Anda di halaman 1dari 20

TEORI PEMBELAJARAN PERILAKU DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN PADA ANAK USIA DINI


Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mandiri Mata Kuliah Psikologi
Pendidikan oleh
Dosen Pengampu :
Hilman Mangkuwibawa, M.Pd

Disusun Oleh :

Siti Azkia Salsabiila (1182100060)

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
nikmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik. Makalah ini berjudul “Teori Pembelajaran Perilaku Dalam
Psikologi Pendidikan Pada Anak Usia Dini” disusun dalam rangka
menyelesaikan tugas mandiri yang merupakan salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Akhir Semester. Makalah ini berisi tentang teori pembelajaran prilaku yang
terjadi pada anak usia dini.
Dalam penyelesaian tugas ini, penulis menghadapi berbagai hambatan,
seperti keterbatasan fasilitas yang dimiliki penulis dan keterbatasan kemampuan
penulis dalam pembuatan makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Hilman
Mangkuwibawa, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah psikologi
pendidikan, yang telah memberikan ilmu kepada penulis, kemudian kedua orang
tua dan teman-teman kelas yang telah mendukung penyelesain tugas ini.
Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Terima kasih atas segala
perhatian.

Bandung, 13 Januari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................1
C. Tujuan Masalah ........................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN...........................................................................2
A. Pengertian Teori Pembelajaran pada Anak Usia Dini ............. 2
B. Keterkaitan antara Teori Pembelajaran Perilaku dengan Psikologi
Pendidikan pada Anak Usia Dini .............................................. 3
C. Sejarah Teori Pembelajaran Perilaku dalam Dunia Pendidikan
Islam Anak Usia Dini ................................................................ 4
D. Prinsip-prinsip Pembelajaran Perilaku ..................................... 7

BAB III : PENUTUP..................................................................................... 15


DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak usia dini adalah pembelajar yang hebat. Pembelajaran biasanya
didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi pada diri seseorang yang disebabkan
oleh pengalaman. Pembelajaran terjadi melalui banyak cara. Kadang-kadang
pembelajaran bersifat intensional, seperti ketika siswa memperoleh informasi yang
disajikan di ruang kelas, dengan informasi yang didapatnya dari internet. Sehingga
hal tersebut menjadi tidak intensional, karena adanya perbedaan antara pendidik dan
peserta didik. Pembelajaran yang didapat oleh anak akan berpengaruh pada
perilakunya. Pendidik harus bisa memahami bagaimana perilaku dari setiap anak.
Oleh karena ini, teori tentang perilaku pembelajaran atau pembelajaran perilaku pada
anak usia dini ini dibuat, agar pendidik bisa memberikan stimulus dan respon yang
sesuai dengan kondisi kemampuan dalam diri anak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari teori pembelajaran perilaku pada anak usia dini?
2. Keterkaitan antara teori pembelajaran perilaku dengan psikologi pendidikan pada
anak usia dini!
3. Bagaimana sejarah teori pembelajaran perilaku?
4. Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran perilaku?

C. Tujuan Masalah
1. Mampu mengetahui maksud dari teori pembelajaran perilaku pada anak usia dini
2. Mampu mengetahui keterkaitan antara teori pembelajaran perilaku dengan
psikologi pendidikan pada anak usia dini
3. Mampu mengetahui sejarah dari teori pembelajaran perilaku
4. Mampu mengetahui prinsip-prinsip pembelajaran perilaku

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Teori Pembelajaran pada Anak Usia Dini


Pembelajaran biasanya didefinisikan sebagai perubahan dalam diri seseorang
yang disebabkan oleh pengalaman. (Driscoll, 2000; Hill, 2002; Schunk, 2004).
Menurut Mendikbud, 2004. Pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik
dengan anak didik melalui kegiatan bermain pada lingkungan belajar yang aman dan
menyenangkan dengan menggunakan berbagai sumber belajar.
Menurut Suyadi (2010:16), pembelajaran anak usia dini dilakukan melalui
kegiatan bermain yang dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi dan
proses belajar. Sedangkan menurut Novan Andy Wiyani & Barnawi (2012:88),
pembelajaran yang berorientasi pada anak usia dini yang disesuaikan dengan tingkat
usia anak, artinya pembelajaran harus diminati, kemampuan yang diharapkan dapat
dicapai, serta kegiatan belajar dapat menantang peserta didik untuk dilakukan sesuai
usia anak.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pada anak usia dini adalah kegaiatn
pembelajaran yang dilakukan melalui kegiatan bermain yang disesuaikan dengan
tingkat usia anak, dan pada lingkungan belajar yang aman, sehingga anak mengalami
perubahan dalam diri nya sesuai pengalaman.
Pembelajaran anak usia dini berpusat pada anak. Pendekatan pembelajaran yang
digunakan adalah pendekatan saintifik yang mencakup rangkaian proses mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengkomunikasikan. Seperti
halnya dalam perkembangan anak.
Pembelajaran dan perkembangan memiliki keterkaitan yang tidak terpisahkan.
Karena manusia akan melakukan banyak pembelajaran sejak hari pertama dilahirkan,
seperti gerakan refleks dan tanggapan atas rasa lapar atau rasa sakit.
Pembelajaran terjadi melalui berbagai cara, bahkan kadang-kadang
pembelajaran bersifat intensional atau bertujuan, seperti hal nya ketika seorang anak
memperoleh informasi yang disajikan di ruang kelas. Informasi itu sengaja diberikan

2
kepada anak dengan tujuan agar anak mampu menerima pembelajaran dari informasi
tersebut.
Mengenai pembelajaran dan perkembangan ini sering terjadi pada anak usia
dini. Anak ketika belajar berjalan, kebanyakan adalah karena adanya kemajuan
perkembangan, tetapi perkembangan tersebut akan bergantung pada pengalaman
anak dari mulai merangkak, mencoba berdiri dengan kedua kakinya, dan kegiatan
lain.
Kemudian, anak merasa cemas ketika melihat dokter datang membawa jarum
suntik. Tidak sedikit anak usia dini yang menangis ketika melihat dokter membawa
jarum suntik, hal ini disebabkan karena perilaku anak yang telah belajar
menghubungkan jarum suntik dengan rasa sakit, otomatis tubuhnya bereaksi secara
emosional ketika dia melihat jarum tersebut. Reaksi anak seperti ini bisa terjadi
dengan disadari maupun tidak disadari, tetapi bagaimanapun anak telah mempelajari
hal itu. Maka dikatakan bahwa respon anak seperti itu terjadi karena adanya
rangsangan (stimulus), yakni kondisi lingkungan yang mengaktifkan indera
seseorang.
Teori pembelajaran ini bersifat preskriptif, karena bertujuan untuk menetapkan
metode pembelajaran yang optimal. Berbeda dengan teori belajar yang bersifat
deskriptif, yakni menjelaskan tentang proses belajar. Namun, teori pembelajaran dan
belajar ini saling bekaitan dan tidak dapat dipisahkan, karena teori belajar juga
menjelaskan tentang perubahan tingkah laku. Maka sesuai pula dengan yang akan
dibahas pada makalah ini, yakni mengenai teori pembelajaran perilaku.

2. Keterkaitan antara Teori Pembelajaran Perilaku dengan Psikologi Pendidikan


pada Anak Usia Dini
Dalam kajian pendidikan islam anak usia dini, teori pembelajaran perilaku atau
teori behaviorisme menyatakan bahwa seorang manusia dari sejak lahir secara alami
memiliki niat, kemauan, serta kemampuan untuk belajar. Kata behavior dapat
diartikan sebagai perilaku dari seorang pendidik dan peserta didik yang sangat
mempengaruhi dalam ruang lingkup psikologi pendidikan.

3
Untuk mampu menguasai dan memahami suatu perilaku, peserta didik memiliki
karakter tersendiri, yakni mereka mengupayakan diri untuk memulai tingkatan
kedewasaan dari ketidakdewasaan menuju karakter dewasa. Teori behavior ini juga
memiliki perspektif terhadap fokus pada peran mulai untuk melakukan proses belajar
dalam mendeskripsikan tingkah laku manusia, serta proses terjadi melalui
rangsangan yang disesuaikan pada stimulus untuk menimbulkan ikatan terhadap
perilaku reaktif hokum-hukum mekanistik.
Menurut teori ini, asumsi dasar tingkah laku ialah tingkah laku seutuhnya
ditentukan oleh aturan, ramalan, serta bida ditentukan. Seseorang mampu terlibat
dalam perilaku tertentu karena mereka telah mempelajarinya melalui pengalaman
dengan mengaitkan pada tingkah laku baik, bermanfaat, tidak bermanfaat, atau
tingkah laku yang ingin dipelajari.
Dalam mempelajari perilaku, ilmu psikologi lebih mengutamakan sikap
individu. Karena teori behaviorisme ini menginginkan ilmu psikologi berguna
sebagai ilmu pengetahuan ilmiah yang dapat diteliti secara menyeluruh. Ketika kita
ingin menelaah kondisi kejiwaan seseorang, maka perhatikanlah perilaku
kesehariannya seperti apa dan bagaimana, baik ketika ia sendiri maupun ketika ia
bertemu dengan banyak orang.
Psikologi pendidikan adalah ilmu pendidikan yang mempelajari ilmu
pengetahuan dan memiliki hak hidupnya sendiri. Hubungan erat pendidikan dengan
peserta didik sangat berpengaruh agar anak mampu berkembang dan berfokus pada
bagian kelompok belajar. Oleh karena itu karakteristik pembelajaran dengan
menggunakan teori behaviorisme ini, seorang pendidik wajib bersikap tegas sebagai
penyalur ilmu di bidang pendidikan dan sebagai pengaruh sikap perilaku seseorang,
khususnya pada perilaku anak usia dini yang akan menjadi generasi penerus bangsa
yang harus pendidik berikan stimulus dalam membantu perkembangannya agar
berkembang dengan baik.

3. Sejarah Teori Pembelajaran Perilaku dalam Dunia Pendidikan Islam Anak


Usia Dini

4
Dalam pendidikan anak usia dini, lima tahun kehidupan pertama anak
merupakan masa unik yang telah membuka jalan untuk pendekatan baru dan ketika
perubahan mental dianggap tidak penting serta proses belajar belum terjadi maka
perubahan itu bisa dilihat secara nyata, sehingga stimulus dan respon pada anak
harus selalu diamati.
Pada zaman dahulu, pembelajaran belum dipelajari hingga akhir abad
kesembilan belas secara ilmiah. Dengan menggunakan teknik yang dilakukan dengan
ilmu alam, peneliti mulai melakukan eksperimen untuk memahami cara manusia dan
binatang belajar. Berikut eksperimen yang dilakukan oleh beberapa peneliti:

a. Ivan Pavlov: Pengkondisian Klasik


Pada akhir 1800-an dan awal 1900-an, ilmuwan Rusia Ivan Pavlov dan rekannya
mempelajari proses pencernaan anjing. Selama penelitian tersebut, mereka
memperhatikan perubahan waktu dan kadar air liur yang dikeluarkan oleh anjing.
Pavlov mengamati bahwa jika tepung daging diletakkan di dalam atau dekat mulut
anjing yang lapar, hewan tersebut akan mengeluarkan air liur. Karena tepung daging
membangkitkan tanggapan ini dengan otomatis, tanpa satupun pelatihan atau
pengkondisian sebelumnya, maka tepung daging ini disebut sebagai rangsangan
tanpa pengkondisian, dan air liur yang tiba-tiba keluar dari mulut anjing tersebut
disebut sebagai tanggapan tanpa pengkondisian.
Sedangkan anjing yang menghasilkan air liur tanpa ada pelatihan sebelumnya,
bahkan tanpa ada rangsangan lain seperti lonceng. Karena lonceng tidak memiliki
dampak pada tanggapan tersebu, maka rangsangan dari lonceng ini disebut
rangsangan netral. Dari eksperimen Pavlov ini, memperlihatkan bahwa apabila
rangsangan netral yang sebelumnya dipasangkan dengan rangsangan tanpa
pengkondisian, rangsangan netral ini akan berubah menjadi rangsangan
pengkondisian. Dengan kata lain, setelah lonceng dan daging disodorkan bersama-
sama, bunyi lonceng tersebut yang akan mengakibatkan anjing mengeluarkan air
liurnya. Maka, proses ini lah yang disebut sebagai Pengkondisian Klasik, yakni

5
semua organisme perilaku dapat terjadi secara refleks dan dibatasi oleh rangsangan
yang sederhana.
Dengan eksperimen ini, bisa dikaitkan dengan pembelajaran perilaku, bahwa
cara pembelajaran bisa mempengaruhi sesuatu yang pernah dianggap sebagai
perilaku di luar kemuan dan daya refleks, seperti mengeluarkan air liur tadi. Contoh
lainnya seperti ketika anak usia dini diminta guru untuk masuk kelas ketika bel
berbunyi, dan istirahat ketika bel berbunyi. Semakin lama, anak akan mempelajari
bunyi bel tersebut, sehingga ketika bel berbunyi anak sudah tau bahwa itu tanda ia
harus masuk kelas. Jadi pengkondisian klasik ini berguna untuk memberikan respon
yang sesuai harapan melalui lingkungan dengan tuntutan yang ada pada lingkungan
itu sendiri. Tuntunan yang harus dilakukan ialah adanya penggunaan dua stimulus
yang saling berkaitan, yakni stimulus berkondisi dan stimulus tidak terkondisi.

b. Skinner: Pengkondisian Operant


B.F. Skinner berpendapat bahwa perilaku refleks hanyalah sebagian kecil dari
semua tindakan. Skinner mengusulkan kelompok perilaku operant, karena perilaku
tersebut berlangsung pada perilaku manusia yang dapat dilihat serta diamati secara
langsung melalui perbuatan yang terjadi sebelumnya.. Karena peneliti yang
dilakukan oleh skinner ini ada hubungan antara perilaku dan konsekuensinya.
Contohnya: anak usia dini apabila perilakunya langsung diikuti oleh konsekuensi
yang menyenangkan, maka ia akan lebih sering terlihat ke dalam perilaku tersebut.
Tetapi jika konsekuensinya tidak menyenangkan, amak ia tidak akan mau
mengulangi hal yang sama. Jadi penggunaan konsekuensi baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan untuk mengubah perilaku seseorang sering
disebut pengkondisian operant. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang dilihat dan
dipelajari anak tergantung dari peran orang tuanya dalam memberi makanan, kasih
sayang, cinta, dan perhatian. Sehingga jika penyesuaian perkembangan buruk terjadi
pada anak, maka akan membawa kesulitan di tahap perkembangan selanjutnya.

6
Dari kedua sejarah teori pembelajaran perilaku ini dapat disimpulkan bahwa
melalui pola perilaku yang terjadi itu harus memiliki rangsangan stimulus dan
respon, karena anak sering menunjukkan sikap keinginannya dengan cara apapun
yang penting ia mendapatkannya, inilah yang disebut masa egosentris yang terjadi
pada anak usia dini. Tahap pola perilaku dalam lingkungan sangat mempengaruhi
dalam tumbuh kembang anak dalam berfikir dan berproses untuk perilaku secara
terarah. Maka lembaga PAUD harus berfungsi secara optimal dan ekstra sebagai
penentu perkembangan anak di masa yang akan datang. Konsep pembelajaran yang
dirancang dalam teori behaviorisme ini memperhatikan bahwa pengetahuan, sikap,
atau perilaku bersifat sangat objektif.

4. Prinsip-prinsip Pembelajaran Perilaku


a. Peran Konsekuensi
Konsekuensi adalah kondisi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
yang muncul sesudah perilaku dan mempengaruhi frekuensi perilaku pada masa
mendatang. Dalam prinsip ini, teori pembelajaran perilaku ialah bahwa adanya
perubahan perilaku sesuai dengan konsekuensinya. Konsekuensi yang
menyenangkan memperkuat perilaku, sedangkan konsekuensi yang tidak
menyenangkan akan memperlemah perilaku. Konsekuensi yang menyenangkan
akan meningkatkan frekuensi seseorang untuk terlibat ke dalam suatu perilaku,
sedangkan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan mengurangi frekuensi
suatu perilaku.
Misalnya, apabila siswa senang membaca buku, da nisi buku nya menarik,
maka konsekuensinya anak akan lebih sering membaca. Tetapi apabila mereka
merasa cerita atau isi bukunya membosankan dan tidak menarik sehingga sulit
untuk berkonsentrasi, maka konsekuensinya anak akan kurang sering membaca
dan akan mencari kegiatan lain. Oleh karena itu bisa disimpulkan bahwa
konsekuensi yang menyenangkan disebut penguatan, dan konsekuensi yang tidak
menyenangkan disebut penghukuman.
b. Penguatan

7
Penguatan didefinisikan sebagai setiap konsekuensi yang memperkuat prilaku,
atau sama halnya dengan konsekuensi yang menyenangkan yang akan
meningkatkan frekuensi perilaku. Kita dapat berasumsi bahwa hal tersebut
sebagai pengautan apabila ada bukti yang memperkuat perilaku bagi orang
tertentu. Penguatan ini dibagi menjadi empat, yaitu:
1) Penguatan Primer dan Sekunder
Penguatan primer adalah penguatan yang mampu memuaskan kebutuhan
dasar manusia, seperti makanan, air, keamanan, dan kehangatan. Sedangkan
Penguatan Sekunder adalah penguatan yang memeproleh nilainya jika
dikaitkan dengan pengautan primer atau penguatan sekunder lain yang sudah
terbentuk.
Contoh dalam penguatan primer, uang tidak akan mempunyai nilai bagi
anak kecil hingga anak itu mempelajari bahwa uang dapat digunakan untuk
membeli sesuatu yang ada pada dirinya. Sedangkan contoh penguatan
sekundernya ialah Nilai sekolah mempunyai nilai yang kecil bagi siswa,
kecuali orang tua mereka memperhatikan dan mengahrgai nilai sekolah yang
baik, dan pujian orang tua ini bernilai karena hal itu dikaitkan dengan kasih
sayang, kehangatan, keamanan, dan penguaran lain. Dan ada tiga kategori
dasar penguatan sekunder, salah satunya adalah penguaatn sosial, seperti
pujian, senyuman, pelukan, dan perhatian.
2) Penguatan Positif dan Negatif
Dalam dunia sekolah, penguatan yang paling sering digunakan ialah
penguatan positif, karena pada penguatan ini pujian, nilai, dan tanda bintang
bisa membangkitkan semangat peserta didik. Namun, cara lain untuk
memperkuat perilaku ialah dengan mencegah agar tidak terjadi sesuatu yang
tidak menyenangkan. Misalnya, orang tua memperbolehkan anak nya untuk
bermain apabila ia menyelesaikan tugas sekolahnya terlebih dahulu. Apabila
mengerjakan tugas sekolah itu dipandang tidak menyenangkan bagi anak, maka
ketika anak selesai mengerjakan dan anak bermain, bermain itulah yang akan

8
menjadi suatu penguatan si anak. Penguatan yang merupakan pelarian dari
situasi yang tidak menyenangkan ini disebut penguatan negatif.
Banyak yang keliru mengenai tafsiran antara penguatan dan hukuman.
Seperti ungkapan hukuman yang dikatakan dalam Martella, Nelson, dan
Marchand-Martella, 2003. “Saya secara negatif menguatkannya dari datang
terlambat dengan memintanya tinggal di kelas selama istirahat.” Salah satu
cara untuk menghindari kekeliruan dalam ungkapan tadi ialah dengan
mengingat bahwa penguatan memperkuat perilaku, sedangkan hukuman
dirancang untuk memperlemah perilaku.
3) Prinsip Premack
Prinsip premack yaitu salah satu prinsip perilaku yang penting ialah kita
dapat meningkatkan kegiatan yang kurang diinginkan dengan mengaitkannya
dengan kegiatan yang lebih diinginkan. Dengan kata lain, cara untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkan itu digantungkan pada melakukan
sesuatu yang kurang diinginkan. Misalnya, dalam lingkungan anak usia dini,
seorang guru berkata “Mari kita selesaikan menggambarnya terlebih dahulu,
baru anak-anak bisa bermain ayun-ayunan.” Namun guru bisa juga
memberikan kegiatan yang lebih menyenangkan dan membuat keikutsertaan ke
dalam kegiatan yang menyenangkan bergantung pada keberhasilan
menyelesaikan kegiatan yang kurang menyenangkan.
Misalnya, anak usia dini sangat senang belajar mewarnai, maka guru bisa
mengajak anak melakukan kegiatan mewarnai hingga selesai, dan mereka
boleh bermain setelah menyelesaikannya. Agar anak usia dini bisa tahu bahwa
apabila mereka melakukan suatu kegiatan dengan rasa tidak menyenangkan,
maka ia akan membuang-buang waktu, dan waktu ia untuk bermain pun akan
habis sebagian. Sehingga anak diajarkan untuk senang dalam mengikuti
kegiatan apapun.
4) Penguatan Intrinsik dan Ekstrinsik
Penguatan intrinsik ialah penguatan yang melekat pada keterlibatan ke
dalam perilaku tersebut. Seperti anak yang memiliki hobi yang mereka tekuni

9
dalam waktu yang lama tanpa sedikit pun imbalan, contoh anak yang senang
menggambar, membaca, bernyanyi, atau berenang tanpa alasan lain selain
kesenangan diri untuk melakukannya.
Lawan dari penguatan intrinsik ialah penguatan ekstrinsik. Penguatan
ekstrinsik ialah pujian atau imbalan yang diberikan untuk memotivasi agar
orang terlibat dalam perilaku yang mungkin saja mereka tidak akan terlibat di
dalamnya tanpa pujian itu.
Menurut Deci dan Ryan, 2002. Penguatan anak-anak untuk melakukan
perilaku tertentu yang lazimnya tidak mereka lakukan akan dapat merusak
motivasi intrinsik anak dalam jangka panjang.
Dampak rusaknya penguatan ekstrinsik terjadi hanya pada lingkungan
tertentu, khususnya lingkungan anak usia dini, dimana imbalan diberikan bagi
anak-anak karena terlibat dalam satu kegiatan, tapi anak tidak ikut kerja dalam
kegiatan tersebut. Oleh karena itu, sebagai seorang pendidik harus berhati-hati
dalam memberikan penguatan ekstrinsik kepada peserta didik untuk melakukan
kegiatan yang pasti akan mereka lakukan. Imbalan yang berupa pujian atau
yang lainnya untuk peningkatan penguatan ekstrinsik, jangan sampai
mengurangi penguatan intrinsik.
c. Penghukuman
Penghukuman adalah konsekuensi yang tidak menyenangkan dan dapat
melemahkan perilaku. Hukuman memiliki dua bentuk utama, yakni hukuman
pemberlakuan dan hukuman pencabutan. Hukuman pemberlakuan ialah
penggunaan konsekuensi yang tidak menyenangkan atau rangsangan yang tidak
disukai, seperti ketika seorang siswa diomeli. Sedangkan hukuman pencabutan
ialah penarikan kembali konsekuensi yang menyenangkan. Contohnya seperti
keharusan siswa yang bersalah untuk tinggal di kelas selama jam istirahat.
d. Kesegeraan Konsekuensi
Kesegeraan konsekuensi menjadi salah satu prinsip teori pembelajaran
prilaku yang sangat penting, karena konsekuensi yang terjadi segera sesudah
perilaku, jauh lebih mempengaruhi perilaku daripada konsekuensi yang tertunda.

10
Konsep ini banyak menjelaskan perilaku manusia. Seperti hal nya konsep ini
menjelaskan mengapa orang begitu sulit berhenti makan berlebihan, walaupun
manfaat penurunan berat badan dirasakan sangat besar dan diketahui dengan
baik. Penguatan kecil tetapi segera berupa hanya sepotong donat sering
mengalahkan dampak perilaku penguatan yang besar tetapi tertunda.
Dalam pendidikan anak usia dini, di ruang kelas, prinsip kesegeraan
konsekuensi ini sangat penting, karena pujian atas pekerjaan yang telah anak
selesaikan dengan baik yang secara langsung diberikan dapat menjadi penguatan
yang lebih bermakna dari pada nilai yang baik yang diberikan kemudian hari.
Kemudian, mendekati siswa yang berperilaku tidak pantas, dan menyentuh
bahunya atau memberikan isyarat (seperti jari telunjuk pada bibir untuk meminta
diam) mungkin akan jauh lebih efektif daripada omelan atau peringatan yang
diberikan pada akhir pembelajaran.
Kesegeraan konsekuensi ini mempunyai dua tujuan. Pertama, hal ini mampu
menjelaskan pada anak mengenai kaitan antara perilaku dan konsekuensi.
Kedua, hal ini mampu meningkatkan nilai informasi dari konsekuensi tersebut.
e. Pembentukkan
Pembentukkan adalah suatu teknik yang digunakan seorang guru untuk
menuntun siswanya menuju sasaran dengan memperkuat banyak tahap menuju
keberhasilan. Dalam pembentukkan terhadap anak usia dini, tidak harus
menahan penguatan hingga anak dapat menyebutkan seluruh abjad, tetapi akan
lebih baik bila guru memuji anak karena mengenal satu huruf, kemudian karena
mengenal beberapa, hingga akhirnya karena anak mampu mempelajari
keseluruhn abjad (26 huruf).
Prinsip pembentukkan ini digunakakan dalam teori pembelajaran perilaku
dengan tujuan untuk membantu mengajarkan kemampuan atau perilaku baru
dengan memperkuat peserta didik untuk mendekati perilaku akhir yang
diinginkan. Contohnya dalam mengajarkan anak usia dini untuk mengikat tali
sepatu, pendidik tidak hanya memperlihatkan kepada mereka bagaimana
mengikat tali sepatu, dan kemudian menunggu anak melakukannya hingga ia

11
bisa. Tetapi sebaiknya pendidik pertama-tama mengajak mereka untuk berlatih
mencoba ikatan pertama, ketika anak sudah bisa dilanjutkan dengan membuat
simpul, dan begitu seterusnya, hingga mereka mampu mengikat tali seluruhnya.
Karena pada prinsipnya bahwa siswa sebaiknya dikuatkan atas perilaku yang
berada dalam kemampuan mereka saat ini, tetapi juga memperluas kea rah
kemampuan yang baru.

f. Kepunahan
Kepunahan akan terjadi apabila suatu penguatan ditarik kembali dan terjadi
pelemahan pada perilaku tersebut dan akhirnya akan lenyap. Kepunahan
memiliki pola kepunahan klasik, maksudnya perilaku akan mengalami
peningkatan ketika penguatan ditarik kembali pertama-tama, kemudian cepat
melemah, hingga akhirnya perilaku itu menghilang. Misalnya seperti anak yang
senang datang ke tempat baca, kemudian pintu untuk masuk ke tempat itu
terkunci. Anak akan mendorongnya dengan keras ketika awal mengetahui pintu
itu terkunci, kemudian anak akan menggoyangkan gagang pintunya, bahkan
mungkin menendangnya. Pada saat itu, anak akan merasa marah. Namun,
setelah beberapa saat anak menyadari bahwa pintu itu terkunci dan kemudian
anak pulang ke rumah. Jikalau anak belum tahu apa penyebab pintu itu terkunci,
mungkin anak akan mencoba membukanya beberapa kali, hingga akhirnya anak
menyerah karena perilaku atau penguatannya telah menghilang.
Karakteristik ledakan kepunahan adalah naiknya tingkat perilaku pada tahap-
tahap awal kepunahan, dan mempunyai konsekuensi penting bagi pengelolaan
ruang kelas. Seperti hal nya anak yang memiliki kebiasaan meneriakan jawaban
tanpa mengacungkan tangan terlebih dahulu. Cara mengurangkan kebiasaan
anak tersebut itu akan lebih cepat jika guru berkata kepada siswa “Saya tidak
akan menanggapi setiap orang kecuali dia diam dan mengacungkan tangannya.”
Dan kemudian tidak mengacuhkan semua upaya lain untuk mendapatkan
perhatiannya.
g. Jadwal Penguatan

12
Jadwal penguatan adalah salah satu faktor yang banyak digantungkan dalam
penguatan terhadap perilaku. Jadwal penguatan ini merujuk pada berapa lama
berlalu antara kesempatan memperoleh penguatan dan daya prediksi penguatan
tersebut.
1) Rasio Tetap (FR-Fixed Ratio), yakni jadwal penguatan ketika perilaku yang
diinginkan diberi imbalan setelah terjadi perilaku dalam jumlah tetap. Jadwal
rasio tetap ini efektif dalam memotivasi anak usia dini untuk menyelesaikan
tugasnya, khususnya jika rasio tetap diawali dengan penguatan
berkesinambungan untuk mengupayakan anak melanjutkannya dan kemudian
beralih pada penguatan yang lebih tinggi.
2) Rasio Variabel (VR-Variable Ratio), yakni jadwal penguatan ketika perilaku
yang diinginkan diberi imbalan setelah terjadi sejumlah perilaku yang
jumlahnya tidak dapat diperkirakan, walaupun pasti perilaku tersebut pada
akhirnya akan dikuatkan. Jadwal rasio variable sangat tahan terhadap
kepunahan, bahkan setelah perilaku tidak lagi dikuatkan, orang mungkin tidak
akan menyerah untuk mendengarkan pembelajaran dalam waktu yang lama,
karena mereka mempelajari bahwa mungkin belajar dengan baik akan
memperoleh suatu imbalan.
3) Interval Tetap (FI-Fixed Interval), yakni jadwal penguatan ketika perilaku
yang diinginkan diberi imbalan setelah jumlah waktu yang tetap.
4) Interval Variabel (VI-Variable Interval), yakni jadwal penguatan yang
diinginkan diberi imbalan setelah sejumlah waktu yang tidak dapat
diperkirakan.
h. Ketahanan
Prinsip kepunahan menyatakan bahwa ketika penguatan atas perilaku yang
dipelajari sebelumnya ditarik kembali, perilaku tersebut menghilang. Tapi bukan
berarti guru harus memperkuat perilaku siswa selamanya. Konsep perlawanan
terhadap kepunahan berperan penting bagi pemahaman tentang ketahanan
perilaku yang dipelajari. Seperti ketika perilaku baru diperkenalkan, penguatan

13
untuk memperoleh tanggapan yang benar seharusnya sering diberikan dan dapat
diperkirakan.
Namun, begitu perilaku tersebut terbentuk, penguatan untuk memperoleh
tanggapa yang benar seharusnya kurang sering diberikan dan kurang dapat
diperkirakan. Hal ini bisa terjadi karena jadwal variable penguatan dan jadwal
penguatan yang memerlukan banyak perilaku sebelum diberikan penguatan akan
jauh lebih tahan terhadap kepunahan daripada jadwak tetap atau mudah.
Misalnya ketika guru memuji siswa setiap kali mengerjakan satu soal
matematika, tetapi kemudian menghentikan pujian, siswa tadi mungkin akan
berhenti mengerjakan soal matermatika yang lainnya.
Sebaliknya, apabila guru secara bertahap meningkatkan jumlah soal
matematika yang harus dikerjakan siswa untuk memeroleh pujian dan memuji
siswa tersebut dengan interval acak atau jadwal rasio variable, siswa itu
mungkin akan terus mengerjakan soal matematika dalam waktu yang lama
dengan sedikit atau sama sekali tanpa penguatan dari guru.
i. Peran Anteseden
Dalam peran anteseden, terdapat empat point penting yang harus diketahui,
yakni:
1) Pengisyaratan Rangsangan Anteseden, yaitu peristiwa yang mendahului
perilaku, juga dikenal sebagai isyarat. Karena hal itu memberikan kepada kita
perilaku apa yang akan dikuatkan dan perilaku apa yang akan dihukum.
2) Diskriminasi, yaitu penggunaan isyarat, yanda, atau informasi untuk
mengetahui kapan perilaku cenderung akan dikuatkan.
3) Generalisasi, yaitu upaya memindahkan perilaku, kemampuan, atau konsep
dari satu keadaan atau tugas ke keadaan atau tugas lain.
4) Teknik Meningkatkan Generalisasi. Strategi yang jelas untuk meningkatkan
generalisasi ialah dengan pelatihan lapangan, yakni pengajaran keterampilan
tertentu dalam lingkungan yang sesungguhnya yang menjadi tempat hal itu
akan digunakan, atau dalam situasi lingkungan seperti itu.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pembelajaran pada anak usia dini adalah kegaiatan pembelajaran yang dilakukan
melalui kegiatan bermain yang disesuaikan dengan tingkat usia anak, dan pada
lingkungan belajar yang aman, sehingga anak mengalami perubahan dalam diri nya
sesuai pengalaman.
Psikologi pendidikan adalah ilmu pendidikan yang mempelajari ilmu
pengetahuan dan memiliki hak hidupnya sendiri. Hubungan erat pendidikan dengan
peserta didik sangat berpengaruh agar anak mampu berkembang dan berfokus pada
bagian kelompok belajar. Oleh karena itu karakteristik pembelajaran dengan
menggunakan teori behaviorisme ini, seorang pendidik wajib bersikap tegas sebagai
penyalur ilmu di bidang pendidikan dan sebagai pengaruh sikap perilaku seseorang,
khususnya pada perilaku anak usia dini yang akan menjadi generasi penerus bangsa
yang harus pendidik berikan stimulus dalam membantu perkembangannya agar
berkembang dengan baik.
Dalam sejarah teori pembelajaran perilaku, Ivan Pavlov memberi gagasan
tentang pengkondisian klasik, dimana rangsangan netral dapat memperoleh
kemampuan menimbulkan tanggapan perilaku dengan menghubungkannya dengan
rangsangan tanpa pengkondisian yang memicu tindakan refleks. Dan pada riset B.F.
Skinner, ia melanjutkan studi tentang hubungan antara perilaku dan konsekuensi, ia
menjelaskan tentang pengkondisian operant, dimana penguatan dan penghukuman
membentuk perilaku.
Ada beberapa prinsip pembelajaran perilaku, yakni konsekuensi yang berperan
dalam pembentukan perilaku, dan konsekuensi perlu ada penguatan untuk
meningkatkan frekuensi perilaku, penguatan berbalik dengan penghukuman,
dimana penghukuman ini mampu mengurangi frekuensinya. Apabila frekuensi
menurun atau meningkat, perlu ada pembentukan melalui umpan balik yang tepat
waktunya pada setiap tahap, karena pemberian umpan balik bisa membantu

15
penguatan konsekuensi pada anak dan mengurangi terjadinya kepunahan.
Kepunahan yakni penghilangan perilaku yang melemah dan perlahan lahan ketika
penguatan ditarik kembali. Maka perlu ada jadwal penguatan yang digunakan untuk
meningkatkan ketahanan perilaku sesuai yang diinginkan. Jadwal penguatan ini
dapat didasarkan pada rasio atau interval dan dapat bersifat tetap atau universal.
Dan dalam peran anteseden, perlu adanya rangsangan anteseden sebagai isyarat,
kemudian diskriminasi, generalisasi, dan teknik meningkatkan generalisasi.

B. Saran
Sebagai seorang pendidik, kenalilah perilaku dari peserta didik, khususnya
anak usia dini. Agar pembelajaran yang diberikan kepada anak bisa disesuaikan
dengan kemampuannya, sehingga pembelajaran bisa diterapkan secara optimal dan
tidak berpengaruh buruk pada psikologis anak. Juga pendidik harus mampu
mengetahui, memahami, dan mempraktekkan dalam memberikan penguatan kepada
peserta didik, sehingga penguatan tersebut bisa menjadi baik untuk masa depan
anak yang akan menjadi generasi penerus bangsa.

16
DAFTAR PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Diakses dari eprints.uny.ac.id, pada tanggal 17 Januari


2021.
Maghfhirah, Siti. Dan Maemunah. 2019. “Pemikiran Behaviorisme dalam Pendidikan
(Study Pendidikan Anak Usia Dini)” Jurnal Ar-Raniry, Vol. VI, No. 2, Juli-
Desember, hal. 90-92.
Slavin, Robert. E. 2011. “Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik”. Jakarta: PT. Indeks.

ii

Anda mungkin juga menyukai