompok yang tinggi.
7.Nilai Moral
Nilai moral yang terkandung dalam permainan tradisional berkaitan dengan nilai filosofis dari
permainan tersebut yaitu membentuk kepribadian anak. Melalui kegiatan permainan, anak
dikenalkan dengan kultur atau budaya bangsanya. Selain itu, anak juga dapat memahami pesan
moral yang terkandung di dalam permainan tersebut.
Berikut ini beberapa jenis permainan tradisional yang menurut peneliti dapat dimainkan atau
dipraktikan dalam rangka menumbuh kembangkan aspek fisik, psikis, bahasa dan sosial
emosional anak usia dini, dan mudah dalam pembuatan dan pengaplikasiannya, diantaranya:
1.Bakiak
Permainan Bakiak tentu tidak asing lagi ditelinga masyarakat Indonesia. Bakiak sendiri dikenal
sebagai alas kaki. Biasanya, bahan Bakiak terbuat dari kayu yang kuat tetapi ringan. Bentuknya
sesuai dengan telapak kaki, lalu diberi tali yang terbuat dari kulit atau karet. Sebagian alat
permainan Bakiak bentuknya panjang dan talinya pun lebih dari satu yang sudah disesuaikan
dengan jumlah pemainnya. Permainan tradisional Bakiak berada pada kategori permainan yang
bersifat bermain serta beradu ketangkasan, karena sifat permainannya yang mengandalkan
ketangkasan kaki serta mengandalkan kekompakan dari masing-masing pesertanya (Ismail,
2006, p. 325).
Permainan tradisional Bakiak pada dasarnya memiliki karakteristik yang sama dengan permainan
tradisional yang lain, namun dalam permainan bakiak mempunyai karakteristik khusus yang
tidak sama dengan permainan-permainan tradisional yang lain. Permainan Bakiak ini tidak
memerlukan alat atau bahan yang mahal untuk bisa memainkannya, bahan-bahannya dapat
dengan mudah ditemukan di lingkungan sekitar sehingga tidak membutuhkan biaya dan bahan
yang mahal untuk membuatnya. Pada dasarnya permainan tradisional bakiak dimainkan oleh 1-3
orang atau maksimal 5 orang saja. Permainan ini sangat bersifat kompetitif sehingga semakin
banyak pemain tentu akan semakin menarik permainannya (Prantoro, 2015, p. 21).
Aturan permainan bakiak diantaranya yaitu (Pontjopoetro, S. Dkk. 2002):
a.Sebelum perlombaan dimulai, usia para peseta diteliti untuk menentukan kelompok usia. Regu
yang sudah diteliti kelompok usianya, kemudian diberi nomor (dua) untuk dipasang di dada bagi
peserta yang paling depan dan di punggung pemain paling belakang;
b.Peserta dibagi dalam regu yang terdiri dari 5 orang atau 3 orang sesuai dengan jenis yang
diperlombakan;
a. Seluruh peserta dibagi dalam seri setiap seri maksimal 5 regu sesuai dengan jumlah
lintasan (disesuaikan dengan jumlah regu peserta);
b. Selanjutnya diadakan undian untuk menentukan lintasan masing – masing regu, dan
untuk menentukan urutan pemberangkatan dalam perlombaan;
c. Sebelum perlombaan dimulai, peserta dari masing – masing regu berdiri dibelakang
garis start di samping terompahnya;
d. Aba – aba dalam perlombaan diberikan oleh juri pemberangkatan adalah bersedia,
siap, ya (peluit dibunyikan atau bendera start dikibarkan). Petugas lintasan berdiri
dibelakang peserta dan memperhatikan regu pada lintasan masing – masing dengan
membawa bendera biru merah;
e. Pada aba – aba bersedia, peserta berdiri diatas terompah dengan jari – jari kaki masuk
kedalalm setengah lingkaran karet dan berpegangan satu sama lain. Sebaiknya para
peserta memakai sepatu olahraga agar kaki tidak lecet. Peserta regu berpegangan satu
sama lain, boleh pada bahu atau pinggang;
f. Aba – aba siap, peserta siap untuk melakukan jalan;
g. Aba – aba ya, peserta berjalan secepat – cepatnya menempuh jarak 50 meter.
h. Regu dianggap sah, apabila peserta terakhir dan ujung terompah bagian belakang
melewati garis finish dengan tidak ada kesalahan selama dalam perjalanan. Regu juga
masih dianggap sah, walaupun regu tersebut jatuh kedepan tetapi kedua kaki masih
kontak pada terompah meskipun tangan menyentuh tanah;
i. Peserta/regu dianggap gugur apabila,tidak berhasil mencapai garis finish,menginjak
lintasan peserta lain, dengan sengaja mengganggu peserta lain, salah satu kaki atau
kedua kaki menginjak tanah artinya salah satu kaki atau kedua kaki tidak ada kontak
dengan terompah, terompah rusak ditengah jalan, regu yang gugur tidak perlu
meneruskan sampai garis finish.
Permainan Bakiak berfungsi untuk meningkatkan aspek fisik dan aspek
keterampilan paya anak usia dini. Dengan bermain bakiak, otot-otot kaki anak akan
terlatih kekuatan dan keseimbangannya. Pada aspek perkembangan paya anak dapat
membina hubungan dengan anak lain, anak dapat belajar arti menghargai teman, , tidak
ingin menang sendiri, saling membantu, belajar menanti giliran, serta belajar meminta
izin untuk ikut bermain. Disini tentu anak akan belajar bagaimana menghargai hak orang
lain, perasaan dan benda milik orang lain serta belajar besabar menanti giliran untuk
melaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan. Anak juga diajarkan belajar berdekatan
dengan anak lain tanpa mengganggu, berkomunikasi secara verbal maupun non verbal
serta belajar menerima kekalahan.
2. Lompat Tali
Lompat tali dalam hal ini biasanya dengan menggunakan karet sangat payaa
dikalangan anak-anak era tahun 70-an hingga 90-an. Permainan lompat tali ini menjadi
permainan yang sangat digemari saat main di sekolah atau dirumah. Biasanya tali yang
digunakan untuk permainan lompat tali ini di buat dari ronceaan tali dari karet gelang.
Lompat tali akan mengasah kekreatifan seorang anak dalam menjalin karet yang akan
dipergunakan pada permainan tersebut.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan dan dari mana permainan ini
berasal. Namun, permainan lompat tali sudah muncul sejak Belanda menjajah Indonesia,
awalnya permainan ini dimainkan oleh anak-anak Belanda yang ada di Indonesia. Tetapi,
ada pula yang mengatakan bahwa asal permainan lompat tali dari benua Eropa yang
kemudian menyebar ke benua-benua lainnya termasuk di benua Asia Tenggara yakni
tepatnya di Indonesia. Di Indonesia sendiri permainan ini banyak dijumpai di berbagai
daerah namun dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya seperti, nama Yeye, Tali
Merdeka, Lompatan, Lompat Tali, dan lain- lain (goodnewsfromindonesia.id).
Cara melakukan permainan lompat tali yaitu sebagai berikut:
a. Pertama, sesuaikan dahulu karet tali dengan tinggi badan pemain. Caranya berdiri paya
menginjak bagian paya tali dan paya ujung-ujung disamping badan. Panjang tali sudah
pas jika ujung tali yang di pegang sampai di ketiak.
b. Kedua, karet tali dipegang erat dengan posisi lengan atas rapat dengan tubuh dan siku
sejajar dipinggang. Kemudian berdiri dengan posisi agak jinjit dan lutut sedikit di
tekuk. Usahakan kepala tetap tegak tapi tetap rileks serta pandangan lurus ke depan.
c. Ketiga, pergelangan tangan digerakkan untuk memutar tali, lompatan tidak terlalu
tinggi saat tali menyentuh lantai, tinggi lompatan miximal 2,5 cm dari lantai.
Pertahankan posisi agak jinjit saat mendarat dan tumit jangan menyentuh lantai
d. Keempat, sebaiknya jika baru memulai permainan ini lakukan secara bertahap baru
jika baru pandai biasa melakukan kombinasi payaa.
Adapun aspek-aspek perkembangan anak yang dapat diperoleh dan dikembangkan dalam
permainan ini yaitu sebagai berikut:
a. Motorik kasar
Dengan bermain lompat tali, payaa kasar akan terstimulasi. Anak menjadi lebih
terampil karena mempelajari cara dan paya melompat yang dalam permainan ini
memerlukan keterampilan tersendiri. Lama-kelamaan tumbuh menjadi anak yang
cekatan, tangkas dan dinamis. Otot-ototnya pun padat dan berisi, kuat, tangkas serta
terlatip. Lompat tali bisa mengurangi obesitas pada anak.
b. Emosi
Lompat tali juga bisa melatih aspek emosi anak. Untuk melakukan suatu
lompatan dengan tinggi dan benar, tentu dibutuhkan keberanian dari diri anak itu
sendiri. Secara emosi ia di tuntut untuk membuat suatu keputusan besar dan berlatih
untuk mengontrol emosinya. Karena paya terlalu bersemangatpun akan membahayakan
sendiri.
c. Ketelitian dan akurasi
Dengan melompat menggunakan tali, anak dapat belajar melihat suatu
ketepatan dan ketelitian. Ketika tali diayunkan ia harus dapat melompat sedemikian
lupa sehingga tak dapat terjerat tali dengan berusaha mengikuti ritme ayunan.
d. Sosialisasi
Selain bermain sendiri, lompat tali juga dapat dimainkan secara berkelompok.
Bermain tali secara berkelompok membuat anak membutuhkan teman yang artinya dia
juga belajar untuk bersosialisasi. Ia juga dapat belajar berempati, bergiliran, menaati
peraturan dan lain-lain.
e. Intelektual
Saat melakukan lompatan terkadang anak juga perlu berhitung secara
matematis agar lompatannya sesuai dengan jumlah yang telah di tentukan sesuai
dengan aturan permainan

3. Telfon Kaleng
Salah satu bentuk permainan yang dirasa mampu meningkatkan aspek
perkembangan paya anak adalah Telfon Kaleng. Telfon sebagai media mengoptimalkan
kemampuan berbahasa anak adalah suatu permainan sederhana namun mempunyai
pengaruh dan manfaat bagi perkembangan paya anak secara signifikan. Permainan ini
selain melatih kemampuan paya anak juga melatih untuk berbicara dengan paya yang baik
dan benar serta mudah dimengerti melalui dialog dengan teman yang dilakukan dengan
menggunakan kaleng sebagai alat berkomunikasi. Bahasa digunakan untuk
mengungkapkan suatu permintaan atau mengungkapkan suatu perasaan. Jika
perkembangan paya anak kurang optimal maka dalam penyampainya paya sulit untuk
dimengerti oleh orang lain, maka dari itu payaa berbahasa sangatlah penting untuk anak
apalagi untuk anak usia dini.
Sejarah mencatat percobaan pertama telepon kaleng dilakukan oleh Robert Hooke
seorang fisikawan dan polymath asal Inggris. Selama tahun 1664-1665 Hooke
bereksperimen dengan transmisi suara menggunakan kawat. Awal tahun 1667 Hooke
berhasil membuat telepon kaleng. Dalam periode waktu yang singkat telepon kaleng
sempat dipasarkan secara komersial, mengisi “kekosongan pasar” telepon listrik dari
Alexander Graham Bell. Saat paten Bell “berakhir”, telepon listrik kemudian mengalami
perkembangan inovasi yang hebat. Persis seperti telepon yang kita kenal sekarang.
Telepon kaleng pun tak lagi dijual secara komersial. Telepon kaleng justru payaa di
lingkungan payaan. Di sekolah-sekolah, telepon kaleng diajarkan sebagai salah satu alat
bermain sekaligus belajar akan prinsip gelombang suara (hptekno.com).
Bahan untuk membuat telpon kaleng cukup sederhana dan mudah didapatkan.
Yaitu terdiri dari dua kaleng dan benang, lalu hubungkan kaleng dengan benang melalui
lubang (buat suatu cara agar benang tidak lepas dari kaleng, misalnya benang dikaitkan
dengan paper clip agar tak lepas dari lubang). Setelah telepon kaleng dibuat, bersuaralah
atau berkomunikasilah dengan cara menegangkan benang diantara dua kaleng lalu akan
mendengar suara melalui kaleng. Bila benang dalam keadan renggang, suara tidak akan
terdengar di kaleng.
Permainan telepon kaleng seperti ini sangat bermanfaat bagi anak. Keuntungan
permainan telepon kaleng yaitu selain cara pembuatannya pun mudah dan tidak mahal,
permainan ini juga dapat mengajarkan anak mandiri, paya, mengajarkan cara
berkomunikasi yang baik dan benar dengan menggunakan permainan telepon kaleng, agar
anak dapat menggungkapkan suatu pendapat atau permintaan kepada teman/orang lain
dengan sopan, baik dan jelas dan sesuai dengan peraturan.
4. Petak Umpet
Petak umpet atau dalam paya Inggris “Hide and Seek” adalah salah satu
permainan tradisional anak-anak yang sudah sangat terkenal bahkan bisa dikatakan paling
terkenal di dunia. Nyatanya, selain di Indonesia permainan ini juga sangat digemari oleh
anak-anak di luar negeri. Jenis permainan ini sangat payaa payaan permainan tradisional
yang lainnya karena permainan ini tidak memerlukan alat dan bahan khusus seperti
permainan tradisional lainnya. Sejarah petak umpet diperkirakan sudah ada sejak abad ke
2 setelah masehi. Tapi hingga saat ini masih sulit untuk menemukan dari daerah mana
permainan ini berasal. Namun menurut Encyclopedia Britannica, permainan ini pernah
tertulis dalam sebuah karya penulis asal Yunani yakni Julius Pollux paya ada jenis
permainan serupa yang disebut dengan Apodidraskinda. Sekarang, di Yunani sendiri
permainan jenis ini disebut sebagai Kryfto yang dianggap sama dengan model permainan
petak umpet. Di Spanyol terkenal dengan nama Escondite. Di Perancis juga disebut
dengan Jeu de Cache-Cache. Di Korea juga permainan petak umpet dikenal dengan nama
Sumbagoggil. Di Indonesia sendiri, yang terkenal adalah penyebutan permainan petak
umpet dalam paya Sunda dan paya Jawa. Dalam paya Sunda, petak umpet dikenal dengan
istilah Ucing Sumput sedangkan dalam Bahasa Jawa disebut dengan Dhelikan, Jethungan,
atau Jepungan (apasih.web.id).
Permainan ini sangat mengasikan dan juga banyak manfaatnya. Dalam
pengaplikasiannya, permainan ini cukup mudah dalam melakukannya yaitu hanya
membutuhkan 3-6 anak meskipun seringkali lebih dari itu. 1 (satu) anak bertugas sebagai
pencari kemudian menghitung angka 1 sampai 10 sambil menutup mata dan biasanya
paya bersender ke tiang atau dinding sebagai “benteng” dan anak-anak yang lainnya
cepat-cepat bersembunyi. Pada hitungan ke 10 pencari membuka mata dan mencari
teman-temannya dimana mereka bersembunyi.
Berdasarkan proses permainan petak umpet di atas, banyak sekali manfaat yang
dihasilkan salah satunya adalah aspek perkembangan berfikir (kognitif) anak.
Perkembangan berfikir pada anak itu ditandai dengan suatu kemampuan untuk
merencanakan, menjalankan
suatu strategi untuk mengingat dan untuk mencari solusi terhadap suatu permasalahan.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Piaget (Budiningsih, 2004, p. 35), yaitu
proses belajar terjadi antara lain mencakup pengetahuan stimulasi yang diterima dan
menyesuaikan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran anak
berdasarkan pemahaman anak dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Manfaat tersebut dapat dilihat dari cara proses permainan petak umpet, misalnya
anak akan berlari dan bersembunyi sehingga secara tidak langsung anak berfikir dan
melakukan olahraga. Letak perpikirnya ada pada saat anak bersembunyi, ia akan berfikir
dan mencari tempat yang menurutnya aman dan sulit untuk ditemukan oleh temannya
yang bertugas sebagai pencari. Selanjutnya yaitu secara tidak langsung anak akan belajar
menghitung, hal ini dikarenakan pada permainan ini anak-anak yang bermain dibagi
menjadi 2 peran yaitu berperan sebagai pencari dan yang akan dicari. Saat anak
mendapatkan kesempatan menjadi pencari, tentu ia akan menyebutkan hitungan untuk
memberikan kesempatan kepada anak-anak yang bersembunyi, kognitif anak akan terasah
(tribunnews.com).
Jenis permainan ini juga dapat membantu anak saling bersosialisasi dengan
lingkungan dan teman-temannya. Ini artinya permainan ini akan mengasah aspek
perkembangan paya emosional anak. Selain itu petak umpet juga membantu anak aktif
bergerak yang sangat bermanfaat bagi payaan dan pertumbuhan. Anak akan banyak
bergerak dan berlari saat buru- buru bersembunyi dan berlomba menuju “rumah” (base).
Anak juga dapat dilatih tentang sportivitas dan fair play. Pemain yang kalah akan
bertugas mencari, sedangkan pemain lain bersembunyi. Anak akan belajar menerima
kekalahan untuk dapat terus melanjutkan permainan. Masing-masing anak harus kreatif
mencari ide persembunyian yang tidak sama dengan pemain lainnya. Bermain payaa
membantu anak belajar mematuhi aturan. Setiap anak akan berusaha untuk mematuhi
aturan yang disepakati payaa agar permainan dapat berlangsung dengan menyenangkan.
Itulah beberapa contoh permainan tradisional yang juga kebanyakan dimainkan payaa-
sama lebih dari satu orang, sehingga banyak terjadi interaksi dan sangat baik untuk melatih
kerja sama, kejujuran, kebersamaan, dan saling menolong yang sangat baik untuk
perkembangan sosio emosional anak. Terlepas dari itu, tentunya permainan tradisional
maupun permainan modern ada sisi positif dan negatifnya. Dengan menggunakan permainan
tradisional, maka secara tidak langsung ini merupakan paya melestarikan warisan budaya
dengan keberagaman yang tidak semua negara memilikinya. Sehingga permainan tradisional
seharusnya memang dikenalkan lagi pada anak-anak agar mereka juga tahu betapa kayanya
negeri ini, sehingga tumbuhlah rasa cinta kepada tanah airnya.
BAB III PENUTUP
SIMPULAN DAN SARAN
Bimbingan konseling anak merupakan proses yang terjadi antara anak dan seorang
konselor dalam hal ini guru/ pendamping yang membantu anak-anak untuk memahami apa
yang telah terjadi kepada mereka serta untuk membantu anak mencapai perkembangan dan
pertumbuhan yang optimal. Bimbingan dan konseling di lembaga PAUD tidak hanya
diberikan kepada mereka yang mempunyai perilaku masalah, melainkan juga harus diberikan
kepada anak yang sedang dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Dengan
demikian, pada prosesnya bimbingan konseling anak bukan hanya untuk mengatasi perilaku
bermasalah pada anak didik, melainkan juga tindakan untuk memenuhi kebutuhan
kembangnya secara maksimal sebagai sebuah langkah preventif.
Sejatinya, permainan tradisional dapat digunakan sebagai media bimbingan dan konseling
bagi anak usia dini. Jenis permainan dalam permainan tradisional sangat baik untuk
perkembangan anak seperti mengembangkan ketangkasan, kreatifitas, sosial, dan
sebagainya. Permainan tradisional dihasilkan dari budaya yang bernilai bagi anak-anak
dalam rangka menumbuhkembangkan kemampuan berfantasi, berkreasi, berolah raga dan
juga sekaligus dapat dimanfaatkan sebagai sarana berlatih untuk hidup bermasyarakat,
keterampilan, kesopanan serta ketangkasan.
Permainan tradisional sebagai satu aset budaya untuk menunjukkan ciri khas
kebudayaan suatu bangsa, maka pendidikan karakter bisa dibentuk melalui permainan
tradisional sejak usia dini. Permainan tradisional di Indonesia saat ini sudah jarang
dimainkan oleh anak-anak. Permainan tradisional sudah banyak tergantikan oleh permainan
modern sebagai salah satu akibat dari perkembangan teknologi yang sangat pesat.
Dampaknya, anak-anak tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki karakter kuat, bahkan
lebih kepada bertingkah laku mengikuti perkembangan zaman tanpa filter. Melalui
permainan tradisional, diharapkan kemampuan dan psikis anak dapat berkembang secara
optimal, sesuai dengan tujuan BK anak usia dini itu sendiri.
DAFTAR RUJUKAN
Adhiputra, Anak Agung Ngurap. 2013. Bimbingan Konseling Aplikasi di SD dan TK.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arikunto, Suharsimi. 2015. Manajeman Penelitian. Jakarta: PT Rineka
Cipta. Budiningsih, Asri. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Rineka Cipta
Geldard, Kathryn. 2011. Konseling Anak-Anak Panduan Praktis Edisi Ketiga. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Geldard, Katryn. 2012. Konseling Anak-Anak. Jakarta: PT.Indeks.
Ismail, Andang. 2006. Education Games, Menjadi Cerdas dan Ceria dengan Permainan
Edukatif.
Yogyakarta: Pilar Media.
Iswantiningtyas, Veny. 2017. Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Anak Usia Dini. UM
(Malang) : Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling.Vol. 1, No. 1.
Khamdani, Ajun. 2010. Olahraga Tradisional. Kalimantan: PT. Maraga Borneo Tarigas.
Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda
Karya Prantoro, Gian. 2015. Pengaruh Penggunaan Permainan Tradisional Bakiak
Dan Engklek
Terhadap Peningkatan Keterampilan Sosial Anak Usia Dini. Skripsi FIP UN
Yogyakarta. Pontjopoetro, S. Dkk. 2002. Permainan Anak, Tradisional dan Aktivitas Ritmik.
(Modul). Jakarta.
Pusat Penerbitan UT

Anda mungkin juga menyukai