Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PSIKOLOGIS MANUSIA DALAM


PERPEKTIF KOMUNIKASI
PEMBELAJARAN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10

1. YUNI HUSNIWATI (21306021063)


2. YUNI ZARITA (21306021054)

UNIVERSITAS STKIP AISYIYAH RIAU


S1 PG PAUD
2022/2023
KATA PEGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Komunikasi
Digital tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang
syafa’atnya kita nantikan kelak. Penulisan makalah berjudul “PSIKOLOGIS MANUSIA
DALAM PERPEKTIF KOMUNIKASI PEMBELAJARAN” dapat diselesaikan karena bantuan
banyak pihak. Kami berharap Makalah tentang fungsi komunikasi dalam paud . Dapat
Berpendapat bagi pembaca dan pendengarnya. Selain itu, kami juga berharap agar pembaca
mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema fungsi komunikasi dalam paud ini masih
memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan
saran pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini, kami memohon maaf. Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir
kata,Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekanbaru, 2 Oktober 2022


DAFTAR ISI

KATA PEGANTAR ……………………………………………………………………………. i


DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………………………. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………….2
1.3 TUJUAN MASALAH………………………………………………………………………..2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KOMUNIKASI PEMBELAJARAN ………………………………. 6
2,2 HUBUNGAN KOMUNIKASI DENGAN PSIKOLOGI ………………………… 7
2.3 PSIKOLOGIS MANUSIA DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI PEMBELAJARAN
…………………………. 10
BAB 3 PENUTUP
1.1 KESIMPULAN ………………………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………...14
BAB I
PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
Sebagai makhluk sosial, manusia selalu berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan
berkomunikasi kita dapat menyalurkan atau mengekspresikan apa yang ada di pikiran kita
kepada orang lain. Dengan komunikasi kita juga dapat membentuk saling pengertian,
menyebarkan pengetahuan, dan melestarikan peradaban.
Kita dapat mempelajari berbagai tinjauan tentang komunikasi, tetapi penghampiran
psikologi adalah yang paling menarik. Psikologi melihat komunikasi sebagai perilaku
manusiawi, menarik, dan melibatkan siapa saja dan di mana saja.
Begitu juga dalam kegiatan pembelajaran pada dasarnya merupakan kegiatan komunikasi.
Guru dengan siswa terlibat dalam proses penyampaian pesan, penggunaan media, dan
penerimaan pesan. Komunikasi dalam pembelajaran sangat menentukan hasil pembelajaran.
Proses komunikasi yang berjalan secara lancar antara guru dan siswa akan membawa hasil
pembelajaran yang baik. Persoalan kekurangpahaman dan persoalan lain yang berkaitan dengan
materi dapat diselesaikan. Sebaliknya, komunikasi yang terhambat bisa karena karena guru tidak
membuka ruang komunikasi, guru kurang mampu menggali kemampuan bertanya siswa, siswa
takut bertanya dan sebab lainnya akan berimplikasi kurang bagus terhadap hasil pembelajaran.
Kunci utama komunikasi di kelas terletak di tangan guru. Selain berpengetahuan yang luas,
penting bagi guru untuk mengetahui cara berkomunikasi dengan siswa dan penting bagi guru
mengetahui keadaan psikologi siswa untuk mendapatkan hasil pembelajaran yang ingin dicapai.
B.       Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari komunikasi pembelajaran?
2.   Bagaimana hubungan komunikasi dengan psikologi?
2.      Bagaimana psikologis manusia dalam perspektif komunikasi pembelajaran?
C.       Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari komunikasi pembelajaran
2.   Untuk mengetahui hubungan komunikasi dengan psikologi
2.     Untuk mengetahui psikologis manusia dalam perspektif komunikasi pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Komunikasi Pembelajaran
Komunikasi adalah inti semua hubungan sosial, apabila orang telah mengadakan hubungan
tetap, maka sistem komunikasi yang mereka lakukan akan menentukan apakah sistem tersebut
dapat mempererat atau mempersatukan mereka, mengurangi ketegangan atau melenyapkan
persengkataan apabila muncul.[1]
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata “ajar” yang
berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (dituruti) ditambah dengan
awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara
mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar.[2]
Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai
interaksi yang terjadi antara guru dan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah
dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan
pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan
pengajaran.[3]
Ada dua faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Pertama, faktor internal, yaitu
faktor yang timbulnya dari dalam anak, seperti kesehatan, rasa aman, kamampuan, dan minat.
Kedua, faktor eksternal, yaitu faktor yang timbul dari luar diri anak, seperti kebersihan rumah,
udara yang panas, lingkungan, dan sebagainya. Walaupun begitu, aktivitas apapun, kalau
dilaksanakan dengan penuh minat dan kegembiraan, akan membawa hasil yang memuaskan.
Demikian juga dengan belajar. Belajar yang dilakukan dengan penuh minat dan rasa suka akan
membawa hasil yang jauh lebih baik dibandingkan dengan belajar yang dilaksanakan karena
terpaksa.
Membangkitkan minat belajar pada anak-anak sehingga belajar menjadi sebuah hobi
tampaknya menjadi aspek penting yang harus ditumbuhkembangkan oleh anak, baik oleh orang
tua maupun guru. Menumbuhkan semangat belajar penting artinya demi kesuksesan belajar.
Minat belajar akan menjadi daya dorong yang kukuh untuk mengantarkan anak melakukan
belajar tanpa adanya anjuran, apalagi paksaan. Namun, realitasnya banyak siswa yang tidak suka
belajar. Belajar dianggap sebagai aktivitas yang menjenuhkan, bahkan siksaan.
Oleh karena itu, orang tua dan guru harus melakukan berbagai usaha secara sistematis dan
tepat dalam membangkitkan minat belajar ini. Satu aspek mendasar yang seyogyanya menjadi
landasan penting adalah memandang anak-anak dengan perspektif yang tepat. Banyak orang tua
dan guru yang menilai anak dengan paradigma orang dewasa.
Dalam kerangka inilah, ketika berkomunikasi dengan anak-anak, aspek yang penting untuk
diberitahukan bukan memberitahukan sesuatu yang dianggap baik dari sudut pandang orang
dewasa, melainkan duduk sejajar bersama anak, berempati, menemani, dan membuat suasana
menyenangkan bagi anak. Dengan berkomunikasi semacam ini, anak merasa dihargai. Dalam
konteks belajar, menggunakan komunikasi empatik akan menjadikan belajar bersama orang tua
bukanlah suatu yang menakutkan dan membebani, melainkan menjadi pengalaman bermain yang
menyenangkan.
Dunia anak memang dunia yang khas. Mereka memiliki persepsi, imajinasi dan pandangan
berbeda dengan orang tua. Kehidupan yang mereka jalani berbeda dengan kehidupan yang
dijalani oleh orang tua atau gurunya. Perubahan telah berlangsung dalam kehidupan secara cepat.
Perbedaan inilah yang sering menimbulkan ketegangan antara orang tua atau guru dan anak-
anak. Anak dengan dunia khas kekanak-kanakannya sering mempersepsi sesuatu dengan
sederhana, tetapi sering menjadi sangat rumit di mata orang tua. Karena tidak bisa atau tidak mau
memahami anak, orang tua sering tanpa sadar memaksakan persepsinya pada sang anak. Rata-
rata anak memang akhirnya mau mengikuti kehendak orang tuanya, namun tanpa disadari anak
bisa kehilangan kekhasan masa kanak-kanaknya.
Dalam banyak kasus, orang tua membangun imajinasi, harapan, dan kebanggaan anak-
anaknya secara ideal. Misalnya, anak “dipaksa” untuk les tertentu, anak dipaksa sekolah di
jurusan yang menurut orang tuanya bagus dan prospektif, diharuskan menjadi juara, dan
sebagainya. Mengharapkan yang ideal semacam itu bukan berarti tidak boleh. Akan tetapi
idealitas dalam mewujudkan hal semuanya itu harus disesuaikan dengan kondisi anak, bukan
dengan jalan paksaan.
Idealnya memang anak belajar dengan semangat yang tumbuh dari dalam dirinya. Anak
yang belajar karena faktor tekanan akan sulit menikmati proses belajar yang dilakukan. Memang,
banyak anak yang telah tumbuh kesadarannya untuk belajar. Pada anak yang semacam ini, bukan
berarti tugas orang tua berkaitan dengan belajar anak sudah selesai. Karena anaknya telah rajin
belajar setiap hari, orang tua menganggapnya telah berhasil dan membiarkan begitu saja tanpa
ada kepedulian atau pendampingan sama sekali. Anak, betapapun sangat kuat motivasi
internalnya untuk belajar, tetap membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan
menyenangi apa yang dipelajarinya. Di sini orang tua dapat berperan dalam menciptakan suasana
yang mendorong anak untuk senang belajar, yaitu dengan memberikan keamanan dan kebebasan
psikologis pada anak. Keamanan psikologis dapat terbentuk dengan tiga proses yang saling
berhubungan. Pertama, orang tua menerima anak sebagaimana adanya dengan segala kelebihan
dan keterbatasannya. Kedua, orang tua mengusahakan suasana yang di dalamnya tidak ada efek
mengancam. Ketiga, orang tua memberikan pengertian dengan melihat kondisi anak, ikut
menghayati, dan mengenal perasaan anak, pemikiran-pemikirannya, tindakan-tindakannya, dan
dapat melihat dari sudut pandang anak. Komunikasi yang tepat dalam membimbing anak akan
menjadikan anak seorang manusia dengan kualitas diri yang terus berkembang seiring
tumbuhnya minat belajar dalam dirinya.[4]

B.       Hubungan Komunikasi dengan Psikologi


1.      Ruang Lingkup Psikologi Komunikasi
Dilihat dari perkembangannya, komunikasi memang dibesarkan oleh para peneliti psikologi.
Tiga di antara empat orang bapak ilmu komunikasi yang disebut Wilbur Schramm adalah sarjana
psikologi. Paul Lazarsfeld, pendiri ilmu komunikasi lainnya, adalah psikolog yang banyak
dipengaruhi Sigmund Freud, Bapak Psikoanalisis. Walaupun demikian, komunikasi bukan
subdisiplin dari psikologi. Sebagai ilmu, komunikasi menembus banyak disiplin ilmu. Sebagai
gejala perilaku, komunikasi dipelajari bermacam-macam disiplin ilmu, antara lain sosiologi dan
psikologi.
Telah banyak dibuat definisi komunikasi. Dance (1970) menghimpun tidak kurang dari 98
definisi komunikasi. Definisi-definisi tersebut dilatarbelakangi berbagai perspektif: mekanistis,
sosiologistis dan psikologistis. Hovland, Janis dan Kelly semuanya psikolog, mendefinisikan
komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respons
melalui lambang-lambang verbal”, ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai
stimuli.

Kamus psikologi, Dictionary of Behavioral Science, menyebutkan enam pengertian


komunikasi: 1) Penyampaian perubahan energi dari satu tempat ketempat yang lain seperti dalam
system saraf atau penyampaian gelombang-gelombang suara. 2) Penyampaian atau penerimaan
signal atau pesan oleh organisme. 3) Pesan yang disampaikan. 4) (Teori komunikasi) proses yang
dilakukan satu sistem untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan signal-signal
yang disampaikan. 5) (K Lewin) pengaruh satu wilayah persona pada wilayah persona yang lain
sehingga perubahan dalam satu wilayah menimbulkan perubahan yang berkaitan pada wilayah
lain. 6) Pesan pasien pada pemberi terapi dalam psikoterapi.
Dalam pengertian di atas menunjukkan rentangan makna komunikasi sebagaimana
digunakan dalam dunia psikologi. Bila diperhatikan, dalam psikologi komunikasi mempunyai
makna yang luas, meliputi segala penyampaian energi, gelombang suara, tanda di antara tempat,
sistem atau organisme. Kata komunikasi sendiri dipegunakan sebagai proses, sebagai pesan,
sebagai pengaruh atau secara khusus sebagai pesan pasien dalam psikoterapi. Jadi psikologi
menyebut komunikasi pada penyampaian energy dari alat-alat indra ke otak, pada peristiwa
penerimaan dan pengelolahan informasi, pada proses saling pengaruh di antara berbagai sistem
dalam diri organisme dan di antara organisme.
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat dalam proses komunikasi.
Pada diri komunikan, psikologi memberikan karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor
internal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada komunikator, psikologi melacak
sifat-sifatnya dan bertanya: Apa yang menyebabkan satu sumber komunikasi berhasil dalam
mempengaruhi orang lain, sementara sumber komunikasi yang lain tidak.
Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara individu: bagaimana pesan dari seorang
individu menjadi stimulus yang menimbulkan respons pada individu yang lain. Psikologi bahkan
meneliti lambang-lambang yang disampaikan. Pada saat pesan sampai pada diri komunikator,
psikologi melihat ke dalam proses penerimaan pesan, menganalisa faktor-faktor personal dan
situasional yang mempengaruhinya dan menjelaskan berbagai corak komunikan ketika sendiri
atau dalam kelompok.
Akhir-akhir ini di dunia psikoterapi, teknik penyembuhan jiwa, mengenal metode baru:
komunikasi terapeutik (therapeutic communication). Dengan metode ini seorang terapis
mengarahkan komunikasi begitu rupa sehingga pasien dihadapkan pada situasi dan pertukaran
pesan yang dapat menimbulkan hubungan sosial yang bermanfaat. Komunikasi terapeutik
memandang gangguan jiwa bersumber pada gangguan komunikasi, pada ketidakmampuan pasien
untuk mengungkapkan dirinya. Pendeknya meluruskan jiwa orang diperoleh dengan meluruskan
caranya berkomunikasi.
Komunikasi boleh ditujukan untuk memberikan informasi, menghibur, atau mempengaruhi.
Lazim disebut komunikasi persuasif karena amat erat kaitannaya denga psikologi. Persuasif
sendiri dapat didefinisikan sebagai proses mempengaruhi dan mengendalikan perilaku orang lain
melalui pendekatan psikologis.[5]
Komunikasi begitu esensial dalam masyarakat manusia sehingga setiap orang yang belajar
tentang manusia mesti sekali waktu menolehnya. Yang mempelajari komunikasi adalah
sosiologi, filsafat dan psikologi, sosiologi mempelajari interaksi sosial, interaksi sosial harus
didahului oleh kontak dan komunikasi. Dalam dunia modern, komunikasi bukan saja mendasari
interaksi sosial. Teknologi komunikasi telah berkembang begitu rupa sehingga tidak ada satu
masyarakat modern yang mampu bertahan tanpa komunikasi.
De fleur, D’Aantonio dan De Fleur (1977:409) menulis:
              Untuk memahami organisasi dan berfungsinya kelompok yang sekompleks masyarakat, kita
perlu meneliti sistem komunikasi pada seluruh tingkatannya. Salah satu tngkatannya, komunikasi
massa, mengisyaratkan penggunaan alat-alat mekanis dan elektronis. Para ahli sosiologi sangat
tertarik pada cara bagaimana berbagai corak masyarakat mengembangkan sistem komunikasi
massa tertentu untuk mencapai tujuan mereka.
Komunikasi adalah peristiwa sosial-peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi
dengan manusia yang lain. Mencoba menganalisa peristiwa sosial secara psikologis membawa
kita pada psikologi sosial. Memang, bila ditanyakan di mana letak psikologi komunikasi, kita
cenderung meletakkannya sebagai bagian dari psikologi sosial. Karena itu, pendekatan psikologi
sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
Menurut Kaufmann, psikologi sosial adalah usaha untuk memahami, menjelaskan dan
meramalkan bagaimana fikiran, perasaan dan tindakan orang lain (yang kehadirannya boleh jadi
sebenarnya, dibayangkan atau disiratkan).[6]
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah:
1.    Proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan afektif (aspek berpikir dan  aspek merasa)
2.    Proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi).
3.    Mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, permaianan peranan, identifikasi, proyeksi,
agresi dan sebagainya.

2.      Penggunaan Psikologi Komunikasi


Menurut Ashley Montagu, kita belajar sebagai manusia melalui komunikasi anak kecil
hanyalah seonggok daging sampai ia belajar mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya
melalui tangisan, tendangan atau senyuman. Segera setelah ia berinteraksi dengan orang-orang
disekitarnya, terbentuklah perlahan-lahan apa yang kita sebut kepribadian. Bagaimana ia
menafsirkan pesan yang disampaikan orang lain dan bagaimana ia menyampaikan pesannya
kepada orang lain, menentukan kepribadiannya. Manusia bukan dibentuk oleh lingkungan tetapi
caranya menerjemahkan pesan-pesan lingkungan yang diterimannya.
Kepribadiannya terbentuk sepanjang hidup kita. Selama itu pula komunikasi menjadi
penting untuk pertumbuhan pribadi kita. Melalui komunikasi kita menemukan diri kita,
mengembangkan konsep diri dan menetapkan hubungan kita dengan dunia disekitar kita.
Hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita. Bila orang lain tidak
memahami gagasan Anda, bila pesan Anda menjengkelkan mereka, bila Anda tidak berhasil
mengatasi masalah pelik karena orang lain menentang pendapat Anda dan tidak mau membantu
Anda, bila semakin sering Anda berkomunikasi semakin jauh jarak Anda dengan mereka. Bila
Anda selalu gagal untuk mendorong orang lain bertindak, Anda telah gagal  dalam
berkomunikasi, sehingga komunikasi Anda tidak efektif.
Bagaimana komunikasi yang efektif? Menurut Stewart L Tubbs dan Sylvia Moss
komunikasi efektif menimbulkan lima hal, antara lain:
a.    Pengertian
Pengertian artinya penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh
komunikator. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer
(primary breakdown in communication). Untuk menghindari hal ini kita perlu memahami paling
tidak psikologi pesan dan psikologi komunikator.
b.    Kesenangan
Tidak semua komunikasi ditujukan untuk menyampaikan informasi dan membentuk
pengertian. Ketika kita mengucapkan “selamat pagi, apa kabar?”, kita tidak mencari keterangan,
komunikasi itu hanya dilakukan untuk mengupayakan agar orang lain merasa apa yang disebut
Analisis Transaksional. Komunikasi inilah yang menjadikan hubungan kita hangat, akrab dan
menyenangkan. Ini memerlukan psikologi tentang sistem komunikasi interpersonal.
c.    Mempengaruhi sikap
Paling sering kita melakukan komunikasi untuk mempengaruhi orang lain. Contohnya: guru
ingin mengajak muridnya lebih mencintai ilmu pengetahuan atau contoh lainnya pemasang iklan
orang ingin merangsang selera konsumen dan mendesaknya untuk membeli, semua ini adalah
komunikasi persuasif. Komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktor-faktor pada
diri komunikator dan pesan yang menimbulkan efek pada komunikasi.
d.    Hubungan sosial yang baik
Komunikasi juga ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain
secara positif. Kebutuhan sosial menurut Abraham Maslow (1980:80-92) mengungkapkan bahwa
kebutuhan sosial adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang
memuaskan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi (inclusion), pengendalian dan
kekuasaan (control) dan cinta serta kasih sayang (affection). Secara singkat, kita ingin bergabung
dan berhubungan dengan orang lain, kita ingin mengendalikan dan dikendalikan, dan kita ingin
mencintai dan dicintai. Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi denga komunikasi
interpersonal, yang terjadi ia akan menjadi manusia yang agresif, senag berkhayal dingin sakit
fisik dan mental, dan menderita”flight syndrome” (ingin melarikan diri dari lingkungannya).
e.       Tindakan
Di atas kita telah membicarakan persuasi sebagai komunikasi untuk mempengaruhi sikap.
Persuasi juga ditujukan untuk melahirkan tindakan yang dikehendaki. Komunikasi untuk
menimbulkan pengertian memang sukar, tetapi lebih sukar lagi mempengaruhi sikap. Jauh lebih
sukar lagi mendorong orang bertindak, tetapi efektivitas komunikasi biasanya diukur dari
tindakan nyata yang dilakukan komunikasi.
Menimbulkan tindakan nyata memang indikator efektivitas yang paling penting karena
untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil dahulu menanamkan pengertian, membentuk
dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik. Tindakan adalah hasil kumulatif
seluruh proses komunikasi. Ini bukan saja memerlukan pemahaman tentang seluruh mekanisme
psikologis yang terlibat dalam proses komunikasi tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku manusia.[7]
Fungsi dari komunikasi sangat berkaitan dengan satu sama lain meskipun terdapat suatu
fungsi yang dominan yang terbagi atas empat bagian, yaitu:
a.    Komunikasi Sosial
Komunikasi sebagai komunikasi sosial sangat penting untuk membangun konsep diri kita.
Aktualisasi untuk kelangsungan hidup untuk memperoleh keberhasilan. Orang yang tidak pernah
berkomunikasi dengan manusia biasa dibuktikan akan tersesat karena tidak dapat menata dirinya
dalam satu lingkungan sosial. Komunikasi yang memungkinkan mempelajari dan menerapkan
strategi- strategi adaptif atau situasi yang problematic.
b.    Komunikasi Ekspresif
Sangat berkaitan dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat
dilakukan baik sendirian atau dalam kelompok. Komunikasi tersebut menjadi alat untuk
menyampaikan perasaan-perasaan kita. Perasaan-perasaan dapat diungkapkan melalui
musik/lukisan/tarian.
c.    Komunikasi Ritual
Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual yang biasanya
dilakukan secara kolektif, suatu komunikasi sering melakukan upacara-upacara berlainan
sepanjang tahun dan sepanjang hidup yang disebut para antropologis. Mulai dari upcara
kelahiran, khitanan, ulang tahun, pertunangan. Fungsi ritual juga tampak dalam acara lamaran
yang dilakukan keluarga calon pria.
Kegitan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi
perekat bagi kepaduan mereka. Arti pentingnya komunikasi ritual juga tampak pada iklan-iklan
untuk menyampaikan duka cita atas kematian seseorang yang dihormati untuk mengurus
seseorang yang telah meninggal.
d.    Komunikasi Instrumental
Komunikasi berfungsi sebagai instrument untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan
pekerjaan, baik tujuan jangka pendek maupun jangka panjang.
Salah satu contoh tujuan jangka pendek misalnya untuk memperoleh pujian, menumbuhkan
kesan yang baik memperoleh simpati, empati. Sedangkan tujuan jangka panjang dapat diraih
lewat keahlian komunikasi misalnya keahlian berpidato, berunding berbahasa asing ataupun
keahlian menulis. Tujuan kedua itu tentu saja berkaitan dalam arti bahwa berbagai pengelolaan
kesan itu secara kumulatif dapat digunakan untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa
keberhasilan dalam karir misalnya untuk memperoleh jabatan.

Komunikasi terbagi atas 3 konseptualisasi:


a.    Komunikasi sebagai tindakan satu arah
Komunikasi manusia adalah komunikasi yang mengisyaratkan penyampaian pesan searah dari
seseorang (atau suatu lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) baik secara langsung
ataupun melalui media seperti surat kabar, majalah, radio
Berdasarkan definisi Lasswell ini dapat dituturkan 5 unsur yang terdiri dari:
Pertama      : sumber sering juga disebut pengirim, penyandi, komunikator,   pembicara.
Kedua         : apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima pesan merupakan
seperangkat simbol verbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan.
Ketiga   : saluran atau media yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk
menyampaikan pesan kepada penerima saluran boleh jadi bentuk pada pesan yang disampaiakan
kepada penerima apakah saluran verbal atau saluran nonverbal pada dasarnya komunikasi
manusia menggunakan 2 saluran yakni cahaya dan suara.
Keempat  : penerima sering juga disebut sasaran atau tujuan
Kelima    : efek yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut
b.    Komunikasi sebagai interaksi
Konseptualisasi kedua yang sering ditempatkan pada komunikasi adalah interaksi dalam arti
sempitnya saling mempengaruhi komunikasi ini menyetarakan komunikasi dengan proses sebab
akibat atau reaksi yang arahnya bergantian
c.    Komunikasi sebagai transaksi
Ketika Anda mendengarkan seseorang yang bicara sebenarnya pada saat itu Anda pun bisa
mengirimkan pesan secara nonverbal, dalam komunikasi ini tidak membatasi kita pada
komunikasi yang disengaja atau respon yang dapat diamati.[8]
C.       Psikologis Manusia dalam Perspektif Komunikasi Pembelajaran
1.      Karakteristik Manusia sebagai Komunikan
Banyak teori dalam ilmu komunikasi dilatarbelakangi konsepsi-konsepsi psikologi tentang
manusia. Konsepsi tersebut diantaranya:
a.    Konsepsi Manusia dalam Psikoanalisis
Sigmund Freud, pendiri psikoanalisis, adalah orang yang pertama berusaha merumuskan
psikologi manusia. Menurutnya, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem
dalam kepribadian manusia: Id, Ego, dan Superego. Id adalah bagian kepribadian yang
menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia. Walaupun Id mampu melahirkan keinginan,
ia tidak mampu memuaskan keinginannya. Subsistem yang kedua ego berfungsi menjembatani
tuntutan Id dengan realitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani
dengan tuntutan rasional dan realistik. Egolah yang menyebabkan manusia mampu
menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional. Ketika Id mendesak
supaya Anda membalas ejekan dengan ejekan lagi, Ego memperingatkan Anda bahwa lawan
Anda adalah “bos” yang dapat memecat Anda.
Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal. Superego adalah hati nurani yang
merupakan internalisasi dari norma-norma sosial dan kultural masyarakatnya. Secara singkat,
dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi antara komponen biologis (Id),
komponen psikologis (ego), dan komponen sosial (superego), atau unsur rasional, dan moral.
b.    Konsepsi Manusia dalam Behaviorisme
Behaviorisme menganalisis hanya perilaku yang tampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan,
dan diramalkan. Balakangan, teori ini dikenal dengan nama teori belajar. Belajar artinya
perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau
mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya
ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Behaviorisme amat banyak menentukan perkembangan psikologi terutama dalam eksperimen-
eksperimen. Aristoteles berpendapat bahwa pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-
apa, sebuah meja (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman. Dari Aristoteles, John Locke,
tokoh empirisme Inggris, meminjam konsep ini. Menurut kaum empiris, pada waktu lahir
manusia tidak mempunyai warna mental. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman
adalah satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Bukanlah ide yang menghasilkan
pengetahuan, tetapi kedua-duanya adalah produk pengalaman. Secara psikologis, ini berarti
seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan temperamen ditentukan oleh pengalaman inderawi.
Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh perilaku manusia lalu.
Salah satu kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang
membicarakan apa yang mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedonisme, salah satu paham
filsafat etika, memandang manusia sebagai makhluk yang bergerak untuk memenuhi
kepentingan dirinya, mencari kesenangan, dan menghindari penderitaan. Dalam utilitarianisme,
seluruh perilaku manusia tunduk pada prinsip ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung
dengan utilitarianisme dan hedonisme, kita menemukan apa yang disebut sebagai behaviorisme.
c.    Konsepsi Manusia dalam Psikologi Kognitif
Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan,
tetapi sebagai makhluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya: makhluk yang selalu
berpikir (Homo Sapiens). Descartes, juga Kant, menyimpulkan bahwa jiwalah yang menjadi alat
utama pengetahuan, bukan alat indera. Jiwa menafsirkan pengalaman inderawi secara aktif:
mencipta, mengorganisasikan, menafsirkan, mendistorsi, dan mencari makna.
d.    Konsepsi Manusia dalam Psikologi Humanistik
Psikologi humanistik mengambil banyak dari psikoanalisis Neo-Freudian tetapi lebih banyak
lagi mengambil dari fenomenologi dan eksistensialisme. Fenomenologi memandang manusia
hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subjektif. Setiap orang
mengalami dunia dengan cara sendiri. Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam
pengalaman orang lain. Fenomenologi banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Carl Rogers yang
boleh disebut sebagai Bapak Psikologi Humanistik.
Carl Rogers menggarisbesarkan pandangan humanisme sebagai berikut:
1)   Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi dimana dia (Aku, ku atau
diriku) menjadi pusat.  Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia
tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang muncul dari suatu
medan fenomenal. Medan keseluruhan pengalaman subjektif seorang manusia, yang terdiri atas
pengalaman-pengalaman Aku dan Ku dan pengalaman yang “bukan aku”.
2)   Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri.
3)   Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya. Ia bereaksi
pada “realitas” seperti yang dipersepsikan olehnya dan dengan cara yang sesuai dengan konsep
dirinya.
4)   Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri berupa penyempitan
dan pengkakuan persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego
seperti rasionalisasi.
5)   Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kondisi yang
normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta memilih jalan menuju pengembangan dan
aktualisasi diri.
2.      Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
a.       Faktor biologis
Manusia adalah makhluk biologis yang tidak berbeda degan hewan yang lain. Warisan biologis
manusia menentukan perilaku manusia, dapat diawali sampai struktur DNA yang menyimpan
seluruh memori warisan biologis yang diterima dari kedua orang tuanya.
b.      Faktor sosiopsikologis
Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh beberapa karakteristik yang
mempengaruhi perilakunya. Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga komponen: afektif
(aspek emosional), kognitif (aspek intelektual), dan konatif (aspek volisional, yang berhubungan
dengan kebiasaan dan kemauan bertindak).
c.       Motif sosiogenis
Motif sosiogenis diantaranya: motif ingin tahu, motif kompetensi, motif cinta, kebutuhan
pemenuhan diri, dan lain sebagainya.
d.      Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi
objek, ide, situasi atau nilai
e.       Emosi
Emosi menunjukkan kegoncangan organisme yang disertai oleh gejala-gejala kesadaran,
keperilakuan, dan proses fisiologis.
f.        Kepercayaan
Kepaercayaan merupakan keyakinan bahwa sesuatu itu “benar” atau “salah” atas dasar bukti,
sugesti otoritas, pengalaman, atau intuisi.
g.       Kebiasaan
Kebiasaan merupakan aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis tidak
direncanakan.
h.       Kemauan
Kemauan erat kaitannya dengan tindakan, sebagai tindakan yang merupakan usaha seseorang
untuk mencapai tujuan.
3.      Psikologi Komunikator
Faktor faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikator terdiri dari:
a.       Kredibilitas
Merupakan seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator. Dalam
definisi ini terkandung dua hal: 1) kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren
dalam diri komunikator.2) kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang
selanjutnya akan kita sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas.
Komponen kredibilitas yang paling penting adalah keahlian dan kepercayaan. Keahlian
adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang kemampuan komunikator dalam hubungannya
dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai rendah pada keahlian dianggap tidak
berpengalaman, tidak tahu, atau bodoh. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang
komunikator yang berkaitan dengan wataknya. Apakah komunikator dinilai jujur, tulus,
bermoral, adil, sopan, dan etis? Atau apakah ia dinilai tidak jujur, lancang, suka menipu, tidak
adil, dan tidak etis?
Koehler, Annatol, dan Applbaum menambahkan empat komponen lagi: 1) dinamisme, 2)
sosiabilitas, 3) koorientasi, 4) karisma. Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang
sebagai bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak
dinamis dianggap pasif, ragu-ragu, lesu, dan lemah. Sosiabilitas adalah kesan komunikate
tentang komunikator sebagai orang periang dan senag bergaul. Koorientasi merupakan kesan
komunikate tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok yang kita senangi,
yang mewakili nilai-nilai kita. karisma digunakan untuk menunjukkan suatu sifat luar biasa yang
dimiliki komunikator yang mengatur dan mengendalikan komunikate seperti magnet yang
menarik benda-benda di sekitarnya.
b.      Atraksi
Faktor-faktor situasional yang mempengaruhi atraksi interpersonal yaitu daya tarik fisik,
ganjaran, kesamaan, kesamaan, dan kemampuan. Atraksi fisik menyebabkan komunikator
menarik, dan karena menarik ia memiliki daya persuasif. Namun, kita juga tertarik kepada
seseorang karena adanya beberapa kesamaan antara dia dengan kita.
Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan dengan
komunikate cenderung berkomunikasi lebih efektif. Pertama, kesamaan mempermudah proses
penyandibalikan (decoding), yakni proses menerjemahkan lambang-lambang yang diterima
menjadi gagasan-gagasan. Kedua, kesamaan membantu membangun premis yang sama. Ketiga,
kesamaan menyebabkan komunikate tertarik kepada komunikator. Keempat, kesamaan
menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator.
c.       Kekuasaan
Dalam kerangka teori Kelman, kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan.
Kekuasaan menyebabkan seorang komunikator dapat memaksakan kehendaknya kepada orang
lain, karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting. Berdasarkan sumber daya yang
dimilikinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan, diantaranya:
1)   Kekuasaan Koersif. Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk
mendatangkan ganjaran atau memberikan hukuman kepada komunikate.
2)   Kekuasaan keahlian. Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau
kemampuan yang dimiliki komunikator.
3)   Kekuasaan informasional. Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan
baru yang dimiliki oleh komunikator.
4)   Kekuasaan rujukan. Di sini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan
untuk menilai dirinya. Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil
menamakan kekaguman pada komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani.
5)   Kekuasaan legal. Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan atau norma yang
menyebabkan komunikator berwenang untuk melakukan suatu tindakan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Dedy. Komunikasi Efektif Ortu Untuk Anak Usia Dini. Cahaya Ilmu. http://cahaya-
ilmu.com/index.php/9- uncategorised/89-komunikasi-efektiortu-untuk-anak-usia-dini, diunduh
26 Februari 2014, pukul 11.15 Academi, 1 Little. 2014. Komunikasi dengan anak.
http://little1academy.com/File/N/Full / 2226Komunikasi%20dengan%20Anak .pdf. diunduh 17
Mei 2014, pukul 11.11. Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada.
Hayati, Nur. 2011. Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini. Belajar Psikologi.
http://belajarpsikologi.com/aspekaspek-perkembangan-anak-usia-dini/ diunduh 26 Februari
2014, pukul 11.17 Uchjana E, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra

Anda mungkin juga menyukai